1
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia sebagai suatu negara kepulauan dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial. Salah satu ekosistem wilayah pesisir yang sangat potensial dan produktif ialah ekosistem mangrove atau dapat disebut sebagai hutan air payau, karena habitat hidup hutan ini yang selalu dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Sebagai negara yang terletak di daerah tropis, wilayah Indonesia sangat potensial untuk tumbuh dan berkembangnya ekosistem mangrove, yang merupakan hutan khas daerah tropis dan subtropis. Ekosistem mangrove memiliki fungsi ekologis dan ekonomis yang penting dalam pembangunan, khususnya di wilayah pesisir. Menurut Arief (2007 : 9) mangrove merupakan ekosistem unik dalam lingkungan hidup, karena adanya pengaruh laut dan darat. Secara fisik, mangrove mampu berperan sebagai penahan ombak serta penahan intrusi dan abrasi air laut. Selain itu, proses dekomposisi serasah bakau yang terjadi mampu menunjang kehidupan mahluk hidup di dalamnya. Keunikan lainnya adalah fungsi serbaguna mangrove sebagai sumber penghasilan masyarakat desa di daerah pesisir, tempat berkembangnya biota laut tertentu dan flora-fauna pesisir, serta dapat dikembangkan sebagai wanawisata untuk kepentingan pendidikan dan penelitian.
2
Meskipun demikian, kondisi hutan mangrove di Indonesia terus mengalami kerusakan dan pengurangan luas. Menurut FAO dalam Dinas Kelautan dan Perikanan (2008) luas mangrove di Indonesia pada tahun 2005 hanya mencapai 3,1 juta Ha atau 19% dari luas mangrove di dunia. Di Asia sendiri luasan mangrove Indonesia berjumlah sekitar 49 % dari luas total mangrove di Asia yang diikuti oleh Malaysia (10%) dan Myanmar (9%). Akan tetapi diperkirakan luas mangrove di Indonesia telah berkurang sekitar 120.000 Ha dari tahun 1980 sampai tahun 2005 karena alasan penggunaan lahan pertanian. Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat (2008), luas hutan mangrove di Jawa Barat saat ini mencapai 38.834 Ha dan 18.902 Ha atau 48,7 % dalam keadaan rusak. Di bawah ini merupakan Tabel 1.1 tentang luas dan sebaran hutan mangrove di Jawa Barat. Tabel 1.1 Luas dan Sebaran Hutan Mangrove Di Jawa Barat No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Kabupaten Berpesisir
Luas
Kondisi Hutan Mangrove (Ha) Rehabi- Berubah Baik Sedang Rusak litasi Fungsi 97,08 60,75 79,75 2,00 29,99 15,10 30,40 38,00 9,00 24,40 16,60 9,90 1,20 12,00 1,00 1,00 0,50 2,50 0,30 1,60 4,30 0,30 2,10 3.570,00 5.205,00 3.579,00 69,00 575,90 1.801,50 125,00 160,00 661,00 403,00 82,00 4.210,71 13.489,35 4.115,00 136,06 347,00 1.037,56 896,30 10,00 10,00 5,00 -
Ciamis 237,58 Tasikmalaya 45,50 Garut 50,90 Cianjur 2,00 Sukabumi 6,50 Bekasi 12.354,00 Karawang 6.099,00 Subang 946,00 Indramayu 17.782,06 Cirebon 1.384,56 Kota 20,00 Cirebon Jumlah 38.834,10 4.846,78 9.655,66 18.902,26 5.530,30
Sumber : Dikutip dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat, 2008
1.993,17
3
