BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian ini mengkaji mengenai perilaku masyarakat 1 perkotaan yang tinggal bantaran sungai, khususnya di kota Medan. Sebagai kota yang memiliki masa kejayaan pada masa lalu, Medan telah tumbuh dan berkembang menjadi kota besar, memberikan banyak alternatif bagi siapapun yang berani, mau bekerja keras untuk meraih kesuksesan di kota terbuka ini (opened city) 2. Sebuah kota harus dilengkapi dengan sarana dan prasarana, agar penduduknya dapat hidup layak dan nyaman. Prasarana kota berfungsi untuk mendistribusikan sumber daya perkotaan dan merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini, kualitas dan efisiensi dari prasarana ini akan menjaga kesehatan dan kestabilan sistem sosial kota, menjamin kelangsungan perekonomian dan aktivitas bisnis serta menentukan kualitas hidup masyarakat kota. Pada umumnya kota-kota di Indonesia memiliki sistem drainase 3 yang buruk. Akibatnya sering terjadi banjir dan genangan-genangan yang menyebabkan penduduk
1
Secara sederhana masyarakat dapat didefinisikan sebagai suatu sistem yang terdiri atas peranan-peranan dan kelompok-kelompok yang saling berkaitan dan saling pengaruh-mempengaruhi, yang dalam mana kelakuan dan tindakan-tindakan manusia diwujudkan. 2 Piolina. Banjir di Kota Medan : Suatu Tinjauan Historis 1971 – 1990-an. Skripsi, Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, Medan, 2009. 3 Menurut Dr. Ir. Suripin, M.Eng., drainase adalah mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air. Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Drainase juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas. http://id.wikipedia.org/wiki/Drainase (diakses 21 April 2013, pukul 09.35 WIB)
Universitas Sumatera Utara
merasa tidak nyaman dan tidak aman untuk menjalankan kehidupannya. Banjir merupakan suatu fenomena alam yang dapat terjadi baik pada sungai yang memiliki aliran sepanjang tahun (sungai permanen) maupun pada sungai yang memiliki aliran hanya pada musim hujan saja (sungai intermiten). Indonesia memiliki 5.590 sungai induk, yang sebagian diantaranya memiliki potensi menimbulkan banjir. 4 Banjir adakalanya terjadi dengan waktu yang cepat dengan waktu genangan yang cepat pula, tetapi adakalanya banjir terjadi dengan waktu yang lama dengan waktu genangan yang lama pula. Banjir bisa terjadi karena curah hujan yang tinggi, luapan dari sungai, tanggul sungai yang jebol, luapan air laut pasang, tersumbatnya saluran drainase atau bendungan yang runtuh. Banjir berkembang menjadi bencana jika sudah menimbulkan korban jiwa dan kerusakan properti dan fasilitas infrastruktur. Banjir dapat disebabkan oleh faktor alam, meliputi curah hujan yang tinggi, kapasitas alur sungai yang tidak mencukupi, aliran anak sungai yang tertahan oleh aliran induk sungai, terjadinya akumulasi debit puncak sungai induk dan anak sungai di pertemuan sungai pada waktu yang sama, terjadi pembendungan air sungai di muara akibat pasang dari laut, adanya penyempitan alur sungai atau ambang alam, adanya hambatan aliran oleh faktor geometri alur sungai berupa belokan-belokan sungai, endapan material di alur sungai dan kemiringan dasar sungai yang landai, yang memungkinkan terjadinya agradasi dasar sungai juga penyebab alamiah yang menimbulkan banjir.
4
Pusat Penelitian Dan Pengembangan Sumber Daya Air. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengurangan Resiko Bencana Banjir. Surakarta, Desember 2011. (halaman 1)
Universitas Sumatera Utara
Indonesia memiliki curah hujan yang cukup tinggi dan bervariasi, antara 1.000 4.000 mm setahun dengan angka penguapan antara 1.200 - 1.400 mm per tahun. Sekitar 25% - 35% air hujan yang jatuh menjadi aliran mantap berupa base flow. Sisanya menjadi aliran tidak mantap mengalir dalam bentuk banjir dan aliran permukaaan. 5 Seperti yang diketahui, bencana banjir yang melanda Jakarta dan sekitarnya pada pertengahan Januari 2013 menyebabkan Jakarta dinyatakan dalam keadaan darurat. Banjir ini sudah dimulai sejak Desember 2012, dan baru mencapai puncaknya pada Januari 2013. Selain curah hujan yang tinggi sejak Desember 2012, sistem drainase yang buruk, dan jebolnya berbagai tanggul di wilayah Jakarta, telah menyebabkan meningkatnya volume aliran air di 13 sungai yang melintasi Jakarta; Bogor, Bekasi, Depok, dan Tangerang juga mengalami hal yang sama. Hingga pertengahan Januari 2013, Jakarta tercatat mencapai rekor curah hujan hingga 250 - 300 mm, melebihi kondisi banjir Jakarta 2002 yang mencapai 200 mm, namun masih di bawah kondisi banjir
Jakarta
2007
yang
mencapai
340
mm.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Banjir_Jakarta_2013 diakses 4 April 2013, pukul 10.00 WIB) Kepala BPPT, Tri Handoko Seto menyatakan bahwa gelombang atmosfer, angin muson 6 dan osilasi diurnal adalah penyebab tingginya curah hujan. Massa udara dari laut China selatan dan India bergerak ke selatan menuju pusat tekanan rendah di
5
Sabo Technical Centre. Tt. Tinjauan Bencana Alam Sedimen di Indonesia. Tidak diterbitkan. Angin muson atau angin musim, adalah angin periodik yang terjadi terutama di Samudra Hindia dan sebelah selatan Asia. Kata ini juga digunakan untuk menyebut musim di saat angin ini bertiup dari arah barat daya di India dan wilayah-wilayah di sekitarnya yang ditandai dengan curah hujan yang besar serta hujan yang dikaitkan dengan angin jenis ini. http://id.wikipedia.org/wiki/Muson (diakses 8 Mei 2013, pukul 13.00 WIB) 6
Universitas Sumatera Utara
Australia. Massa udara ini kemudian mengalami pembelokan di sekitar Jakarta, akibat tekanan rendah di Samudera Indonesia, di sebelah barat daya Jakarta. Banjir juga dapat disebabkan oleh perilaku manusia. Misalnya aktifitas manusia mengembangkan daerah pemukiman di sepanjang tepi alur sungai, adanya perubahan tata guna lahan di Daerah Pengaliran Sungai (DPS) 7 yang menyebabkan meningkatnya aliran permukaan. Bantaran sungai yang dimanfaatkan sebagai tempat permukiman dan ditanami tanaman keras dapat pula menjadi faktor penyebab banjir. Kota-kota besar di Indonesia mengalami peningkatan jumlah penduduk karena laju pertumbuhan penduduk dan migrasi yang cukup besar. Lahan-lahan yang sebelumnya menjadi Ruang Terbuka Hijau (RTH) dijadikan area permukiman dan berbagai fasilitas lain. Letak geografis juga sangat mempengaruhi keadaan lingkungan suatu daerah. Faktor ini menyebabkan keuntungan dan kerugian bagi penduduk yang bertempat tinggal pada daerah tersebut. Salah satunya yang banyak merugikan manusia pada saat ini adalah bencana banjir yang secara matematis tidak dapat terelakkan. Begitu juga dengan masalah banjir di kota Medan agaknya tidak terlepas dari kondisi geografis kota ini yang memang dilalui sejumlah sungai besar dan sungai kecil beserta beberapa anak sungai lainnya. Sungai besar yang membelah kota Medan adalah Sungai Belawan, Sungai Deli, Sungai Percut, Sungai Kera dan Sungai Babura. Persoalan banjir di kota Medan ternyata kini sudah menjadi kronis dan berulang setiap tahun. Sebenarnya berbagai upaya telah dilakukan, dan tidak terhitung dana yang telah dikeluarkan melalui berbagai proyek penanggulangan banjir di kota ini, namun 7
