PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Bagi Indonesia yang merupakan negara kepulauan (archipelago state), keberadaan pulau-pulau kecil sangat penting dalam pembangunan berkelanjutan, bukan saja karena jumlahnya yang banyak, melainkan juga karena memiliki kawasan pesisir dan laut yang mengandung sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang sangat kaya (Clark, 1996). Sumberdaya alam di kawasan pesisir pulau-pulau kecil terdiri dari sumberdaya alam yang dapat pulih (renewable resources), sumberdaya alam yang tidak dapat pulih (non-renewable resouces) dan jasa-jasa lingkungan (environmental services) (Dahuri, 2000). Kekayaan sumberdaya alam tersebut menimbulkan daya tarik bagi berbagai pihak untuk memanfaatkannya dan berbagai instansi untuk meregulasinya (Ginting, 1998). Salah satu gugusan pulau-pulau kecil di Indonesia adalah Padaido. Padaido merupakan salah satu distrik (kecamatan) kepulauan di Kabupaten Biak Numfor, Propinsi Papua. Distrik ini terdiri dari pulau-pulau kecil sebanyak kurang lebih 29 pulau dan 5 (lima) gosong karang yang dikelilingi oleh laut dalam serta berpenduduk sebanyak 3975 jiwa (BPS Biak Numfor, 2003). Secara tradisional, pulau-pulau kecil tersebut dikelompokkan atas dua gugusan pulau-pulau, yaitu gugus pulau-pulau Padaido Bawah (GPP Padaido Bawah) dan gugus pulau-pulau Padaido Atas (GPP Padaido Atas). Secara fisik, GPP Padaido Bawah merupakan pulau-pulau atol, sedangkan GPP Padaido Atas merupakan gugus pulau-pulau karang yang tidak berikat. Pulau yang dihuni secara permanen oleh masyarakat sebanyak 8 (delapan) pulau, sedangkan pulaupulau lain dimanfaatkan sebagai tempat usaha penduduk dalam bidang perikanan tangkap, perkebunan kelapa dan jasa pariwisata serta sebagai tempat singgah bila cuaca buruk. Gugusan pulau-pulau Padaido (GPP Padaido) memiliki kawasan pesisir dan laut yang mengandung sumberdaya alam yang kaya dan beranekaragam. Sumberdaya pesisir dan laut terdiri dari terumbu karang, berbagai jenis ikan (ikan ekonomis penting dan ikan hias), mamalia laut (lumba-lumba), moluska (tiram mutiara, kima raksasa, kerang anadara), krustasea (udang karang, kepiting, dan lain-lain), ekinodermata (teripang, COREMAP 1
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
bulu babi), tumbuhan laut (rumput laut jenis Eucheuma spp, dan lain-lain) (Hutomo, et al., (1996), Yayasan Hualopu (1997), Razak dan Marlina (1999), Wouthuyzen (1995), Yayasan Terangi dan LIPI-Biak (2000), COREMAP Reports (2001) dan COREMAP Reports (2003)). Terumbu karang merupakan sumberdaya pesisir yang dominan dan memiliki keanekaragaman biota yang berasosiasi dengannya. Sumberdaya ini terdiri atas 4 (empat) tipe, yaitu terumbu karang cincin (Atoll), terumbu karang tepi (Fringging reef), terumbu karang penghalang (Barrier reef) dan terumbu karang goba (Flatform reef), dan terdiri atas lebih dari 90 jenis karang yang tergolong dalam 41 genera dan 13 famili, dan beberapa jenis karang lunak yang tergolong dalam 4 genera. Ikan karang terdiri atas lebih dari 150 jenis yang termasuk dalam 35 genera. Rumput laut terdiri dari 40 jenis, sejumlah jenis moluska yang berasal dari 13 genera serta beberapa jenis udang karang (lobster). Selain keragaman dan kekayaan jenis karang dan asosiasi biota lain, terdapat beberapa jenis hewan yang merupakan spesies endemik dan dilindungi seperti ikan Napoleon, kima raksasa (Tridacna), lola (Trochus), Nautilus dan ketam kenari. Karena letak geografisnya yang berhadapan langsung dengan Samudera Pasifik, kawasan ini memiliki jenis karang
yang
berciri khas Samudera Pasifik Timur.
Keunikan ini tidak dijumpai di kawasan lain di Indonesia sehingga perlu dijaga kelestariannya. (Suharsono dan Leatemia, 1995; Sapulette dan Peristiwady, 1994; Wouthuyzen et al., 1995; Novaczek, 1997; COREMAP Reports, 2001; COREMAP Reports, 2003). Potensi sumberdaya terumbu karang tersebut akhir-akhir ini telah mengalami degradasi fungsi akibat maraknya kegiatan penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan, seperti penggunaan bahan peledak/bom dan potassium. Berdasarkan survei line transect yang dilakukan oleh P3O LIPI, penutupan karang hidup hanya tinggal sekitar 16,48% sedangkan sisanya adalah karang mati (COREMAP Reports, 2003). Nilai ini mengalami penurunan sekitar 62,95% dari kondisi terumbu karang hidup pada tahun 2001, yaitu 26,21% (COREMAP Reports, 2001). Hasil ini juga menunjukkan bahwa terumbu karang karang di perairan GPP Padaido Bawah memiliki penutupan karang hidup yang lebih rendah (12,11%) dibandingkan dengan terumbu karang di perairan GPP Padaido Atas (24,13%). Penyebab utama kerusakan terumbu karang adalah penggunaan jaring di sekitar terumbu karang, penggunaan bom dan sianida, pengambilan karang serta terkena jangkar dan “bello” perahu (hasil survei tim MCS COREMAP tahun 2003). Penurunan kualitas terumbu karang hidup tersebut COREMAP
2
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
secara langsung ataupun tidak langsung dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas ikan dan biota lain yang hidup berasosiasi dengan terumbu karang. Untuk mencegah terjadinya kerusakan lebih lanjut karena aktivitas manusia di sekitar terumbu karang, terutama penangkapan ikan, diperlukan upaya pengembangan matapencaharian alternatif.. Upaya yang dimaksud adalah pengembangan usaha perikanan budidaya dan perikanan tangkap laut dalam. Usaha ini dapat dilakukan mengingat GPP Padaido memiliki potensi lahan pesisir dan lautan yang belum dimanfaatkan secara optimal. Namun, sebelum usaha ini dilakukan, diperlukan survei dan analisis kesesuaian lahan terlebih dahulu sehingga diketahui seberapa besar potensi lahan yang tersedia dan jenis-jenis usaha perikanan budidaya dan perikanan tangkap laut dalam yang sesuai dikembangkan. Untuk maksud tersebut penelitian ini dilakukan.
1.2 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi dan kesesuaian sumberdaya lahan pesisir dan lautan untuk pengembangan usaha perikanan. 1.3 Sasaran Sasaran penelitian ini adalah terbentuknya kawasan-kawasan pengembangan usaha perikanan budidaya dan perikanan tangkap laut dalam di GPP Padaido. 1.4 Keluaran Keluaran dari hasil penelitian ini adalah peta-peta kesesuaian lahan dan besaran luasannya untuk pengembangan usaha perikanan budidaya dan perikanan tangkap laut dalam. 1.5 Ruang Lingkup Ruang lingkup pekerjaan penelitian Analisis Potensi Sumberdaya Lahan Pesisir dan Lautan Untuk Pengembangan Usaha Perikanan, antara lain meliputi kegiatan: (1) Survei sumberdaya lahan pesisir dan lautan. Survei mencakup pengumpulan data tentang aspek fisik, biologi dan kimia; pemanfaatan lahan saat ini dan permasalahan pengembangan usaha perikanan budidaya dan perikanan laut dalam. (2) Tabulasi dan analisis data (3) Penyusunan laporan penelitian.
COREMAP
3
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
BAB II
METODE PENELITIAN
2.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah Gugusan Pulau-Pulau Padaido, Distrik Padaido, Kabupaten Biak Numfor, Propinsi Papua. Gugus Pulau-Pulau Padaido terletak antara 0000’ - 1030’ Lintang Selatan dan 135000’ - 136045’ Bujur Timur. Kawasan terdiri atas kurang lebih 29 pulau-pulau karang dimana 8 (delapan) pulau dihuni oleh masyarakat secara permanen. Secara tradisional, Gugusan Pulau-Pulau Padaido terbagi atas Padaido Bawah dan Padaido Atas (Gambar :1).
karang Wundumimas
trik Dis
Pa
$
ido da
U Padaid ori Yeri
$
Yeri Kecil
karang Kasinampia
$
x
$ $
$ karang Insarorki
$x
Pai
Yumni
$
k au Pul
$
ara
Pulau Karang
ng
$Rarsbar
Wun di
Pasi
$
x
$
Samakur
$
g an kar lau
x
Dauwi
Nu si
$
$ $
Mansurbabo
$
Wamsoi
x
$
Rawa Karang Dalam Laguna dan Atol Wundi Pulau Lamun Rataan Terum bu Pasi r
Pulau Karang
x x
uandi Mangg
Pu
Urev
x Stasion Kualitas Air $ Stasion Kondisi Karang
1°16'00" L S
x
Batas Kawasan Padai do Batas Desa Batas Distrik
karang Urbinai
x
Nu kori
$Wurki
10
KE TE R A N G A N
x Pakreki
$
5 Ki l o m e t e r
Workbondi
$
$
Auki
0
Mbromsi
Runi
$
Mangrove Area Penel itian
Kebori
$
gos ong Wararasowe
PETUNJU K LETAK PETA
0°30'
im kT Bia
ur
KEPULAUAN PADAIDO DISTRIK PADAIDO
1°10'30" L S
ik st r Di
WILAYAH PENELITIAN
1°5'00" L S
Biak
0
30
60
Kilometer
Rasi
Pulau Bi ak Kabuapat en Bi akN umf or
1°00'
Padaido Bawah
karang Mansawayomni
Ds i t r i kPad aido
Selat Yapen
136°00'
136°30'
u P a la K b B u a p a ti k n e Ba i N k u fm ro
e la S t Y a p e n
is tr k D i a P a d id o
3°00'
WILAYAH YANG DIPE TAKAN PROV N I SI PAPU A
6°00'
1°21'30" L S
0°00'
135°30'
Padaido Atas
0
300 Kilometer 133°00'
136°16'30" BT
136°22'00" BT
136°27'30" BT
136°33'00" BT
600 136°00'
139°00'
136°38'30" BT
Gambar 1. Lokasi Penelitian.
Penelitian ini berlangsung sejak September sampai Nopember 2005 yang dilakukan dalam tiga tahap : (1) Studi pustaka, bertujuan untuk memperoleh data dan informasi sekunder. Kegiatan ini berlangsung selama 1 bulan, (2) Survei lapangan, bertujuan untuk memperoleh data COREMAP
4
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
primer, berlangsung selama 2 minggu. Kegiatan ini mencakup pengamatan dan pengumpulan data biogeofisik dan (3) Analisis data dan penulisan laporan. 2.2 Jenis dan Metode Pengumpulan Data 2.2.1 Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari survei lapangan dan wawancara (berkuesioner) dengan responden (masyarakat). Data sekunder adalah data yang belum atau telah diolah oleh suatu instansi dan hasil pengolahannya didokumentasikan dalam bentuk laporan. Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 1. Tabel 1. Jenis Data yang Dibutuhkan Dalam Penelitian No
Jenis Data
Metode
I
Data Primer
1
Survei lapangan Komponen BioGoeFisik : (Luas pulau, topografi, kemiringan pantai, tipe pantai, lebar pantai, panjang pantai, material pantai, penutup lahan, ketersediaan air tawar, pasang surut, kedalaman perairan, kecepatan dan arah arus, kecerahan, kualitas air, jenis tutupan).
II
Data Sekunder (Batas wilayah, monografi desa, batas kelola desa adat, hasil-hasil penelitian di lokasi (terumbu karang, lamun dan mangrove), aktivitas masyarakat, kegiatan pemerintah dan non-pemerintah yang pernah dan sedang dilaku-kan di lokasi penelitian)
Penelusuran dokumen hasil penelitian dan dokumentasi pada perpustakaan kantor daerah dan instansi lain terkait.
Keterangan Institusi terkait dan survei insitu : pulau-pulau ber penduduk dan tidak berpendu-duk.
Desa dan kantor Distrik Padaido, Pesisir Biak Timur, Biak Kota, Coremap serta Instansi terkait lain di luar Kab. Biak Numfor.
2.2.2 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data profil sumber daya pesisir dan laut dan sosial ekonomi dan budaya dengan melibatkan partisipasi masyarakat digunakan metode pengkajian sumber daya pesisir dan laut secara partisipasi (Participatory Coastal Resources Assessment, PCRA) (Walters, et al., 1998).
COREMAP
5
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
Pengumpulan data dilakukan dengan pendekatan gugusan pulau, yaitu Gugusan Pulau-Pulau Padaido Bawah dan Gugusan Pulau-Pulau Padaido Atas. Pengambilan data dilakukan pada stasion penelitian yang ditetapkan, sedangkan data kondisi terumbu karang diperoleh dari hasil survei Coremap 2003.
Penentuan stasion
penelitian dilakukan secara “purpossive” mencakup seluruh lokasi penelitian. Pengumpulan data primer (biofisik dan sosekbud) menerapkan pencatatan langsung, dan wawancara, sedangkan pengumpulan data sekunder menerapkan metode penelusuran informasi yang terdokumentasi di berbagai lembaga, pemerintah dan masyarakat (Tabel 2). Tabel 2. Metode Pengumpulan Data Penelitian No
Jenis Data
Keterangan
Pengamatan / Pengukuran langsung di lapangan
- Insitu
- Coremap,2003
- Rumput laut - Ikan Karang - Lamun - Mangrove
- Transek intersep linear (LIT) - Transek kuadrat linear - Sensus - Transek kuadrat linear - Pengamatan langsung - Pengamatan langsung
Profil pantai dan perairan
- Analisis citra + SIG
- Insitu - Lab. SIG
I
Data Primer
1
Profil SDA pesisir dan lautan : - Terumbu karang
2
Metode
3
Sosekbud
II
Data Sekunder
Wawancara : - PCRA - Individu - Kelompok - Penelusuran dokumen dan laporan hasil kajian instansi terkait.
- Coremap,2003 - Coremap,2003 - Insitu - Insitu
- Distrik Padaido
- Distrik Padaido - Biak kota - Wilayah lain.
Pengukuran parameter kualitas air dilakukan secara langsung dan tidak langsung di lapangan. Parameter kualitas air yang diukur dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.
COREMAP
6
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
Tabel 3. Parameter kualitas air yang akan diukur dalam penelitian
Parameter Fisika: Posisi Arus (m/det) Kecerahan (m) Suhu Kimia: pH Salinitas (ppm) Oksigen terlarut (mg/l) BOD (mg/l) COD (mg/l) Amonia (mg/l) Nitrit (mg/l) Nitrat (mg/l) Orthophospat (mg/l)
Metode
Keterangan
GPS Current meter Secchi disk Termometer
In situ In situ In situ In situ
pH-meter, Horiba Refraktometer, Horiba Titrasi Botol sampel, titrasi Botol sampel, titrasi Botol sampel, spectrofotometer Botol sampel, spectrofotometer Botol sampel, spectrofotometer Botol sampel, spectrofotometer
In situ In situ In situ Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium
2.2.3 Analisis Data Data yang terkumpul selanjutnya ditabulasi dan dikelompokkan berdasarkan lokasi dan kepentingan analisis untuk menjawab permasalahan dan tujuan penelitian. Kerangka analisis data potensi dan kesesuaian lahan Gugusan Pulau-Pulau Padaido disajikan pada Gambar 2.
COREMAP
7
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
KAWASAN GUGUSAN PULAU - PULAU PADAIDO INTERPRETASI CITRA SATELIT
PENGUMPULAN DATA SEKUNDER
PENGUMPULAN DATA PRIMER
PENYUSUNAN BASIS DATA SPASIAL & TUBULAR ANALISIS SIG
ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN
KESESUAIAN LAHAN PESISIR DAN LAUT GUGUSAN PULAUPULAU PADAIDO
Gambar 2. Kerangka Analisis Kesesuaian Lahan GPP Padaido
Analisis keruangan dalam penelitian ini menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan metode ArcView, yaitu sistem informasi spasial menggunakan komputer yang melibatkan perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), pemakaian data-data yang mempunyai fungsi pokok untuk menyimpan, memperbaharui, menganalisa dan menyajikan kembali semua bentuk informasi spasial. Proses penyusunan zonasi Gugusan Pulau-Pulau Padaido dengan menggunakan SIG disajikan pada Gambar 3.
COREMAP
8
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
KAWASAN GPP PADAIDO
DATA PRIMER
DATA SEKUNDER
DATA COLECTION SURVEY LAPANGAN
BASIS DATA
PETA DASAR
KRITERIA KESESUAIAN LAHAN PESISIR DAN LAUT
ANALISIS
PETA TEMATIK 1
PETA TEMATIK 2
PETA TEMATIK KE - N
OVERLAY PETA
SYNTHESYS
PETA KOMPOSIT
ANALISIS SPASIAL DAN TUBULAR
PETA KESESUAIAN LAHAN GUGUSAN PULAU-PULAU PADAIDO
Gambar 3. Proses Penyusunan Kesesuaian Lahan GPP Padaido
COREMAP
9
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
2.2.4 Analisis Kesesuaian Lahan GPP Padaido Analisis kesesuaian lahan pesisir dan laut GPP Padaido untuk berbagai peruntukkan; pariwisata pesisir, budidaya rumput laut, budidaya teripang, budidaya ikan dalam keramba jaring apung, daerah penangkapan ikan karang, dan ikan pelagis dilakukan dengan teknik yang sama. Pertama, penetapan persyaratan (parameter dan kriteria), pembobotan dan skoring. Untuk masing-masing peruntukkan, penetapan persyaratan tidak sama. Parameter yang menentukan diberikan bobot terbesar sedangkan kriteria (batas-batas) yang sesuai diberikan skor tertinggi. Kedua, penghitungan nilai peruntukkan lahan. Nilai suatu lahan ditentukan berdasarkan total hasil perkalian bobot (B) dan skor (S) dibagi dengan total nilai bobot-skor dikalikan 100. Ketiga, pembagian kelas lahan dan nilainya. Dalam penelitian ini kelas lahan dibagi dalam empat kelas yang didefinisikan sebagai berikut : Kelas S1
:
Sangat Sesuai (Highly Suitable)
Pada kelas ini lahan tidak mempunyai pembatas yang besar untuk pengelolaan yang diberikan, atau hanya mempunyai pembatas yang tidak secara nyata berpengaruh terhadap kegiatan atau produksi hasil. Kelas S2
: Sesuai (Moderately Suitable) Pada kelas ini lahan mempunyai pembatas-pembatas yang agak besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi aktivitas atau produksi dan keuntungan dan meningkatkan masukkan yang diperlukan.
Kelas S3
:
Sesuai Bersyarat (Marginally Suitable)
Pada kelas ini lahan mempunyai pembatas yang lebih besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi aktivitas atay produksi dan keuntungan atau lebih meningkatkan masukkan yang diperlukan. Kelas N
:
Tidak Sesuai (Not Suitable)
Pada kelas ini lahan mempunyai pembatas permanen yang mencegah segala kemungkinan penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang. Sesuai dengan faktor pembatas dan tingkat keberhasilan yang dimiliki oleh masing-masing lahan, lahan kelas S1 dinilai sebesar 80 -100%; S2 dinilai sebesar 70 – 79%; S3 dinilai sebesar 60 – 69% dan N dinilai sebesar < 60%. Semakin kecil faktor COREMAP
10
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
pembatas dan peluang keberhasilan atau produksi suatu lahan, semakin besar pula nilainya. Keempat, memadankan (membandingkan) nilai lahan dengan nilai masingmasing kelas lahan.
