BAB I PENDAHULUAN Paralisis saraf fasialis dapat terjadi akibat kelainan congenital, neoplastik, trauma, infeksi atau iatrogenik. Kelumpuhan ini dapat bersifat sentral atau perifer. Bells palsy adalah kelumpuhan
nervus fasialis perifer, terjadi secara akut dan penyebabnya tidak diketahuidengan pasti atau tidak menyertai penyakit lain yang dapat menyebabkan lesi nervus fasialis. Bells palsy tercatat Secara statistik insiden bells palsy di USA adalah kira-kira 23 kasus per 100.000 populasi. Kebanyakan studi populasi menunjukan insiden 15-30 kasus per 100.000 populasi. Tidak terdapat perbedaan kejadian antara wanita dengan pria. Insidens yang tertinggi terjadi pada usia 60 tahun atau lebih dan yang terendah pada usia kurang dari 10 tahun. Paralisis fasialis dapat terjadi pada penyakit – penyakit tertentu misalnya anestesis local pada pencabutan gigi, infeksi telinga bagian bawah, syndrome guillain barre, meningitis dan trauma. Gambaran klinik dapat membantu membedakannya dari penyebab paralisis saraf fasialis lainnya meliputi paralisis fasialis unilateral yang terjadi tiba-tiba ( kuarang dari 48 jam ) tanpa tanda – tanda dan gejala dari gangguan telinga atau fossa posterior.
BAB II ANATOMI FISIOLOGI
Saraf fasialis memiliki 4 komponen yang memiliki fungsi yang bebeda : cabang motorik, Visero mottorik, special sensory, general sensory. Serabut saraf fasialis meninggalkan batang otak bersama n. VII dan n. intermedius masuk ke dalam os petrosum melalui meatus akustikus internus tiba di kavum timpani untuk bergabung dengan ganglion genikulatum sebagai induk sel pengecap 2/3 bagian depan lidah. Dari ganglion ini saraf fasialis memberi cabangnya ke ganglion otikum dan ganglion ptegopalatinum yang menghantarkan impuls ke kelenjar salivarius dan kelenjar lakrimalis. M. Facialis mempunyai 5 komponen fungsional yaitu 3 afferent dan 2 efferent. 2 afferen pertama datang dari sekitar kuping berupa sensasi sakit dan temperatur. Afferent ke tiga datang dari 2/3 depan lidah membawah sensori taktil. Efferent pertama nucleus nervus facialis di dalam pons menuju kanalis facialis dan keluar dari foramen stylomastoideus serta bercabang-cabang menginervasi otot-otot wajah. Efferent ke dua datang dari nucleus salivatorius superior di dalam pons. Nervus Facialis merupakan saraf motorik yang menginervasi otot – otot wajah. Nervus Facialis merupakan salah satu dari 12 pasang Saraf Cranialis . Otot-otot yang di persyarafi : 1. M. Frontalis Fungsinya untuk alis mata dan mengerutkan dahi ( ekspresi heran )
2. M. Orbicularis Oculi Fungsinya, Menutup mata (ekspresi memejamkan mata) 3. M. Orbicularis Oris Fungsinya, menguncupkan mulut ke depan (ekspresi bersiul) 4. M. Proserus Fungsinya, mengangkat hidung (ekspresi benci)
5. M. Nasalis Fungsinya, melebarkan daun hidung (ekspresi mencium bau) 6. M. Currogator Supercili Fungsinya, menarik alis mata ke tengah dan menurun sehingga membentuk lipatan atau kerutan diantara kedua alis mata (eksoresi wajah) 7. M. Zygomaticum Fungsinya, menarik sudut mulut dengan memperlihatkan gigi (ekspresi senyum) 8. M. Rizorius Fungsinya, menarik sudut mulut ke lateral (ekspresi wajah meringis) 9. M. Buccinator Fungsinya, menekan pipi ke dalam dan untuk bersiul 10. M. Depressor Labii Inferior Fungsinya, menjolokan bibir ke bawah keluar (ekspresi mencibir) 11. M. Mentalis Fungsinya, meruncingkan dagu 12. M. Depressor Anguli Oris Fungsinya, menarik sudut mulut ke bawah secara kuat
