BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral digolongkan dalam mineral makro dan mikro. Mineral makro dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg/hari, sedangkan mineral mikro kurang dari 100 mg/hari. Mineral mikro terdapat dalam jumlah yang sangat kecil dalam tubuh, namun mempunyai peran essensial untuk kehidupan, kesehatan, dan reproduksi.Salah satu kelompok mineral mikro adalah yodium (Almatsier, 2005). Yodium merupakan bagian integral dari kedua macam hormon tiroksin triidotironin (T3) dan tetraidotironin (T4). Fungsi utama hormon hormon ini adalah mengatur pertumbuhan dan perkembangan. Disamping itu juga mengatur suhu tubuh, reproduksi, pembentukan sel darah merah, serta fungsi otot dan syaraf (Almatsier, 2005). Akibat dari defisiensi yodium yang berlangsung lama akan mengganggu fungsi kelenjar tiroid, yang secara perlahan menyebabkan kelenjar ini membesar sehingga menyebabkan gondok (Arisman, 2004). Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY) merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius mengingat dampaknya sangat besar terhadap kelangsungan hidup dan kualitas sumber daya manusia. Selain berupa pembesaran gondok dan hipotiroid, kekurangan yodium bila terjadi
1
pada wanita hamil dapat beresiko terjadinya abortus, lahir mati, sampai cacat bawaan pada bayi yang lahir berupa gangguan perkembangan syaraf, mental dan fisik (Patuti et al., 2010). Prevalensi GAKY tahun 1982 adalah 37,2% menjadi 27,7% pada tahun 1990, menurun menjadi 9,8% pada tahun 1998. Tetapi tahun 2003 mengalami peningkatan menjadi 11,1% (Irawati et al., 2011). Kekurangan yodium dapat disebabkan karena asupan makanan yang kurang mengandung yodium, adanya iodat yang berubah menjadi bentuk yodium lain dari permukaan garam dapur, ketidakstabilan iodat dalam garam dapur selama proses pengolahan dan penyimpanan. Namun dalam penelitian ini tidak dijelaskan jenis garam yang mengalami ketidakstabilan iodat selama proses pengolahan (Cahyadi, 2006). Pemerintah telah menggalakkan program penanggulangan GAKY, mengingat dampak GAKY yang begitu besar terhadap kelangsungan hidup. Penanggulangan GAKY dapat dilakukan melalui pemberian yodium. Pemberian yodium ini telah dijalankan melalui program suntikan lipiodol, kapsul lipiodol dan garam beryodium (Arhya, 1995). Dari ketiga cara ini, garam yodium mendapatkan prioritas yang cukup tinggi karena garam merupakan bahan pangan yang murah, mudah didapat dan dikonsumsi setiap hari oleh seluruh lapisan masyarakat di segala tingkat ekonomi. Disamping itu, kadar dan cara konsumsi garam bisa dikatakan hampir seragam (Mardliyanti, 2006). Garam beryodium dibuat dari garam rakyat yang difortifikasi dengan iodat. Berdasarkaan SNI No. 01-3556 tahun 1994
2
dan Permenkes No. 077 / 1995 syarat kandungan KIO3 dalam garam yodium sebesar 30-80 ppm. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar yodium dan kestabilan iodat antara lain, kelembaban relative (RH), pH, suhu, penambahan bahan kimia (kalsium fosfat dan ferro sulfat), proses pemasakan/pemanasan, cara penambahan garam yodium kedalam sediaan makanan, proses iodisasi yang kurang sempurna, pembungkusan, kondisi dan waktu penyimpanan (BPOM RI,2006). Cara penambahan garam yodium dalam masakan sangat bervariasi. Menurut Cahyadi (2006) bahwa dari ketiga cara pemberian garam yodium yaitu pemberian sebelum pemasakan, saat pemasakan, dan saat siap saji, menunjukkan bahwa penurunan iodat yang paling kecil adalah penambahan saat siap saji. Hal ini karena proses pemasakan yang menyebabkan penguapan dan menurunkan kadar yodium. Garam sering ditambahkan dalam pengolahan bahan makanan. Penggunaan garam yodium juga sering bersamaan/dicampur dengan bumbu dapur. Menurut penelitian Arhya, (1998) bahwa beberapa bumbu masak yang ditambahkan pada garam beryodium, kadar iodat dalam bumbu masak tersebut mengalami penurunan. Bahkan jenis bumbu cabai, terasi, merica dapat hilang sama sekali (100%) kandungan yodium garam. Metode yang digunakan adalah iodometri. Sedangkan menurut Saksono, (2003) urutan bumbu yang paling besar berperan dalam proses penurunan kandungan