Dengan cara ini, kelas kesesuaian lahan untuk penggunaan
tertentu diperoleh. Kelima, pemetaan kelas kesesuaian lahan. Pemetaan kelas lahan dilakukan dengan program pemetaan spasial ArcView 3.3. 2.3 Pariwisata Pesisir Kesesuaian lahan untuk pariwisata pesisir dianalisis dengan menggunakan parameter dan kriteria lahan dari Suharsono dan Leatemia, 1995. Parameter, pembobotan dan skoring kriteria kesesuaian lahan untuk pariwisata pesisir disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Parameter, Bobot dan Skor Sistem Penilaian Lahan untuk Pariwisata Pesisir No
Parameter
I
Kondisi Alam :
1
Jenis pantai Tutupan lahan pantai
2 3
Sat
Bobot (B)
Skor (S) 1
3
5
3
pasir lumpur
pantai karang
pasir putih & karang
1
hutan, semak
semak, kelapa
kelapa, semak, hutan
Kejernihan air
m
2
<5
5 - 10
> 10
4
Temperatur air
O
1
< 24
24 - 28
> 28
5
Bentuk tubir
2
landai
< 45oC
> 45oC
6
"Rugousity"
1
rata
lorong-lorong
gua-gua
7
Tutupan karang
3
Rendah
Sedang
Tinggi
8
Jenis live form
jenis
3
<6
6-9
> 10
9
Jenis ikan karang
jenis
3
< 60
61 - 119
> 120
10
Jenis lamun
jenis
3
<3
4-5
>6
11
Jenis mangrove
jenis
3
<3
4-5
>6
12
Estetika
3
rendah
sedang
tinggi
13
Kemudahan
2
rendah
sedang
tinggi
14
Keselamatan
2
rendah
sedang
tinggi
15
Cuaca tenang
2
1-2
3-5
>5
II
Fasilitas :
1
Transportasi
1
kurang
cukup
baik
2
Air tawar
3
kurang
cukup
baik
3
Pondok wisata
2
kurang
cukup
baik
4
Listrik
1
kurang
cukup
baik
5
Telekomunikasi
1
kurang
cukup
baik
C
bln
Sumber: Modifikasi Suharsono dan Leatemia,1995.
COREMAP
11
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
2.4 Budidaya Rumput Laut Kesesuaian lahan untuk budidaya rumput laut dianalisis menggunakan persyaratan (parameter dan kriteria) yang dikemukakan dalam DKP, 2002. Matriks parameter, skor dan bobot sistem penilaian kesesuaian lahan disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Parameter, Bobot dan Skor Sistem Penilaian Lahan untuk Budidaya Rumput Laut
1 2
Keterlindungan Gelombang (cm)
3 4
Arus (cm/det) Kedalaman air (m)
< 10 & > 40 < 0,5 & > 5
Skor (S) 3 Sedang 10 – 30 10-20 & 3040 1 – 2,5
5
Dasar perairan
Pasir/lumpur
Pasir
< 30 & > 34 < 20 & > 30 < 7,3 & 8,2 < 30 Kurang Kurang Kurang Tercemar Kurang
30 - 32 20 - 24 7,3 – 7,8 30 - 60 Cukup Sedang Cukup Sedang Cukup
No
Parameter
6 Salinitas (ppm) 7 Suhu (0c) 8 pH 9 Kecerahan (cm) 10 Kesuburan perairan 11 Ketersediaan benih 12 Sarana penunjang 13 Pencemaran 14 Keamanan Sumber: DKP,2002.
1 Kurang > 30
5 Baik < 10 20 – 30 2,5 - 5 karang mt, makro alga, pasir 32 - 34 24 - 30 7,8 – 8,2 60 - 110 Baik Banyak Baik Tidak ada Aman
Bobot (B) 2 1 2 2 1 2 2 2 1 3 1 1 2 1
2.5 Budidaya Teripang Kesesuaian lahan untuk budidaya teripang dianalisis menggunakan persyaratan yang dikemukakan oleh Sutaman (2003). Parameter, bobot, skor sistem penilaian lahan untuk budidaya teripang disajikan pada Tabel 6.
COREMAP
12
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
Tabel 6. Parameter, Bobot dan Skor Sistem Penilaian Lahan untuk Budidaya Teripang
No Parameter Yang Diukur 1
2
Faktor penunjang a). Keterlindungan b). Pencemaran c). Keamanan d). Sarana penunjang Faktor utama
a). Dasar perairan b). Kedalaman air (m) saat surut c). Ketersediaan tanaman air d). Ketersediaan sumber benih e). Kecerahan air (cm) f). Salinitas (ppm) g). Suhu air laut (OC) h). Oksigen terlarut (mg/l) I). pH
1
Skor (S) 3
5
Bobot (B)
Kurang Ada Kurang Kurang
Cukup Sedikit Sedang Cukup
Baik Tdk ada Baik Baik
3 1 1 1
Pasir/lumpur
Pasir & lumpur
Pasir & patahan karang
2
>1
< 0,5
0,5 – 1
2
Tidak ada
Jarang
Padat
2
Dekat < 50 < 26 22 – 25 <4 < 7,5
Jauh 50 – 100 27 – 30 26 – 29 4–6 7,5 – 8,0
Sgt jauh 100 – 150 31 – 34 30 – 32 6–9 8,1 – 8,6
2 1 1 1 1 1
Sumber: Sutaman, 2003.
2.6 Budidaya Ikan Dalam Keramba Jaring Apung (KJA) Kesesuaian lahan untuk budidaya ikan dalam keramba jaring apung dianalisis menggunakan persyaratan yang dikemukakan oleh Tiensongrusmee et al., (1986). Parameter, bobot, skor sistem penilaian lahan untuk budidaya ikan dalam keramba jaring apung (KJA) disajikan pada Tabel 7.
COREMAP
13
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
Tabel 7. Parameter, Bobot dan Skor Sistem Penilaian Lahan Untuk Budidaya Ikan dengan KJA No
Parameter
1 2
Keamanan Faktor Ekologi a. Tinggi air pasang b. Arus (m/dt) c. Dalam Air dari Dasar Jaring (m) d. Oksigen terlarut (ppm) e. Kadar garam (ppt) f. Perubahan cuaca 3 Faktor Pendukung a. Sumber listrik b. Sumber pakan c. Tenaga kerja d. Ketersediaan Benih 4 Pencemaran Sumber: Tiensongrusmee et al., 1986.
1 Kurang
Skor (S) 3 Cukup
5 Baik
Bobot (B) 2
< 0.5 < 0.05
0.5 - 1.0 0.05 - 0.2
> 1.0 0.2 - 0.4
2 2
<4
4 - 10
> 10
2
< 3 < 20 Sering
3-5 20 - 30 Sedang
>5 > 30 Jarang
2 2 2
Kurang Kurang Kurang Kurang Ada
Cukup Cukup Cukup Cukup Sedikit
Baik Baik Baik Baik Tidak ada
1 1 1 1 2
2.7 Daerah Tangkapan Ikan Karang Kesesuaian lahan untuk daerah tangkapan ikan karang dianalisis menggunakan persyaratan, pembobotan dan skoring yang disajikan pada Tabel 8. Parameter kedalaman perairan, topografi dasar, perubahan cuaca, kondisi terumbu karang dan kelimpahan ikan target diboboti terbesar karena menentukan lokasi atau lahan sebagai daerah tangkapan ikan karang.
Tabel 8. Parameter, Bobot dan Skor Sistem Penilaian Lahan Untuk Daerah Tangkapan Ikan Karang No
Parameter
1 2 3 4 5 6 7
Kedalaman perairan (m) Topografi dasar perairan Kecerahan perairan (m) Perubahan cuaca Kondisi terumbu karang Pencemaran Kelimpahan ikan target (ind/350 m2)
Skor (S) 3
<3
3-5
>5
Landai <5 Sering Buruk Ada
Landai-curam 5 - 10 Sedang Sedang Sedikit
Curam > 10 Jarang Baik Tidak ada
Bobot (B) 2 2 1 2 2 1
< 100
100 - 200
> 200
2
1
COREMAP
5
14
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
2.8 Daerah Tangkapan Ikan Pelagis Kesesuaian lahan untuk daerah tangkapan ikan pelagis dianalisis menggunakan persyaratan, pembobotan dan skoring yang disajikan pada Tabel 8. Parameter dipilih berdasarkan tingkah laku distribusi dan kondisi oseanografi dari jenis-jenis ikan pelagis. Suhu dan perubahan cuaca memiliki bobot terbesar karena menentukan lahan atau lokasi sebagai daerah tangkapan ikan pelagis. Tabel 9. Parameter, Bobot dan Skor Sistem Penilaian Lahan Untuk Daerah Tangkapan Ikan Pelagis No 1 2 3 4 5 6 7
Parameter Suhu (OC)
Salinitas (ppt) Kedalaman (m) Oksigen terlarut (mg/l) Kecerahan perairan (m) Perubahan cuaca Pencemaran
1
Skor (S) 3
5
< 20 < 25 < 50 <3 < 20
20 - 29 25 - 29 50 - 100 3-5 20 - 30
> 29 > 30 > 100 >5 > 30
Sering Ada
Sedang Sedikit
Jarang Tidak ada
COREMAP
Bobot (B) 2 1 1 1 1 2 1
15
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
BAB 3
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
3.1 Letak Geografis dan Batasan Wilayah Kepulauan Padaido merupakan kumpulan pulau-pulau kecil sebanyak 32 pulau yang terletak di bagian timur-tenggara Pulau Biak, Kabupaten Biak Numfor, Propinsi Papua. Secara administratif pemerintahan, kepulauan ini masuk dalam dua wilayah distrik (kecamatan) yaitu Distrik Biak Timur dan Distrik Padaido. Distrik Biak Timur meliputi wilayah Pulau Biak Bagian Timur dan 3 pulau, yaitu Pulau Owi, Pulau Rurbasbeba dan PulauRurbasbedar, sedangkan 29 pulau lain masuk dalam wilayah Distrik Padaido yang merupakan wilayah kajian dari penelitian ini. Dalam uraian selanjutnya, ke-29 pulau-pulau tersebut disebut sebagai Gugusan Pulau-Pulau Padaido (GPP Padaido). Secara geografis, Distrik Padaido terletak di bagian timur-tenggara Pulau Biak dengan posisi astronomi 1o7’ – 1o22’ LS dan 136o10’ – 136o46’BT. Luas wilayah GPPP sekitar 183.125 ha (BAPEDA DATI II Biak Numfor, 1996). Distrik Padaido berbatasan dengan Samudera Pasifik dan Distrik Biak Timur di sebelah utara, dengan Distrik Biak Timur di sebelah barat, dengan Samudera Pasifik di sebelah Timur dan dengan Selat Yapen di sebelah selatan. Secara tradisional, GPP Padaido dikelompokkan atas dua wilayah, yaitu wilayah Gugus Pulau-Pulau Padaido Bawah (GPP Padaido Bawah) dan Gugus Pulau-Pulau Padaido Atas (GPP Padaido Atas). GPP Padaido Bawah terletak berdekatan dengan Pulau Biak dan terdiri dari pulau-pulau Auki, Wundi, Pai, Nusi, Warek, Yumni dan pulau-pulau kecil lainnya. Pulau-pulau tersebut merupakan pulau atol, kecuali pulau Warek. GPP Padaido Atas terdiri dari pulau-pulau Padaidori, Mbromsi, Pasi, Mangguandi, Kebori, Rasi, Workbondi, Nukori, Dauwi, Wamsoi, Runi, Samakur dan pulau-pulau kecil lainnya. Diantara GPP Padaido Atas dan GPP Padaido Bawah terdapat Pulau Pakreki yang dianggap sebagai pembatas, namun secara budaya (adat) Pulau Pakreki dimasukkan kedalam GPP Padaido Atas (Gambar 4).
COREMAP
16
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
BIAK
Gambar 4. Gugusan Pulau-Pulau Padaido, Distrik Padaido-Biak Numfor, Papua.
3.2 Lingkungan BioGeoFisik Terestrial 3.2.1 Topografi dan Relief Pantai GPP Padaido memiliki konfigurasi permukaan tanah relatif datar dan bergelombang dengan kemiringan antara 0 – 5%. Topografi datar dijumpai pada daerah pesisir pantai, sedangkan konfigurasi sedikit bergelombang dijumpai pada bagian tengah-utara pulau, kira 200 – 300 m dari pantai. Pulau-pulau yang memiliki konfigurasi tanah datar antara lain pulau-pulau Wundi, Nusi, Urev, Mansurbabo, Rarsbar, Warek, Kebori, Rasi, Workbondi, Nukori, Dauwi, Wamsoi, Runi dan Samakur. Pulau-pulau yang memiliki konfigurasi tanah datar dan sedikit bergelombang adalah pulau-pulau Auki, Pai, Pakreki, Padaidori, Mbromsi, Pasi dan Mangguandi. Pantai merupakan kawasan daratan yang berbatasan dengan laut. Pantai selalu mengalami perubahan terutama disebabkan oleh proses pengendapan padatan-padatan tersuspensi, proses pengikisan (abrasi) dan proses transportasi sedimen dari suatu tempat ke tempat lain. Perilaku pantai tersebut sangat erat hubungannya dengan parameter lingkungan yang bekerja di wilayah itu, seperti gelombang, arus, pasang surut dan angin.
COREMAP
17
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
Tipe pantai yang ditemui di GPP Padaido adalah pantai berpasir, pantai berkarang, pantai berbatu dan pantai berlumpur. Pada suatu pulau dapat dijumpai campuran dari berbagai tipe pantai. Tipe pantai berpasir dan berkarang terdapat di pulau-pulau Padaido. Pantai berlumpur ditemui pada daerah terlindung dan merupakan habitat vegetasi mangrove, seperti dijumpai di Pulau Padaidori dan Pulau Auki. Pulau-pulau seperti Auki Bagian Utara, Pakreki Bagian Barat dan Selatan serta Pulau Samakur memiliki pantai bertebing / berdinding batu karang dan berbatasan langsung dengan laut dalam. GPP Padaido memiliki topografi pantai ke arah laut yang datar dan langsung curam. Ukuran luas dataran pantai bervariasi dari satu pulau ke pulau yang lain. Pulau-pulau atol memiliki dataran pantai pasang surut yang luas, seperti pulau-pulau Auki, Wundi, Pai, Nusi, Urev dan Mansurbabo. Pada saat surut terendah dataran ini dapat mencapai 1 km lebarnya, sehingga pulau yang satu terhubung dengan pulau yang lain. Pulau-pulau Pakreki, Mbromsi, Pasi, Workbondi memiliki dataran pantai pasang surut yang sempit dan langsung curam, sedangkan pulau Samakur memiliki topografi pantai curam.
3.2.2 Iklim Iklim adalah keadaan cuaca yang berlangsung di suatu tempat pada periode waktu yang panjang. Berdasarkan pengamatan terhadap unsur-unsur cuaca di Kabupaten Biak Numfor yang tercatat pada Stasion Meteorologi Klas I Frans Kaisepo Biak, iklim di Kepulauan Padaido termasuk iklim tropis basah dengan jumlah curah hujan antara 2000 mm/thn sampai 3000 mm/thn, jumlah curah hujan rata-rata diatas 150 mm/bulan dan jumlah hari hujan sebanyak lebih dari 200 hari setiap tahunnya. Jumlah jam penyinaran matahari rata-rata tiap bulan adalah 64 jam, suhu udara ratarata tiap bulan 27.20C, kelembaban udara rata-rata tiap bulan adalah 83.8% dan angin bertiup rata-rata dari arah barat daya dengan kecepatan 4 knot per bulan. Pola angin yang berperan di Indonesia adalah angin musim (monsoon). Angin musim bertiup secara normal ke arah tertentu pada satu periode sedangkan pada periode lainnya angin bertiup secara normal dengan arah yang berlainan. Berdasarkan arah angin musim yang bertiup di Kepulauan Padaido dibedakan dua macam musim, yaitu :
COREMAP
18
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
1) Musim Barat Musim ini berlangsung pada bulan-bulan Januari sampai Mei dan Agustus sampai Desember. Angin datang dari arah barat hingga barat daya dan barat laut dengan kecepatan rata-rata 4 knot (Stasiun Meteorologi Klas I Frans Kaisiepo Biak, 2002). Karena letaknya terbuka terhadap arah datangnya angin dan lamanya angin bertiup, perairan di sekitar Kepulauan Padaido dan Pulau Biak bergelombang dan arus kuat. Keadaan ini sangat mempengaruhi aktivitas penangkapan ikan dan transportasi laut ke dan dari Pulau Biak. 2) Musim Timur Musim ini berlangsung sekitar bulan-bulan Juni dan Juli. Angin datang dari arah timur dengan kecepatan rata-rata 5 knot (Stasiun Meteorologi Klas I Frans Kaisiepo Biak, 2002). Karena letaknya relatif terlindung dari arah datangnya angin karena Pulau Irian dan Pulau Yapen dan lamanya angin bertiup tidak lama, perairan di sekitar Kepulauan Padaido relatif tenang. Keadaan ini biasanya dimanfaatkan oleh masyarakat/nelayan untuk menangkap dan mengumpulkan ikan sebanyak-banyaknya untuk dipasarkan ke Pulau Biak. Angin musim selain berpengaruh terhadap kondisi perairan juga berpengaruh terhadap curah hujan. Pada musim Barat, curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Mei sebesar 250.8 mm dengan hari hujan sebanyak 16 hari dan curah hujan terendah terjadi pada bulan Oktober sebesar 126.7 mm dengan hari hujan sebanyak 8 hari. Pada musim Timur, curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Juni sebesar 295.6 mm dengan hari hujan sebanyak 22 hari (Stasiun Meteorologi Klas I Frans Kaisiepo Biak, 2002). Secara umum, hari hujan rata-rata pada musim Barat dan Timur relatif tidak jauh berbeda, namun memiliki perbedaan curah hujan rata-rata. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah hubungan antara curah hujan dan hari hujan. Bila curah hujan di suatu tempat tinggi dan hari hujan juga tinggi (menyebar dalam sebulan), dampak yang ditimbulkan pada tempat tersebut tidak terlalu nyata. Tetapi bila yang terjadi adalah sebaliknya dimana curah hujan tinggi dan hari hujan rendah, dampak yang ditimbulkan pada lokasi tersebut sangat nyata. Banjir atau banjir bandan merupakan contoh dari kejadian tersebut. Pada lokasi-lokasi yang tidak luas, seperti pulau-pulau kecil, jatuhnya hujan dengan volume yang besar berdampak luas terhadap kondisi setempat. Pulau-pulau dengan daerah tangkapan hujan yang kecil akan menerima volume air hujan yang banyak dalam satu satuan waktu dan merusak COREMAP
19
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
lahan pertanian maupun lahan pemukiman dalam perjalanannya menuju laut. Masuknya air hujan tersebut ke laut akan berdampak negatif jangka pendek dan panjang terhadap kehidupan biota laut yang hidup disitu karena mengubah kondisi lingkungan. Karang akan terganggu kehidupannya karena sedimen-sedimen daratan yang masuk ke laut dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya. Keadaan cuaca di Kepulauan Padaido dan Sekitar Pulau Biak tidak dapat diprediksi secara tepat dari tahun ke tahun karena selalu berubah-ubah. Hal ini terlihat pada data cuaca selama 7 (tujuh) tahun terakhir (1995 – 2001). Namun demikian, arah angin menunjukkan pola agak teratur pada bulan-bulan Nopember – Maret dimana angin bertiup dari arah Barat, Barat Laut dan Utara. Fenomena ini dikenal sebagai Musim Barat. Pola yang teratur juga diperlihatkan pada bulan-bulan Juni–Agustus dimana angin bertiup dari arah timur dan timur laut. Kejadian ini umumnya dikenal sebagai Musim Timur. Pada September, Oktober, April dan Mei, arah angin berubahubah. Keadaan ini tersebut Musim Pancaroba (Tabel 10). Tabel 10. Keadaan Cuaca Di Kepulauan Padaido
Bulan
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Rata-Rata Jumlah 2001 2000 1999 1998
Curah Hujan (mm) 219.0 126.0 164.7 172.9 250.8 295.6 111.5 200.0 155.4 126.7 198.2 194.9 192.96 2315.7 3350.2 3167.5 3416.0 4381,0
Hari Hujan
27 19 26 21 16 22 10 7 14 8 16 21 17.3 207 285 256 270 256
Suhu Udara Rata-Rata (Celcius)
Penyinaran Matahari Rata-Rata (%)
Kelembaban Udara Rata-Rata (%)
26.8 27.0 27.2 27.2 27.4 27.2 27.4 27.3 27.1 27.5 27.2 26.8 27.2 326.1 26.9 26.8 26.6 27.1
60 62 61 45 77 38 78 63 76 74 99 40 64.4 773 58 33 50 49
87 85 83 85 84 84 83 81 83 82 85 84 83.8 1006 88 85 85 88
Arah dan Kecepatan Angin Rata-Rata (%) 270/03 270/03 270/04 270/04 270/04 090/06 090/04 225/06 270/04 315/04 270/04 270/04 240/04 090/04 270/05 270/04 045/05
Sumber : Stasiun Meteorologi Klas I Frans Kaisiepo Biak, 2002.