Tulang Tengkorak (Cranium) Tulang tengkorak mempunyai beberapa bagian - bagian yang biasanya ditinjau dari beberapa aspek yakni aspek anterior, posterior, superior, inferior serta lateral. Untuk membahas di sini hanya ditinjau dari arah lateral karena dihubungkan perjalanan N. VII ke perifer tulang wajah yaitu :
Os. Temporalis Canalis Spasialis Foramen Stylomastoideus Ramos Mandibularis Aspek Lateral
BAB III PATOLOGI TERAPAN A. Patofisiologi Bells palsy diperkirakan akibat udem dan iskemia yang di sebabkan oleh kompresi n. fasialis ketika melewati kanal tulang. Penyebab udem dan iskemia masih terjadi perdabatan. Pada masa lampau, terpapar udara dingin dianggap penyebab bells
palsy. Mc. Cronik ( 1972 ) pertama-tama berpendapat bahwa HSV bertanggung jawab atas paralisis fasialis yang idiopatik. Autopsi menunjukan HSV terdapat pada ganglion genikulatum penderita bells palsy. Murakami et al melakukan pemeriksaan polymerase chain reaction ( PCR ) untuk HSV dalam cairan endoneural n. fasialis pada penderita bells palsy yang dioperasi, 11 dari 14 penderita ditemukan HSV dalam cairan endoneural. Asumsi bahwa HSV adalah etiologi dari bells palsy cukup beralasan. Pada saat stress virus akan menjadi reaktif dan menyebabkan kerusakan local pada myelin. Bells palsy merupakan efek sekunder dari virus dan atau reaksi autoimun yang menyebabkan demyelinisasi n. fasialis dan menyebabkan paralisis fasial unilateral.
B. Proses patologinya Dengan adanya proses cuaca yang dingin tersebut maka dapat menyebebkan menjadi nervus facialis menjadi sehingga terjadi penekanan atau terjepitnya nervus facialis diforamen stilomastoideus akibat penekanan atau penjepitan saraf akan mengalami kelumpuhan facialis LMN dan kelumpuhan tersebut dinamakan Bells Pallsy. Pada kondisi ini masih digolongkan dalam paresis ringan sebagian mengalami kelumpuhan komplit atau digolongkan dalam tipe 1. Hal ini disebabkan adanya blok konduksi saraf yang refersible, ini di sebut dengan Neoropraksia dan terjadi akibat adanya kompresi akut oleh cairan oedem di sekitar saraf. Gejala bells palsy sering kali di temukan oleh keluarga atau teman sejawat sementara pasien tidak mengetahui sebelumnya. Kelumpuhan perifer facialis melibatkan semua otot wajah sesisi dan sangat mudah dibuktikan dengan tanda-tanda : Kerutan lipat kulit dahi hanya sesisi yang sehat Kelompok mata tidak dapat menutup rapat pada wajah yang sakit dan nampak bola mata berputar-putar keatas Mulut merot kesisi yang sehat, jika mulut terbuka dan mudah di julurkan nampak lidah normal gerakannya ,namun gerakan bibir menyimpang kesisi yang tidak sehat. Ketika mengembungkan pipi dengan mulut tertutup maka gembungan besar pada sisi yang sakit, dalam waktu seketika ketupan kedua bibir terbuka karena kelemahan otot pipi dan otot bibir yang sesisi wajah terserang. Air mata sering keluar pada sisi wajah yang sakit akibat iritasi pada konjungtiva karena kelopak mata sulit menutup mata bila berlangsung terus kadang kala mata
mengalami infeksi. Kadang kala di sertai gangguan pengecap, apabila oedem yang mengenai nervus facialis pada foamen stylomastoideus sampai ke corda tympani.
BAB IV ASSESMENT FISIOTERAPI
A.
Data Medis Rumah Sakit 1.
Diagnostik Medis
2.
Catatan Klinis
3.
:
Tekanan Darah
:
mmHg
Pernapasan
:
x / menit
Temperatur
:
Terapi Umum
:
Medika Mentosa
B.