Berdasarkan Tabel 1.1 di atas, dapat diketahui bahwa hutan mangrove di Jawa Barat lebih banyak terdapat di pantai utara yang meliputi Bekasi, Karawang, Subang, Indramayu, Cirebon, dan Kota Cirebon. Hal ini disebabkan oleh karakteristik Laut Jawa yang relatif tenang, landai, serta jenis pantainya yang berlumpur, sehingga wilayah ini sangat baik untuk tumbuh kembangnya hutan mangrove. Kabupaten Subang merupakan salah kabupaten yang terletak di pesisir utara Provinsi Jawa Barat dan memiliki kawasan ekosistem mangrove yang selalu dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar khususnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Berdasarkan hasil pendataan yang dilakukan oleh Syamsudin (2007) jenis pohon mangrove di Kabupaten Subang terdapat 13 jenis, diantaranya sebagai berikut: Avicennia Marina (api-api), Rhizophora Stylosa (bakau), Sonneratia Caseolaris (pedada), Sonneratia Alba (pedada), Bruguiera Gymnorrhiza (tanjang), Bruguiera Gylindrica (tanjang sukun), Nypa Pruticans (nipah), Hibiscus Tiliaceus (waru laut), Terminallia Cattapa (ketapang), Exceocaria Agallocha (betah), Acanthus Ilicifolius (jeruju), Stachytarpheta Jamaicensis (pulutan), dan Sesuvium Portulacastrum (gelang laut). Berdasarkan data di atas, dapat dikatakan bahwa Kabupaten Subang memiliki ekosistem mangrove yang tentunya dapat lebih dikembangkan dan dilestarikan, mengingat pentingnya fungsi mangrove baik secara ekologis maupun ekonomis. Kabupaten Subang memiliki garis pantai sepanjang 68 Km dengan morfologi dan topografi pantainya yang dicirikan oleh bentuk pantai yang
4
menjorok ke arah daratan berbentuk teluk, seperti di wilayah pantai Blanakan, serta yang menjorok ke arah laut berbentuk tanjung, seperti di wilayah pantai Legonkulon. Hal ini yang menyebabkan adanya perbedaan perkembangan pantai di Subang, ada pantai yang mengalami abrasi dan adapula pantai yang mengalami akresi. Maka dari itu, fungsi hutan mangrove khususnya fungsi sebagai penahan abrasi dan penahan sedimentasi sangat diperlukan. Kawasan tambak yang telah dikembangkan di Kabupaten Subang mencapai 10.000 Ha yang tersebar di 4 kecamatan, yaitu Blanakan, Sukasari, Legon Kulon dan Pusakanegara. Kawasan tambak yang berada di kawasan ekosistem mangrove, menjadikan kualitas dan kuantitas mangrove menjadi sangat menurun, dengan kata lain fungsi ekonomis ekosistem mangrove di Kabupaten
Subang
lebih
besar
dibandingkan
fungsi
ekologisnya.
Dibandingkan dengan kawasan lain pesisir, Kabupaten Subang masih memiliki jalur hijau (Green Belt) cukup baik. Namun telah terjadi bentuk tekanan terhadap kawasan mangrove, yaitu pengalihfungsian (konversi) lahan mangrove menjadi tambak udang dan ikan, sekaligus pemanfaatan lainnya untuk kebutuhan rumah tangga dan komoditas. Pernyataan ini sesuai dengan Arief (2007 : 9) yang mengatakan bahwa : Seiring dengan laju pertumbuhan jumlah penduduk dan pembangunan, maka fungsi lingkungan pantai di beberapa daerah telah menurun atau rusak. Hal ini diindikasikan oleh adanya proses erosi/abrasi pantai, intrusi air laut, dan degradasi hasil perairan. Mengingat letaknya yang strategis, banyak kepentingan yang menyebabkan kawasan mangrove mengalami perlakuan yang melebihi kemampuannya untuk mengadakan permudaan alami, misalnya konversi status peruntukannya.