COREMAP
20
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
3.3 Geologi 3.3.1 Tipe dan Asal Pembentukan Pulau GPP Padaido terdiri atas dua tipe pulau. Tipe pertama adalah pulau-pulau karang timbul (raised coral island) yaitu pulau-pulau yang terbentuk oleh terumbu karang yang terangkat ke atas permukaan laut (kira-kira 70 meter diatas permukaan laut dengan tebing karang setinggi 5-10 m) karena adanya gerakan ke atas (uplift) dan gerakan ke bawah (subsidence) dari dasar laut karena proses geologi. Pulau-pulau tipe ini terdapat di kawasan GPP Padaido Atas. Tipe kedua adalah pulau-pulau atol yaitu pulau-pulau karang yang berbentuk cincin dimana pada bagian tengahnya terdapat lagoon. Pulau-pulau tipe ini terdapat di kawasan GPP Padaido Bawah. GPP Padaido terbentuk dari batuan induk kapur (karst) dan batu gamping koral (formasi mokmer). Dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya, pulau-pulau ini mengalami perubahan bentuk, bertambah tinggi pada salah satu bagian pulau atau seluruhnya, sebagai akibat dari aktivitas tektonik yang mengangkat batuan penyusun pulau-pulau tersebut. Hal ini terjadi pada pulau-pulau, seperti Samakur, Pakreki, Yumni, Warek, Mbromsi, Padaidori, Auki dan pulau-pulau karang kecil lainnya. GPP Padaido, Pulau Biak dan pulau-pulau lain di sekitarnya terletak pada jalur patahan (sesar) antara Lempeng Pasifik dan Lempeng Australia. Pergerakan salah satu atau kedua lempeng tersebut menimbulkan aktivitas tektonik, seperti pengangkatan batuan dan gempa. Hal ini menyebabkan kawasan ini dikategorikan sebagai kawasan rawan gempa. Aktivitas tektonik berupa gempa terjadi dan tercatat di sekitar kawasan Kepulauan Padaido dan Pulau Biak telah berlangsung dalam 3 periode waktu, yaitu periode 1965–1970, 1970-1980 dan 1980-1996. Pada periode 1965-1970 tercatat satu gempa dengan kekuatan 6 skala Reichter yang berpusat di dekat Pulau Padaidori pada kedalaman < 120 km. Pada periode 1970-1980 terjadi beberapa kali gempa pada pusat yang sama dengan kekuatan antara 5-6 skala Reichter. Gempa dengan kekuatan sekitar 8 skala Reichter terjadi dua kali dengan pusat di Pulau Yapen pada kedalaman < 120 km. Satu kali gempa berpusat antara Pulau Yapen dan Pulau Biak dengan kekuatan 5-6 skala Reichter. Pada periode 1980-1995 tidak banyak terjadi gempa yang berpusat di sekitar Pulau Biak tetapi di Pulau Irian (Soehaimi, et al., 1999). Pada tahun 1996, terjadi gempa di sekitar Pulau Biak dan kawasan sekitarnya. Gempa ini menimbulkan tsunami (gelombang pasang) yang sangat dashyat terutama COREMAP
21
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
pada bagian timur sampai utara Biak dan Kepulauan Padaido (Koswara, 1998). Di kawasan GPP Padaido, karena posisinya yang relatif berhadapan langsung dengan Samudera Pasifik dan berada antara Pulau Biak dan Pulau Yapen dimana arus yang melaluinya relatif besar jangkauan gelombang ke daratan mencapai 100 – 300 meter dengan ketinggian mencapai 1-2 meter. Dataran rendah dari pulau-pulau tersebut tertutup air selama beberapa waktu. Gempa tersebut telah menimbulkan kerusakan sumber daya alam, kerugian material dan korban manusia.
3.3.2 Tanah Tanah di Pulau-Pulau Padaido merupakan hasil lapukan dari batuan kapur dan gamping koral serta lapukan tumbuh-tumbuhan. Jenis tanah yang berkembang di Kepulauan Padaido terdiri atas 4 (empat) jenis (Kantor Pertanahan Kabupaten Biak Numfor, 1995), yaitu : 1) Jenis tanah Regosol. Jenis tanah berwarna coklat kelabu, bertekstur pasir, struktur remah, mengandung fragmen batuan kapur dan sangat permeabel. pH tanah dari netral sampai sedikit basa. Konsistensi padat dan peka terhadap erosi dan kehilangan air. Jenis tanah ini memiliki tingkat kesuburan rendah sampai sedang dengan kandungan N rendah. Jenis tanah ini tersebar di pulau-pulau Wundi, Nusi, Pai, Auki, Padaidori, Pasi, Mbromsi, Mangguandi, Kebori, Rasi, Nukori, Dauwi, Wamsoi, Runi dan Workbondi. 2) Jenis tanah Mediteran Merah Kuning Jenis tanah ini berwarna merah sampai merah kecoklatan, bertekstur geluh lempung dan berstruktur gumpal. Konsistesinya gembur teguh dan kadar bahan organik rendah. PH tanah netral dan cenderung ke basa. Jenis tanah ini memiliki tingkat kesuburan rendah sampai sedang dan tergantung pada bahan organik. Jenis tanah ini terdapat di pulau-pulau Mbromsi dan Padaidori. 3) Jenis tanah Rendzina Jenis tanah ini berwarna coklat sampai merah coklat dan bercampur batuan. Horison paling bawah lebih gembur, berbatu kapur napal dan lebih gembur. Lapisan humus tanah ini tipis. Tingkat kesuburannya rendah sampai sedang tergantung pada jenis vegetasi penutupnya. Jenis tanah ini dapat ditemukan pada pulau-pulau Auki, Mbromsi, Padaidori, Pasi dan Mangguandi. COREMAP
22
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
4) Jenis tanah Sulfat Masam (Sulfaquent) Jenis tanah ini berwarna kelabu yang berasal dari bahan induk Aluvium dengan relief
datar,
bertekstur
lempung
berpasir,
berstruktur
berbutir
tunggal,
berkonsistensi gembur, teguh dan sedikit lekat. PH tanah berkisar asam sampai sangat masam dan mempunyai kandungan Sulfida yang cukup tinggi terutama pada kedalaman 40-80 cm atau lebih dangkal. Lapisan ini harus teremdam air untuk mencegah teroksidasinya Sulfida menjadi Sulfat yang dapat mematikan tanaman. Tingkat kesuburan tanah ini rendah sampai sedang. Jenis tanah ini dapat dijumpai pada pulau Auki dan Mangguandi.
3.3.3 Air Tanah Air tanah merupakan sumberdaya air utama dan sangat penting di GPP Padaido dalam menunjang kehidupan penduduk untuk memenuhi berbagai kebutuhan, seperti rumah tangga, industri rumah tangga dan perkebunan. Di pulau-pulau berpenduduk, penduduk memanfaatkan air tanah melalui sumur gali baik yang digali sendiri oleh masyarakat maupun melalui bantuan projek pemerintah. Sumur gali di GPP Padaido berdasarkan penggunaannya, dibedakan atas 2 (dua) tipe yaitu : 1) Sumur Air Minum Sumur ini diperuntukkan sebagai sumber air minum oleh penduduk desa/pulau. Letaknya agak jauh dari pantai ke arah hutan. Kedalaman sumur berkisar antara 1 – 2 meter, rata-rata 1.5 meter, dan berdimeter 1 meter. Kualitas airnya masih baik dan layak diminum. Tinggi permukaan air relatif tetap dan tidak terpengaruh oleh gerakan pasang-surut air laut. 2) Sumur MCK Sumur ini diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga (mandi, cuci dan kakus), industri (minyak kelapa) dan pertanian (tanaman pekarangan). Sumur ini dibangun melalui proyek pemerintah dan terletak dalam area pemukiman penduduk serta relatif tidak jauh dari pantai. Kedalaman sumur 1 – 2 meter dan berdiamter 1,5 meter. Air sumur ini telah tercampur air laut. Tinggi permukaan air sumur sangat tergantung pada kondisi pasang-surut air laut. Bila air laut sedang pasang permukaan air sumur relatif tinggi. Demikian sebaliknya bila air laut sedang surut permukaan air sumur akan menurun pula.
COREMAP
23
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
3.3.4 Vegetasi Vegetasi darat di GPP Padaido terdiri atas hutan pesisir, hutan primer/sekunder, semak belukar dan kebun rakyat. Hutan pesisir dijumpai di pesisir pantai dan didominasi oleh pohon kelapa (Cocos nucifera). Di Pulau Samakur, Pulau Yeri dan Pulau Rasbar, pohon kelapa tidak ditemukan, sedangkan pada Pulau Urev dan Pulau Mansurbabo, pohon kelapa hanya beberapa pohon. Karena letaknya di daerah pesisir, pohon kelapa banyak yang tumbang karena proses abrasi pantai Vegetasi besar, tanaman perdu, rerumputan pantai dan semak belukar dari hutan pesisir adalah Butong (Barringtonia asiatica), matoa (Pometia coreacea), bintanggur (Calophyllum inophyllum), pinang (Areca catechu), waru laut (Hibiscus tiliaceus), mengkudu (Morinda citrifolia), pandan (Pandanus odoratissima dan P. tectorius), kranji (Pongamia pinnata), Jarag (Ricinus communis), Ketapang (Terminalia catappa), sukun (Artocarpus sommunis), cemara laut (Casuarina equisetifolia), beringin (Ficus spp), kayu besi (Intsia bijuga), nas (Hablolobus floribundus), bram (Urandra brassii), kayu hitam (Diosspyros spp), kayu lawang (Cinnamomum spp), biduri (Calotropis gigantea), lamtoro (Leucaena glauca), mangga brabu (Cerbera manghas), tuba laut (Derris trifoliata), basang siap (Finlaysonia maritima), katangkatang (Ipomoea pes-caprae), ceplukan (Passiflora foetida), bakung-bakung (Scaevola taccada), gelang laut (Sesuvium portulacastrum) dan sernai (Wedelia biflora). Hutan ini sudah jarang ditemukan di pulau-pulau, seperti Wundi, Nusi dan Yeri. Hutan tropis dataran rendah yang didominasi pohon dengan tinggi > 30 meter dan tumbuhan bawah masih dijumpai di beberapa pulau seperti Pulau Pakreki dan Pulau Samakur. Hutan ini merupakan hutan primer, sedangkan hutan sekunder dan semak belukar masih dijumpai di Pulau Auki, Pulau Padaidori, Pulau Mbromsi, Pulau Pasi, Pulau Pai dan Pulau Mangguandi. Kayu besi, bintanggor dan beringin tumbuh dengan baik di hutan sekunder maupun primer. Selain tanaman kelapa, tanaman budidaya yang ditemukan di GPP Padaido adalah pisang (Musa paradisiacea), ubi jalar (Ipomoea batatas), jambu air (Colocasia esculenta), pepaya (Carica papaya), singkong
(Manihot uttilissima), keladi
(Colacasia esculenta), kangkung (Ipomoea aquatica), sirih (Piper betel), dan katuk (Sauropus androgynus). Tanaman budidaya diusahakan untuk konsumsi keluarga.
COREMAP
24
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
3.3.5 Fauna Jenis-jenis fauna yang ditemukan di GPP Padaido dibedakan atas fauna yang hidup bebas dan yang dilindungi oleh negara serta hewan yang diternakan. Jenis-jenis burung yang hidup bebas adalah kakatua putih jambul kuning (Cacatua galerita), nuri kepala hitam (Chalcopsitta atre), nuri merah (Charmosyna placentis), jalak ekor panjang (Aplanis magna brevicauda), dara laut (Heliaeetue leucogaster), camar laut (Sterna hirundo), elang laut (Pandion haliaetus), bangau (Engretta sacra), kelelawar (Dobsonia peroni), bebek laut (Esacus magnirostris), sirip gunting (Sterna albifrons), betet raja ambon (Alisterus amboinensis), merpati hutan (columba domestica), kumkum hitam (Dudula pinon) dan burung malam (Caprimulgus spp). Menurut penduduk, ular, babi hutan, kuskus dan ketam kenari masih dijumpai di Pulau Pakreki. Di Pulau Samakur, vegetasi hutan dihuni oleh burung camar, sirip gunting dan kelelawar. Satwa burung-burung ini menempati vegetasi hutan secara bergantian. Saat menjelang malam, kelelawar keluar dari hutan pulau dan tempatnya ditempati oleh burung-burung camar dan sirip gunting. Demikian pula saat menjelang pagi, ketika burung-burung keluar dari sarangnya, tempatnya kemudian ditempati oleh kelelawar. Pemandangan ini sangat menarik sehingga pulau ini dilindungi dan dijadikan salah satu tujuan wisata alam oleh masyarakat. Karena daya dukung lahanndaratan terbatas, jenis-jenis hewan yang diternak tidak beragam. Umumnya hewan yang diternak oleh penduduk adalah ayam kampung, itik manila dan babi. Selain dimanfaatkan oleh keluarga, hewan ternak dijual pada waktu-waktu tertentu untuk meningkatkan pendapatan keluarga. 3.4 Lingkungan Biofisik Perairan 3.4.1 Batimetri GPP Padaido merupakan gugusan pulau-pulau kecil yang terletak di sebelah timur-tenggara pulau Biak. Gugusan pulau ini dikelilingi oleh laut yang relatif dalam, berkisar antara 100 sampai diatas 1200 meter. Kedalaman di atas 500 meter berada di bagian utara, selatan dan timur. Namun demikian, 90% kedalaman perairan berada dibawah 500 meter (Gambar 5). Jarak ke arah laut dalam sangat pendek dari batas luar rataan terumbu dan pada beberapa pulau tertentu topografi pantainya langsung curam mencapai kedalaman > 200 meter. Perairan dangkal, umumnya, terdapat di sekitar rataan terumbu, pesisir pulau dan perairan lagoon dengan kedalaman perairan berkisar antara 1 sampai 25 meter. COREMAP
25
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
1°5'00" L S
BA T I ME T R I KEPULAUAN PADAIDO DISTRIK PADAIDO U
karang Wundumimas
Padaidori Yeri
0
Kepulauan Padaido
Auki
Workbondi Pakreki
karang Urbinai
Pasi lW un di
Lamu n Rat aan Teru mbu
283 - 377 m 377 - 471 m
Pasir
471 - 565 m 565 - 659 m 659 - 753 m
Nukori Dauwi
Nusi
Wamsoi Runi
Mangguandi Mansurbabo
Bat ime tri
Lua s ( ha)
1 - 95 m
261 61. 498 0
189 - 283 m 283 - 377 m
361 14. 149 0 216 17. 147 0
377 - 471 m 471 - 565 m
200 59. 456 0 991 6.2 120
565 - 659 m 659 - 753 m
883 6.9 210 169 .32 30
95 - 1 89 m
314 18. 017 0
Kebori PETUNJUK LETAK PETA
Gosong karang
0
0°30'
go on La
Urev
189 - 283 m
1°16'00" L S
Warek
95 - 189 m
Pulau
Kawasan Penelit ian
Samakur
a to
Rarsbar
1 - 95 m
Lagun
Yumni
Wundi
Batimetri
Karang Dalam
Mbromsi
karang Insarorki
10
Keterangan :
1°10'30" L S
Pai
5 Ki l om e t e r
karang Kasinampia
30
60
Kilometer Pulau Bi ak
Rasi 1°00'
Kabuapat en Bi akN umf or
Dis t r i kPad aido
Selat Yapen
136°00'
136°30'
e la S t Y a p e n
3°00'
WILAYAH YANG DIPE TAKAN PROV N I SI PAPU A
6°00'
1°21'30" L S
0°00'
135°30'
u la P u Ba i k a b K u a pa t n e B a i k N u fm ro is tr k D i a P d a id o
0
300 Kilometer 133°00'
136°16'30" BT
136°22'00" BT
136°27'30" BT
136°33'00" BT
600 136°00'
139°00'
136°38'30" BT
Gambar 5. Profil Batimetri Gugusan Pulau-Pulau Padaido 3.4.2 Suhu, Salinitas dan Kecerahan Perairan Suhu air merupakan faktor yang banyak mendapat perhatian dalam kajian-kajian kelautan. Data suhu air dimanfaatkan bukan saja untuk mempelajari gejala-gejala fisika di dalam laut tetapi juga berkaitan dengan kehidupan hewan dan tumbuhan. Suhu air di permukaan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi. Faktor-faktor meteorologi yang berperan adalah curah hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas radiasi matahari (Nontji, 2002). Suhu permukaan di perairan GPP Padaido berkisar antara 28 – 30oC. Pada kedalaman 50 meter suhu berkisar antara 26 - 28 oC dan < 22 oC pada kedalaman 100 m (Hutahaean, et al., 1995). Selama penelitian suhu permukaan berkisar pada nilai 29 – 300C. Salinitas adalah jumlah berat semua garam (dalam gram) yang terlarut dalam satu liter air. Faktor-faktor yang mempengaruhi salinitas adalah pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai. Salinitas permukaan perairan GPP Padaido berkisar pada nilai 27 - 34.5 ppm. Pada kedalaman 25 m salinitas berkisar antara 34 – 35 ppm tetapi mencapai nilai > 35 ppm pada kedalaman 50 – 100 meter (Hutahaean, et al., 1995). Selama penelitian, salinitas permukaan perairan berkisar pada nilai 34 ppm, sedangkan kecerahan perairan berkisar pada nilai > 15 meter.
COREMAP
26
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
3.4.3 Gelombang dan Arus Gelombang yang terjadi di laut umumnya disebabkan oleh hembusan angin. Besar kecilnya gelombang disebabkan oleh 3 (tiga) faktor, yaitu: kuatnya hembusan angin, lamanya hembusan dan jarak tempuh angin (Nontji, 2002). Tinggi gelombang laut di perairan GPP Padaido berkisar antara 1.12 – 1.21 meter. Gelombang tinggi biasanya terjadi pada bulan Mei dan Juli, sedangkan gelombang rendah terjadi pada bulan September dan Maret (Direktorat Jenderal PHPA, 1998). Arus merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang disebabkan oleh tiupan angin, perbedaan dalam densitas air laut atau pasang surut (Nontji, 2002). Pada bulan Februari sampai Juli arus permukaan bergerak ke timur dengan kecepatan antara 18 – 38 cm/det. Pada bulan Agustus sampai Januari kecepatan arus berkisar antara 24 – 75 cm/det dengan arah ke barat. Kecepatan arus pada bulan-bulan tersebut tergolong kuat (Direktorat Jenderal PHPA, 1998).
3.4.4 Pasang Surut Pasang surut (pasut) adalah proses naik turunnya muka laut secara berirama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan dan matahari (Nontji, 2002). Dilihat dari pola gerakan muka lautnya, pasang surut di Indonesia dibagi menjadi empat jenis,yaitu pasang surut harian tunggal (diurnal tide), harian ganda (semidiurnal tide), campuran yang condong ke harian tunggal dan campuran yang condong ke harian ganda. Jenis pasang surut yang terjadi di perairan GPP Padaido adalah campuran harian ganda, yang berarti setiap hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang berbeda dalam tinggi dan waktunya (Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL, 2003). Surut terendah terjadi pada bulan-bulan Juni, Nopember dan Desember, sedangkan pasang tertinggi terjadi pada bulan Mei. Rata-rata perbedaan pasang tertinggi dan surut terendah adalah 1.5 2 meter.
3.4.5 Kimia Perairan Kimia perairan merupakan salah satu unsur lingkungan perairan yang menunjang proses kehidupan di laut. Kondisi umum parameter kimia lingkungan perairan GPP Padaido adalah sebagai berikut: Pada lapisan permukaan sampai kedalaman 100 m kandungan oksigen terlarut berkisar pada nilai 6.76 mg/l sampai 3.39 mg/l. Konsentrasi fosfat berkisar pada nilai 0.210 sampai 0.936 μgat/l. COREMAP
27
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
Konsentrasi nitrat berkisar pada nilai 0.460 μgat/l sampai 3.450 μgat/l. Nilai konsentrasi fosfat dan oksigen terlarut cenderung menurun dengan bertambahnya kedalaman sedangkan nilai konsentrasi nitrat justru meningkat pada kedalaman 50 meter (Hutahaean, et al., 1995). Selama penelitian, kandungan oksigen terlarut berkisar pada nilai 6,8-9,1 mg/l, konsentrasi BOD5 berkisar pada nilai 6,8-9,8 mg/l, konsentrasi COD berkisar pada nilai 12,82-23,02 mg/l, Phosphat berkisar pada nilai 0,001-0,013 mg/l, Nitrit berkisar pada nilai 0,003-0,009 mg/l, Nitrat berkisar pada nilai 0,044- 0,111 mg/l, dan konsentrasi Amonia berkisar pada nilai 0,027-0,087 mg/l.
