BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut di Indonesia memegang peranan penting, karena
kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan jasajasa lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir adalah hutan mangrove. Hutan mangrove yang akan digunakan sebagai tempat penelitian adalah hutan mangrove di pemalang hasil rehabilitasi. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai yang terlindung, laguna, dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang dan bebas genangan pada saat surut yang tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Mangrove menciptakan habitat bagi banyak komunitas organisme lain dan melalui fotosintesis mangrove menyediakan energi dasar bagi sebuah ekosistem yang luar biasa (Hogarth, 2007). Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang
dipengaruhi oleh pasang surut. Habitat mangrove seringkali
ditemukan di tempat pertemuan antara muara sungai dan air laut yang kemudian menjadi pelindung daratan dari gelombang laut yang besar. Sungai mengalirkan air tawar untuk mangrove dan pada saat pasang, pohon mangrove dikelilingi oleh air garam atau air payau (Arief, 2003). Hutan mangrove menghendaki lingkungan dengan tempat tumbuh yang agak ekstrem dengan salinitas 10 – 30 ‰, adanya retang pasang surut, frekuensi dan lama penggenangan air laut, kandungan oksigen terlarut, aerasi tanah, dan suhu yang menyebabkan perbedaan dalam penyebaran jenis dan suksesinya (Anwar dan Subiandono, 1997). 1
Sebagai daerah peralihan antara laut dan darat, ekosistem mangrove memiliki gradien sifat lingkungan yang tajam. Karakteritik ekosistem mengrove yang khas ini menyebabkan hutan mangrove memiliki berbagai fungsi baik dari segi fungsi fisik, biologis/ekologis, dan sosial ekonomi. Berdasarkan fungsi fisiknya, hutan mangrove memiliki peran penting dalam melindungi pantai dari gelombang besar, angin kencang, dan badai. Mangrove juga dapat melindungi pantai dari abrasi, menahan lumpur, mencegah intrusi air laut, dan juga menangkap sedimen (Kustanti, 2011). Secara ekonomis hasil hutan mangrove baik kayu maupun non kayu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan konstruksi, kayu bakar, bahan baku kertas, bahan makanan, kerajinan, obat-obatan, pariwisata dan masih banyak lagi (Kustanti, 2001), sedangkan dari segi biologis mengrove merupakan tempat ideal untuk berpijah dari berbagai jenis larva ikan dan udang yang bernilai ekonomi penting (Wibisono, 2005). Menurut Jhonnrie (2007) mengrove berfungsi pula sebagai tempat mencari makan (feeding ground) biota laut serta sebagai sumber keanekaragaman biota akuatik dan non akuatik. Hutan mangrove sebagai mata rantai penting yang menghubungkan ekosistem laut dan darat menghasilkan bahan pelapukan yang mejadi sumber makanan penting bagi biota laut seperti udang, ikan, plankton, dan hewan pemakan bahan pelapukan lain (termasuk makrobenthos), dimana hewan-hewan tersebut pada akhirnya menjadi sumber makanan bagi hewan-hewan pemakan daging (karnivora). Dalam siklus tropik ini, semua organisme menjadi sangat penting, karena masing-masing merupakan komponen penyusun rantai makanan yang tidak boleh hilang atau terganggu (Poedjirahajoe, 1995b).
2
Hutan mangrove terdiri dari beberapa komponen yang harus tetap terjaga kelestariannya guna menunjang keberlangsungan hidup satu sama lain. Komponen tersebut adalah komponen biotik dan komponen abiotik. Komponen biotik adalah komponen yang berupa makhluk hidup yang melakukan interaksi langsung dengan hutan mangrove antara lain plankton, nekton, dan benthos. Komponen abiotik merupakan komponen yang mendukung komponen biotik yang berupa kondisi fisika dan kimia perairan antara lain pH, salinitas, DO, dan suhu yang secara langsung dapat mempengaruhi bagi mangrove. Salah satu komponen dalam rantai makanan di perairan hutan mangrove adalah makrobenthos. Makrobenthos merupakan organisme yang hidup melata, menempel, memendam dan meliang baik di dasar perairan maupun di permukaan dasar perairan. Makrobenthos yang menetap di kawasan mangrove kebanyakan hidup pada substrat keras sampai lumpur (Arief, 2003). Makrobenthos mempunyai peran yang penting dalam ekosistem yaitu pada rantai makanan dan penyediaan hara bagi pertumbuhan serta perkembangan pohon-pohon mangrove maupun bagi makrobenthos itu sendiri. Seresah daun yang gugur akan di dekomposisikan oleh mikroba dengan urutan sebagai berikut : seresah mangrove akan dibusukan oleh organisme saprofit, kemudian didekomposisikan detrivor dan omnivor (benthos/makrobenthos). Hasil dekomposisi tersebut dimanfaatkan oleh karnivor tingkat 1, dan pada akhirnya karnivor tingkat 1 dimangsa oleh karnivor tingkat 2 (Heald dalam Alongi, 2009). Makrobenthos memiliki peran dalam siklus nutrien di dasar perairan melalui detrivory (pemakan partikel organik) (Sarpendoti dan Sesakumar, 1997). Makrobenthos berperan penting sebagai dekomposer dan bioakumulator semua