5
Salah satu kecamatan pesisir yang berada di Kabupaten Subang ialah Kecamatan Blanakan. Di kecamatan ini, ekosistem mangrove tumbuh di delta sungai-sungai yang membawa sedimen berupa material lumpur dan di tambak-tambak milik masyarakat sekitar. Sebagai daerah yang memiliki banyak muara sungai yang membentuk delta, seharusnya Kecamatan Blanakan merupakan areal subur yang dapat ditumbuhi mangrove secara lestari. Namun, akibat pemanfaatan mangrove yang tidak terkendali terutama untuk dijadikan areal tambak dan penebangan pohon bakau untuk bahan bakar, maka mangrove di daerah ini mengalami kerusakan. Menurut Syamsudin (2007), areal mangrove yang mengalami kerusakan cukup parah sebagian besar merupakan hutan yang tumbuh di tambak-tambak milik masyarakat akibat pemanfaatan kayu bakau yang tidak terkendali dan ketidaktahuan masyarakat akan fungsi mangrove bagi lingkungan hidup termasuk bagi kehidupan manusia. Kerusakan mangrove di Kecamatan Blanakan sangat dipengaruhi oleh aktivitas masyarakat sekitar dalam memanfaatkan hutan tanpa disertai dengan adanya usaha yang signifikan untuk merehabilitasi areal mangrove yang telah mengalami kerusakan. Menurut Sumaatmadja (2005 : 93), manusia merupakan faktor yang dominan terhadap lingkungannya bila dibandingkan dengan mahluk lain, karena manusia dikaruniai akal pikiran yang dapat berkembang dan dapat dikembangkan. Dengan demikian, masyarakat Kecamatan Blanakan, terutama masyarakat yang memiliki tambak di kawasan
6
mangrove, dapat berperan sangat penting dalam rehabilitasi mangrove yang mengalami kerusakan. Berdasarkan penjelasan di atas maka, penulis tertarik untuk mengangkat masalah ini untuk dijadikan penelitian. Hal ini penting dilakukan untuk mengetahui sejauhmana fungsi ekologis dan ekonomis dari hutan mangrove di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang. Adapun harapan akan manfaat penelitian ini, agar masyarakat khususnya masyarakat yang hidup di sekitar wilayah pesisir dapat lebih mengetahui akan fungsi hutan mangrove. Dengan demikian, akan tumbuh kepedulian dan usaha untuk menjaga kelestarian hutan mangrove, baik masa kini maupun dimasa yang akan datang.
B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini ialah sebagai berikut: 1. Bagaimana fungsi ekologis hutan mangrove di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang? 2. Bagaimana fungsi ekonomis hutan mangrove untuk masyarakat di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang?
C. TUJUAN PENELITIAN Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini ialah : a. Menganalisis fungsi ekologis hutan mangrove di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang.
7
b. Menganalisis fungsi ekonomis hutan mangrove untuk masyarakat di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang.
D. MANFAAT PENELITIAN Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dalam penelitian ini ialah : 1. Diperoleh informasi mengenai fungsi ekologis hutan mangrove di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang. 2. Diperoleh informasi mengenai fungsi ekonomis hutan mangrove di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang. 3. Sebagai salah satu referensi untuk pemahaman awal mengenai kepedulian dan usaha masyarakat pesisir untuk melestarikan hutan mangrove di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang.
E. DEFINISI OPERASIONAL Untuk menghindari kesalahpahaman dalam menginterepretasikan penelitian yang berjudul Analisis Fungsi Hutan Mangrove Di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang ini, maka penulis akan menjabarkan definisi operasional penelitian, yaitu sebagai berikut: 1. Analisis dalam pengertian yang umum merupakan kajian atau pembahasan terhadap fenomena tertentu. Analisis dalam penelitian ini berarti kajian atau pembahasan
terhadap fungsi hutan mangrove di Kecamatan
Blanakan Kabupaten Subang.
8
2. Fungsi
ekologis
mangrove
adalah
peranan
mangrove
secara
kelingkunganan, misalnya tempat pemijahan dan asuhan bagi berbagai macam biota seperti ikan, udang, dan kepiting (nursery ground), penahan abrasi, penyerap limbah, penahan sedimentasi sungai dan pantai, serta habitat dari berbagai jenis fauna. 3. Fungsi ekonomis mangrove adalah peranan atau manfaat mangrove untuk kebutuhan hidup manusia. Misalnya dijadikan areal tambak tumpang sari (sylvofisheries), sebagai penyedia kayu (yang dapat dipergunakan untuk kayu bakar dan konstruksi bangunan), makanan dan minuman, serta dijadikan tempat wisata alam (rekreasi, penelitian, dan pendidikan). 4.
Hutan Mangrove ialah ekosistem khas wilayah tropis dan subtropis yang berada di wilayah pesisir dan biasa hidup di pantai landai berlumpur dan di muara sungai-sungai besar. Berdasarkan pengertian di atas, penelitian ini akan menganalisis
mengenai sejauhmana fungsi atau peranan dari hutan mangrove di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang, baik secara ekologis dan ekonomis.