3.4.6 Terumbu Karang Terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem yang khas di daerah tropis. Selain mempunyai produktivitas organik yang tinggi, ekosistem ini memiliki keanekaragaman biota yang berasosiasi dengannya. Komponen biota terpenting di suatu terumbu karang ialah hewan karang batu (stony coral) yaitu hewan yang tergolong scleractinia yang kerangkanya terbuat dari bahan kapur. Selain memiliki nilai keindahan (estetika) dan fungsi sebagai pelindung pantai, terumbu karang menghasilkan berbagai produk yang mempunyai nilai ekonomi penting, seperti berbagai jenis ikan karang, udang karang, rumput laut, teripang dan jenis-jenis moluska terutama kerang mutiara. Formasi terumbu karang pada umumnya dibagi atas 4 golongan yakni: terumbu karang pantai (fringing reef), terumbu karang penghalang (barrier reef), terumbu karang yang bentuknya melingkar seperti cincin (Atol) dan terumbu karang gosong (terumbu karang yang tumbuh dan berkembang dari dasar laut yang belum mencapai permukaan). Penelitian terumbu karang di GPP Padaido telah dilakukan oleh berbagai pihak baik pemerintah, perguruan tinggi maupun masyarakat (lembaga swadaya masyarakat) selama 6 tahun terakhir dengan skala dan kepentingan yang berbeda-beda. Dari penelitian-penelitian tersebut diketahui bahwa GPP Padaido memiliki 4 bentuk terumbu karang yaitu terumbu karang pantai, terumbu karang penghalang, terumbu karang atol dan terumbu karang gosong. Atol hanya terdapat di GPP Padaido Bawah yaitu atol Wundi. Terumbu karang penghalang hanya terdapat di GPP Padaido Atas yaitu dekat pulau Runi. Terumbu karang tepi terdapat di perairan pesisir pulau-pulau,
COREMAP
28
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
sedangkan terumbu gosong terdapat baik GPP Padaido Bawah maupun GPP Padaido Atas. Karang batu memiliki keragaman jenis yang cukup tinggi, yaitu terdiri dari kurang lebih 90 jenis yang tergolong dalam 41 genera dan 13 famili serta beberapa jenis karang lunak yaitu Sinularia polydactil, Sarcophyton trocheliophorum, Labophytum strictum dan L. Crassum. Jenis-jenis karang batu yang dominan adalah Faviidae, Fungidae, Pociloporidae dan Acroporidae (Suharsono dan Leatemia, 1995; Sapulette dan Peristiwady, 1994; Wouthuyzen et al., 1995; Novaczek, 1997). Bila dilihat dari bentuk pertumbuhan, prosentase tutupan karang hidup di GPP Padaido Bawah berkisar antara 0 – 67.0 % pada kedalaman 3 m dan 0 – 25.9 % pada kedalaman 10 m. Di GPP Padaido Atas berkisar pada nilai 13.7 – 70.7 % pada kedalaman 3 m dan 9.6 – 66.7 % pada kedalaman 10 m (Souhoka dan Lorwens, 2001; COREMAP 2001; COREMAP, 2003; serta Yayasan Terangi dan Lipi Biak, 2000). Gambar 6. Kondisi Karang di GPP Padaido.
1°5'00" L S
KONDISI KARANG KEPULAUAN PADAIDO DISTRIK PADAIDO
Bia k
U
karang Wund umimas
# Pada idori
#
Yeri K ecil
karang Kasinampia
#
1°10'30" L S
Yeri
0
#
karang Insarorki
Mbr omsi
Pa i
Yumni
Pa kre ki Pu
#
la u
# g ran ka
Pulau Karang
#
#Rar sbar
Pasi
#
#
Wundi
g ran ka
#
#
uan di Mangg
au P ul
1°16'00" L S
Pulau Karang
Da uwi
Nusi Urev
% Karang Mati (KM)
Samakur Nukor i
# Mansurbabo
% Karang Mati dengan Algae (KMA)
karang Urbinai
#
#Wurki
% Karang Hidup (KH)
Wor kbondi
#
#
Auki
#
#
Wam soi
Runi
#
Ke bor i PE TUNJU K LETAK PETA
#
gosong W ararasowe
10
KETER A N GAN
0
0°30'
# #
5 Ki l o m e t e r
#
30
60
Kilometer Pula u Bi ak
Rasi 1°00'
Kabuapat en Bi akN umf or
karang Mansawayomni
Dis t r i kPad aido
Selat Yapen
136°00'
136°30'
e la S t Y a p e n
3°00'
WILAY AH Y ANG DIPE TAKAN PROV IN SI PAPU A
6°00'
1°21'30" L S
0°00'
135°30'
u la P uB a i k K b a ua p a t n e B a i k N u fm ro is tr ik a D P d a id o
0
300 Kilo meter 133°00'
136°16'30" BT
136°22'00" BT
136°27'30" BT
136°33'00" BT
600 136°00'
139°00'
136°38'30" BT
3.4.7 Ikan Karang Ikan karang merupakan salah satu sumberdaya hayati yang menghuni terumbu karang. Ikan karang umumnya dikelompokkan atas tiga kelompok besar, yaitu ikan terget (konsumsi), ikan indikator dan ikan mayor (lainnya). Ikan target adalah jenisjenis ikan karang yang dikelompokkan sebagai ikan konsumsi/pangan karena COREMAP
29
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
memiliki nilai ekonomis. Jenis-jenis ikan ini berasosiasi dengan perairan terumbu karang. Termasuk dalam kelompok ini adalah jenis-jenis ikan Acanthuridae, Caesionidae,
Carangidae,
Lutjanidae,
Mullidae,
Ephipidae,
Haemullidae,
Nemipteridae,
Scaridae,
Kyphosidae,
Serranidae,
Lethrinidae,
Siganidae
dan
Sphyraenidae. Di GPP Padaido ditemukan kurang lebih 101 jenis di GPP Padaido Bawah dan 127 jenis di GPP Padaido Atas (Hukom, et al., 2001 dan COREMAP, 2001 dan COREMAP, 2003). Ikan indikator adalah jenis-jenis ikan karang yang berasosiasi sangat erat dengan terumbu karang. Keberadaan jenis-jenis ikan ini digunakan sebagai indikator untuk mempelajari kondisi terumbu karang. Termasuk dalam jenis ini adalah jenis ikan-ikan Chaetodontidae. Di perairan terumbu karang GPP Padaido ditemukan kurang lebih 34 jenis di GPP Padaido Bawah dan 29 jenis di GPP Padaido Atas (Hukom, et al., 2001; COREMAP, 2001 dan COREMAP, 2003). Ikan mayor adalah jenis-jenis ikan yang tidak termasuk dalam kedua kelompok di atas dan belum diketahui peranan utamanya dalam rantai makanan di alam. Ikanikan ini berukuran kecil dan sebagian besar tergolong ikan hias. Termasuk dalam kelompok ini adalah jenis-jenis ikan Apogonidae, Aulostomidae, Balistidae, Blennidae,
Cirrhitidae,
Monacanthidae,
Diodontidae,
Ostraciidae,
Gobiidae,
Pinguipedidae,
Holocentridae,
Pomacanthidae,
Labridae,
Pomacentridae,
Pseudochromidae, Terodontidae dan Zanclidae. Di Perairan GPP Padaido terdapat kurang lebih 151 jenis di GPP Padaido Bawah dan 185 jenis di GPP Padaido Atas (Hukom, et al., 2001; COREMAP 2001 dan COREMAP 2003). Gambar 7. Kondisi Ikan Karang di GPP Padaido 1°5'00" L S
KONDISI IKAN KARANG KEPULAUAN PADAIDO DISTRIK PADAIDO
Biak
U karang Wund umimas
# Padaidori
#
Yeri Kecil
karang Kasinampia
#
1°10'30" L S
Yeri
0
# karang Insarorki
Kelompok Ikan Major
Mbromsi
Pai
Yumni
Wor kbondi
#
# Pakreki
Pu
#
la u
#
#
Pasi
#
Pulau Karang
#
g ran ka
#
#
uan di Mangg
au P ul
Dauwi
Nusi Urev
# Mansur babo
Kelompok Ikan Indikator
Samakur Nukor i
#Wur ki
Kelompok Ikan Target
karang Urbinai
#
Wundi
1°16'00" L S
g ran ka
Pulau Karang
#Rarsbar
#
#
Wamsoi
Runi
#
Kebor i
PETUNJUK LETAK PETA
#
gosong W ararasowe
10
0
0°30'
# # Auki
5 Ki l o m e t e r
K ET E R AN G AN
#
30
60
Kilo meter Pula u Bi ak
Rasi 1°00'
Kabuapat en Bi akN umf or
karang Mansawayomni
Dis t r i kPad aido
Selat Yapen
136°00'
136°30'
3°00'
WILAYAH YANG DIPE TAKAN PROV IN SI PAPU A
6°00'
1°21'30" L S
0°00'
135°30'
P la u uB a i k a b K ua p a t n e Ba i k N u fm ro is tr k D i a P d a id o
e la S t Y a p e n
0
300 Kilometer 133°00'
136°16'30" BT
136°22'00" BT
136°27'30" BT
136°33'00" BT
COREMAP
600 136°00'
139°00'
136°38'30" BT
30
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
Hasil tangkapan utama masyarakat GPP Padaido adalah ikan karang yang dipasarkan ke pasar Bosnik dan Biak. Ikan karang terdiri atas ikan hias dan ikan target (konsumsi). Penangkapan ikan karang masih menggunakan cara dan alat yang sederhana. Pancing, jaring insang, tombak dan panah merupakan alat penangkapan utama. Penangkapan ikan dengan cara pemboman dan pembiusan masih dilakukan oleh sebagian kecil masyarakat. Tempat-tempat bekas pemboman ikan dapat dikenali dengan mudah di sekitar terumbu karang.
3.4.8 Rumput Laut Rumput laut merupakan alga berukuran besar (makroalga) yang hidup menancap atau melekat pada dasar laut yang keras, seperti karang mati atau fragmen karang yang bercampur dengan pasir. Rumput laut dikelompokkan dalam tiga kelas yakni Chlorophyceae (alga hijau), Phaeophyceae (alga coklat) dan Rhodophyceae (alga merah). Rumput laut telah dimanfaatkan dan dikembangkan secara luas dalam berbagai industri, seperti industri makanan, obat-obatan, farmasi, kosmetik, bioteknologi dan mikrobiologi (Chapman, 1949; Okazaki, 1973; Atmadja, et al, 1990). Di GPP Padaido, rumput laut tumbuh dan berkembang dengan luas karena tersedia substrat keras, seperti karang mati dan framen-fragmen karang. Kurang lebih 58 jenis rumput laut ditemukan di GPP Padaido dimana 11 jenis bernilai ekonomis penting, seperti jenis Euchema, Gracilaria, Hypnea, Laurencia, Gelidiella, Halimenia, Caulerpa, Codium, Chaetomorpha, Sargassum dan Turbinaria (Papalia, 2001). Di Pulau Wundi dan Pulau Nusi rumput laut telah dibudidayakan oleh masyarakat yaitu jenis Euchema spinosum dan E. Cotinii. Usaha ini kurang berkembang karena kendala pemasaran dan kepastian harga.
3.4.9 Moluska, Echinodermata dan Krustasea Moluska adalah hewan bertubuh lunak yang terdiri atas lima kelas besar yakni Amphineura, Gastropoda, Pelecypoda, Cephalopoda dan Scaphopoda. Dari kelima kelas tersebut hanya tiga yang memiliki nilai ekonomis penting, yaitu Gastropoda (jenis-jenis keong), Pelecypoda (jenis-jenis kerang) dan Chepalopoda (cumi-cumi, sotong dan gurita). Ketiga jenis ini ditemukan di GPP Padaido dan merupakan jenis yang selalu ditangkap oleh masyarakat. Daging moluska diambil dan dipasarkan ke COREMAP
31
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
pasar Bosnik baik dalam bentuk segar maupun asapan. Cangkang moluska belum dimanfaatkan dan dibuang di pesisir pantai sehingga membentuk kelompok tumpukan-tumbukan besar. Bila tidak dikelola dengan baik, stok moluska di perairan GPP Padaido akan berkurang dan mungkin dapat punah. Hal ini telah terjadi pada jenis-jenis kerang tertentu, seperti kerang Anadara spp yang saat ini sulit ditemukan. Echinodermata adalah hewan-hewan laut berkulit duri. Hewan-hewan ini terbagi dalam lima golongan utama yakni teripang (Holothuroidea), bintang laut (Asteroidea), bintang ular (Ophiuroidea, bulu babi (Echinoidea) dan lili laut (Crinoidea). Hewan-hewan ini dijumpai di perairan pantai sekitar terumbu karang GPP Padaido. Teripang merupakan jenis echinodermata bernilai ekonomis penting. Teripang pasir (Holothuria scabra) dan teripang nanas (Stichopus ananas) merupakan contoh teripang yang dipasarkan oleh masyarakat. Di Pulau Mangguandi, konservasi teripang dilakukan masyarakat dengan cara sasisen, yaitu melarang pengambilan teripang untuk jangka waktu tertentu ( enam bulan sampai satu tahun). Krustase merupakan hewan-hewan berkulit keras. Udang karang (Panulirus spp), rajungan (Portunus spp) dan kepiting bakau (scylla serrata) merupakan jenisjenis krustase yang umum ditemukan di GPP Padaido. Hewan-hewan ini ditangkap pada malam hari dengan alat yang sederhana. Selain di makan, udang karang dan kepiting dijual di pasar Bosnik atau restoran di kota Biak. Kepiting bakau mendiami habitat hutan mangrove, seperti di Pulau Padaidori dan Auki. Udang karang umumnya mendiami habitat terumbu karang. Jenis-jenis udang karang yang umum tertangkap adalah udang barong (Panulirus versicolor), Udang pantung (Panulirus homarus), udang bunga (Panulirus longipes) dan udang jaka (Panulirus penicillatus). Di pulau Mangguandi konservasi udang karang dilakukan dengan cara sasisen di seluruh pulau.
3.4.10 Ikan Pelagis Ikan pelagis adalah kelompok ikan yang mendiami suatu lapisan pelagis, yaitu lapisan air yang masih dapat dicapai oleh sinar matahari. Pada kondisi cuaca baik, kedalaman lapisan ini mencapai kedalaman 200 meter. Berdasarkan ukuran, ikan pelagis dibedakan atas ikan pelagis kecil dan besar. Ikan pelagis besar adalah ikan pelagis yang berukuran besar, seperti ikan cakalang (Katsuwonus pelamis), tongkol (Euthynnus affinis), Tenggiri (Scomberomorus spp), layar (Istiophorus spp) dan jenisjenis ikan tuna. Ikan pelagis kecil adalah ikan pelagis yang berukuran kecil, seperti COREMAP
32
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
ikan kembung (Rastrelliger spp), kawalinya (Selar spp), momar (Decapterus spp), make (Sardinella spp) dan teri (Stolephoruss spp). Di GPP Padaido, ikan pelagis berpotensi untuk dikembangkan dimasa-masa mendatang sebagai salah satu sumber pendapatan masyarakat selain ikan karang. Di pasar Bosnik ikan pelagis yang banyak dipasarkan adalah ikan cakalang. Perairan yang menjadi daerah penangkapan ikan pelagis adalah perairan sekitar pulau Pakreki, pulau-pulau Dauwi dan perairan perbatasan (barat, timur, utara dan selatan).
3.4.11 Lamun Lamun merupakan tumbuhan berbunga yang beradaptasi hidup terbenam dalam laut. Tumbuhan ini terdiri atas akar, daun dan tangkai-tangkai merayap (rhizome). Lamun hidup pada perairan dangkal yang agak berpasir dan sering dijumpai di terumbu karang pula. Pada tempat yang terlindung lamun berkembang dengan baik dan menutupi suatu kawasan yang luas sehingga membentuk padang lamun. Di perairan pantai GPP Padaido lamun ditemukan pada hampir semua pulau kecuali pulau Pakreki, Yumni, Warek, Workbondi dan Samakur. Pada tempat-tempat yang agak terlindung, lamun tumbuh dengan lebat dan membentuk suatu padang lamun yang luas. Keadaan ini ditemukan pada pulau Auki bagian selatan, pulau Pai bagian barat, bagian barat pulau Wundi, bagian barat pulau Nusi, bagian barat dan timur pulau Padaidori dan bagian barat dan timur pulau Mangguandi dan pulau-pulau lain. Lamun yang ditemukan di GPP Padaido berjumlah sembilan jenis, yaitu Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Cymodocea serrulata, C. Serullata, Halodule universis, H. Pinifolia, Halophila ovalis, H. Spinulosa, dan Syringodium isoetifolium, Kondisi lamun di Pulau-Pulau Padaido relatif masih baik. Namun di beberapa pulau, seperti Auki dan Padaidori (depan desa) lamun dicabut dari substratnya untuk memberi arah masuk bagi perahu-perahu bermotor yang menuju pantai desa.
3.4.12 Mangrove Mangrove merupakan tipe tumbuhan/hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove sering pula disebut sebagai hutan pantai, hutan pasang surut, hutan payau atau hutan bakau. Di GPP Padaido, mangrove terdapat di Pulau Padaidori (bagian COREMAP
33
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
barat dan timur) dan Pulau Auki (bagian selatan). Dalam kumpulan kecil, mangrove terdapat di pulau Wundi, Yeri, Pasi (bagaian barat laut) dan pulau Mangguandi (bagian barat). Mangrove yang ditemukan di GPP Padaido berjumlah tujuh jenis, yaitu Bruguiera gymnorrhiza, Rhizophora apiculata, R. Stylosa, Sonneratia alba, Ceriops tagal, Lumnitzera littorea, dan Avicenia alba. Hutan mangrove di pulau Padaidori mengalami kerusakan berat ketika terjadi tsunami di kawasan ini pada tahun 1996. Jenis mangrove yang rusak/mati adalah Bruguiera gymnorrhiza yang telah berumur puluhan tahun. Kematian mangrove jenis tersebut disebabkan oleh ketidakmampuan jenis beradaptasi dengan keberadaan air laut yang mencapai habitatnya dan terjebak untuk jangka waktu yang lama.
3.5 Lingkungan Sosial, Ekonomi dan Budaya 3.5.1 Kependudukan Berdasarkan sensus pertanian tahun 2003, jumlah penduduk GPP Padaido sebanyak 3.975 jiwa dengan jumlah keluarga sebesar 975 keluarga yang tersebar di 19 desa dalam 8 pulau. Penduduk laki-laki sebanyak 2.097 jiwa dan perempuan sebesar 1.978 jiwa. Distribusi penduduk berdasarkan desa dan pulau disajikan pada Tabel 10. Berdasarkan tingkat pendidikan, penduduk GPP Padaido yang tamat sekolah menengah umum (SMU) sebesar 9.71%, yang tamat sekolah menengah pertama sebesar 20.13% dan yang tidak tamat sekolah dasar (SD) sebesar 30.79%. Penduduk yang tidak sekolah sebesar 39.20% (Kabupaten Biak Numfor, 2001). Tabel 11. Kondisi Penduduk GPP Padaido, Distrik Padaido, Biak Numfor Penduduk No
Pulau
1
Auki
2
Wundi
3
Nusi
4
Pai
5
Padaidori
Desa Auki Sandidori Wundi Sorina Nusi Nusi Babaruk Pai Imbeyomi Sasari Mnupisen Yeri
Laki-Laki
Perempuan
130 58 154 83 167 140 157 97 147 51 59
108 50 129 80 156 89 122 78 170 56 57
COREMAP
Jumlah
Keluarga
238 108 283 163 323 229 279 175 317 107 116
59 38 70 36 71 55 69 43 79 29 34
34
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
6
Mbromsi
7
Pasi
8
Mangguandi
Nyansoren Saribra Mbromsi Karabai Pasi Samber Pasi Mangguandi Suprima
Jumlah
119 124 131 18 207 85 72 98 2097
130 106 121 14 178 77 75 82 1878
249 230 252 32 385 162 147 180 3975
61 49 63 16 87 35 36 45 975
Sumber : Hasil Sensus Pertanian Maret 2003, BPS Biak-Numfor.