DPS adalah suatu kesatuan wilayah tata air yang terbentuk secara alamiah tempat air meresap ke dalam tanah dan atau mengalir melalui sungai dan anak-anak sungai yang bersangkutan. DPS sering juga disebut dengan Daerah Aliran Sungai (DAS)
Universitas Sumatera Utara
sampai sekarang banjir masih saja menghantui masyarakat kota Medan. Hal ini disebabkan karena banjir yang terjadi sekarang tidak hanya disebabkan karena jika hujan turun di hulu sungai Deli, hujan di kota Medan pun bisa menyebabkan banjir dan genangan-genangan air di mana-mana. Begitu pula sejumlah kawasan permukiman padat penduduk yang menjadi langganan rendaman banjir, terutama kalau hujan deras mengguyur di bagian hulu sungai-sungai yang melintas kota Medan. Untuk menuntaskan banjir, pihak Pemerintah Kota Medan pernah memakai jasa tim konsultan dari Belanda untuk menemukan jalan keluar untuk air yang selama ini membanjiri kota Medan. Dari penelitian tersebut, antara lain diidentifikasi masalah sedimentasi 8 atas drainase serta kecenderungan warga masyarakat yang selalu terbiasa membuang sampah ke sungai dan parit, hingga menyebabkan banjir selalu terjadi di Medan. Penelitian ini lebih difokuskan pada banjir di daerah Kampung Aur. Kampung Aur yang terletak di jalan Brigjen Katamso dan bisa juga di akses melalui jalan Letjen Suprapto. Kampung Aur tepatnya berada di bantaran Sungai Deli seringkali mengalami banjir, paling tidak sebulan sekali air pasti naik menggenangi rumah masyarakat, walaupun hanya sebatas lutut orang dewasa dan banjir tersebut diakibatkan oleh hujan gunung di Berastagi. 9 Dari hasil observasi, Kampung Aur ini termasuk ke dalam kategori permukiman kumuh 10, karena kualitas bangunan rumah tidak permanen,
8
Sedimentasi adalah suatu proses pengendapan material yang ditransport oleh media air, angin, es, atau gletser di suatu cekungan. http://id.wikipedia.org/wiki/Sedimentasi (diakses 5 April 2013, pukul 20.15 WIB) 9 Hasil wawancara dengan Pak Angkasa Silalahi pada tanggal 1 April 2013, pukul 11.00 WIB. 10 KUMUH dan KEKUMUHAN didefinisikan oleh program NUSSP adalah suatu lingkungan perumahan dan pemukiman yang kotor, tidak teratur, dimana banyak terdapat rumah tinggal warga yang
Universitas Sumatera Utara
kerapatan bangunan tinggi dan tidak teratur, prasarana jalan sangat terbatas (sempit), tidak ada saluran drainase dan tempat pembuangan sampah sehingga masyarakat yang ada disana pada umumnya membuang sampah ke sungai. Kawasan bantaran Sungai Deli merupakan kawasan yang dikenal sebagai daerah banjir jika hujan deras mengguyur Kota Medan. Namun, hingga kini banyak warga yang masih bertahan untuk tetap tinggal di daerah tersebut, termasuk masyarakat Kampung Aur. Apalagi, tidak berfungsinya kanal dan proyek pembangunan perumahan di daerah itu merupakan sumber banjir. Penyempitan dan pendangkalan sungai, membuat air dengan cepat meluap. Bahkan, banjir diperparah dengan adanya banjir kiriman dari daerah dataran tinggi di Kabupaten Tanah Karo serta buruknya sistem drainase yang tak sanggup menampung debit air. (http://harianandalas.com/Medan-Kita/Banjir-GenangiRumah-Warga-di-Kampung-Aur, diakses 1 April 2013, pukul 18.55 WIB) Diawal tahun 2013 yang lalu, hujan deras yang terjadi pada Kamis 2 Januari 2013 malam mengakibatkan rumah warga di Kampung Aur bantaran Sungai Deli, Jalan Letjen Suprapto, Medan Maimun kembali mengalami banjir. Banjir ini merupakan yang pertama di tahun 2013 ini dan hingga siang air baru mulai surut yang sempat mencapai hampir dua meter. Hujan deras pada Kamis malam menyebabkan Sungai Deli meluap dan menggenangi rumah. Banjir yang terjadi karena kiriman dari hulu. Warga yang sudah terbiasa menghadapi banjir ini, sudah bersiap menyelamatkan barang atau perabotan
rumah
tangga
mereka
ke
tempat
yang
aman
tidak layak huni yang disebabkan oleh ketidak mampuan warga akibat penghasilan rendah dan kepadatan penduduk, yang banyak terdapat di daerah perkotaan ( http://www.nussp.or.id/dialogdetil.asp?mid=127&catid=1& , diakses 3 April 2013 pukul 20.40 WIB)
Universitas Sumatera Utara
(http://www.aktual.co/nusantara/133242kampung-aur-medan-terendam-banjir diakses 1 April 2013, pukul 17.30 WIB) Sejak ada program PNPM Mandiri tahun 2012 yang lalu, pinggir Sungai Deli Kampung Aur yang dulu tidak tertata kini sudah cantik dan rapi. Pinggiran Sungai Deli sekarang sudah dibeton, sehingga masyarakat disana lebih mudah memanfaatkan pinggiran sungai untuk MCK. Rencananya Pemerintah Kota Medan di tahun 2013 ini akan melakukan pelebaran Sungai Deli dan pembetonan pinggir sungai, di Kampung Aur. Seandainya itu terjadi, maka rumah warga yang berada 20 meter dari bibir sungai akan tergusur. Menurut informasi yang beredar Pemko Medan sedang melakukan pendataan kepada penduduk, terutama yang berada di pinggiran sungai. Hal ini terkait dengan rencana Pemerintah Kota Medan yang ingin menjadikan Kampung Aur menjadi taman kota. Sebelum rencana ini dicanangkan, Pemerintah Kota Medan sudah menawarkan masyarakat untuk pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa). Namun, masyarakat di Kampung Aur menolak Rusunawa tersebut, dengan berbagai macam alasan dan pertimbangan. Mayoritas mata pencaharian masyarakat disana adalah pedagang, sehingga dengan pembangunan rusunawa itu dianggap dapat mengurangi income masyarakat Kampung Aur. Ditambah lagi rumah yang mereka huni sekarang pada umumnya adalah milik turun temurun, sehingga akhirnya masyarakat Kampung Aur lebih memilih untuk tetap tinggal disana dan melakukan adaptasi, misalnya dengan mendirikan rumah panggung atau rumah sebatas dua lantai saja untuk mengantisipasi jika terjadi banjir.