Pemeriksaan FT 1. Anamnesis a Umum Nama : Umur : J.k : Agama : Pekerjaan : Alamat : b Khusus K.U : L.K : Lama keluhan : Sifat keluhan : RPP : c Sistem : Kepala dan leher : Kardivascular : Respirasi : Gastrointestinalis : Urogenitalis : Nervorum : Ada gangguan pada N .Facialis 2. Inspeksi a Statis Muka merot ke sisi yang sehat dan wajah asimetris b Dinamis Sulit mengangkat alis sebelah kanan Mata tidak tertutup rapat pada sisi kanan Sulit mengerutkan kening sebelah kanan Jika pasien bicara sudut bibir asimetris Pasien sulit menarik bibir kearah yang lemah 3. Pemeriksaan Fungsi Dasar a) Tes Orientasi Mengembungkan pipi Menutup mata dengan rapat Mengangkat alis b) Aktif Tujuan : Mengetahui koordinasi gerakan, kekuatan otot Hasilnya : Gangguan koordinasi gerakan (ADL), kelemahan otot.
Mengangkat alis mata Hasil : Interpretasi : Kelemahan M. Frontalis kanan Mengerutkan dahi/kening Hasil :
Interpretasi : kelemahan M. Curogator Supercili kanan Menutup mata Hasil : Interpretasi : kelemahan M. Orbicularis Oculi kanan Mengembang kembiskan lubang hidung Hasil : Interpretasi : Kelemahan M. Nasalis kanan Mengerutkan hidung Hasil : Interpretasi : Kelemahan M. Proserus kanan Menarik sudut bibir ke arah atas Hasil : Interpretasi : Kelemahan M. Levator labii superior kanan Mengangkat sudut mulut Hasil : Interpretasi : Kelemahan M. Levator anguli kanan Menarik sudut mulut ke samping kanan Hasil : Interpretasi : Kelemahan M. Risorius kanan Menekan ke bawah sudut mulut kanan Hasil
:
Interpretasi
: Kelemahan M. Depressor Labii inferior Kanan Menyuruh tersenyum Hasil
:
Interpretasi : Kelemahan M. Zigomaticum Mayor kanan Menggembungkan pipi Hasil : Interpretasi : Kelemahan M. Bucinator kanan Bersiul Hasil : Interpretasi : Kelemahan otot M. Orbocularis Oris kanan Mengerutkan dagu Hasil : Interpretasi : Kelemahan M. Mentalis kanan 4. PemeriksaanSpesifik Manual Muscle Tes M.Depressor Labii Kanan :
M. Bucinator Kanan
:
M. Orbicularis Oris Kanan
:
M. Frontalis Kanan
:
M. Orbicularis Oculi Kanan
:
M. Proserus Kanan
:
M. Nasalis Kanan
:
M. Levator Anguli Oris
:
M. Levator Labii kanan
:
M. Curogator Supercili kanan: M. Bucinator kanan
:
M. Zigomaticum Mayor kanan
:
Tes Sensorik a. Tes Tajam Tumpul Hasil : b. Tes Panas Dingin Hasil : 5. Diagnostik Fisioterapi Gangguan fungsional wajah akibat Bells Palsy 6. Problematik Fisioterapi Kelemahan otot wajah Gangguan koordinasi gerakan pada wajah Gangguan fungsional wajah 7. Perencanaan Fisioterapi Tujuan jangka pendek Meningkatkan kekuatan otot wajah sisi Memperbaiki koordinasi gerakan pada wajah Memperbaiki fungsi ADL wajah Tujuan jangka panjang Mengembalikan kemampuan fungsional pada wajah. 8. Pelaksanaan Fisioterapi IRR Electrical Stimulasi Massage Exercise Terapi ( stretching / PNF wajah ) IRR Teknik : Pasien dalam posisi tidur terlentang di atas bad, kemudian fisioterapi memberikan IRR pada sisi wajah bagian kiri dan kanan. Tujuan : Sebagai pre eliminari exercise. F : 3 X Seminggu I : 20 - 40 cm T : non luminous T : 10 Menit Electrical Stimulasi Teknik : Pasien dalam posisi tidur terlentang di atas bad, dimana fisioterapi berdiri di samping di samping bad kemudian memasangkan satu pet