3
zat atau senyawa yang turun ke dasar, baik yang berasal dari daratan ataupun dari lautan dan zat tersebut bersifat toksik atau tidak. Kehidupan makrobenthos di dasar perairan sudah teradaptasi sedemikian rupa walaupun tekanan lingkungan alamiah sudah cukup menghalangi untuk organisme lain. Makrobenthos sebagai organisme yang hidup di perairan peka terhadap perubahan kualitas air tempat hidupnya, hal ini tergantung pada toleransinya terhadap perubahan lingkungan. Makrobenthos selain berperan sebagai dekomposer dan sebagai indikator perubahan lingkungan juga memiliki peranan dalam siklus nutrien di dasar perairan. Makrobenthos bereperan sebagai salah satu mata rantai penghubung aliran energi alga plantonik sampai konsumen tingkat tinggi dalam ekosistem perairan (Montagna dkk, 1989 dalam Suartini, 2005). Makrobenthos membantu mempercepat proses dekomposisi material organik. Makrobenthos bersifat herbivor dan detrivor dapat menghancurkan makrofit akuatik dan seresah yang masuk ke dalam perairan menjadi potongan-potongan yang lebih kecil, sehingga mempermudah mikroba untuk menguraikannya menjadi nutrisi bagi produsen perairan dalam hal ini berarti memudahkan plankton sebagai produsen primer perairan untuk memproduksi makanan bagi hewan-hewan biota lainnya. Dengan adanya peran penting makrobenthos dalam indikator perubahan lingkungan, siklus nutrient, dan dekomposer dalam ekosistem mangrove yaitu sebagai organisme yang mencacah seresah atau dedaunan mangrove maka penelitian
tentang
“Keanekaragaman
Jenis
Makrobenthos
dan
Kondisi
Lingkungan yang Mempengaruhinya di Kawasan Rehabilitasi Mangrove Pantai Utara Pemalang Jawa Tengah” perlu dilakukan.
4
1.2
Perumusan Masalah Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah
pasang surut, terutama di pantai yang terlindung, laguna, dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang dan bebas genangan pada saat surut yang tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Rehabilitasi mangrove di Pemalang diharapkan mampu menciptakan kawasan mangrove yang berfungsi sebagai unsur perlindungan dan keseimbangan ekosistem yang dapat memberi manfaat ekonomi bagi kesejahteraan masyarakat dengan sistem pengelolaan yang mantap berdasarkan prinsip keseimbangan ekologi, kelestarian, dan ekonomi (Poedjirahajoe, 1995). Hasil dari kegiatan rehabilitasi hutan mangrove di Pantai Utara Kabupaten Pemalang Jawa Tengah yang di tanam pada berbagai tahun tanam dimungkinkan mempunyai kerapatan dan kondisi lingkungan berbeda, sehingga akan berpengaruh
terhadap
keanekaragaman
jenis
makrobenthos
yang
ada.
Makrobenthos memiliki peran sebagai dekomposer dan sebagai indikator perubahan lingkungan, selain itu juga memiliki peranan dalam siklus nutrien di dasar perairan. Makrobenthos juga merupakan dekomposer dan bioakumulator semua zat atau senyawa yang turun ke dasar yang berasal dari daratan maupun perairan yang bersifat toksik atau tidak. Dengan adanya kedudukan dari makrobenthos yang sangat penting dalam ekosistem mangrove, maka penelitian tentang “Keanekaragaman Jenis Makrobenthos dan Kondisi Lingkungan yang Mempengaruhinya di Kawasan Rehabilitasi Mangrove Pantai Utara Pemalang
5
Jawa Tengah” perlu dilakukan agar keberadaan makrobenthos dan kondisi lingkungan ekosistem mangrove tetap terjaga.
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui keanekaragaman jenis makrobenthos di kawasan mangrove tahun tanam 2001, 2003, dan 2004. 2. Mengetahui perbedaan keanekaragaman jenis makrobenthos dan faktor lingkungan di kawasan mangrove tahun tanam 2001, 2003, dan 2004.
1.4
Manfaat Penelitian Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat, yaitu dari data dan informasi yang diperoleh dapat digunakan untuk acuan bagi pemerintah daerah dalam memantau keanekaragaman jenis makrobenthos dari waktu ke waktu, vegetasi dominan yang ada, faktor fisika dan kimia perairan, dan manfaat khusus untuk ilmu pengetahuan yaitu untuk mengetahui peranan hutan mangrove dalam menjaga dan memberi ruang hidup bagi kehidupan biota akuatik (makrobenthos).
6