Universitas Sumatera Utara
1.2 Tinjauan Pustaka
Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63 Tahun 1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai disebutkan bahwa sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan. Garis sempadan sungai adalah garis batas luar pengamanan sungai. Bantaran sungai adalah lahan pada kedua sisi sepanjang sungai dihitung dari tepi sungai sampai dengan kaki tanggung sebelah dalam. Daerah sempadan adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai termasuk sungai buatan, yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Dataran banjir (flood plain) adalah lahan atau dataran di kanan kiri sungai yang sewaktu-waktu bisa tergenang banjir. Sedangkan daerah dataran banjir (flood plain area) menurut Dirjen SDA PU adalah daerah dataran rendah di kiri dan kanan alur sungai, yang elevasi muka tanahnya sangat landai dan relatif datar, sehingga aliran air menuju sungai sangat lambat, yang mengakibatkan daerah tersebut rawan terhadap banjir, baik oleh luapan air sungai maupun karena hujan lokal di daerah tersebut. Banjir adalah suatu peristiwa meluapnya air dari sungai atau saluran drainase karena tidak mampu menampung besarnya debit air (Dirjen SDA PU). Kawasan rawan bencana banjir adalah kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana banjir (Dirjen SDA PU). Dilihat dari aspek penyebabnya, jenis banjir yang ada dapat diklasifikasikan
menjadi
4
jenis
(Dirjen
SDA
DPU)
Universitas Sumatera Utara
(http://bebasbanjir2025.wordpress.com/konsep-pemerintah/ditjen-penataan-ruang-deptpu/ diakses 2 April 2013, pukul 15.00 WIB), yaitu: 1. Banjir yang disebabkan oleh hujan yang lama, dengan intensitas rendah (hujan siklonik atau frontal) selama beberapa hari. Dengan kapasitas penyimpanan air yang dimiliki oleh masing-masing Satuan Wilayah Sungai (SWS) yang akhirnya terlampaui, maka air hujan yang terjadi akan menjadi limpasan yang selanjutnya akan mengalir secara cepat ke sungai-sungai terdekat, dan meluap menggenangi areal dataran rendah di kiri-kanan sungai. Jenis banjir ini termasuk yang paling sering terjadi di Indonesia. 2. Banjir karena salju yang mengalir, terjadi karena mengalirnya tumpukan salju dan kenaikan suhu udara yang cepat di atas lapisan salju. Aliran salju ini akan mengalir dengan cepat bila disertai dengan hujan. Jenis banjir ini hanya terjadi di daerah yang bersalju. 3. Banjir bandang (flash flood), disebabkan oleh tipe hujan konvensional dengan intensitas yang tinggi dan terjadi pada tempat-tempat dengan topografi yang curam di bagian hulu sungai. Aliran air banjir dengan kecepatan tinggi akan memiliki daya rusak yang besar, dan akan lebih berbahaya bila disertai dengan longsoran, yang dapat mempertinggi daya rusak terhadap yang dilaluinya. 4. Banjir yang disebabkan oleh pasang surut atau air balik (back water) pada muara sungai atau pada pertemuan dua sungai. Kondisi ini akan menimbulkan dampak besar, bila secara bersamaan terjadi hujan besar di daerah hulu sungai yang
Universitas Sumatera Utara
mengakibatkan meluapnya air sungai di bagian hilirnya, serta disertai badai yang terjadi di lautan atau pantai.
Sedangkan penyebab banjir pada umumnya disebabkan curah hujan yang tinggi di atas normal, namun banjir juga bisa terjadi akibat kiriman dari hulu, bila curah hujan tinggi di hulu sungai dan sistem DAS dari sungai itu rusak maka luapan airnya akan terjadi di hilir sungai. Pada daerah permukiman dengan tingkat bangunan padat dapat mengakibatkan tingkat resapan air kedalam tanah berkurang, jika terjadi hujan dengan curah hujan yang tinggi sebagian besar air akan menjadi aliran permukaan (run off) yang berlangsung masuk kedalam sistem pengaliran air sehingga kapasitasnya terlampaui yang pada akhirnya akan mengakibatkan terjadinya banjir.