pada titik motor neuron padawajah yang mengalami gangguan dan satu di bagian servical. Tujuan : Merangsang kontraksi otot F : 3 X Seminggu I : 10 T : 2 Ped T : 10 menit Massage Teknik : Pasien dalam keadaan tidur terlentang di atas bad, dimana fisioterapi Tujuan : F : I : T : T :
berdiri di samping bad di atas bagian kepala pasien. Melancarkan sirkulasi darah pada wajah Setiap hari Toleransi pasien Force passive movement 5 menit
Exercise Terapi Teknik : Pasien dalam keadaan tidur terlentang di atas bad, dimana F I
fisioterapi bediri di samping bad atau di ujung bad : Setiap hari : Toleransi pasien
T
: Force active movement
T : 5 menit 9. Prognosis Quo ad vitam : Quo ad sanam : Quo ad fungsional : Quo ad cosmetik : 10. Evaluasi 1) Sesaat Setelah di terapi wajah pasien terasa ringan 2) Berkala Setelah beberapa kali di terapi pasien merasa adanya penurunan nyeri peningkatan otot pada wajah yang mengalami gangguan terutama pasien sudah mulai bisa menutup matanya 11. Home program 1. Kompres hangat daerah sisi wajah yang sakit selama 20 menit 2. Massage wajah yang sakit kearah atas dengan menggunakan tangan dari sisi wajah yang sehat di depan cermin
3. Latihan tiup lilin, berkumur, makan dengan mengunyah disisi yang sakit, minum dengan sedotan, mengunyah permen karet 4. Perawatan mata : Beri obat tetes mata (golongan artifial tears) 3x sehari Memakai kacamata gelap sewaktu bepergian siang hari Biasakan menutup kelopak mata secara pasif sebelum tidur
BAB I PENDAHULUAN
Dalam rangka meningkatkan kualitas hidup manusia dapat ditempuh dengan berbagai cara, salah satu diantaranya dengan meningkatkan standar kesehatan masyarakat. Hal ini tentunya dapat dicapai apabila terjadi keseimbangan dari faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan mulai dari lingkungan, gizi, sosial, budaya serta ekonomi yang berperan dalam mekanisme pertahanan diri manusia. Namun, pada kenyataannya kombinasi dari faktor-faktor di atas justru menjadi indikator manusia untuk lebih produktif di dalam memenuhi segala keperluannya tanpa batasan ruang dan waktu hingga memasuki usia senja, akibatnya bukan sehat yang diperoleh tetapi sakit. Bila menyinggung masalah sakit tentunya kita membayangkan berbagai penyakit. Terkait dengan masalah produktivitas dan usia, penyakit degeneratif seperti osteoarthritis merupakan salah satu jenis penyakit yang paling sering di temukan. Pada usia 45-64 tahun diperkirakan mencapai 30 % dan presentasinya mengalami peningkatan pada usia di atas 65 tahun sekitar 63-85 %. Bahkan ada yang menyebutkan bahwa hampir semua orang yang berusia 60 tahun keatas memperlihatkan tandatanda osteoarthritis pada berbagai persendian. Osteoarthritis bukan merupakan ancaman hidup tetapi dapat menurunkan kualitas hidup seseorang akibat nyeri yang ditimbulkan serta gangguan gerak sendi yang di alami. Bila tidak dilakukan tindakan pengobatan maka penderita dengan osteoarthritis lanjut dapat menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan fungsional penderita.