3.5.2 Sarana Sosial Sarana sosial yang terdapat di GPP Padaido, Distrik Padaido, meliputi sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana peribadatan dan sarana perekonomian. Sarana pendidikan terdiri dari SD Impres sebanyak 2 bangunan terdapat di Pulau Nusi, SD Negeri sebanyak 1 bangunan terletak di Pulau Auki dan SD Swasta sebanyak 9 bangunan terletak di Pulau Wundi, Pulau Nusi, Pulau Pai, Pulau Mangguandi, Pulau Pasi, Pulau Mbromsi dan Pulau Padaidori. Ini menunjukkan bahwa di pulau-pulau berpenduduk terdapat satu sekolah dasar. Sekolah Menegah Pertama (SMP) negeri hanya terdapat di Pulau Mbromsi, sedangkan Sekolah Menegah Umum (SMU) tidak dijumpai di Distrik Padaido. Sarana kesehatan terdiri dari Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), Puskesmas Pembantu dan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Puskesmas sebanyak 2 bangunan terdapat di Pulau Wundi dan Pulau Pasi. Puskesmas pembantu sebanyak 2 bangunan, masing-masing terdapat di Pulau Mangguandi dan Pulau Padaidori, sedangkan Posyandu terdapat di seluruh kampung. Sarana peribadatan seperti gereja dijumpai di setiap pulau yang berpenduduk, sedangkan sarana peribadatan lain tidak ada. Jumlah gereja yang terdapat di Distrik Padaido sebanyak 12 bangunan. Sarana perekonomian yang ada di GPP Padaido berupa kios-kios penduduk. Kios-kios ini melayani kebutuhan utama penduduk, seperti supermie, rokok, gula, kopi, beras dan lain-lain. Paling sedikit terdapat satu kios di tiap desa/pulau yang berpenduduk.
COREMAP
35
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
Tabel 12. Tingkat Pendidikan Penduduk GPP Padaido, Distrik Padaido. Pulau
Tidak Sekolah
Kampung
Auki 112 Sandodori Wundi Wundi 138 Sorina Nusi 110 Nusi Nusi Babaruk 94 Pai Pai 145 Imbeyomi Meomangguandi Mangguandi 113 Supraima Samber Pasi 59 Pasi Pasi 129 Nyansoren 85 Mbromsi Mbromsi 101 Karabai Saribra 78 Mnupisen 79 Yeri Padaidori Sasari 114 Jumlah 1357 Prosentase 39.20% Sumber : Kabupaten Biak Numfor, 2001. Auki
Tidak Tamat SD
Tamat SMP
Tamat SMU
92
60
37
106
86
46
82 71
59 48
27 25
127
73
36
89
58
26
45 108 63
22 63 47
2 31 21
82
51
15
62
40
18
60
33
14
79 1066 30.79%
57 697 20.13%
28 336 9.71%
Selain sarana sosial tersebut di atas, terdapat sarana pariwisata dan sarana angkutan nelayan. Sarana pariwisata berupa pondok wisata sebanyak 3 bangunan terletak di pulau Wundi (1 bangunan) dan pulau Dauwi (2 bangunan). Sarana ini dikelola oleh masyarakat. Sarana angkutan umum, seperti kapal atau perahu motor yang melayani GPP Padaido dengan pulau Biak pergi-pulang belum tersedia. Penduduk GPP Padaido yang akan ke Biak menumpang perahu motor nelayan pada setiap hari pasar (selasa, kamis dan sabtu) dengan membayar sejumlah uang, rata-rata Rp 20.000 untuk pergipulang untuk GPP Padaido Bawah dan rata-rata Rp 40.000 untuk GPP Padaido Atas. Untuk keperluan mendesak ke GPP Padaido, orang menyewa perahu motor nelayan dengan ongkos sewa yang bervariasi, tergantung jarak yang dituju. Untuk pulau-pulau GPP Padaido Bawah biaya sewa rata-rata Rp.300.000-Rp.400.000 dan Rp.600.000 Rp.800.000 untuk GPP Padaido Atas. COREMAP
36
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
3.5.3 Perekonomian dan Industri Berdasarkan sensus pertanian 2003, perekonomian penduduk GPP Padaido berasal dari bidang pertanian, yaitu tanaman pangan, perkebunan, peternakan, dan perikanan (penangkap ikan dan budidaya rumput laut). Perekonomian sebagian besar penduduk bertumpu pada perikanan tangkap dan perkebunan (kelapa), sedangkan sebagian kecil berasal dari peternakan (babi, ayam kampung dan itik), pertanian tanaman pangan (ketela pohon dan umbi-umbian) dan budidaya laut (rumput laut). Hanya penduduk di Pulau Padaidori, Pulau Mbromsi dan Pulau Pasi yang berusaha di pertanian tanaman pangan, sementara penduduk di Pulau Wundi dan Pulau Nusi berusaha di perikanan budidaya laut (BPS Biak, 2003). Tabel 13. Keadaan Keluarga Pertanian GPP Padaido, Biak Numfor No
Pulau
1
Auki
2
Wundi
3
Nusi
4
Pai
5
Padaidori
6
Mbromsi
7
Pasi
8
Mangguandi Jumlah
Desa Auki Sandidori Wundi Sorina Nusi Nusi Babaruk Pai Imbeyomi Sasari Mnupisen Yeri Nyansoren Saribra Mbromsi Karabai Pasi Samber Pasi Mangguandi Suprima
Tanaman Pangan
Perkebu nan
Peterna kan
Penangkap ikan
Budidaya laut
26 25 26 12 14 21 27 151 15.49%
23 18 42 23 60 41 51 32 50 18 12 45 30 41 10 62 16 30 43 647 66.36%
8 8 7 6 14 10 10 11 13 11 10 12 12 7 4 20 7 8 5 183 18.77%
30 32 50 32 70 50 56 43 65 20 32 55 41 76 13 80 33 32 34 844 86.56%
14 15 17 46 4.72%
Sumber : Hasil Sensus Pertanian Maret 2003, BPS Biak-Numfor.
Sarana perikanan tangkap di GPP Padaido terdiri dari perahu tak bermotor dan perahu motor tempel. Perahu tak bermotor memiliki jumlah sebanyak 728 unit, sedangkan perahu motor temperl hanya 78 unit. Ini menunjukkan bahwa 90.3% rumah tangga nelayan masih tradisional. Alat penangkapan ikan yang umum digunakan COREMAP
37
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
adalah jaring insang (gill net), pancing (hook and line) dan alat tangkap lain (panah dan tombak) (Kabupaten Biak Numfor, 2002). Industri keluarga yang berkembang di GPP Padaido adalah minyak kelapa, ikan asin dan ikan asar/asap. Rata-rata setiap pulau memiliki 2 unit usaha dengan menyerap tenaga kerja rata-rata sebanyak 43 orang. Pada tahun 2000 nilai produksi industri keluarga sebesar Rp 289.945.000 (dua ratus delapan puluh sembilan juta sembilan ratus empat puluh lima ribu rupiah) (Kabupaten Biak Numfor, 2002). Tabel 14. Sarana Perikanan Tangkap di Kepulauan Padaido No
Pulau
Perahu Tak Perahu Motor Bermotor Tempel 1 Auki 67 8 2 Wundi 83 7 3 Nusi 114 9 4 Pai 85 9 5 Padaidori 82 11 6 Mbromsi 122 18 7 Pasi 106 10 8 Mangguandi 69 6 Jumlah 728 78 Sumber : Kabupaten Biak Numfor, 2002.
Jumlah 75 90 123 94 93 140 116 75 806
3.5.4 Sosial Budaya Penduduk yang mendiami GPP Padaido berasal dari Pulau Biak, beretnis Biak yang termasuk ras Irian dan Melanesia Negroid. Orang Biak bertubuh tipe Pyeknis, yaitu tegap, berotot, serasi dan tinggi. Karena terjadi perang suku, mereka yang berasal dari suku Anobo, yaitu dari Biak Utara-Saba-Mnurwa, pindah dan menetap di Pulau Mbromsi dengan kampung bernama Saribra. Setelah aman di Saribra, mereka menyebar ke pulau-pulau lain untuk berkebun dan menetap. Penduduk pertama ini merasa sebagai pemilik pulau-pulau yang berada di GPP Padaido Atas. Pada tahap selanjutnya, ketika Belanda berkuasa, mereka mendatangkan penduduk dari desa-desa di Pesisir Timur Biak ke GPP Padaido untuk membuka perkebunan kelapa dengan sistem kerja paksa. Sistem ini dikenal dengan nama landscap. Penduduk pendatang diharuskan menanam kelapa di Pulau Wundi, Pulau Pai, Pulau Auki dan pulau-pulau lain di sekitarnya. Setelah kekuasaan Belanda berakhir, beberapa dari mereka yang berasal dari Pesisir Timur Biak tidak kembali COREMAP 38
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
lagi dan memilih menetap di pulau, yaitu Pulau Pasi, Pulau Mbromsi, Pulau Mangguandi, Pulau Auki, Pulau Wundi, Pulau Nusi dan Pulau Pai. Sebagai pendatang mereka hanya menempati pulau dan mengambil hasilnya tetapi pulau yang ditempati merupakan milik orang-orang Padaidori (Yayasan Rumsram, 2000 dan Laksono, et al, 2001). Dalam komunikasi sehari-hari masyarakat GPP Padaido menggunakan bahasa Biak dan bahasa Indonesia. Bahasa Biak (wos Biak) termasuk kedalam phylum Melanesia dengan 11 logat/dialek yang relatif tidak berbeda dan digunakan antar sesama orang Biak.
Dalam kondisi tertentu seperti ibadah gereja, pertemuan-
pertemuan, proses belajar-mengajar di sekolah dan pertemuan dengan orang bukan Biak digunakan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia telah berkembang dengan baik di GPP Padaido. Penduduk GPP Padaido memiliki sistem kekerabatan yang dikenal dengan nama “keret” (mata rumah). Sifat-sifat yang menonjol dari sistem ini yaitu perkawinan harus dengan marga lain (eksogam), mengambil garis keturunan ayah/laki-laki (patrilineal) dan tempat tinggal sesudah menikah di lingkungan laki-laki (patrilokal). Keret sebenarnya berarti suatu tempat yang tinggi yang terletak di tengah-tengah perahu besar. Keluarga inti terletak di keret dan memiliki sistem sosial ekonomi dan politik yang berdiri sendiri. Dalam kehidupan sehari-hari, seorang paman (saudara laki-laki ibu atau bapak) memainkan peranan penting dalam kehidupan orang-orang biak. Seorang paman menjadi pemimpin dan pelaku upacara insiasi yang merupakan tahapan penting dalam kehidupan masyarakat. Upacara insiasi tersebut antara lain upacara perkawinan adat (yakyaku), upacara mengenakan baju pada anak kecil (farmawas), upacara memberi gelar (sab-sider) sistem kekerabatan dan kepemimpinan tradisional, sistem kepemimpinan yang diwariskan (manseren mau) serta lembaga peradilan adat (kankin karkara). Seorang laki-laki yang telah menikah akan mendapatkan bagian tanah sebagai lahan untuk berkebun untuk menghidupi keluarganya. Lahan yang diberikan kepada laki-laki adalah tanah yang dimiliki oleh keret. Rumsram adalah tempat tinggal bujangan yang berfungsi sebagai tempat atau pusat pendidikan dan pemujaan roh-roh nenek moyang. Di tempat tersebut anak-anak belajar melakukan pekerjaan-pekerjaan yang kelak akan dilakukan bila sudah dewasa COREMAP
39
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
dan menjadi anggota manyarakat. Mereka dilatih berburu, menangkap ikan, membuat ladang, berperang dan melakukan pekerjaan dengan keahlian khusus, seperti membuat perahu. Di dalam Rumsram juga diadakan pendidikan keagamaan. Sebelum mengenal agama, orang-orang Biak mempercayai apa yang mereka sebut Manseren Nanggi (Tuhan Langit), yaitu bahwa segala kehidupan di bumi ini berada dibawah wewenang Nanggi. Nanggilah yang dianggap sebagai pusat alam semesta. Selain itu, mereka juga percaya roh nenek moyang (korwar). Korwar dianggap mempunyai kekuatan tertentu yang bisa memberi banyak hasil buruan dan juga ketika berperang. Agama kristen masuk ke Biak bersamaan dengan kedatangan orang Belanda. Agama kristen masuk di Biak pada 26 April 1908. Masuknya agama kristen di Biak telah memberikan perubahan yang besar dalam sistem kehidupan masyarakat. Agama Kristen Protestan merupakan agama yang terbesar dan untuk penduduk GPP Padaido umumnya beragama kristen protestan (99,62 %). Penduduk yang beragama islam dan budha masing-masing 0,29% dan 0,09% (Kabupaten Biak Numfor, 2002). Dampak perubahan yang dibawa oleh Belanda dan organisasi penyiaran terhadap masyarakat Biak pada umumnya adalah: (1)
Perubahan bentuk pranata sosial dari bentuk pemerintahan lokal dan khusus menjadi pemerintahan yang diatur oleh pusat
(2)
Pranata ekonomi dari sistem barter menjadi sistem ekonomi uang
(3)
Sistem keyakinan yang semula kepada Manseren Naggi dan roh nenek moyang berubah menjadi kenyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa
(4)
Dalam acara-acara adat, seperti orang harus melaksanakan Sababu (upacara turun tanah) menjadi upacara gerejawi, upacara Kapanakniki (pengguntingan rambut) menjadi permandian gerejawi dan acara Kbor menjadi sidi. Dengan demikian peranan rumsram telah diambil oleh peranan gereja.
(5)
Peranan Me dalam bidang pendidikan diganti oleh guru atau pendeta.
3.6 Pandangan, Penguasaan dan Kepemilikan Laut Pada umumnya, penduduk yang mendiami GPP Padaido
menganggap laut
mempunyai nilai religio-magis, sosio-kultural dan ekonomis. Dalam memanfaatkan potensi laut harus sesuai dengan norma, perilaku atau aturan-aturan yang telah dianut sejak jaman nenek moyang agar tidak mendatangkan bencana. Jika laut dimanfaatkan COREMAP
40
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
tidak sebagaimana mestinya maka akan diganggu atau diculik oleh dewa laut (faknik). Laut di satu sisi dianggap mengerikan sehingga dipandang sebagai lawan. Hal ini terjadi pada saat musim angin barat dimana terjadi gelombang besar sehingga aktivitas masyarakat terhenti. Setiap laki-laki yang dapat mengalahkannya, ia digolongkan sebagai panglima perang (mambri). Laut juga dipandang bersahabat, atau ibu yang dapat menyediakan makanan bagi masyarakat. Ini terjadi pada musim teduh, yang dikenal dengan “Wampasi”. Masyarakat Biak pada umumnya mengenal pola penguasaan dan pemilikan laut yaitu pembagian wilayah secara geografi mulai dari daratan sampai ke laut yang diakui sebagai hak milik. Wilayah geografi yang dimaksud adalah Siser (daerah pasang-surut) yaitu batas antara vegetasi darat, pantai kering dan titik terendah pada waktu air surut. Bosen yaitu daerah terumbu karang, batas antara titik terendah air surut dan laut dalam. Arwan (rataan terumbu) yaitu daerah terumbu karang yang bentuknya landai dan terbentang meliputi suatu wilayah yang cukup luas. Manspar yaitu daerah tebing karang atau sering disebut Kafafer. Soren yaitu istilah yang umum digunakan untuk menyebut laut atau batas antara daerah terumbu karang dan laut lepas. Irbor yaitu gugusan terumbu-terumbu karang yang terletak di laut lepas/dalam, dan terpisah antara satu gugusan dengan lainnya. Daerah inilah yang diklaim oleh warga satu kampung sebagai tempat menangkap ikan laut lepas. Pada umumnya pola penguasaan dan pemilikan wilayah laut yaitu secara komunal (keret) dengan sistem patrilineal. Pemilikan atas wilayah laut meliputi wilayah pinggiran pantai (Siser) dan gugusan terumbu karang yang terdapat di laut dalam (Irbor). Pola pemilikan wilayah laut bersifat mutlak
dan tak mutlak. Wilayah
kepemilikan mutlak yaitu meliputi wilayah yang tercakup dalam batas kampung, mulai dari pantai ke laut dalam. Wilayah ini hanya dimanfaatkan oleh warga sekampung, sedangkan wilayah kepemilikan tidak mutlak adalah wilayah yang dimiliki sekelompok masyarakat dan dapat dikelola oleh semua pihak luar yang mempunyai hubungan darah atau famili dengan pemilik. Wilayah ini meliputi wilayah Irbor.
3.7 Bentuk perlindungan Wilayah Laut Bentuk perlindungan wilayah laut di GPP Padaido dikenal dengan nama Sasisen. Sasisen adalah larangan yang diberlakukan sementara waktu dalam wilayah tertentu
COREMAP
41
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
untuk tidak boleh menangkap ikan ataupun mengumpulkan hasil laut di sekitar lokasi tersebut. Sasisen berasal dari bahasa Biak, yaitu sisen yang artinya tutup atau kunci dan diberikan awalan Sa sehingga menjadi Sasisen, yang artinya penutupan atau larangan. Sasisen yang dikenal oleh orang Biak terbagi dalam dua jenis, yaitu : 1)
Sasisen terhadap wilayah tertentu meliputi segala jenis biota yang terdapat di dalamnya. Sasisen seperti ini berlaku paling lama 6 (enam) bulan.
2) Sasisen yang diberlakukan terhadap satu jenis biota tertentu, umumnya yang bernilai ekonomis penting. Sasisen jenis ini diberlakukan untuk jangka waktu minimum 1 (satu) tahun. 3.8 Penggunaan Lahan Saat ini Lahan yang digunakan di GPP Padaido adalah lahan daratan dan perairan. Penggunaan lahan daratan relatif hampir sama antara suatu pulau dengan pulau lain. Umumnya di pesisir pantai terdapat perkampungan penduduk, sedangkan agak ke dalam/tengah
pulau
terdapat
fasilitas
sosial,
seperti
gereja,
sekolah,
puskesmas/posyandu dan sarana lain. Lahan lain berupa perkebunan kelapa yang tersebar di sekeliling pulau serta kebun campuran, semak belukar dan hutan lindung. Penggunaan lahan perairan umumnya sama dari satu pulau ke pulau lain. Lahan perairan dangkal digunakan untuk menangkap ikan karang, kerang-kerangan, siput, gurita, teripang, udang karang dan budidaya rumput laut. Lahan perairan dalam (laut) digunakan untuk menangkap ikan pelagis dan transportasi perahu motor. Lahan daratan di pulau-pulau yang tidak berpenghuni dimanfaatkan sebagai hutan primer, hutan sekunder, perkebunan kelapa serta pondok-pondok kecil. Lahan pantai dibangun pondok-pondok kecil untuk mengolah dan menampung hasil tangkapan ikan dan biota laut lain sebelum dipasarkan serta kelapa. Lahan pesisir perairan dangkal dimanfaatkan untuk penangkapan dan pengumpulan biota laut, seperti ikan, jenis-jenis kerang dan teripang. 3.9 Institusi Lokal Di GPP Padaido institusi lokal yang terdapat setiap desa terdiri dari empat elemen penting, yaitu adat, gereja, pemerintahan dan yayasan/LSM. Dalam sistem kepemimpinan lokal setiap kampung/desa dipimpin oleh satu orang sebagai tua-tua adat yang disebut mananwir. Mananwir dipilih berdasarkan keturunan dan berasal dari keret COREMAP
42
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
besar. Tugas mananwir adalah menentukan batas wilayah untuk kebutuhan penduduk dan menyelesaikan persoalan yang terjadi dalam kampung. Sistem kepemimpinan lokal ini kemudian berubah setelah kedatangan Belanda. Pada masa pemerintahan Belanda, kedudukan mananwir digantikan oleh seorang kepala kampung yang memimpin suatu kampung yang terdiri dari beberapa keret. Orang yang terpilih sebagai kepala kampung umumnya adalah keturunan mananwir atau orang dari salah satu keret yang memiliki pengaruh besar dalam masyarakat. Di atas kepala kampung ada kepala seksi yang bertugas seperti camat, sedangkan untuk keamanan kampung ditugaskan kepada seorang warnamen (opas). Seiring dengan masuknya agama kristen, kehidupan keseharian masyarakat dipengaruhi oleh institusi gereja. Di tingkat pulau dan kampung dikenal pemimpinpemimpin keagamaan seperti ketua jemaat, sekretaris jemaat dan guru jemaat. Institusi gereja bertugas untuk mengatur kehidupan beragama. Institusi gereja juga membentuk usaha-usaha ekonomis yang dikelola oleh anggota jemaat untuk menjalankan kegiatankegiatan gereja, seperti mengadakan bazaar dan kios jemaat. Pada masa pemerintahan Indonesia, intitusi pemerintahan desa mengalami perubahan. Pada tahun 1999, pemerintah mengeluarkan UU No. 22 tentang Pemerintahan Daerah menggantikan UU No.5 Tahun 1979. Berdasarkan UU No.22, pemerintahan desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa (sekertaris, ketua RW dan RT). Kepala desa dipilih langsung oleh penduduk desa, ditetapkan oleh Badan Perwakilan Desa dan disahkan oleh Bupati. Walaupun telah diatur dengan peraturan, dalam pemilihan kepala desa pengaruh dari keret-keret terbesar masih nampak. Umumnya calon kepala desa dari keret besar terpilih sebagai kepala desa. Lembaga Swadaya Masyarakat dan lembaga-lembaga pemerintah turut mewarnai kehidupan kelembagaan lokal di GPP Padaido. Yayasan Rumsram merupakan salah satu yayasan yang menjadi pendamping desa-desa di GPP Padaido. Yayasan ini membentuk kios-kios jemaat, membentuk badan pengelola ekowisata, membentuk kelompok nelayan dan kelompok konservasi di tingkat kampung/pulau untuk memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang ada di GPP Padaido. Lembagalembaga pemerintah melalui program-programnya melakukan kegiatan-kegiatan ditingkat kampung, seperti Dinas Perikanan, Kesehatan, Perindustrian, Kehutanan dan Perkebunan.
