Bab I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penerjemahan teks, buku-buku dan informasi lain ke dalam bahasa Inggris telah dilakukan oleh praktisi atau pakar-pakar terjemahan untuk penyebaran informasi dari satu bahasa ke dalam bahasa lain. Namun, dibanding genre yang lain, penerjemahan karya sastra merupakan kerja yang paling sulit bagi para penerjemah, khususnya puisi yang memiliki nilai-nilai estetika dan ekspresif. Pantun termasuk dalam karya sastra lisan yang penerjemahannya ke dalam bahasa asing, khususnya bahasa Inggris, berkembang sangat lambat. Bahkan ada yang berpendapat bahwa pantun mustahil dapat diterjemahkan. Namun, diantara pro dan kontra tentang penerjemahan pantun, sejak abad ke-19, penerjemahan pantun ke dalam bahasa Inggris telah dilakukan oleh praktisi penerjemahan. Penerjemahan pantun ke dalam bahasa Inggris merupakan jembatan yang menghubungkan pembaca bahasa target (BT) yang tidak menguasai bahasa sumber (BS), namun dapat menikmati pantun dalam BT. Nababan (1997:39) mengungkapkan bahwa ada empat kendala utama yang dihadapi oleh penerjemah dalam menerjemahkan teks, kendala itu adalah: 1. Sistem BS dan BT berbeda. Jika semua bahasa di dunia mempunyai sistem yang sama, menerjemahkan bukan
Universitas Sumatera Utara
lagi menjadi tugas yang sulit untuk dilakukan. Pembahasan mengenai konsep kesepadanan akan menjadi persoalan yang sepele. Kenyataannya, setiap bahasa mempunyai sistem yang berbeda-beda. 2. Kompleksitas semantik dan stilistik. Bidang semantik merupakan bidang yang sangat luas cakupannya dan cenderung bersifat subjektif, karena kesubjektifannya hubungan makna suatu kata sangat erat kaitannya dengan budaya pemakai bahasa tersebut. Selama suatu kata BS menyangkut sesuatu yang juga terdapat dalam budaya BT, kesulitan dalam pencarian padanan sedikit banyak bisa dikurangi. Kenyataan menunjukkan bahwa ada kata dalam BS yang tidak terdapat dalam konteks BT. Disamping kompleksitas semantik, kompleksitas stilistik juga merupakan salah satu faktor penyebab sulitnya penerjemahan dilakukan. Teks sastra seperti pantun diungkapkan dengan gaya yang berbeda dari gaya teks ilmiah. Karena budaya BS dan budaya BT berbeda, maka gaya bahasa yang digunakan oleh kedua bahasa tersebut juga berbeda. 3. Tingkat kemampuan penerjemah Jika tingkat kesukaran sebuah teks dikaitkan dengan tingkat kemampuan penerjemah, sebuah teks dianggap mudah untuk diterjemahkan apabila tingkat kemampuan penerjemahnya sudah sangat baik. Namun, apabila kemampuan penerjemah rendah dalam memahami bahasa teks yang diterjemahkan, maka teks dianggap sukar. Penerjemah adalah pelaku utama dalam proses penerjemahan,
Universitas Sumatera Utara
oleh karenanya tingkat kemampuan penerjemah menjadi salah satu faktor penentu dalam proses penerjemahan. 4. Tingkat kualitas teks BS. Rendahnya kualitas teks BS menyebabkan pesan yang sebenarnya terkandung dalam BS sulit ditangkap atau dipahami. Sehingga akan muncul kesulitan dalam proses penerjemahannya. Dengan kata lain, jika konteks yang diterjemahkan merujuk ke sesuatu yang tidak dikenal dalam budaya BT, maka tugas penerjemah menjadi lebih berat karena harus menemukan padanan dalam BT (Nababan, 60: 1997). Masalah kesepadanan merupakan bagian inti dari teori dan praktek penerjemahan karena proses penerjemahan selalu melibatkan pencarian padanan. (Barnstone, 1993 dalam Nababan, 62:1997). Analisis kesepadanan terjemahan merupakan suatu analisis yang menggiring kepada konteks keterjemahan dan ketakterjemahan. Konteks keterjemahan pada umumnya tidak menimbulkan masalah dalam
penerjemahan,
sebaliknya
konteks
ketakterjemahan
menimbulkan
permasalahan karena penerjemah harus menemukan padanan yang sesuai dalam BT (Nababan, 62:1997). Menurut Baker (1992: 21), kesulitan yang timbul dalam menemukan padanan disebabkan oleh 2 hal yakni : 1. Konsep khusus budaya Kata BS diterjemahkan ke dalam konsep yang sama sekali tidak dikenal dalam budaya BT. Konsep ini dapat berkaitan dengan teks keagamaan, kesusasteraan, adat istiadat atau makanan. Misalnya kata “turun tanah” adalah sebuah konsep
Universitas Sumatera Utara