BAB II ANATOMI FISIOLOGI
Pada regio lutut terdapat sendi tibiofemoral dan sendi patellofemoral. Sendi tibiofemoral dibentuk oleh 2 condylus femoral yang besar yang bersendi dengan permukaan atau dataran tibia yang konkaf. Dua condylus femoral dipisahkan kearah posterior dan inferior oleh fossa intercondylaris. Sedangkan sendi patellofemoral dibentuk oleh patella yang bersendi dengan bagian anterior femur. Tibiofemoral joint merupakan sendi engsel (hinge joint) sinovial antara 2 condylus femur yang konveks dan permukaan artikular tibia yang sedikit konkaf. Kedua meniskus (meniskus medialis dan lateralis) merupakan dua cartilago semilunar yang dapat memberikan kongruenitas sendi. Kedua meniskus tersebut dapat memfasilitasi transmisi beban, shock absorbsi, lubrikasi dan stabilitas. Tepi perifer dari setiap meniskus melekat serabut kapsular yang dalam yaitu ligamen-ligamen meniskotibial atau coronary. Ligamen-ligamen tersebut adalah kuat, tetapi cukup lentur untuk memberikan axial rotasi terhadap permukaan meniskotibial. Ligamen coronary lateral lebih panjang daripada ligamen coronary medial untuk memberikan keleluasaan yang besar dari meniskus lateral. Pada bagian perifer dari meniskus medialis melekat secara jelas dengan bagian dalam dari ligamen collateral medial, yang membentuk bagian dan kapsul fibrous knee joint. Meniskus lateral terpisah dari kapsul knee joint pada bagian perifernya. Kearah posterior, meniskus lateral berhubungan dengan suatu ligamen yang dikenal sebagai ligamen meniscofemoral posterior. Stabilitas pada bagian lateral dan medial knee diberikan oleh ligamen collateral lateral dan ligamen collateral medial. Ligamen collateral medial merupakan ligamen yang kuat dan besar, berjalan dari epicondylus medial femur tepatnya di distal dan tuberculum adduktor yang berjalan ke bawah melewati garis sendi dan melekat pada condylus medial. Serabut ligamen ini relatif kuat dan memberikan 80% tahanan terhadap gaya valgus. Peran stabilisasi utama dari ligamen collateral medial adalah mencegah valgus knee yang berlebihan dan peran stabitisasi sekunder adalah mencegah eksorotasi tibia, translasi anterior tibia terhadap femur dan hiperekstensi knee.
Ligamen collateral lateral merupakan ligamen yang pendek, seperti batang, yang terpisah dari kapsul knee joint oleh adanya tendon popliteus. Ligamen ini berjalan dari epicondylus lateral femoral ke caput fibula. Peran stabilisasi utama dari ligamen collateral lateral adalah mencegah terjadinya stress varus pada knee dan peran stabilisasi sekunder adalah mengontrol posterior drawing dan eksorotasi tibia. Ligamen cruciatum adalah ligamen intrakapsular yang kuat tetapi ekstra sinovial, yang benjalan menyilang dari fossa intercondylaris. Ligamen cruciatum terdiri dari ligamen cruciatum anterior dan posterior. Peran stabilisasi utama dari ligamen cruciatum adalah menahan gerakan tibia ke anterior dan posterior dibawah femur, sedangkan peran stabilisasi sekundernya adalah bekerja sebagai internal terhadap ligamen collateral untuk mengontrol varus, valgus dan rotasi. Patellofemoral joint merupakan suatu sendi dari mekanisme extensor knee. Patella memberikan 2 fungsi biomekanik yang penting pada knee yaitu: 1.
Patella dapat menghasilkan perpindahan ke anterior dari tendon quadriceps pada seluruh gerakan, membantu ekstensi knee melalui peningkatan lengan lever dari gaya otot quadriceos.
2.
Patella dapat meningkatkan area kontak antara tendon patella dan femur sehingga dapat mendistribusi gaya kompresi diatas area yang lebih luas. Dibawah ini adalah gambar sendi knee yang normal dan yang mengalami osteoarthritis.
BAB III PATOLOGI TERAPAN
Osteoartritis (OA) merupakan gangguan sendi yang bersifat kronis disertai kerusakan tulang rawan sendi berupa disintegrasi dan perlunakan progrsif yang diikuti pertambahan, pertumbuhan pada tepi tulang dan tulang rawan sendi yang disebut osteofit yang diikuti dengan fibrosis pada kapsul sendi. Kelainan ini timbul akibat mekanisme abnormal pada proses penuaan, trauma, atau akibat kelainan lain yang menyebabkan kerusakan tulang rawan sendi. Kelainan ini tidak berkaitan dengan faktor sistemik ataupun infeksi. Insidensi osteoarthritis lutut sangat besar akibat mikrotrauma karena baik secara anatomis maupun fungsional berhubungan dengan adanya beban yang harus disanggah oleh sendi lutut, misalnya pada posisi berjalan, menumpu berat badan dan naik turun tangga serta aktivitas sehari-hari secara terus-menerus.