3
iodat adalah cabai > ketumbar > merica. Penurunan iodat dengan metode iodometri lebih banyak daripada dengan X-ray Fluorences (XRF). Bumbu segar yang sering dan umum digunakan masyarakat adalah bawang merah, bawang putih, cabai merah, dan kemiri. Agar lebih praktis dalam meracik bumbu saat memasak, biasanya masyarakat telah membuat bumbu jadi seperti bumbu merah, kuning, putih. Masing masing bumbu jadi ini dapat digunakan untuk memasak berbagai jenis masakan. Misalnya bumbu kuning bisa untuk bumbu masakan kari, acar kuning, nasi kuning. Bumbu merah untuk masakan sambal goreng, rendang, aneka gulai, balado. Sedangkan bumbu putih untuk masakan gudeg, terik daging, sayur bobor, opor ayam. Bumbu dasar yang sering digunakan dalam bumbu jadi (bumbu kuning, merah, putih) adalah bawang merah, bawang putih, cabai merah, dan kemiri (Ekawatiningsih et al., 2008). Bumbu hanya sering dianggap sebagai pelengkap masakan, akan tetapi sebenarnya didalam bumbu terdapat senyawa-senyawa aktif yang sangat pening. Seperti cabai mengandung zat aktif capcaisin yang menyebabkan rasa pedas, selain itu cabai juga tinggi akan kandungan vitamin C. Bawang putih mengandung zat aktif allisin yang menyebabkan bau khas pada bawang putih. Bawang merah mengandung senyawa aktif yaitu sulfur seperti allyl propyl disulphide (APDS) dan flavonoid seperti quercetin. Bawang merah juga mengandung saponin yang memberikan rasa manis. Kemiri mengandung zat saponin, flavonoida, dan polifenol (Datuk , 2008).
4
Garam yang dicampurkan bumbu dan mengalami pemanasan akan mengalami penurunan kadar yodium. Penurunan yodium ini memang disebabkan karena adanya penguapan dari proses pemasakan. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan adanya pengaruh zat aktif dalam bumbu yang bereaksi dengan yodium dan menyebabkan terjadinya penurunan. Penelitian tentang stabilitas yodium pada bumbu dapur segar telah banyak dilakukan. Akan tetapi, penelitian stabilitas yodium dalam bumbu jadi (bumbu merah, putih, kuning) masih terbatas dan selama ini belum ada informasi tentang kadar yodium di berbagai macam bumbu. Sehingga tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kadar yodium pada bumbu segar dan bumbu jadi selama proses pemasakan.
B. Rumusan Masalah 1. Apakah terdapat penurunan kadar yodium pada masing-masing bumbu dapur segar (bawang merah, bawang putih, cabai merah, kemiri) selama pemasakan? 2. Apakah terdapat penurunan kadar yodium pada bumbu dapur jadi (bumbu dasar merah, putih, kuning) selama pemasakan?
C. Tujuan Penelitian 1. Menganalisis kadar yodium pada bumbu dapur segar (bawang merah, bawang putih, cabai merah, kemiri) selama pemasakan.
5
2. Menganalisis kadar yodium pada bumbu jadi (bumbu dasar merah, putih, kuning) selama pemasakan.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti Untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang stabilitas garam yodium dalam bumbu dapur selama proses pemasakan. 2. Bagi masyarakat umum Dapat dijadikan sumber informasi mengenai penurunan kadar yodium selama proses pemasakan dan dapat mengetahui jenis bumbu yang paling banyak menyebabkan penurunan yodium. 3. Bagi pemerintah Sebagai bahan pertimbangan dalam penanggulangan GAKY dengan program
garam
beryodium,
mengingat
bahwa
proses
pemasakan
mempengaruhi stabilitas garam yodium. 4. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.