Secara umum penyebab banjir dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori, yaitu banjir yang disebabkan oleh sebab-sebab alami dan banjir yang diakibatkan oleh tindakan manusia (Kodoatie dan Sugiyanto, 2002:78-79). Yang termasuk sebab-sebab alami antara lain: 1. Curah hujan Pada musim penghujan curah hujan yang tinggi akan mengakibatkan banjir di sungai dan bilamana melebihi tebing sungai maka akan timbul banjir atau genangan. 2. Pengaruh fisiografi Fisiografi atau geografi fisik sungai seperti bentuk, fungsi dan kemiringan daerah pengaliran sungai, kemiringan sungai, bentuk penampang seperti lebar,
Universitas Sumatera Utara
kedalaman, potongan memanjang, material dasar sungai, lokasi sungai, merupakan hal-hal yang mempengaruhi terjadinya banjir. 3. Erosi dan sedimentasi Erosi di daerah pengaliran sungai akan berpengaruh terhadap pengurangan kapasitas penampang sungai, besarnya sedimentasi akan mengurangi kapasitas saluran, sehingga timbul genangan dan banjir di sungai. 4. Kapasitas sungai Pengurangan kapasitas aliran banjir pada sungai dapat disebabkan oleh pengendapan yang berasal dari erosi daerah pengaliran sungai dan erosi tanggul sungai yang berlebihan serta sedimentasi di sungai karena tidak adanya vegetasi penutup dan adanya penggunaan lahan yang tidak tepat. 5. Kapasitas drainase yang tidak memadai Kondisi drainase yang tidak memadai apakah dari kapasitas tampungan ataupun kondisi struktur yang rusak dapat menyebabkan terjadi genangan dan banjir. 6. Pengaruh air pasang Air pasang laut memperlambat aliran sungai kelaut. Pada waktu banjir bersamaan dengan air pasang yang tinggi maka tinggi genangan atau banjir menjadi besar karena terjadinya aliran balik (back water).
Yang termasuk sebab-sebab banjir karena tindakan manusia antara lain: 1. Perubahan kondisi daerah pengaliran sungai
Universitas Sumatera Utara
Perubahan daerah pengaliran sungai seperti penggundulan hutan, usaha pertanian yang kurang tepat, perluasan kota dan perubahan tata guna lainnya dapat memperburuk masalah banjir karena aliran banjir. 2. Kawasan kumuh Masalah kawasan kumuh dikenal sebagai faktor penting terhadap masalah banjir daerah perkotaan. Perumahan kumuh yang terdapat di sepanjang sungai, dapat menjadi penghambat aliran. 3. Sampah Fenomena disiplin masyarakat yang kurang baik dengan membuang sampah tidak pada tempatnya melainkan di sungai, akan dapat meninggikan muka air banjir karena menghalangi aliran. 4. Drainase lahan Drainase perkotaan dan pengembangan pertanian pada daerah bantaran banjir akan mengurangi kemampuan bantaran dalam menampung debit air yang tinggi. 5. Bendung dan bangunan air Bendung dan bangunan lain seperti pilar jembatan dapat meningkatkan elevasi muka air banjir karena efek aliran balik (back water). 6. Kerusakan bangunan pengendali banjir Pemeliharaan yang kurang memadai dari bangunan pengendali banjir sehingga menimbulkan kerusakan dan akhirnya tidak berfungsi dapat meningkatkan kuantitas banjir. 7. Perencanaan sistem pengendalian banjir tidak tepat
Universitas Sumatera Utara
Beberapa sistem pengendalian banjir memang dapat mengurangi kerusakan akibat banjir kecil sampai sedang, tetapi mungkin dapat menambah kerusakan selama banjir-banjir besar. Sebagai contoh bangunan tanggul sungai yang tinggi. Limpasan pada tanggul pada waktu terjadi banjir yang melebihi banjir rencana dapat menyebabkan keruntuhan tanggul, menyebabkan kecepatan aliran yang sangat besar yang melalui bobolnya tanggul sehingga menimbulkan banjir yang besar.
Keberadaan kota 11 dikenali dengan adanya berbagai macam kondisi dan hal-hal yang membuat kota menjadi wilayah yang dinamis dan heterogen. 12 Defenisi yang mendukung keheterogenan kota juga dinyatakan oleh Louis Wirth (Menno dan Mustamin Alwi dalam Antropologi Perkotaan ,1994) merumuskan kota sebagai “… a relatively large, dense, and permanent settlement of socially heterogenous individuals.” Kota ditentukan oleh ukurannya yang cukup besar, kepadatan penduduknya dan heterogenitas masyarakatnya. Sejalan dengan kehidupan kota yang keadaannya begitu kompleks serta beranekaragam, maka keberadaan kotapun dinamakan heterogen.
Adanya ciri khas kota yang menunjukkan banyaknya penduduk dari beranekaragam suku bangsa, agama, ras, adat-istiadat serta kelas sosial yakni dari yang kaya sampai miskin, membuat kehidupan kota begitu kontras dengan perbedaan dan 11
Menurut Yunus (2005) Kota adalah sebuah istilah atau kata yang sudah sangat popular dikalangan masyarakat baik masyarakat awam maupun masyarakat yang memperdalam studinya mengenai kota, karena hal inilah bagi masyarakat awam kata kota ini seolah-olah tidak memerlukan pembahasan lebih lanjut. 12 Heterogen (keadaan berbagai unsur yang berbeda sifat atau berlainan jenis); keanekaragaman: masyarakat di kota besar juga membuat perbedaan segala peristiwa. (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
Universitas Sumatera Utara
mencoloknya kesenjangan para masyarakat, khususnya yang paling tampak adalah menyangkut aspek ekonomi atau kemiskinan. Faktor ekonomi membawa dampak yang besar bagi terciptanya strata sosial ekonomi sehingga membuat kesenjangan masyarakat nampak nyata hadir dalam kehidupan kota, cara yang paling mudah untuk mengenalinya dapat dilihat dari segi permukiman.