Perubahan Patologis Osteoarthritis Pada sendi, termasuk sendi lutut, ujung-ujung tulang kerasnya biasanya dilapisi tulang rawan (kartilago). Tulang rawan tersebut tidak memiliki jaringan saraf, jaringan limfe, dan tidak ada pembuluh darah. Di dalam sendi juga terdapat cairan yang disebut cairan synovial, yang berfungsi sebagai pelumas dan mencegah terjadinya gesekan ujung-ujung tulang tersebut yang dapat menyebabkan terkikisnya tulang tersebut. Pada keadaan kekurangan cairan synovial akibat suatu proses degenerasi maka akan terjadi gesekan-gesekan antar tulang rawan tersebut sehingga tulang rawan menjadi terkikis habis, maka akan timbul rasa nyeri. Biasanya nyeri akan dirasakan setelah kondisi sudah kronis dimana kartilago sudah sangat tipis dan ujung tulang keras sudah saling bergesekan. Hal ini tidak mudah diketahui secara dini
karena pada kartilago tidak terdapat jaringan saraf, jaringan limfe, dan pembuluh darah sehingga pada awal kerusakan tidak terdeteksi karena tidak adanya rasa nyeri Kartilago yang sudah hancur mengakibatkan sela persendian menjadi sempit. Disamping itu tulang bereaksi terhadap lesi kartilago dengan pembentukan tulang baru (osteofit) yang menonjol ketepi persendian. Kelainan yang dapat menimbulkan osteoarthritis berupa terjadinya kerusakan pada tulang subartikuler : 1. Meningkatnya tekanan pada titik tertentu pada rawan sendi 2. Beban berlebihan atau kerusakan tulang rawan sendi Manifestasi dari osteoarthritis antara lain adanya nyeri dan kekakuan sendi. Pada osteoarthritis stadium dini nyeri dirasakan setelah melakukan aktivitas dan menghilang setelah istirahat. Pada tahap selanjutnya nyeri dirasakan pada gerakan yang minimal bahkan pada waktu istirahat. Pembagian osteoarthritis ada dua yaitu : 1.Osteoarthritis primer Osteoarthritis yang tidak di dahului oleh trauma atau proses patologi lain yang menimbulkan kerusakan struktural pada unsur-unsur persendian, khususnya persendian kecil di jari-jari. Pada beberapa kasus sering terjadi deformitas yang cukup mencolok, tetapi fungsinya tidak terlalu terganggu. 2.Osteoarthritis sekunder Disebabkan oleh penyakit yang mengakibatkan kerusakan pada synovial. Osteoarthritis timbul menyusul terjadinya cedera yang pernah dialami, terutama jika terjadi cedera persendian. Bisa menyerang satu persendian atau lebih, tergantung dari penyebab utamanya. Pada orang yang menderita osteoarthritis untuk mengangkat sesuatu yang berat akan menimbulkan rasa nyeri pada persendian yang terserang dan dapat mengganggu waktu berjalan, saat tidur serta menyebabkan iritasi. Bagi penderita osteoarthritis pada lutut, jalan-jalan pagi merupakan kegiatan olah raga yang tidak boleh dilakukan. Osteoarthritis lutut pada tahap dini sering disertai oleh efusi, tapi jarang menunjukkan tandatanda inflamasi. Pada tahap lanjut nyeri di lutut tidak disertai oleh kelainan pada unsur lunak persendian, melainkan tulang persendian memperlihatkan perubahan bentuk dan terdengar adanya krepitasi. Tanda dan Gejala yang sering muncul, berupa :
a. Sendi-sendi panggul dan lutut, dominan untuk terkena. b.Nyeri pada waktu bergerak. c. Nyeri menjalar. d.Spasme otot. e. Krepitasi kadang-kadang terdengar. f. Deformitas pinggul, biasanya : -
Adduksi
-
Fleksi
-
Rotasi lateral