COREMAP
43
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
Pada pertengahan 1999, Lembaga Masyarakat Adat (LMA) dihidupkan kembali oleh intitusi adat dengan tujuan untuk penguatan terhadap kepemilikan wilayah adat. Lembaga ini terdiri dari LMA Padaido Bawah dan LMA Padaido Atas. Salah satu program yang telah dilakukan oleh LMA Padaido Atas adalah penetapan kepemilikan Pulau Padaidori oleh masyarakat Padaido Atas. Penguatan terhadap kepemilikan masyarakat terus meningkat. Pada pertengahan tahun 2002 telah dilaksanakan dua kegiatan penting oleh institusi adat masyarakat Biak Timur dan Kepulauan Padaido, yaitu pembentukan statuta Dewan Persekutuan Masyarakat Adat (DPMA) Biak Timur dan Kepulauan Padaido, dan Penyusunan Pra Rancangan Peraturan Daerah Tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam Darat, Pesisir dan Laut Di Biak Timur dan Kepulauan Padaido. Hingga saat ini, Pra Rancangan tersebut belum disetujui oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Biak Numfor. 3.10 Kondisi Pengelolaan GPP Padaido Saat Ini Sejak diketahui memiliki pemandangan alam pulau-pulau, panorama alam bawah laut yang indah serta potensi sumberdaya perikanan dan perkebunan kelapa, perhatian pemerintah dan masyarakat terhadap pengembangan GPP Padaido sangat besar. Selain Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Biak Numfor dan instansi-instansi teknisnya, seperti pariwisata, kelautan dan perikanan, kehutanan dan perkebunan, GPP Padaido juga dikelola oleh Departemen Kehutanan ( sebagai Taman Wisata Alam), Departemen Kelautan dan Perikanan (COREMAP), Pihak swasta (pariwisata), dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lokal serta masyarakat adat Pulau Biak dan pulau-pulau Padaido. Masing-masing pihak (stakhoders) tersebut melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan berdasarkan tujuan dan programnya dalam pengelolaan GPP Padaido. Program-program pembangunan yang dilakukan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam bertujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan konservasi sumber daya alam. Pendekatan program yang dilakukan masih bersifat sektoral, berskala proyek dan tidak melibatkan masyarakat dalam perencanaan pengelolaan. Sebagai akibatnya, kerusakan habitat dan penurunan kualitas sumber daya alam tidak terhindarkan lagi. Terumbu karang dan habitat hidup biota laut lain menjadi rusak. Hasil tangkapan ikan cenderung menurun, berukuran kecil dan jenis-jenis tertentu sulit ditemukan serta daerah penangkapan ikan yang semakin jauh dari pantai/pulau. Aktivitas penangkapan ikan dengan menggunakan bom dan pembiusan ikan dengan COREMAP
44
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
bahan kimia masih berlangsung hingga saat ini dengan intensitas tinggi pada waktuwaktu tertentu. Kondisi ini menunjukkan bahwa pendekatan pengelolaan kawasan pesisir dan laut GPP Padaido yang dilakukan saat ini belum berhasil memajukan kawasan dan meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat sehingga diperlukan alternatif pendekataan pengelolaan kawasan yang sesuai dengan kondisi lokal.
3.11 Kondisi Kepariwisataan Pada 13 Pebruari 1997, wilayah Distrik Padaido ditetapkan sebagai Kawasan Taman Wisata Alam Kepulauan Padaido oleh Pemerintah dengan luas 183.000 ha. Wilayah ini mencakup pulau-pulau dan perairannya (SK Menhut No.91/Kpts-VI/1997). Berdasarkan ketetapan ini, wilayah GPP Padaido diperuntukkan sebagai kawasan pariwisata dan rekreasi. Asal dan jumlah wisatawan yang mengunjungi GPP Padaido disajikan pada Tabel 14. Wisatawan mancanegara yang mengunjungi GPP Padaido sebanyak 115 orang yang berasal dari kurang lebih 14 negara dengan total lama tinggal 82 hari selama periode 2002. Pada periode Januari-Juni 2003, wisatawan yang mengunjungi GPP Padaido sebanyak 54 orang yang berasal dari 11 negara dengan total lama tinggal 26 hari.
COREMAP
45
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
Tabel 15. Kunjungan Wisatawan Mancanegara Di GPP Padaido, Distrik Padaido, Periode 2002–Juni 2003 T No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
N e g a r a Australia Belgia British Cekoslowakia Dutch France Germany Indonesia Italy Poland Slovenia Spain Sweden USA New Zaeland Japan Taiwan Jumlah
a
2002 Jumlah Tinggal (hr) 9 3 8 6 14 5 10 5 23 10 5 6 7 12 16 11 2 2 2 2 2 4 3 5 1 3 13 8 115 82
h
u
n
Jan - Jun 2003 Jumlah Tinggal (Hr) 5 2,5 1 1 16 2 3 4,5 1 3 15 2,5 1 2 4 1,5 5 3 2 2 1 2 54 26
Sumber : Biak Dive, 2003
COREMAP
46
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
BAB 4
KESESUAIAN DAN POTENSI LAHAN GPP PADAIDO
Di GPP Padaido lahan dibedakan atas tiga tipe. Pertama adalah lahan daratan (pulau). Pada pulau-pulau berpenduduk, lahan dimanfaatkan sebagai tempat pemukiman penduduk, kebun dan ladang, lokasi beberapa prasarana dan sarana sosial serta hutan sekunder. Pada pulau-pulau tidak berpenduduk, lahan daratan merupakan semakbelukar, pepohonan kelapa dan hutan (primer dan sekunder). Luas total daratan pulaupulau meliputi areal seluas 5.520,682 ha atau 3,017% dari luas wilayah. Kedua adalah dataran pantai pasang surut, yaitu lahan pesisir yang mengalami proses pasang-surut (pasut) air laut yang berlangsung dua kali dalam sehari (semidiurnal). Lahan ini meliputi rataan terumbu atol wundi, rataan terumbu pulaupulau, laguna dan lagoon wundi. Lahan tersusun dari berbagai jenis substrat dasar, seperti; pasir, lumpur, patahan karang dan campuran substrat-substrat tersebut. Di atas lahan ini tumbuh dan berkembang berbagai jenis komunitas, seperti; karang, lamun, dan mangrove dengan berbagai jenis fauna dan flora pantai dan laut yang berasosiasi. Karang menempati bagian tepi (margin) yang berbatasan dengan laut dalam, sedangkan mangrove menempati tepi pantai yang berbatasan dengan daratan pulau. Lamun terletak diantara kedua komunitas tersebut. Lahan dimanfaatkan oleh penduduk sebagai tempat pencaharian ikan dan hasil laut lain, lokasi budidaya rumput laut, jalur pelayaran dan tempat tambatan perahu nelayan serta tempat rekreasi dan pariwisata pantai. Lahan mencakup areal seluas 13228,003 ha atau 7,228% dari luas wilayah. Ketiga adalah lahan perairan laut. Lahan merupakan perairan dalam dengan luas 169771,997 ha atau 92,772% dari luas wilayah. Kawasan ini dimanfaatkan sebagai tempat penangkapan ikan pelagis (kecil dan besar) dan demersal serta sebagai jalur pelayaran perahu nelayan. Dari ketiga lahan tersebut, lahan pesisir (pasut) dan laut memiliki peluang yang besar untuk dikembangkan dibandingkan dengan lahan daratan pulau yang terbatas luasnya. Namun demikian, sebelum kedua lahan tersebut dimanfaatkan untuk berbagai peruntukkan perlu dilakukan analisis kesesuaian agar pemanfaatannya berlangsung secara optimal dan berkelanjutan. COREMAP
47
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
Analisis kesesuaian lahan kawasan pesisir dan laut GPP Padaido ditujukan untuk menetapkan jenis-jenis penggunaan lahan. Jenis penggunaan lahan yang direncanakan adalah lindung, konservasi, dan pemanfaatan (pariwisata dan rekreasi, perikanan budidaya (rumput laut, teripang, dan ikan dalam keramba) dan perikanan tangkap (karang dan pelagis). Persyaratan penggunaan lahan didasarkan pada berbagai hasil kajian dari beberapa peneliti dan instansi terkait dengan melakukan modifikasi seperlunya. Ummnya persyaratan dan kriteria untuk masing-masing penggunaan lahan didasarkan pada aspekaspek fisik lahan. Berdasarkan hasil survei lapangan dilakukan perbandingan antara persyaratan masing-masing penggunaan lahan dengan karakteristik atau kualitas yang dimiliki oleh setiap satuan lahan. Pemaduan (matching) ini menghasilkan kelas kesesuaian lahan untuk masing-masing penggunaan lahan yang dikelompokkan atas empat kelas. Pertama adalah kelas sangat sesuai (S1). Pada kelas ini, lahan tidak mempunyai pembatas yang besar untuk pengelolaan yang diberikan, atau hanya mempunyai pembatas yang tidak secara nyata berpengaruh terhadap produksi dan tidak akan menaikkan masukkan yang telah biasa dilakukan. Kedua adalah kelas sesuai (S2). Pada kelas ini lahan mempunyai pembatas-pembatas yang agak besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi atau keuntungan dan meningkatkan masukkan yang diperlukan. Kelas ketiga adalah sesuai bersyarat (S3). Pada kelas ini lahan mempunyai pembatas yang lebih besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi dan keuntungan atau lebih meningkatkan masukkan yang diperlukan. Keempat adalah kelas tidak sesuai (N). Pada kelas ini lahan mempunyai pembatas permanen yang mencegah segala kemungkinan penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang. Analisis kesesuaian lahan dilakukan di GPP Padaido yang berada dalam wilayah administratif Distrik Padaido yang meliputi delapan pulau berpenduduk dan kurang lebih 21 pulau tidak berpenduduk. Berdasarkan letak geografis dan kondisi biofisiknya, pulau-pulau dikelompokkan atas dua gugusan pulau, yaitu GPP Padaido Bawah dan GPP Padaido Atas. Analisis menggunakan pendekatan metode tumpang susun (overlay) dari Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk menampilkan kelas-kelas kesesuaian lahan dalam bentuk peta kesesuaian lahan dan besaran luasannya. Kelas-kelas kesesuaian lahan COREMAP
48
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
diberikan warna yang berbeda untuk menunjukkan kekontrasannya sehingga mudah dibedakan. Berikut adalah hasil analisis kesesuaian lahan untuk jenis-jenis penggunaan lahan yang direncanakan.
4.1 Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Perikanan Budidaya Analisis kesesuaian lahan untuk perikanan budidaya bertujuan untuk menetapkan kesesuaian lahan pesisir untuk penggunaan usaha budidaya rumput laut, budidaya teripang dan budidaya ikan dengan keramba jaring apung. Analisis dilakukan dengan memadukan persyaratan dari masing-masing penggunaan lahan dengan karakteristik atau kualitas satuan lahan pesisir (perairan pantai) di GPP Padaido. Persyaratan dan kriteria dari masing-masing penggunaan lahan dijelaskan pada Bab III. Berikut adalah hasil analisis kesesuaian lahan untuk penggunaan perikanan budidaya. 4.1.1 Budidaya Rumput Laut Sebanyak 20 satuan lahan yang terdiri atas tiga kelompok di Distrik Padaido dianalisis kesesuaian lahannya. Kelompok pertama adalah lahan pesisir GPP Padaido Bawah. Lahan terdiri dari lima satuan lahan, yaitu; dataran terumbu pulau-pulau Atol Wundi, perairan lagoon Atol Wundi, perairan Laguna Auki, rataan terumbu Wurki dan gosong karang. Kelompok kedua adalah lahan pesisir GPP Padaido Atas. Lahan terdiri atas sebelas rataan terumbu pulau, satu perairan rawa Padaidori dan tiga perairan laguna. Kelompok ketiga adalah perairan laut dalam. Lahan merupakan laut dalam dengan kedalaman di atas 100 meter. Dari ketiga kelompok lahan tersebut, kelompok pertama dan kedua dianalisis kesesuaian lahannya, sedangkan kelompok ketiga tidak dianalisis karena secara fisik tidak sesuai untuk penggunaan budidaya rumput laut. Berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan yang disajikan pada Tabel 15 dan Gambar 16. diperoleh tiga kelas kesesuaian lahan untuk penggunaan budidaya rumput laut. Pertama adalah kelas sangat sesuai (S1). Kelas memiliki nilai kesesuaian lahan yang berkisar antara 80,87% sampai 94,8%. Lahan kelas ini tersebar di 18 satuan lahan. Empat lahan di GPP Padaido Bawah dan 14 lahan lain tersebar di GPP Padaido Atas. Luas total lahan sebesar 12704,136 ha atau 6,942% dari luas kawasan. Luas kelas lahan sangat sesuai di GPP Padaido Bawah tiga kali lebih besar dari lahan di GPP Padaido Atas. Lahan dataran terumbu pulau-pulau Atol Wundi dan lagoon Atol COREMAP
49
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
Wundi memberikan kontribusi terbesar. Pada lahan ini metode budidaya yang sesuai adalah metode lepas dasar dengan sistem tali tunggal, metode apung dengan sistem tali panjang (long line) dan rakit terapung. Metode lepas dasar dengan sistem tali tunggal dengan pemagaran diterapkan pada lahan dataran terumbu pulau-pulau Atol Wundi dan rataan terumbu pulau-pulau, sedangkan metode apung dengan sistem tali panjang dan rakit terapung diterapkan pada perairan lagoon Atol Wundi dan laguna. Kedua adalah kelas sesuai bersyarat (S3). Lahan ini memiliki nilai kesesuaian sebesar 68,696% dan hanya terdapat di ‘rawa’ padaidori, dengan luas 79,596 ha. Lahan ini memiliki faktor pembatas yang serius untuk pengembangannya yaitu faktor fisik perairan, seperti: arus, kedalaman air, dasar perairan, dan kecerahan. Keempat faktor tersebut memiliki nilai yang rendah dibandingkan dengan 14 parameter lain yang disyaratkan. Namun demikian,
lahan ini masih dapat dimanfaatkan untuk
budidaya rumput laut dengan syarat pilihan metode budidaya yang digunakan harus sesuai dengan kondisi setempat. Metode apung dengan sistem tali panjang dan rakit terapung untuk membudidaya rumput laut sesuai diterapkan di lokasi ini. Ketiga adalah kelas lahan tidak sesuai (N). Kelas ini terdapat di dataran pulaupulau Atol Wundi, gosong karang dan perairan dalam di sekitar GPP Padaido. Lahan ini tidak mendukung pengembangan budidaya rumput laut karena memiliki faktorfaktor pembatas yang permanen, seperti; laut yang dalam,
angin dan arus yang
kencang, dan gelombang besar. Faktor-faktor ini merupakan faktor alam yang sulit dikontrol.
Tabel 16. Kelas Kesesuaian dan Luas Lahan (ha) Budidaya Rumput Laut
No I 1 2 3 4 5
Gugus Pulau Padaido bawah Dataran P.P Atol Wundi Lagoon Atol Wundi Laguna Auki Wurki Gosong karang Jumlah
Kelas Kesesuaian Lahan Sgt sesuai Sesuai Bersyarat Tdk sesuai (S1) (S2) (S3) (N) 6504,949 3404,132 67,315 71,255 -10047,651 COREMAP
-------
-------
115,232 ---38,970 154,202 50
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
II 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Padaido atas Pakreki Padaidori Laguna Padaidori Mbromsi Pasi Mangguandi Laguna Mangguandi Kebori Rasi Workbondi Dauwi-Nukori Laguna Dauwi-Nukori Wamsoi Runi Jumlah III Perairan dalam Jumlah Total Sumber : Hasil analisis SIG
30,599 1272,205 20,475 132,928 84,150 564,954 17,103 54,378 50,629 67,527 423,325 108,277 116,503 278,705 3221,758 -13269.409
-------
-79,596 -----
-------
-----
-----
-----
-----
--79,596 --
---169771,997
--
79,596
169926,199
1°5'00" L S
KESESUAIAN LAHAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT KEPULAUAN PADAIDO DISTRIK PADAIDO
karang Wundumimas
Padaidori
U Yeri karang Kasinampia 1°10'30" L S
Pai
Yumni
0
5
KETE RANGAN
Auki
Sangat Sesuai
Workbondi Pakreki
karang Urbinai
Pasi
Sesuai Bersyarat
Nukori
Nusi
Dauwi
Urev
Mangguandi
Tidak Sesuai
1°16'00" L S
Warek
La go on
a to
lW
Rarsbar
Sesuai
Samakur
un di
Wundi
10
Ki l om e t e r
Mbromsi
karang Insarorki
Pulau
Wamsoi Runi
Mansurbabo
PETUNJU K LETAK PETA
0°30'
Kebori Gosong karang
0
30
60
Kilometer
Rasi
Pulau Bi ak
1°00'
Kabuapat en Bi akN umf or
Dis tr i kPad aido
Selat Yapen
136°00'
136°30'
is tr ik a D P d a id o
3°00'
WILAYAH YANG DIPE TAKAN PROV N I SI PAPU A
6°00'
1°21'30" L S
0°00'
135°30'
a K u b P u la a p B a ti n e B a k i k N u fm ro
e la S t Y a p e n
0
300 Kilometer 133°00'
136°16'30" BT
136°22'00" BT
136°27'30" BT
136°33'00" BT
600 136°00'
139°00'
136°38'30" BT
Gambar 8. Kesesuaian Lahan Pesisir GPP Padaido Untuk Budidaya Rumput Laut
COREMAP
51
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
4.1.2 Budidaya Teripang Berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan untuk penggunaan budidaya teripang yang disajikan pada Tabel 17 dan Gambar 9 diperoleh empat kelas kesesuaian lahan. Pertama adalah kelas sangat sesuai (S1). Kelas ini hanya terdapat di dua satuan lahan, yaitu: dataran terumbu pulau-pulau Atol Wundi dan rataan terumbu Pulau Mangguandi, dengan luas total 7069,903 ha. Kedua lahan masing-masing memiliki nilai persentase analisis sebesar 83,158% untuk rataan pulau-pulau atol Wundi, dan 82,11% untuk Pulau Mangguandi. Faktor-faktor yang menentukan lahan sangat sesuai adalah faktor keterlindungan lokasi, tidak ada pencemaran, keamanan, ketersediaan benih dan faktor kondisi bio-fisik lahan untuk kehidupan teripang, seperti: kecerahan perairan, salinitas, suhu, oksigen terlarut dan pH. Kedua adalah kelas sesuai (S2). Lahan tersebar di delapan lokasi, tiga di GPP Padaido Bawah dan lima di GPP Padaido Atas. Luas total lahan adalah 5480,025 ha. Nilai prosentase kesesuaian lahan berkisar antara 70,526% sampai 77,89%. Faktorfaktor yang mendukung lahan sesuai untuk budidaya teripang adalah keterlindungan, tidak ada pencemaran, ketersediaan benih dan kondisi biofisik lahan untuk kehidupan teripang. Faktor-faktor yang kurang mendukung adalah ketersediaan sarana penunjang, keamanan serta kedalaman air saat surut. Ketiga adalah kelas sesuai bersyarat (S3). Lahan ini hanya terdapat di GPP Padaido Atas yang tersebar di sembilan lokasi. Tujuh lahan berupa lahan pasang surut pulau (rataan terumbu), satu lahan berupa “rawa” dan satu lahan berupa laguna. Luas total lahan adalah 798,987 ha. Nilai prosentase kesesuaian lahan berkisar antara 60% sampai 69,47%. Pada lahan ini, faktor yang kurang mendukung adalah kurangnya keamanan, kurangnya sarana penunjang, kurangnya tanaman air (lamun), dan tingginya ketinggian air saat pasang. Faktor-faktor yang mendukung adalah keterlindungan relatif cukup, ketersediaan bibit dan kondisi bio-fisik lahan sesuai untuk kehidupan teripang. Keempat adalah kelas tidak sesuai (N). Lahan ini meliputi terumbu karang dalam dan gosong karang di GPP Padaido Bawah dan perairan dalam sekitar GPP Padaido. Lahan ini memiliki faktor pembatas permanen, seperti kedalaman perairan dan keterlindungan.