Untuk kota yang sudah padat bangunannya, semakin berkembangnya penduduk yang tinggal di wilayah tersebut dengan segala aspek kehidupannya, yang berlangsung terus menerus akan mengakibatkan kota tidak lagi dapat menampung kegiatan penduduk. Oleh karena wilayah kota secara administratif terbatas, maka harus mengalihkan perhatiannya ke daerah pinggiran. Selanjutnya akan mengakibatkan terjadinya perluasan permukiman di daerah pinggiran kota sebagai dampaknya. Kawasan pinggiran juga berfungsi sebagai kawasan lindung untuk melindungi kawasan. Seperti kawasan resapan air dimana dapat bermanfaat bagi penyediaan air tanah maupun melindungi kawasan dari erosi dan juga banjir. Namun pada kenyataannya wilayah yang pada awalnya diperuntukkan untuk ruang terbuka atau kawasan lindung kemudian beralih fungsi menjadi kawasan perumahan dan permukiman. Dampak yang timbul adalah sarana untuk menetralisir polusi udara yang timbul semakin berkurang sehingga kualitas udara dikawasan perkotaan menjadi semakin menurun seiring dengan semakin sesaknya bangunan-bangunan yang telah berdiri kokoh. Fungsi sebagai kawasan lindung serta Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang melindungi daerah sekitar pada khususnya dan kota pada umumnya juga akan berkurang. Akibat yang dapat
Universitas Sumatera Utara
dilihat secara langsung adalah terjadinya banjir. Air hujan yang turun lebih banyak yang mengalami run off dibandingkan dengan yang mengalami infiltrasi. Dampak tersebut tentu saja pada akhirnya juga akan dirasakan oleh masyarakat perkotaan sendiri. (http://fauziasp.tumblr.com/ diakses 4 April 2013 pukul 16.25 WIB)
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. pengertian lingkungan hidup tersebut sesuai dengan penjelasan tentang lingkungan hidup yang tertulis pada UU No. 2 tahun 1997. Lingkungan hidup merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Aktivitas manusia mempengaruhi lingkungannya dan sebaliknya kehidupan manusia dipengaruhi oleh lingkungannya.
Hubungan antara manusia dan lingkungan semakin diperkuat dengan pendapat Rambo (1981) yang menggambarkan hubungan antara manusia dan lingkungan secara spesifik lagi dalam bentuk hubungan fungsional yang kemudian dikenalkan sebagai pendekatan sosio-biofisik. Hubungan fungsional tersebut dapat digambarkan dalam bentuk hubungan interaksi dan interpendensi antara sistem alam (natural system) dan sistem sosial (social system). Kedua sistem tersebut di alam tumpang tindih karena setiap dinamika dalam sistem sosial akan mempengaruhi dan juga dipengaruhi oleh sistem alamnya.
Universitas Sumatera Utara
Otto Soemarwoto (1979) mengemukakan bahwa di dalam hubungan fungsional antara lingkungan alam dan lingkungan manusia terdapat dua aliran yaitu: 1. Aliran imanen, manusia dalam lingkungan sosial digambarkan terpisah dari lingkungan alamnya (biofisik), manusia merasa terlepas dari sistem alamnya karena merasa mempunyai kemampuan untuk menguasainya 2. Aliran transenden, manusia dengan sistem sosialnya membentuk satu kesatuan, merupakan bagian integral dari sistem alamnya; manusia secara arif bijaksana merasa mempunyai kepentingan yang sama dengan lingkungan hidupnya.
Selanjutnya Totok Gunawan (1983) mengemukakan bahwa Clifford Geertz (1979) melihat perkembangan kebudayaan manusia dari cara strategi manusia dalam menghadapi kondisi dan situasi lingkungan alamnya dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: 1. Pendekatan deterministic, disini dalam menghadapi lingkungan alam sekitar, kebudayaan manusia masih dipengaruhi dan ditentukan atau tergantung kepada kondisi lingkungan alamnya. 2. Pendekatan posibilisme, manusia dengan peningkatan kebudayaannya mampu melakukan seleksi dan adaptasi terhadap kondisi lingkungan alam yang dihadapi, disesuaikan dengan kehendaknya.
Kelemahan pendekatan deterministic kebudayaan lambat untuk berkembang, sedangkan kelemahan pendekatan posibilisme keserakahan manusia dapat menyebabkan
Universitas Sumatera Utara
terjadinya tekanan-tekanan terhadap ekosistem yang menjurus kepada degradasi kualitas lingkungan.
Ada dua pengertian persepsi manusia terhadap lingkungannya (environment perception). Pertama adalah proses manusia memperoleh pengetahuan lingkungan (objective environment) melalui rangsangan-rangsangan yang diterimanya. Kedua tanggapan manusia terhadap lingkungan (image of the environment) yang terdapat dalam pikirannya. Proses manusia memperoleh pengetahuan lingkungan ditentukan oleh pandangan yang sifatnya individual terhadap lingkungan, sesuai dengan kebudayaan yang dianutnya. Sebaliknya pandangan hidup, motivasi ekonomi dan tradisi yang dianut masing-masing individu merupakan pertimbangan yang menentukan bagaimana eksistensi kebudayaan itu mampu melakukan seleksi atau menyaring rangsangan dari luar (objective environment). Dalam hal ini kebudayaan lebih bersifat menyaring rangsangan-rangsangan dari lingkungannya. Hal ini kemudian dipelajari manusia yang memungkinkan kebudayaan itu membentuk respon terhadap lingkungan yang lebih bersifat kultural dan kemudian disosialisasikan kepada individu warga masyarakat yang lain, akhirnya menjadi pola perilaku yang diterima dan diakui oleh masyarakat. (Ahimsa, 1994).
Wujud dari kebudayaan yang disebut sistem sosial, mengenai sistem berpola dari manusia itu sendiri. Dimana sistem sosial terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu sama lain dari detik ke detik, dari hari hari
Universitas Sumatera Utara
ke hari dan dari tahun ke tahun, selalu menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan.(Koentjaraningrat 2000:186-187)
Spradley (1997:10) menyatakan bahwa kebudayaan sebagai sistem pengetahuan yang diperoleh manusia melalui proses belajar, yang mereka gunakan untuk menginterpretasikan dunia sekeliling mereka, dan sekaligus untuk menyusun strategi perilaku dalam menghadapi dunia sekeliling mereka. Dengan pengalaman masyarakat Kampung Aur yang telah berkali-kali merasakan banjir, mereka belajar bagaimana keadaan sungai ketika hendak datangnya banjir, mereka interpretasikan dan mereka dapat menyusun strategi untuk menghadapi banjir yaitu dengan melakukan penyelamatan seluruh anggota keluarga dan perabotan-perabotan, sehingga tidak menimbulkan korban jiwa.
1.3 Perumusan Masalah dan Pembatasan Penelitian
Kampung Aur yang tepatnya berada di Kelurahan Aur yang terletak di Kecamatan Medan Maimun Kota Medan merupakan salah satu kelurahan yang rawan banjir terutama pada saat musim penghujan. Banjir yang terjadi dapat meliputi hampir keseluruhan wilayah Kelurahan Aur, terutama Kampung Aur. Selain faktor alam yang menjadi penyebab banjir, perilaku masyarakat Kampung Aur juga berpengaruh terhadap penyebab banjir. Berdasarkan permasalahan yang ada, maka secara secara spesifik permasalahan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: Perilaku masyarakat Kampung Aur di bantaran Sungai Deli.