g.Deformitas lutut biasanya - Varus – valgus - Fleksi h.Ketidaksesuaian panjang tungkai karena fleksi itu Beberapa faktor yang dianggap sebagai penyebab terjadinya osteoarthritis yaitu : 1. Usia Semakin lanjut usia seseorang, pada umumnya semakin besar faktor resiko terjadinya OA lutut. Hal ini disebabkan karena sendi lutut yang digunakan sebagai penumpu berat badan sering mengalami kompresi atau tekanan dan gesekan, sehingga dapat menyebabkan kartilago yang melapisi tulang keras pada sendi lutut tersebut lama-kelamaan akan terkikis dan rentan terjadi degenerasi. 2. Obesitas Jelas sekali bahwa kelebihan berat badan atau obesitas bisa menjadi faktor resiko terjadinya OA lutut. Berat badan yang berlebih akan menambah kompresi atau tekanan atau beban pada sendi lutut. Semakin besar beban yang ditumpu oleh sendi lutut, semakin besar pula resiko terjadinya kerusakan pada tulang. 3. Herediter atau faktor bawaan Struktur tulang rawan dan laxity pada sendi, serta permukaan sendi yang tidak teratur yang dimiliki seseorang sebagai faktor bawaan merupakan faktor resiko terjadi OA lutut. 4. Trauma pada sendi dan kerusakan pada sendi sebelumnya Terjadinya trauma, benturan atau cedera pada sendi lutut juga dapat menyebabkan kerusakan atau kelainan pada tulang-tulang pembentuk sendi tersebut. 5. Kesegarisan tungkai
Sudut antara femur dan tibia yang > 180 derajad dapat berakibat beban tumpuan yang disangga oleh sendi lutut menjadi tidak merata dan terlokalisir di salah satu sisi saja, dimana pada sisi yang beban tumpuannya lebih besar akan beresiko lebih besar terjadi kerusakan. 6. Pekerjaan dan aktivitas sehari-hari Pekerjaan dan akifitas yang banyak melibatkan gerakan lutut juga merupakan salah satu penyebab osteoarthritis pada lutut. 7. Olahraga yang berat, terutama sepak bola 8. Faktor hormonal dan penyakit metabolic Perubahan degeneratif pada sendi lutut bisa terjadi akibat perubahan hormonal yang terjadi pada wanita yang sudah menopause. Selain itu, seseorang yang memiliki diabetes mellitus juga bisa terkena OA lutut ini. 9. Arthritis yang berlangsung lama Arthritis (peradangan sendi) yang sudah berlangsung lama dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya pula OA lutut.
BAB IV ASSESMENT FISIOTERAPI
A. Data-Data Medis RS
Diagnosa Medis :
Catatan Klinis
:
Terapi Umum
:
Rujukan
OA (Osteoartritis)
:
B. Pemeriksaan Fisioterapi Anamnesis a. Umum
Nama
:
Umur
:
Jenis Kelamin
:
Agama
:
Pekerjaan
:
Alamat
:
b. Khusus Keluhan Utama
:
Kapan Terjadinya
:
Lokasi Keluhan : Sifat Keluhan
:
Riwayat Penyakit Sekarang
:
Riwayat Penyakit Dahulu
:
Riwayat Penyakit Penyerta
:
Riwayat Keluarga
:
c. Sistem Musculoskeletal
:
Cardiovaskuler
:
Respirasi
:
2. Pemeriksaan Fungsional a. Vital Sign
Tekanan Darah
:
Denyut Nadi
:
Pernafasan
:
Tinggi Badan
:
Berat Badan
:
b. Inspeksi 1) Statis
Dilihat dari anterior -
Posisi kedua patella
:
-
Bentuk tungkai
:
-
Perubahan warna kulit
:
-
Perubahan kontur otot
:
-
Hydrops (cairan)
:
Dilihat dari lateral -
Perubahan warna kulit
Dilihat dari posterior -
Posisi kedua patella
:
-
Bentuk tungkai
:
-
Perubahan warna kulit
:
-
Perubahan kontur otot
:
-
Hydrops (cairan)
:
2) Dinamis
c. Palpasi
: apakah ada oedema
d. Tes Orientasi Pasien diminta melakukan gerakan jongkok ke berdiri Hasil
:
e. Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar
Aktif Tujuan
: Untuk mengetahui koordinasi, nyeri dan ROM gerakan aktif
Kiri :
Kanan :
-
Fleksi
:
-
Fleksi
:
-
Ekstensi
:
-
Ekstensi
:
-
Eksorotasi
:
-
Eksorotasi
:
-
Endorotasi
:
-
Endorotasi
:
Pasif Tujuan
: Untuk mengetahui ROM pasif, stabilitas sendi, nyeri dan endfeel
Kiri :
Kanan :
-
Fleksi
:
-
Fleksi
:
-
Ekstensi
:
-
Ekstensi
:
-
Varus
:
-
Varus
:
-
Valgus
:
-
Valgus
:
-
Eksorotasi
:
-
Eksorotasi
:
-
Endorotasi
:
-
Endorotasi
:
TIMT Tujuan
: Mengetahui/membantu menentukan kualitas akar saraf
Kiri :
Kanan :
-
Fleksi
:
-
Fleksi
:
-
Ekstensi
:
-
Ekstensi
:
f.