COREMAP
52
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
No I 1 2 3 4 5 II 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 III
Tabel 17. Kelas Kesesuaian dan Luas Lahan (ha) Budidaya Teripang Kelas kesesuaian lahan pesisir Gugus Pulau Sgt sesuai Sesuai Bersyarat Tdk sesuai (S1) (S2) (S3) (N) Padaido Bawah Dataran P.P Atol Wundi 6504,949 --115,232 Lagoon Atol Wundi -3404,132 --Laguna Auki -67,315 --Wurki -71,255 --Gosong karang ---38,970 Jumlah 6504,949 3542,702 -154,202 Gugus Padaido Atas Pakreki --30,599 -Padaidori -1272,205 79,596 -Laguna Padaidori --20,475 -Mbromsi --132,928 -Pasi --84,150 -Mangguandi 564,954 ---Laguna mangguandi -17,013 --Kebori --54,378 -Rasi --50,629 -Workbondi --67,527 -Dauwi-Nukori -423,325 --Laguna dauwi-nukori -108,277 --Wamsoi -116,503 --Runi --278,705 -Jumlah 564,954 1937,323 798,987 -Perairan dalam ---169771,997
Jumlah Total Sumber : Hasil analisis SIG
7069,903 5480,025
COREMAP
798,987 169926,199
53
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
1°5'00" L S
KESESUAIAN LAHAN BUDIDAYA TERIPANG KEPULAUAN PADAIDO DISTRIK PADAIDO
karang Wundumimas
U
Padaidori
Yeri karang Kasinampia 1°10'30" L S
Pai
0
5
10
Ki l om e t e r
Mbromsi
karang Insarorki
KETE RANGAN
Yumni Workbondi
Auki Pakreki
lW un di
Sesuai Bersyarat
Nukori
go on La
Warek
Dauwi Nusi Wamsoi Mangguandi
Mansurbabo
Tidak Sesuai
1°16'00" L S
Urev
Sesuai
Samakur
a to
Rarsbar
Sangat Sesuai
karang Urbinai
Pasi
Wundi
Pulau
Runi
PETUNJUK LETAK PETA
0°30'
Kebori Gosong karang
0
30
60
Kilometer
Rani
Pulau Bi ak
1°00'
Kabuapat en Bi akN umf or
Dis t ri kPad aido
Selat Yapen
136°00'
136°30'
is tr ik a D P d a id o
3°00'
WILAYAH YANG DIPE TAKAN PROV N I SI PAPU A
6°00'
1°21'30" L S
0°00'
135°30'
a K u u P lb a a p B a ti n e k B a i k N u fmro
e la S t Y a p e n
0
300 Kilometer 133°00'
136°16'30" BT
136°22'00" BT
136°27'30" BT
136°33'00" BT
600 136°00'
139°00'
136°38'30" BT
Gambar 9. Kesesuaian Lahan Pesisir GPP Padaido Untuk Budidaya Teripang 4.1.3 Budidaya Ikan Dalam Keramba Jaring Apung Lahan perairan yang dianalisis untuk kesesuaian penggunaan budidaya ikan dengan kerambah jaring apung terdiri atas lahan laguna, lagoon, rawa dan perairan dalam. Berdasarkan hasil analisis yang disajikan pada Tabel 18 dan Gambar 10 diperolah dua kelas kesesuaian lahan. Pertama adalah kelas sangat sesuai (S1). Lahan kelas ini terdiri atas laguna, lagoon dan rawa, dengan nilai kesesuaian antara 88,57% sampai 91,43%. Luas total areal lahan sebesar 3692,808 ha. Berdasarkan pengamatan lapangan, pada lahan “rawa” Pulau Padaidori telah dimanfaatkan untuk budidaya ikan dengan keramba jaring apung oleh Dinas Perikanan dan Kelautan, Kabupaten Biak Numfor. Kedua adalah kelas tidak sesuai (N). Lahan kelas ini merupakan perairan dalam dan rataan terumbu pulau. Secara fisik, lahan memiliki faktor pembatas yang bersifat permanen untuk penggunaan budidaya ikan dengan keramba jaring apung. Pada perairan dalam, kedalaman perairan dan keamanan merupakan faktor pembatas, sedangkan pada rataan terumbu pulau, kedalaman perairan merupakan faktor pembatas permanen. Faktor-faktor yang mendukung lahan sangat sesuai adalah keamanan, kualitas air, ketersediaan bibit ikan, tenaga kerja, dan tidak ada pencemaran. Lahan relatif aman dari gelombang besar dan arus kuat karena terletak pada daerah terlindung. Lahan COREMAP
54
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
merupakan laguna dan lagoon yang dikelilingi oleh daratan pulau dan dataran terumbu karang yang berfungsi sebagai pelindung. Lahan memiliki kualitas air yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan ikan. Lahan juga bebas dari pencemaran industri maupun rumah tangga. Bibit ikan untuk pembesaran mudah diperoleh karena tersedia secara alami di sekitar perairan terumbu karang dan padang lamun. Ikan kerapu, kakap, baronang dan jenis-jenis ikan hias serta udang karang (lobster) merupakan komoditi laut bernilai ekonomis penting yang tersedia dalam jumlah banyak dan merupakan hasil tangkapan utama nelayan sehari-hari. Ketersediaan tenaga kerja merupakan salah faktor pendukung budidaya ikan dengan keramba jaring apung. Tenaga kerja untuk mengelola sarana budidaya tersedia di pulau-pulau sekitar. Mata pencaharian penduduk GPP Padaido adalah nelayan penangkap ikan. Pada musim angin kuat, mereka tidak bisa melaut karena gelombang besar dan arus kuat. Tenaga nelayan ini dialihkan ke usaha pemeliharaan ikan dengan keramba jaring apung. Tabel 18. Kelas Kesesuaian dan Luas Lahan (ha) Budidaya Keramba Jaring Apung Kelas Kesesuaian Lahan No Lokasi Sgt sesuai Sesuai Bersyarat Tdk sesuai (S1) (S2) (S3) N 1 Laguna Auki 63,315 ---2 Lagoon atol Wundi 3404,132 ---3 Laguna Padaidori 20,475 ---4 “Rawa Padaidori” 79,596 ---5 Laguna Manggunadi 17,013 ---6 Laguna Nukori-Dauwi 108,277 ---Jumlah 3692,808 ---Sumber : Hasil analisis SIG
COREMAP
55
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
1°5'00" L S
KESESUAIAN LAHAN KERAMBA JARING APUNG KEPULAUAN PADAIDO DISTRIK PADAIDO
karang Wundumimas
U
Padaidori Yeri karang Kasinampia 1°10'30" L S
Mbromsi
karang Insarorki
0
5
10
Ki l om e t e r
KETE RANGAN
Workbondi
Pai
Yumni
Sangat Sesuai
Auki Pakreki
karang Urbinai
Pasi
La go on
Dauwi Nusi
Wamsoi Mangguandi
Tidak Sesuai
1°16'00" L S
Urev
Warek
Sesuai Bersyarat
Nukori
a to
Rarsbar
Sesuai
Samakur
lW un di
Wundi
Pulau
Runi
Kebori PETUNJUK LETAK PETA
0°30'
Mansurbabo Gosong karang
0
30
60
Kilometer Pulau Bi ak
Rasi
1°00'
Kabuapat en Bi akN umf or
Dis t ri kPad aido
Selat Yapen
136°00'
136°30'
is tr ik a D P d a id o
3°00'
WILAYAH YANG DIPE TAKAN PROV N I SI PAPU A
6°00'
1°21'30" L S
0°00'
135°30'
a K u u P lb a a p B a ti n e k B a i k N u fmro
e la S t Y a p e n
0
300 Kilometer 133°00'
136°16'30" BT
136°22'00" BT
136°27'30" BT
136°33'00" BT
600 136°00'
139°00'
136°38'30" BT
Gambar 10. Kesesuaian Lahan Pesisir PP Padaido Untuk Budidaya KJA
4.2 Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Pariwisata Pesisir Pariwisata pesisir merupakan jenis pariwisata yang memanfaatkan pantai dan tepian laut sebagai objek dan daya tarik wisata dan rekreasi. Menikmati keindahan alam pantai, berolah raga pantai, berjemur (sun bathing), menikmati burung-burung (birds watching), menikmati keindahan tebing karang, berrekreasi/piknik, berkemah, berenang, “snorkling”, menyelam, memancing dan berlayar merupakan kegiatankegiatan wisata pesisir yang berlangsung di daerah pantai, lahan pasang-surut, terumbu karang, gosong karang dan perairan laut. Sebanyak 11 lahan pesisir dan laut yang dikelompokkan atas gugus pulau, pulau dan lagoon dianalisis untuk penggunaan pariwisata pesisir dan laut. Pengelompokkan pulau dilakukan berdasarkan jarak, akses dan ketersediaan sarana dan prasarana pariwisata pesisir. Gugus Pulau Auki terdiri atas Pulau Auki, Pulau Yumni, Pulau Rarsbar, Pulau Wurki, beberapa pulau beting karang, dan laguna. Gugus Pulau Wundi terdiri atas Pulau Wundi, Pulau Urev, Pulau Mansurbabo dan gosong karang. Gugus Pulau Padaidori terdiri atas Pulau Padaidori, Pulau Yeri, Pulau Yeri Kecil, laguna, dan rawa. Gugus Pulau Mangguandi terdiri atas Pulau Mangguandi, Pulau Kebori, Pulau Rasi, dan laguna. Gugus Pulau Dauwi terdiri atas Pulau Workbondi, Pulau Samakur, Pulau Nukori, Pulau Dauwi, Pulau Wamsoi, Pulau Runi, dan laguna. Lahan terdiri atas pantai kering, lahan pasang surut (rataan terumbu pulau), gosong karang, laguna, COREMAP
56
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
lagoon, “rawa”, dan terumbu karang
yang memiliki objek dan daya tarik untuk
pengembangan pariwisata dan rekreasi pantai dan laut. Analisis dilakukan dengan membandingkan (memadukan) karakteristik lahan dengan persyaratan penggunaan pariwisata pesisir. Persyaratan lahan untuk penggunaan pariwisata pesisir dikelompokkan atas dua parameter, yaitu: kondisi bentang alam dan fasilitas pariwisata, yang dijelaskan dalam Bab III. Penilaian menggunakan cara pembobotan dan skoring untuk menghasilkan kelas kesesuaian lahan. Hasil analisis kesesuaian lahan untuk penggunaan pariwisata pesisir disajikan pada Tabel 19 dan Gambar 11. Berdasarkan hasil analisis, lahan pesisir dan laut GPP Padaido untuk penggunaan pariwisata pesisir dikelompokkan dalam empat kelas. Pertama adalah kelas lahan sangat sesuai (S1) yang memiliki nilai kesesuaian berkisar antara 80 sampai 86,667%. Lahan tersebar di lima lokasi, yaitu: gugus Pulau Auki, gugus Pulau Wundi, Pulau Pai, lagoon Atol Wundi dan gugus Pulau Dauwi. Luas total lahan diperkirakan sebesar 7778,453 ha. Objek dan daya tarik lahan untuk pariwisata dan rekreasi pesisir adalah pantai pasir putih dan tebing karang, perkebunan kelapa sepanjang garis pantai, hutan pantai, perairan jernih dan tenang, burung-burung pantai, hamparan terumbu karang dan padang lamun, serta topografi dasar laut. Kegiatan pariwisata pesisir yang berlangsung di lahan adalah menikmati keindahan alam pantai pulau, olah raga pantai, berjemur, rekreasi atau piknik pantai, berkemah, menikmati burung-burung pantai di Pulau Samakur, berenang, berlayar, menikmati pemandangan bawah laut melalui selam dan “snorkling”, serta jalan-jalan di zona pasang-surut ketika air surut. Fasilitas pendukung, seperti sarana transportasi dan pondok wisata serta air tawar tersedia, sedangkan sarana kelistrikan dan telekomunikasi belum terpasang. Kedua adalah lahan kelas sesuai (S2) yang memiliki nilai kesesuaian antara 73,33% sampai 76,191%. Lahan tersebar di Gugus Pulau Padaidori dan Gugus Pulau Mangguandi, dengan luas total sebesar 2270,784 ha. Lahan memiliki objek dan daya tarik wisata pesisir, yaitu pantai berpasir putih, rataan terumbu pulau (zona pasang surut), perairan jernih, terumbu karang, hamparan padang lamun, hutan
COREMAP
57
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
Tabel 19. Kelas Kesesuaian dan Luas Lahan (ha) Wisata Pesisir Kelas Kesesuaian Lahan No Gugus Pulau Sgt sesuai Sesuai Bersyarat Tdk sesuai (S1) (S2) (S3) (N) I Padaido bawah 1 Gugus pulau Auki 982,674 ---2 Gugus pulau Wundi 2259,119 ---3 Nusi --1092,046 -4 Pai 138,191 ---5 Lagoon atol Wundi 3404,132 ---Jumlah 6784,116 -1092,046 -II Padaido atas 1 Pakreki --19,976 -2 Gugus pulau Padaidori -1372,276 --3 Mbromsi --132,928 -4 Pasi --84,150 -5 Gugus pulau Mangguandi -898.508 --6 Gugus pulau Dauwi 994,337 ---Jumlah 994,337 2270,784 237,054 -Jumlah Total 7778,453 2270,784 1329,100 -Sumber : Hasil analisis SIG
1°5'00" L S
KESESUAIAN LAHAN PARIWISATA PESISIR KEPULAUAN PADAIDO DISTRIK PADAIDO
karang Wundumimas
b U
Padaidori Yeri
b
karang Kasinampia
b
Pasi
b
karang Urbinai
b
La go on
Urev
b b
Mansurbabo
Sesuai
Samakur
Sesuai Bersyarat Nukori Dauwi
Nusi
b
b
Mangguandi
Wamsoi
b
Runi
Tidak Sesuai
1°16'00" L S
bWarek
b
Sangat Sesuai
Workbondi
Pakreki
b
Wundi
10
Pulau
b
b
Lokasi Selam
Kebori
b
Gosong karang
PETUNJU K LETAK PETA
Rasi
0°30'
Rarsbar
b
5 Ki l om e t e r
KE T E R A N GA N
b
b
a to
b
Pai
Yumni
0
Mbromsi
karang Insarorki
un di
b
b
lW
b
Auki
1°10'30" L S
b b
0
30
60
Kilometer Pulau Bi ak
1°00'
Kabuapat en Bi akN umf or
Dis tr i kPad aido
Selat Yapen
136°00'
136°30'
is tr ik a D P d a id o
3°00'
WILAYAH YANG DIPE TAKAN PROV N I SI PAPU A
6°00'
1°21'30" L S
0°00'
135°30'
a K u b P u la a p B a ti n e B a k i k N u fm ro
e la S t Y a p e n
0
300 Kilometer 133°00'
136°16'30" BT
136°22'00" BT
136°27'30" BT
136°33'00" BT
600 136°00'
139°00'
136°38'30" BT
Gambar 11. Kesesuaian Lahan Pesisir PP Padaido Untuk Pariwisata Pesisir
COREMAP
58
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
mangrove, laguna dan rawa serta beberapa pulau kecil yang tidak berpenduduk. Kegiatan wisata pesisir yang dapat dilakukan, antara lain; menikmati keindahan alam pulau, berenang, snorkling, olah raga pantai, piknik/rekreasi, berkemah, berlayar, berjemur, dan jalan-jalan di zona pasang-surut ketika air surut. Fasilitas pendukung, seperti: pondok wisata, kelistrikan dan telekomunikasi belum tersedia kecuali sarana transportasi dan air tawar. Ketiga adalah kelas lahan sesuai bersyarat (S3) yang memiliki nilai kesesuaian berkisar antara 60 – 67,6%. Lahan tersebar di empat lokasi lokasi, yaitu: Pulau Nusi, Pulau Pakreki, Pulau Mbromsi dan Pulau Pasi, dengan luas total lahan sebesar 1329,100 ha. Kawasan memiliki pantai pasir putih, pantai tebing karang, zona pasang surut yang pendek, topografi dasar laut yang beralur-alur (rugousity), ekosistem terumbu karang, dan ikan pelagis sebagai objek dan daya tarik wisata. Berenang, menyelam, snorkling, memancing, menikmati pemandangan alam pantai merupakan kegiatan wisata pesisir yang dapat berlangsung di kawasan. Namun demikian, kawasan memiliki faktor pembatas seperti kurangnya sarana transportasi dan tidak adanya sarana akomodasi, kelistrikan dan telekomunikasi serta kondisi perairan yang selalu dinamis pada musimmusim tertentu. Keempat adalah kelas lahan tidak sesuai (N). Lahan merupakan laut dalam dan secara fisik tidak sesuai untuk pengembangan kegiatan pariwisata pesisir. Cuaca dan kondisi perairan yang dinamis merupakan faktor pembatas lahan yang permanen pada musim-musim tertentu untuk aktivitas pariwisata pesisir. 4.3 Analisis Kesesuaian Daerah Penangkapan Ikan Karang dan Pelagis Terumbu karang dan lingkungan pelagis merupakan lahan pesisir dan laut yang produktif karena memiliki sumberdaya alam hayati yang bernilai ekonomis penting, terutama ikan karang (hias dan target) dan ikan pelagis (kecil dan besar). Pemanfaatan sumberdaya ikan karang dan pelagis di GPP Padaido telah berlangsung lama. Aktivitas ini telah memberikan dampak terhadap kerusakan habitat di beberapa pulau karena menggunakan metoda penangkapan yang merusak. Untuk menjamin kelestarian sumberdaya ikan dan kelangsungan pemanfaatannya secara lestari dilakukan analisis kesesuaian daerah penangkapan ikan karang dan pelagis. Analisis kesesuaian daerah penangkapan ikan karang dan pelagis bertujuan untuk menentukan kawasan di perairan terumbu karang dan laut yang sesuai untuk COREMAP
59
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
penangkapan ikan karang dan ikan pelagis yang bernilai ekonomis penting. Analisis dilakukan dengan memadukan karakteristik daerah penangkapan dengan persyaratan dari masing-masing daerah penangkapan yang telah dijelaskan dalam Bab III. Penilaian kesesuaian dilakukan dengan cara pemberian skoring dan pembobotan. Berikut adalah hasil analisis kesesuaian lahan untuk daerah penangkapan ikan karang dan ikan pelagis. 4.3.1 Daerah Penangkapan Ikan Karang Sebanyak kurang lebih 30 satuan lahan terumbu karang dianalisis untuk daerah penangkapan ikan karang. Satuan lahan merupakan terumbu karang dangkal, dalam dan karang.gosong yang dikelompokkan kedalam 10 satuan gugus pulau dan pulau. Hasil analisis kesesuaian lahan disajikan pada Tabel 20 dan Gambar 12. Berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan dengan memadukan persyaratan daerah penangkapan ikan karang dan karakteristik terumbu karang, daerah penangkapan ikan karang dikelompokkan atas tiga kelas, yaitu kelas sangat sesuai (S1), kelas sesuai (S2) dan kelas sesuai bersyarat (S3). Kelas sangat sesuai (S1) memiliki nilai kesesuaian lahan sebesar 80% dan dijumpai pada Gugus Pulau Wundi dan Gugus Pulau Dauwi. Gugus pulau wundi terdiri dari terumbu karang Pulau Wundi, Pulau Urev, Pulau Mansurbabo dan karang gosong. Gugus Pulau Dauwi terdiri dari terumbu karang Pulau Nukori, Pulau Dauwi, Pulau Wamsoi, Pulau Runi, Pulau Workbondi, Karang Urbinai dan Karang Kasinampia. Parameter pendukung lahan kelas ini adalah kedalaman perairan, kecerahan, kondisi terumbu karang dan kelimpahan ikan karang, sedangkan faktor yang kurang mendukung adalah perubahan cuaca. Kelas sesuai (S2) memiliki nilai kesesuaian sebesar 72 – 76%. Kelas tersebar di terumbu karang Gugus Pulau Auki, Pulau Nusi, Pulau Pakreki, Pulau Mbromsi dan Pulau Pasi. Gugus Pulau Auki terdiri dari Pulau Auki, Pulau Rarsbar dan Pulau Yumni. Dibandingkan dengan kelas sangat sesuai, faktor yang kurang mendukung adalah kelimpahan ikan karang dan perubahan cuaca, sedangkan faktor lain cenderung sama. Kelas sesuai bersyarat (S3) memiliki nilai kesesuaian sebesar 64% dan tersebar di terumbu karang Pulau Pai, Karang Insarorki, Karang Wundumimas, Gugus Pulau Padaidori dan Gugus Pulau Mangguandi. Terumbu karang Gugus Pulau Padaidori terdiri dari Pulau Padaidori, Pulau Yeri dan Pulau Yeri kecil. Faktor yang COREMAP