Universitas Sumatera Utara
Pokok permasalahan tersebut akan dirumuskan ke dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana perilaku masyarakat Kampung Aur di bantaran Sungai. 2. Bagaimana peran pemerintah Kota Medan terhadap banjir di Kampung Aur.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk menghasilkan tulisan yang digunakan sebagai tugas akhir pada Departemen Antropologi Sosial FISIP USU. Secara teoritis penelitian ini juga bertujuan untuk memperoleh gambaran yang jelas bagaimana pengaruh perilaku masyarakat yang tinggal di bantaran sungai melalui kasus-kasus yang sering terjadi. Lebih lanjut, tujuan penelitian akan diuraikan sebagai berikut:
1. Memberikan gambaran mengenai perilaku masyarakat bantaran Sungai Deli baik dalam memanfaatkan sungai dan perilaku masyarakat sebagai faktor penyebab banjir yang terjadi di lingkungan Kampung Aur Kecamatan Medan Maimun Kota Medan.
2. Memberikan gambaran mengenai pengaruh banjir terhadap kehidupan masyarakat Kampung Aur Kecamatan Medan Maimun Kota Medan.
Universitas Sumatera Utara
3. Memberikan gambaran mengenai peran Pemerintah Kota Medan terhadap banjir yang terjadi di Kota Medan khususnya di lingkungan Kampung Aur, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Secara praktis penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat untuk:
1. Menambah wawasan serta menjadi referensi dalam khasanah ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang Antropologi mengenai masalah banjir di perkotaan yang terjadi di lingkungan masyarakat bantaran Sungai Deli.
2. Sebagai bahan acuan, pertimbangan dan pembanding bagi pihak-pihak yang ingin mengangkat atau mengembangkan gambaran program penanggulangan masalah banjir yang berpengaruh pada kehidupan masyarakat kota dan masyarakat pinggiran sungai
1.5 Metode Penelitian 1.5.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Aur Lingkungan IV Kecamatan Medan Maimun Kota Medan. Oleh masyarakat setempat, Lingkungan IV lebih dikenal dengan nama Kampung Aur. Dipilihnya lokasi ini berdasarkan beberapa pertimbangan: 1. Keberadaan Kampung Aur berada di pusat kota dan permukiman di bantaran Sungai Deli.
Universitas Sumatera Utara
2. Tingginya frekuensi banjir di lingkungan Kampung Aur semenjak beberapa tahun terakhir ini. 3. Jalur akses dari tempat tinggal peneliti ke Kampung Aur mudah dan tidak memakan waktu lama. 4. Lokasi penelitian merupakan saran dan masukan dari dosen matakuliah Etnosains, dan setelah membaca berita-berita melalui internet tentang Kampung Aur, lokasi ini menarik untuk diteliti.
1.5.2 Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif 13. Metode ini digunakan untuk menghasilkan data-data etnografis serta deskriptif mengenai kehidupan masyarakat yang bermukim di pinggiran Sungai Deli. Selain itu penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang tentu saja bersifat etnografis yang bermaksud mendeskripsikan mengenai kehidupan dan perilaku masyarakat Kampung Aur di pinggiran Sungai Deli. Dengan tahapan penelitian pra lapangan, pekerjaan lapangan, analisis data dan diakhiri dengan tahap penulisan laporan penelitian peneliti akan mengumpulkan data kualitatif sebanyak mungkin yang akan dirumuskan menjadi beberapa kasus-kasus yang akan dianalisa dan dikonsultasikan dengan bantuan informan kunci. Prosedur penelitian kualitatif lebih bersifat sirkuler, artinya dalam hal-hal tertentu, langkah atau tahapan 13
Menurut Moleong (2006:6) penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena apa yang terjadi dan dialami oleh subyek penelitian misalnya, perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode kualitatif yaitu berupa pengamatan, wawancara dan studi kepustakaan
Universitas Sumatera Utara
penelitian dapat diulang satu atau beberapa kali sampai diperoleh data yang lengkap untuk membangun teori dasar. (Berutu, dkk.2001) Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Penelitian studi kasus adalah studi yang mengeksplorasi suatu masalah dengan batasan terperinci, memiliki pengambilan data yang mendalam, dan menyertakan berbagai sumber informasi. Penelitian ini dibatasi oleh waktu dan tempat, dan kasus yang dipelajari berupa program, peristiwa, aktivitas, atau individu. Penelitian ini akan dilakukan di Kampung Aur Kecamatan Medan Maimun Kota Medan. Kampung Aur terpilih menjadi tempat penelitian karena frekuensi banjir yang dialami oleh masyarakat cukup tinggi dan tingginya daya tahan masyarakat terhadap serangan banjir.
1.5.3 Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data, maka diperlukan beberapa metode pengumpulan data dan teknik analisis data dalam penelitian kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan mencari data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari lapangan melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh dari kepustakaan, dalam hal ini dapat diperoleh melalui buku-buku, literature, jurnal, tesis, laporan penelitian, media elektronik serta bahanbahan bacaan yang relevan dengan masalah penelitian. Teknik pengumpulan data peneliti rangkum dan bagi ke dalam studi lapangan, studi kepustakaan dan bahan visual.
Universitas Sumatera Utara
1.5.3.1 Studi Lapangan Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data lapangan ini adalah:
1. Observasi 14 Untuk mendukung kelengkapan data yang dapat diperoleh dengan cara pengamatan maka observasi menjadi pilihan yang tepat dalam penelitian ini. Observasi digunakan juga untuk melakukan pendekatan awal dengan objek pengamatan, hal ini tentunya penting untuk memberikan kemudahan pada awal penelitian, sebelum kegiatan wawancara dilakukan dan tentu saja untuk menggambarkan kondisi awal penelitian di lapangan. Observasi berguna untuk menjaring informasi-informasi empiris yang detail dan aktual dari unit analisis penelitian (Bungin, 2007:230).