yang erat kaitannya dengan adat istiadat di Melayu tetapi tidak dikenal dalam budaya Inggris. 2. Kata BS yang tidak tersedia dalam BT Kata BS diterjemahkan ke dalam suatu konsep yang dikenal dalam BT tetapi BT tidak mempunyai padanan satu-satu untuk mengungkapkannya. Misalnya kata “hamburger” dalam bahasa Inggris yang sudah dikenal dalam masyarakat Indonesia, tetapi bahasa Indonesia tidak mempunyai padanan satu-satu untuk mengungkapkan konsep yang dikandung oleh jenis makanan tersebut. Oleh sebab itu, diperlukan strategi-strategi tertentu yang harus digunakan penerjemah untuk menemukan efek padan dalam suatu hasil terjemahan. Strategi penerjemahan merupakan bagian dari proses penerjemahan yang diterapkan pada saat proses penerjemahan berlangsung, baik pada tahap analisis teks BS maupun pada tahap pengalihan pesan (Silalahi, 2009: 29). Suryawinata dan Hariyanto (2003:67) mengklasifikasikan strategi penerjemahan menjadi dua jenis yaitu strategi struktural dan strategi semantis. Strategi struktural mengacu kepada bentuk atau struktur bahasa, sedangkan strategi semantis mengacu pada makna atau pesan bahasa. Berlatar dari hal tersebut, penelitian ini mencoba untuk mendeskripsikan strategi yang digunakan seorang penerjemah asal Inggris Katharine Sim, yang telah menerjemahkan pantun dari bahasa Melayu ke dalam bahasa Inggris. Menurut Shunmugam (2007: 23), pada akhir abad ke-20 telah
terdapat
beberapa kajian yang menyentuh terjemahan puisi termasuk pantun, seperti yang dilakukan oleh: Eugene Nida (1969), Rolf Kloepfer (1967 dalam Dagut 1976),
Universitas Sumatera Utara
Katharina Reiss (1971 dalam Dagut 1976), Menachem Dagut (1976) dan Jean-Vina serta Jean Paul Darblenet (1995). Dagut memberikan sumbangan terbesar dalam kegiatan ini. Dari kajian-kajian tersebut terdapat tiga pandangan utama yang muncul, yaitu: 1). metafora tidak mungkin diterjemahkan 2). metafora dapat diterjemahkan secara harfiah dan 3). ada metafora yang bisa diterjemahkan dan ada pula yang tidak dapat diterjemahkan. Pendapat yang ketiga adalah pandangan yang paling mendekati kenyataan. Bukan hanya Dagut, pendapat ini juga didukung oleh ahli bahasa seperti Ian Mason, Peter Newmark dan Raymond van den Broeck. Di dalam analisis pantun, permasalahan strategi yang digunakan penerjemah tidak sesederhana atau terbatas hanya dalam menerjemahkan pantun secara umum, tetapi juga strategi dalam menerjemahkan pola rima pantun dan menerjemahkan pola metris pantun, hal ini amat penting dilakukan mengingat pantun merupakan warisan khasanah budaya yang memiliki karakteristik visual tertentu yaitu bersajak a-b-a-b atau a-a-a-a dan terdiri dari 8/10-12 suku kata tiap barisnya (Kristantohadi, 2010:15). Pantun Melayu mulai dikenal oleh masyarakat non-Melayu melalui terjemahan yang dilakukan (terutama ke dalam bahasa Inggris) sejak akhir abad ke-19 oleh non-penutur asli bahasa Melayu. Diantara karya-karya tersebut Katharine Sim merupakan penerjemah pantun yang terkenal. Dalam buku kumpulan pantunnya Flowers Of The Sun (1957) terdapat 150 pantun Melayu yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti merasa perlu untuk menganalisis karya Katharine Sim untuk mendeskripsikan bagaimana strategi yang digunakannya dalam menerjemahkan pantun Melayu ke dalam bahasa Inggris. 1.2 Rumusan Masalah Penelitian ini akan mengkaji strategi yang digunakan Katharine Sim dalam menerjemahkan pantun ke dalam bahasa Inggris. Secara spesifik rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana strategi yang digunakan penerjemah dalam menerjemahkan pantun ke dalam bahasa Inggris? 2. Bagaimana strategi yang digunakan penerjemah dalam memindahkan pola rima pantun ke dalam bahasa Inggris? 3. Bagaimana strategi yang digunakan penerjemah dalam memindahkan pola metris pantun ke dalam bahasa Inggris? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan strategi yang digunakan penerjemah dalam menerjemahkan pantun ke dalam bahasa Inggris. 2. Mendeskripsikan strategi yang digunakan penerjemah dalam memindahkan pola rima pantun ke dalam bahasa Inggris. 3. Mendeskripsikan strategi yang digunakan penerjemah dalam memindahkan pola metris pantun ke dalam bahasa Inggris.