E. Keaslian Penelitian 1. Penelitian Saksono (2003), yang berjudul“Analisis Iodat Dalam Bumbu Dapur dengan Metode Iodometri dan X-ray Fluorences (XRF)”. Penelitian ini
merupakan
penelitian
eksperimental
dengan
membandingkan
penggunaan metode iodometri dan X- ray fluorences. Bumbu yang diteliti adalah cabai, merica, ketumbar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
6
penurunan iodat lebih banyak dengan iodometri, daripada XRF. Urutan bumbu yang paling besar berperan dalam proses penurunan kandungan iodat adalah cabai > ketumbar > merica. Persamaan penelitian: sampel yang digunakan Perbedaan penelitian :metode yang digunakan 2. Penelitian Aryha (1998), yang berjudul “Garam Beryodium Kehilangan Yodiumnya bila Dicampur dengan Cabai/Terasi”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kehilangan kadar yodium bila dicampur bumbu masak (terutama cabai, terasi). Hasil penelitian menunjukkan bahwa garam beryodium dicampur dengan cabai, terasi, ketumbar atau merica, maka yodiumnya langsung hilang (0 ppm). Metode yang digunakan adalah metode iodometri. Persamaan penelitian: sampel yang digunakan Perbedaan penelitian :metode yang digunakan 3. Penelitian Arhya (1995), yang berjudul“Penurunan Kadar KIO3 Dalam Makanan Sebelum dan Setelah Dimasak”. Hasil penelitian mununjukkan bahwa apabila masakan dalam suasana asam maka iodat akan menghasilkan yodium bebas yang mudah menguap dan dengan pemanasan
penguapan
yodium
semakin
banyak.
Makin
besar
keasamannya (makin kecil pH-nya) makin cepat hilangnya yodium dalam makanan. Metode yang digunakan adalah titrasi iodometri. Persamaan penelitian :sampel yang digunakan Perbedaan penelitian :metode yang digunakan
7
4. Penelitian Cahyadi (2006), yang berjudul “Penentuan Kadar Spesi Iodium dalam Garam Iodium yang Beredar di Pasar dan Sediaan Makanan”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar yodium dalam garam beryodium yang beredar di pasar tradisional dan supermarket, serta untuk mengetahui pengaruh cara penambahan garam beriodium kedalam sediaan makanan terhadap kestabilan garam yodium saat pemasakan. Hasil penelitian bahwa dari ketiga cara pemberian garam yodium yaitu pemberian sebelum pemasakan, saat pemasakan, dan saat siap saji, menunjukkan bahwa penurunan iodat yang paling kecil adalah penambahan saat siap saji. Metode yang digunakan adalah HPLC. Persamaan penelitian: perlakuan pemanasan pada sampel. Perbedaan penelitian : sampel, dan metode yang digunakan 5. Penelitian Palupi (2003) yang berjudul “Stabilkah kalium yodat dalam garam?”. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti lebih lanjut akan banyaknya dugaan tentang adanya masalah ketidakstabilan yodium pada garam yang telah difortifikasi, selama masa penyimpanan atau transportasi, maupun selama pengolahan makanan. Penelitian ini menggunakan metode radio isotop I 131. Hasil dari penelitian menunjukkan sampai 6 bulan retensi yodium pada garam umumnya masih cukup stabil. Untuk menyimpan garam ber-yodium tidak diperlukan kemasan yang kedap udara, tetapi cukup kemasan yang kedap air atau tidak bocor, dan tidak benar Yodium dalam garam hilang bila dicampur cabe.
8
Persamaan penelitian :sampel yang digunakan Perbedaan penelitian :metode yang digunakan 6. Penelitian Komari dan Dian Sundari (2009) yang berjudul “Pengaruh fraksi air ekstrak bawang putih terhadap kadar kalium iodat dalam garam”. Penelitain ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak bawang putih baik bentuk
homogenate dan fraksinya terhadap
penurunan kadar kalium iodin dalam garam dapur beriodium. Hasil dari penelitian adalah Ekstraksi bawang putih dengan pelarut diklorometana menghasilkan fraksi air dapat menurunkan kadar kalium iodat rata-rata sebesar 23, 25 dan 26% lebih besar dibandingkan homogenatnya yang hanya menurunkan kadar kalium iodat rata-rata 18, 17 dan 19. Penelitian ini menggunakan metode KCKT (Kormatografi Cair Kinerja Tinggi). Persamaan penelitian :sampel bawang putih yang digunakan Perbedaan penelitian : metode dan cara kerja yang digunakan
9