Oleh sebab itu peneliti akan melakukan dan menjalankan observasi tanpa partisipasi terkait fokus penelitian dengan mengamati dan melihat kondisi pemukiman di kawasan Jalan Brigjen Katamso serta mengamati dari atas jembatan HVA (Holland Vereniging Amsterdam). Sebelum memulai penelitian lebih mendalam, peneliti melakukan observasi pra penelitian, hal ini peneliti perlukan guna mengetahui lebih dalam dan lebih dekat lokasi / lapangan. Selain itu pra survei yang peneliti lakukan
14
Observasi adalah suatu tindakan untuk meneliti suatu gejala (tindakan, peristiwa, peninjauan secara cermat dan langsung di lapangan atau lokasi penelitian dengan cara mengamati).
Universitas Sumatera Utara
penting bagi peneliti untuk menjaring dan mengenali orang-orang / masyarakat di lokasi penelitian guna dijadikan informan.
Untuk pertama kalinya peneliti mengunjungi Kampung Aur di awal bulan Januari 2013, pada saat itu banjir setinggi 3 meter baru saja surut, masyarakat masih sibuk menyedot air yang masih tergenang dan membersihkan sampah-sampah yang di bawa arus. Peneliti mulai menelusuri Kampung Aur di mulai dari Kampung Aur atas hingga ke Kampung Aur lembah dan pinggir sungai Deli. Ketika mulai masuk ke lingkungan Kampung Aur, tercium aroma yang tidak enak. Bau busuk, bau sampah. Terasa menjijikkan, namun sebagai seorang peneliti hal yang seperti itu tidak boleh diperlihatkan. Ada berpuluh pasang mata yang memperhatikan kedatangan peneliti, sempat berfikir dalam hati “ada yang salahkah dengan penampilanku ke tempat ini?” Dengan memakai kaos Inisiasi Antropologi 2011, celana jeans hitam, kets All Stars tak lupa ransel berwarna coklat mendampingi observasi non partisipasi hari ini. Peneliti santai saja terus berjalan, masa bodoh dengan apa yang ada dipikiran masyarakat. Sesekali peneliti senyum ketika berpapasan dengan sepasang bola mata yang memperhatikan kedatangan peneliti.
Perasaan takut terus menghantui, mengingat beberapa kali mendengar cerita dari teman-teman bahwa Kampung Aur tempat yang rawan kejahatan dan banyak para pemuda disana yang “usil” dan memakai obat terlarang. Namun demi sebuah tekad, yaitu untuk segera menyelesaikan studi, peneliti memberanikan diri dengan
Universitas Sumatera Utara
bermodalkan positive thinking, “apabila datang ke tempat ini dengan maksud dan tujuan yang baik, maka saya juga akan disambut dengan baik”.
Dan akhirnya peneliti temukan seorang pria paruh baya sedang duduk santai di kedainya yang baru saja dibersihkannya, peneliti senyum dan beliau pun membalas senyum peneliti. Tergerak hati ingin mengobrol sebentar dengan Bapak itu. Namanya pak Angkasa Silalahi. Dengan ramah peneliti menyapa dan menanyakan ketersediaan beliau untuk diwawancarai. Ternyata beliau bersedia, bahkan beliau berinisiatif sendiri menceritakan apa yang baru saja terjadi dan bagaimana kehidupan sehari-hari masyarakat Kampung Aur. Saya mendengarkan serta sekali-kali mengangguk paham, terkadang kami tertawa karena ada hal yang diceritakan menggelitik perut. Setelah 20 menit bercakap-cakap, Pak Silalahi menanyakan ingin minum atau tidak, peneliti berusaha menolak dengan halus namun beliau segera pergi ke rumahnya yang bersebelahan dengan kedainya dan kembali lagi membawa botol Aqua dingin yang sudah diisi dengan air biasa. Kemudian beliau berikan kepada saya, tapi tidak saya sentuh. Ntah kenapa, tiba-tiba Pak Silalahi berkata “mari diminum dek, hanya itu yang kami punya. Tidak usah takut, tidak dimasukkan racun kedalam botol air itu. Masyarakat disini tidak ada yang berani berbuat demikian”. Sontak peneliti terkejut karna beliau tahu apa yang sedang saya pikirkan mengenai botol air itu. Karena segan dan takut dianggap tidak menghargai, saya minum air tersebut dan berharap saya bisa keluar dengan selamat dari tempat ini.
Universitas Sumatera Utara
Dan setelah selesai berbincang-bincang dengan Pak Silalahi dan menelusuri Kampung Aur, peneliti segera pulang dan mengambil kesimpulan dari hasil wawancara bahwa lokasi cocok untuk menjadi tempat penelitian dan mengangkat topik permasalahan mengenai perilaku masyarakat pinggir Sungai Deli, khususnya sebagai faktor penyebab banjir.
2. Wawancara Wawancara mendalam (indepth interview) merupakan metode pengumpulan data yang sering digunakan dalam penelitian kualitatif. Wawancara mendalam secara umum adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara (interview guide), pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. Dengan demikian, kekhasan wawancara mendalam adalah keterlibatannya dalam kehidupan informan.
Peneliti berusaha untuk menjalin rapport 15 dengan informan. Pengembangan rapport dilakukan dengan cara hidup beradaptasi dan mengikuti kegiatan sehari-hari masyarakat di Kampung Aur dan menjalin hubungan yang baik dengan penduduk setempat sehingga ketika melakukan wawancara, data yang diperoleh benar-benar atau mendekati fakta yang sesungguhnya. Hasil-hasil wawancara akan dicatat dalam catatan
15
Rapport adalah hubungan antara peneliti dan subjek yang sudah melebur sehingga seolah-olah tidak ada lagi dinding pemisah diantara keduanya.
Universitas Sumatera Utara
lapangan untuk memudahkan pemahaman akan disertakan foto, rekaman suara dan video yang berkaitan dengan masalah penelitian. Dalam melakukan wawancara peneliti tidak membedakan mana informan pangkal, informan kunci ataupun informan biasa.
Dari observasi awal peneliti dilapangan, maka peneliti sudah menemukan informan meskipun untuk tahap awal peneliti masih melakukan wawancara sambil lalu. Kunjungan ke Kampung Aur yang selanjutnya ketika judul peneliti telah di ACC oleh Ketua Jurusan Departemen Antropologi FISIP USU. Saat itu peneliti berniat akan menjumpai Kepala Lingkungan IV (Kampung Aur). Berdasarkan informasi Pak Silalahi Kepala Lingkungan IV (Kampung Aur) bernama Sabil, usianya masih sangat muda tetapi sudah dipercayakan masyarakat untuk menjadi kepala lingkungan Kampung Aur.