60
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
kurang mendukung selain kelimpahan ikan karang juga topografi dasar perairan dan perubahan cuaca. Tabel 20. Kelas Kesesuaian Daerah Penangkapan Ikan Karang (kel. target)
No
Gugus Pulau
Kelas Kesesuaian Lahan Sesuai Bersyarat Tdk sesuai (S2) (S3) (N)
Sgt sesuai (S1)
I Padaido bawah 1 Gugus pulau Auki 2 Gugus pulau Wundi 3 Nusi 4 Pai 5 Karang Insarorki 6 Karang Wundumimas II Padaido atas 1 Pakreki 2 Gugus pulau Padaidori 3 Mbromsi 4 Pasi 5 Gugus pulau Mangguandi 6 Gugus pulau Dauwi 7 Karang Mansawayomni 8 Karang Urbinai 9 Karang Kasinampia Sumber : Hasil analisis SIG
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
1°5'00" L S
KESESUAIAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN PELAGIS DAN KARANG KEPULAUAN PADAIDO DISTRIK PADAIDO
ÿ
ÿ
Biak
ÿ
karang Wundumimas
U
ÿ Padaidori Yeri
karang Kasinampia
ÿ
ÿ
ÿ
ÿ
a to
ÿ
Dauwi uan di Mangg
ÿ
ÿ
ÿ
ÿ
Runi
ÿ ÿ ÿ
ÿ
ÿ
Sesuai Sesuai bersyarat
Kebori
gosong W ararasowe
ÿ
ÿ ÿ
PETUNJUK LETAK PETA
ÿ ÿ
0
30
60
Kilometer
Rasi
Pula u Bi ak Kabuapaten Bi akN umf or
ÿ
karang Mansawayomni
0°30'
g ran ka
Mansurbabo
Wamsoi
Sesuai pelagis kecil
Sangat sesuai
1°00'
La
au
ÿ
ÿ
Nukori
Nusi
Urev
Sesuai pelagis besar dan kecil
Ikan karang (target group)
Samakur Pulau Karang
ÿ
ÿ
Pasi
ÿ
ÿ
karang Urbinai
1°16'00" L S
P ul
goo n
g ran ka
ÿ
Wurki
10
Ikan pelagis
ÿ ÿ
ÿ
Workbondi
ÿ Pakreki
Wundi
5 Ki l o m e t e r
ÿ
Mbromsi
ÿ ÿ
0
Keterangan :
ÿ
la u
Rarsbar
karang Ins arorki
Pai
ÿ ÿ
Pulau Karang
ÿ
ÿ
ÿ
ÿ
ÿ
Yumni
ÿ
Pu
ÿ
ÿ
lW und i
Auki
1°10'30" L S
Yeri Kecil
ÿ
Ds i t ri kPad aido
Selat Yapen
0°00'
136°00'
136°30'
e la S t Y a p e n
3°00'
WILAYAH YANG DIP E TAKAN PROV IN SI PAPU A
6°00'
1°21'30" L S
ÿ
135°30'
u la P u Ba i k a b K ua p a t n e B a i k N u fm ro is tr k D i a P d a id o
0
300 Kilo meter 133°00'
136°16'30" BT
136°22'00" BT
136°27'30" BT
136°33'00" BT
600 136°00'
139°00'
136°38'30" BT
Gambar 12. Kesesuaian Daerah Penangkapan Ikan Karang COREMAP
61
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
4.3.2 Daerah Penangkapan Ikan Pelagis Berdasarkan hasil analisis kesesuaian daerah penangkapan ikan pelagis yang disajikan pada Tabel 21, Gambar 13, perairan laut di kepulauan Padaido, baik yang mengelilingi GPP Padaido Bawah dan GPP Padaido Atas maupun perairan laut lagoon Atol Wundi sesuai untuk daerah penangkapan ikan pelagis dengan nilai kesesuaian sebesar 82,222% sampai 86,667%. Perairan lagoon Atol Wundi sesuai untuk daerah penangkapan ikan pelagis kecil, sedangkan perairan laut dalam yang mengelilingi GPP Padaido sesuai untuk daerah penangkapan ikan pelagis kecil dan besar. Faktor yang mendukung perairan sesuai untuk daerah penangkapan ikan pelagis adalah parameter oseanografi perairan seperti suhu, salinitas, oksigen terlarut, kecerahan perairan dan tidak adanya pencemaran. Faktor yang kurang mendukung adalah perubahan cuaca. Tabel 21. Kelas Kesesuaian Daerah Penangkapan Ikan Pelagis No
Kelas Kesesuaian Lahan Sesuai Tdk sesuai (S) (N) √ √ √ √ √
Lokasi
1 Perairan pulau-pulau atol Wundi 2 Perairan pulau Pakreki 3 Perairan gugus pulau Mbromsi 4 Perairan gugus pulau Dauwi 5 Perairan lagoon atol Wundi Sumber : Hasil analisis SIG
1°5'00" L S
KESESUAIAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN PELAGIS DAN KARANG KEPULAUAN PADAIDO DISTRIK PADAIDO
ÿ
ÿ
Biak
ÿ
karang Wund umimas
U
ÿ Padaidori Yeri
ÿ
ÿ
ÿ
ÿ ÿ
ato
ÿ
ÿ ÿ
Pulau Karang
Dauwi uan di Mangg
ÿ
ÿ
Wamsoi
Runi
Sangat sesuai
ÿ ÿ ÿ
ÿ
ÿ
Sesuai pelagis kecil
Sesuai Sesuai bersyarat
Kebori
gosong W ararasowe
ÿ
ÿ ÿ
PETUNJU K LETAK PETA
ÿ ÿ
0
30
60
Kilometer
Rasi
Pula u Bi ak Kabuapat en Bi akN umf or
ÿ
karang Mans awayomni
0°30'
La
ÿ
ÿ
Samakur Nukori
Sesuai pelagis besar dan kecil
Ikan karang (target group)
1°00'
ÿ
g ran ka
ÿ
ÿ
karang Urbinai
Pasi
Urev
Mansurbabo
10
Ikan pelagis
ÿ ÿ
ÿ
Workbondi
ÿ ÿ
Nusi
5 Ki l o m e t e r
1°16'00" L S
au P ul
ÿ
Wurki
0
Keterangan : Mbromsi
ÿ
ÿ
Wundi
goo n
g ran ka
ÿ
karang Kasinampia
ÿ
Pakreki
i
la u
Rarsbar
karang Insarorki
Pai
ÿ ÿ
Pulau Karang
ÿ
ÿ
ÿ
ÿ
Yumni
ÿ
Pu
ÿ
ÿ
lW und
Auki
1°10'30" L S
Yeri Kecil
ÿ
Dist ri kPad aido
Selat Yapen
0°00'
136°00'
136°30'
e la S t Y ap e n
3°00'
WILAYAH YANG DIPE TAKAN PROV IN SI PAPU A
6°00'
1°21'30" L S
ÿ
135°30'
u la P u Ba i k a b K ua p a t n e B a i k N u fm ro is tr k D i a P d a id o
0
300 Kilometer 133°00'
136°16'30" BT
136°22' 00" BT
136°27'30" BT
136°33' 00" BT
600 136°00'
139°00'
136°38'30" BT
Gambar 13. Kesesuaian Daerah Penangkapan Ikan Demersal dan Pelagis COREMAP
62
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN Pemanfaatan
potensi
sumberdaya
lahan
pesisir
dan
laut
yang
sesuai
peruntukkannya adalah budidaya rumput laut (13.349,005 ha), budidaya teripang (13.348,915 ha), budidaya ikan dalam keramba (3.692,808 ha), pariwisata pesisir (11.378,337 ha), penangkapan ikan karang (15 lokasi) dan ikan pelagis (5 lokasi).
5.2 SARAN (1)
Lahan pesisir perairan ternyata tidak hanya sesuai untuk satu peruntukkan tetapi sesuai juga untuk peruntukkan lain, seperti perikanan budidaya, pariwisata pesisir, perikanan tangkap (ikan karang & pelagis kecil) dan jalur transportasi perahu nelayan. Untuk menghindari konflik pemanfaatan ruang diperlukan penyusunan matriks keserasian (compatibility matrix) antar kegiatan pembangunan di wilayah pesisir dan laut pulau-pulau kecil.
Penyusunan dilakukan dengan melibatkan
pihak-pihak yang berkompeten terutama masyarakat adat. (2)
Alokasi kegiatan pembangunan pada lahan atau kawasan yang sesuai harus mempertimbangkan daya dukung (daya tampung) kawasan atau lahan. Selain itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kapasitas asimilasi lingkungan perairan yang sesuai untuk budidaya ikan dengan keramba terhadap beban limbah yang masuk untuk menghindari kerusakan atau degradasi lingkungan.
COREMAP
63
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, E. dan Liviawati, E., 1993. Budidaya Rumput Laut dan cara Pengolahannya. Penerbit Bhratara – Jakarta. Arifin, T. 2001. Evaluasi Kesesuaian Kawasan Pesisir Dan Arahan Pengembangan nya Bagi Pariwisata Bahari Di Teluk Palu Propinsi Sulawesi Tengah. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Atmadja, W.S., Sulistijo dan H. Mubarak, 1970. Potensi, Pemanfaatan dan Prospek Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Indonesia. Badan Pengembangan Ekspor Nasional. Dep. Perdagangan dan Koperasi; Jakarta. 13 hal. Badan Pusat Statistik Kabupaten Biak Numfor, 2002. Biak Numfor Dalam Angka 2001. Kerjasama dengan BP3D Kabupaten Biak Numfor.
[BPS] Biro Pusat Statistik Biak, 2003. Sensus Pertanian 2003. Chapman, V.J., 1949. Seaweed and their uses. Methuen and Co. Ltd. London: 287 pp. Clark, J. 1974. Coastal Ecosystems. Ecological Consideration For Management of The Coastal Zone. The Conservation Foundation, Washington, D.C. ______. 1996. Coastal Zone Management Handbook. Lewis Publishers. [COREMAP] Coral Rehabilitation and Management Project Reports, 2001. Reef Health Status of Padaido, Biak. Baseline Survey May 2001. Prepared by CRITIC Biak and AMSAT Ltd. ________________________________________________________, 2003. Reef Health Status of Padaido, Biak. Baseline Survey May 2003. Prepared by CRITIC Biak. Dahuri, R. 1998. Pendekatan ekonomi-Ekologis Pembangunan Pulau-Pulau Kecil Berkelanjutan. Dalam Prosiding Seminar Dan Lokakarya Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Di Indonesia. Jakarta, 7 – 10 Desember 1998. Kerjasama Departemen Dalam Negeri, Direktorat Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Kawasan, TPSA, BPPT, dan Coastal Resouces Management Project (CRMP) USAID. ________. 2000. Kebijakan dan Program Nasional Mengembangkan Potensi PulauPulau Kecil Sebagai Pusat Riset dan Industri Yang Berkelanjutan Dengan Basis masyarakat. Disampaikan Pada Seminar Nasional Memperingati Tahun Bahari dan Ulang Tahun Dati I Sulut. Universitas Sam Ratulangi, Manado, 18 Oktober 2000.
[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan, 2001. Pedoman Umum Pengelolaan PulauPulau Kecil Yang Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat. COREMAP
64
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
____________________________________, 2002. Pedoman Umum Penataan Ruang Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil. a
____________________________________, 2002 . Pedoman Umum Perenca- naan Pengelolaan Pesisir Terpadu. Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL., 2003. Daftar Pasang Surut. Fakultas Perikanan IPB, 1998. Studi Penetapan Lokasi Pengembangan Budidaya Laut Di Kepulauan Seribu. Laporan Akhir. Kerjasama Dengan Dinas Perikanan daerah Khusus Ibukota Jakarta. Ginting, S.P., 1998. Konflik Pengelolaan Sumberdaya Kelautan Di Sulawesi Utara Dapat mengancam Kelestariannya. P.30-43 Vol 1. N0.2. Jurnal Pesisir dan Lautan, PKSPL-IPB, Bogor. Hehanussa, P.E., G.S. Haryani, M.Fakhrudin, dan H.wibowo. 1998. Ketersediaan Air Sebagai dasar Perencanaan Pengembangan Kapet di Pulau Biak, Irian Jaya. Dalam Prosiding Seminar Dan Lokakarya Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Di Indonesia. Jakarta, 7 – 10 Desember 1998. Kerjasama Departemen Dalam Negeri, Direktorat Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Kawasan, TPSA, BPPT, dan Coastal Resouces Management Project (CRMP) USAID. Hukom, F.D., La Tanda, Yonas Lorwens dan Sam Wouthuyzen., 2001. Sensus Ikan Karang Di Pulau-Pulau Padaido. Dalam Laporan Akhir Pengkajian Metodologi Pendugaan Stok Ikan Karang Di Pulau Biak dan P.P. Padaido. Balai Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut, P3O-LIPI Ambon. Hutahaean W., S. Wouthuyzen dan T. Wenno., 1995. Kondisi Oseanografi Wilayah Pesisir Pulau Biak dan Sekitarnya. Dalam Status Ekosistem Wilayah Pesisir Pulau Biak dan Sekitarnya. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi – Balai Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut, Ambon. Hutomo, M., B.S. Soedibjo dan Milya Rosanty,. 1996. Prosiding Seminar Pengembangan Potensi Wilayah Kabupaten Biak Numfor. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Oseanologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta. Ihsan, Y.N., 2002. Kajian Pengembangan Budidaya Laut: Pengaruhnya Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Pesisir (Studi Kasus Budidaya Rumput Laut Di Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Kepulauan Seribu). Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Indriani, H dan Sumiarsih, E., 2001. Budidaya, Pengolahan, dan Pemasaran Rumput Laut. Penebar Swadaya. Kabupaten Biak Numfor, 2000. Kecamatan Padaido Dalam Angka.
COREMAP
65
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
Koswara, A., 1998. Hubungan Antara Kelurusan Sesar Inderaan Jauh dan Bencana Alam Geologi di Kepulauan Biak, Irian Jaya. Dalam Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral, No. 84, Vol. VIII, Bandung. Laksono, P.M., Tjahjono P., Adi M., Aprilia B.H., Gunawan, dan Tranpiosa R., 2001. Kepulauan Padaido Haruskah Habis terkuras. Pusat Studi Asia Pasifik Universitas Gajah Mada bekerjasama dengan Yayasan RUMSRAM dan KEHATI. Nontji, A., 2002. Laut Nusantara. Cetakan ketiga. Penerbit Djambatan. Novaczek, I. 1997. Laporan Penelitian Biologi : Kondisi Terumbu Karang, Ikan dan Perikanan di Saba, Wundi dan Dawi, Kepulauan Padaido. Tim Monitoring Biologi, Yayasan Hualopu. Okazaki, A., 1973. Seaweed and their uses in Japan. Tokai University Press. Tokyo: 165 pp. Kabupaten Biak Numfor, 2001. Kecamatan Padaido Dalam Angka 2000. Papalia, S., 2001. Distribusi dan Komposisi Jenis Rumput Laut Di Perairan Pulau-Pulau Padaido Biak, Irian Jaya. Dalam Laporan Akhir Pengkajian Metodologi Pendugaan Stok Ikan Karang Di Pulau Biak dan P.P. Padaido. Balai Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut, P3O-LIPI Ambon. Pratiwi, E. dan Ismail, W., 2004. Perkembangan Budidaya Rumput Laut Di Pulau Pari. Warta Penelitian Perikanan Indonesia, Edisi Akuakultur. Volume 10 Nomor 2,2004. Razak, T.B. dan Marlina N. 1999. Laporan Kegiatan. Studi Kajian Singkat Sumber Daya hayati Laut Kepulauan Padaido. Yayasan Terumbu Karang Indonesia (Terangi). Kerjasama Yayasan Rumsram dan Kehati. Romimohtarto K. dan Juwana S., 1999. Biologi Laut Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI Jakarta. Sapulette dan Peristiwady, 1994. Evaluasi sumberdaya Laut di Biak. Laporan Kemajuan Triwulan I, Tahun Anggaran 1993/1994, LON-LIPI, Ambon. Soehaimi A., Lumbanbatu U.M., Hayat Z., Moechtar H., Padmawidjaja T., dan Firdaus M., 1999. Neotektonik dan Kegempaan P. Biak dan Sekitarnya. Dalam Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral, No. 39, Vol. XI, Bandung. Souhoka, J., dan Yonas Lorwens., 2001. Kondisi Terumbu Karang Di Pulau-Pulau Padaido. Dalam Laporan Akhir Pengkajian Metodologi Pendugaan Stok Ikan Karang Di Pulau Biak dan P.P. Padaido. Balai Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut, P3O-LIPI Ambon. Stasiun Meteorologi Klas I Frans Kaisiepo Biak, 2002. Unsur-Unsur Cuaca Tahun 2002.
COREMAP
66
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
Suharsono dan F.W. Leatemia. 1995. Kondisi Terumbu Karang Pulau-Pulau Padaido Dan Potensi Padaido Sebagai Daerah Tujuan Wisata. Balitbang Biologi, Puslitbang Oseanologi-LIPI, Jakarta dan Balitbang Sumberdaya Laut, Puslitbang Oseanologi-LIPI, Ambon. Dalam Prosiding Seminar Pengembangan Potensi Wilayah Kabupaten Biak Numfor. Jakarta, 26 – 29 Juli 1995. Pusat Penelitian dan Pengembangan OseanologiLIPI, Jakarta. Sunyoto, P. 2000. Pembesaran Kerapu Dengan Karamba, Jaring Terapung. PT. Penebar Swadaya, Depok. Sutaman, 2003. Petunjuk Praktis Budidaya Teripang. Penerbit Kanisius. Taurusman, A. A., 1999. Model Sedimentasi Dan Daya Dukung Lingkungan Segara Anakan Untuk Kegiatan Budidaya Udang. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tiensongrusmee, B., S. Pontjoprawiro dan I. Soedjarwo., 1986. Site Selection for the Culture of Marine Finfish in Floating Net-cages. Waas, H.J.D., 2004. Analisis Daerah Potensial Penangkapan Cakalang (Katsuwonus pelamis) dan Madidihang (Thunnus albacares) Di Perairan Utara Papua, Pasifik Barat. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Wong, P.P. 1991. Coastal Tourism in Southeast Asia.International Center for Living Aquatic Resources Management, Philippines. Wouthuyzen, S., 1995. Status Ekosistem Wilayah Pesisir Pulau Biak dan Sekitarnya. Laporan Akhir Tahun Anggaran 1994/1995. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Pusat Penelitian dan pengembangan Oseanologi, Balai Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut, Ambon. _____________, O.K. Sumadhiharga, F.W. Leatemia, dan A.J. Sihainenia. 1995. Inventarisasi Sumberdaya Hayati Laut Di Wilayah Pesisir Kabupaten Biak-Numfor. Balitbang Sumberdaya Laut, Puslitbang Oseanologi-LIPI, Ambon dan Konsultan MREP untuk Propinsi Maluku dan Irian Jaya. Dalam Prosiding Seminar Pengembangan Potensi Wilayah Kabupaten Biak Numfor. Jakarta, 26 – 29 Juli 1995. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI, Jakarta. _____________, D. Sapulete dan A. Nanlohy., 2001. Analisa Citra Satelit Landsat-5 TM Untuk Memetahkan Perairan Dangkal Pulau-Pulau Padaido. Laporan Akhir Pengkajian Metodologi Pendugaan Stok Ikan Karang Di Pulau Biak dan Pulau-Pulau Padaido. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi, Balai Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut, Ambon. Yayasan Hualopu, 1997. Sustainable Community Based Marine Resource Management and Conservation in Padaido Island Biak. Bekerjasama dengan Yayasan Rumsram, Biak, Irja, Indonesia. Yayasan Rumsram, 2000. Profil Kepulauan Padaido. Yayasan Terangi Dan LIPI-BIAK. 2000. Studi Kondisi dan Potensi Sumber Daya Laut Di Pulau-Pulau Kecil Kepulauan Padaido. Kerjasama Yayasan Rumsram dan Yayasan Kehati. COREMAP
67
PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
COREMAP
68