Universitas Sumatera Utara
1.4 Manfaat Penelitian 1.
Bagi para penerjemah hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan untuk meningkatkan mutu terjemahan karya sastra.
2.
Bagi para peneliti di bidang terjemahan, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam menentukan arah penelitian selanjutnya, khususnya penelitian mengenai evaluasi penerjemahan karya sastra dan pantun.
3.
Bagi para pembaca (target-readers), hasil penelitian ini dapat dijadikan pedoman untuk lebih memahami hasil terjemahan.
1.5 Batasan Penelitian Penelitian ini difokuskan pada produk atau hasil karya terjemahan. Objek kajian adalah strategi penerjemahan yang digunakan penerjemah (Katharine Sim), strategi pemindahan pola rima, dan strategi pemindahan pola metris. Satuan terjemahan yang dikaji adalah kata, frase, dan kalimat yang terdapat dalam 10 pantun Melayu dan terjemahannya dalam bahasa Inggris. Dengan demikian, pernyataan tentang strategi penerjemahan yang digunakan penerjemah, strategi pola pemindahan rima dan pola pemindahan metris disimpulkan berdasarkan analisis terhadap produk. 1.6 Klarifikasi Istilah Satu istilah mungkin saja memiliki lebih dari satu pengertian, maka untuk menghindari kekeliruan pada istilah yang digunakan diperlukan klarifikasi. Istilahistilah yang perlu diklarifikasi dalam tulisan ini yaitu: terjemahan, bahasa sumber, bahasa target, kesepadanan, metode penerjemahan, strategi yang digunakan
Universitas Sumatera Utara
penerjemah, strategi struktural, strategi semantis, pola pemindahan rima, dan pola pemindahan metris. Klarifikasinya sebagai berikut: 1. Terjemahan dalam penelitian ini merupakan suatu produk dari proses penerjemahan dari BS (bahasa Melayu) ke dalam BT (bahasa Inggris). 2. Bahasa sumber (BS) adalah bahasa yang digunakan pada teks asal yang diterjemahkan. Dalam penelitian ini BS adalah bahasa Melayu. 3. Bahasa target (BT) adalah bahasa yang digunakan pada teks hasil yang diterjemahkan. Dalam penelitian ini BT adalah bahasa Inggris. 4. Kesepadanan dalam penelitian ini merupakan suatu padanan yang menunjukkan seberapa dekat teks BS dengan teks BT. Padanan adalah suatu bentuk dalam BT dilihat dari segi semantik sepadan dengan suatu bentuk teks BS (Machali, 2000:106). 5.
Metode penerjemahan merupakan cara proses penerjemahan yang dilakukan dalam kaitannya dengan tujuan penerjemah. Metode penerjemahan adalah pilihan global yang mempengaruhi keseluruhan teks (Molina & Albir dalam Silalahi, 2009:11).
6.
Strategi yang digunakan penerjemah Strategi yang digunakan penerjemah mengacu kepada cara penerjemah (Katharine Sim) dalam mengatasi masalah ketidaksepadanan, baik yang disebabkan oleh perbedaan sistem gramatikal maupun oleh perbedaan budaya.
Universitas Sumatera Utara
7.
Strategi struktural Strategi struktural mengacu pada strategi penerjemahan yang berkenaan dengan struktur kalimat. Strategi struktural ini bersifat wajib dilakukan karena jika tidak hasil terjemahannya akan tidak berterima secara struktural di dalam BT (Suryawinata & Hariyanto, 2003:67).
8.
Strategi semantis Strategi semantis mengacu pada strategi penerjemahan yang langsung terkait dengan makna kata atau kalimat yang sedang diterjemahkan. Strategi ini dilakukan dengan pertimbangan makna. Strategi ini ada yang diterapkan pada tataran kata, frase maupun kalimat (Suryawinata dan Hariyanto 2003:72).
9.
Pola pemindahan rima Pola pemindahan rima mengacu pada strategi penerjemah dalam memindahkan pola rima (sajak) pantun Melayu ke dalam bahasa Inggris yang dilihat dari ciri visualnya, yaitu selayaknya pantun bersajak paralel a-b-a-b (Kristantohadi, 2010:15).
10. Pola pemindahan metris Pola pemindahan metris mengacu pada strategi yang digunakan penerjemah dalam memindahkan pola metris (suku kata) pantun Melayu ke dalam bahasa Inggris
dilihat dari ciri visualnya, yaitu selayaknya metris pantun berkisar
antara 8/10-12 suku kata dalam setiap baris pantun (Kristantohadi, 2010:15).
Universitas Sumatera Utara