Setelah bertanya dengan beberapa warga, akhirnya peneliti mendapatkan rumah Pak Sabil. Namun agak sedikit kecewa ketika mendapati bahwa Pak Sabil sedang tidak berada di rumah. Akhirnya peneliti putuskan untuk menunggu, siapa tahu Pak Sabil tidak lama lagi akan pulang. Peneliti menunggu disebuah beranda yang ada di pinggir Sungai Deli, disana ada seorang Ibu Muda sedang menjagai anaknya yang masih balita, yang sedang bermain. Peneliti hanya meminta izin untuk menumpang duduk di beranda tersebut. Ibu tersebut bertanya kepada peneliti “mau cari siapa dek?” kemudian peneliti mengenalkan diri dan menjelaskan maksud kedatangan peneliti ke Kampung Aur. Tidak lama kemudian turun seorang pria dari lantai dua beranda, bertelanjang dada dan hanya memakai celana ponggol. Di punggungnya penuh dengan tato, di tangan kanan juga demikian dan terlihat ada bekas luka jahit. Peneliti sempat takut dan berfikir
Universitas Sumatera Utara
“premankah abang ini?”. Pertanyaan yang sama dilontarkan oleh pria tersebut, “mau cari siapa dek?”
Pria tersebut bernama Budi Bahar, beliau merupakan saudara Pak Sabil, satu nenek katanya. Bang Budi memberikan peneliti nomor HP Pak Sabil, segera peneliti menghubungi Pak Sabil dan menjelaskan maksud peneliti. Setelah berbincang sebentar dengan Pak Sabil melalui telefon, beliau meminta harus ada surat izin penelitian dari kampus dan sudah melapor ke Kantor Lurah Kampung Aur. Namun peneliti menjelaskan ini hanya pra penelitian, jadi pihak kampus belum mengeluarkan surat izin. Namun akhirnya Pak Sabil mengerti dan mengizinkan peneliti untuk melakukan wawancara.
Bang Budi sendiri bersedia untuk di wawancarai, beliau kemudian menghubungi rekannya yang bernama Syafri Icap. Mereka berdua merupakan orang yang cukup di segani oleh masyarakat Kampung Aur. Bang Budi mengenalkan dirinya beserta keluarganya, ternyata Ibu Muda tadi adalah isterinya, bernama Indah. Beranda tersebut adalah miliknya, yang biasanya dijadikan untuk tempat kumpul masyarakat di Kampung Aur apabila hendak bersantai atau mengobrol. Tempat tinggalnya berada di lantai dua, keluarga Bang Budi tinggal bersama Ibu dan adiknya.
Pak Icap adalah seseorang yang biasa mendampingi mahasiswa yang melakukan penelitian. Beliau juga bersedia untuk meluangkan waktu jika saya membutuhkan data dan informasi mengenai Kampung Aur. Bahkan kami bertiga bertukaran nomor HP
Universitas Sumatera Utara
untuk membuat janji jika peneliti akan mewawancarai mereka. Terjadi percakapan yang seru diantara kami bertiga, setiap pertanyaan-pertanyaan yang saya lontarkan mereka jawab dengan jelas. Dimulai dari awal berdirinya Kampung Aur ini, sampai akhirnya Kampung Aur tetap ada sampai sekarang, perjuangan yang cukup panjang.
Pak Icap memberikan kepada saya nama-nama yang patut untuk di wawancarai, beliau mengingatkan hati-hati dalam memilih informan, karena tidak semua masyarakat yang di Kampung Aur mau terbuka untuk diwawancarai. Akhirnya peneliti pamit dan bejanji akan segera kembali setelah ujian proposal dan mendapatkan surat izin penelitian lapangan dari Fakultas.
1.5.3.2 Studi Kepustakaan Literatur dipakai dalam studi kepustakaan. Literatur digunakan untuk melengkapi data yang berhubungan dengan penelitian ini. penelusuran literatur (studi pustaka) yang berhubungan dengan data-data tentang pemukiman kumuh dan banjir di Kampung Aur, baik dalam hal sejarah, kehidupan masyarakat, informasi pemukiman, administratif penduduk, teori-teori yang mejelaskan tentang antropologi perkotaan, antropologi ekologi, masalah-masalah yang berkaitan dengan perilaku masyarakat yang hidup di pinggir sungai dan banjir, dan literatur mengenai metode penelitian sosial yang akan menghasilkan keterangan yang dapat membantu mempertajam analisis dan melengkapi data. Jenis literatur dapat berupa buku-buku teori, laporan penelitian; skripsi, tesis, disertasi, artikel, opini dari surat kabar atau majalah. Perkembangan
Universitas Sumatera Utara
teknologi yang begitu pesat juga membantu dalam pencarian informasi melalui media online 16 seperti internet.
1.5.3.3 Bahan Visual Tidak luput juga untuk menggunakan dokumentasi visual untuk lebih menguatkan data yang telah didapat baik dari hasil observasi maupun wawancara. Bahan atau peralatan yang digunakan untuk mendukung dokumen visual ini disajikan dalam bentuk foto. Bahan fotografi bentuknya seperti: foto, grafis, film, video, kartun, microfilm, slide dan sebagainya sehingga semuanya disebut sebagai bahan visual (Bungin, 2007:123).
1.5.4 Analisa Data Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa secara kualitatif. Data yang terkumpul akan dianalisa, dikategorisasikan, dibandingkan dan dihubungkan (dicari hubungan-hubungan yang saling terkait satu dengan yang lainnya), untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan masalah penelitian. Melalui cara penganalisaan data tersebut diharapkan dapat ditemukan konsep dan kesimpulan yang menjelaskan laporan atau hasil penelitian yang disusun secara sistematis untuk mendeskripsikan secara objektif keberadaan kehidupan masyarakat pemukiman kumuh Kampung Aur yang tinggal di pinggiran Sungai Deli terkhusus mengenai perilaku 16
Lihat Bungin (2007:115)
Universitas Sumatera Utara
mereka dalam memanfaatkan sungai dan sebagai faktor penyebab banjir. Pendeskripsian yang objektif menunjuk hasil pada hasil yang betul-betul ada dan terjadi di lapangan. Subjektif menunjuk guna terjalinya hubungan yang baik (rapport) dengan para informan karena informanlah yang menjadi guru bagi sumber data dari skripsi ini.
Universitas Sumatera Utara