Pemeriksaan Spesifik
Ballotement Test - Tujuan sendi
:
Untuk mengetahui ada tidaknya cairan di dalam
- Teknik
:
Resessus suprapatellaris dengan menekan satu
tangan, dan sementara itu dengan jari-jari tangan lainnya patella ditekan kebawah
Hasil
: Patella seperti terangkat/tidak ada cairan
Fluktuasi Test - Tujuan
:
Untuk mengetahui ada tidaknya cairan di dalam
:
Resessus suprapatellaris dikosongkan dengan cara
sendi - Teknik
ibu jari dan jari telunjuk dari satu tangan di letakkan di sebelah kiri dan kanan patella, kemudian oleh jari-jari tersebut lakukan gerakan menggeser patella ke arah medial dan lateral secara bergantian - Hasil
:
Laci Sorong Test - Tujuan
:
Untuk mengetahui ada tidaknya ruptur pada ligament
cruciatum - Teknik
:
Pasien
tidur
terlentang,
flexi
900,
fisioterapi
mengganjal kaki pasien dengan cara mendudukinya. Kedua ibu jari fisioterapi pada dataran tibia dan jari-jari yang lain pada lipatan lutut (fossa poplittea), kemudian gerakkan tibia kearah depan dan belakang - Hasil
:
Clarke’s Test - Tujuan
:
Untuk mengetahui ada tidaknya keutuhan pada
cartilago patella - Teknik
:
Pasien tidur terlentang, dengan knee rileks ekstensi,
kemudian pasien diminta untuk mengkontraksikan otot quadriceps sementara fisioterapis mendorong patella ke arah bawah. - Hasil
:
jika ada nyeri yang dirasakan pasien (indikasi condro
malaysa patella)
Plica “Stutter” Test - Tujuan
:
Untuk mendeteksi arthrokinematika patello femoral
:
Pasien duduk dipinggir meja, pemeriksa dengan
joint - Teknik
kedua knee fleksi 900, pemeriksa meletakkan salah satu jari tangan diatas patella untuk mempalpasi patella selama gerakan, kemudian pasien diminta untuk menggerakkan kneenya ke arah ekstensi secara perlahan.
- Hasil
:
jika ada nyeri (indikasi condro malaysa patella)
Vas Test (kanan) 0
( kiri ) 0
Ket : 0
: tidak ada nyeri
1-3 : sedikit nyeri 4-6 : nyeri sedang 7-10 : sangat nyeri
MMT M. Quadriceps kiri : M. Hamstring kiri
M. Quadriceps kanan : :
M. Hamstring kanan : ROM/LGS aktif pada knee joint kiri : ROM/LGS aktif pada knee joint kanan :
C. Diagnosa Fisioterapi Gangguan fungsional knee joint bilateral akibat osteoarthritis
D. Problematik
Nyeri pada kedua lutut Kelemahan otot quadriceps dan hamstring Keterbatasan ROM Gangguan ADL berjalan,
E. Perencanaan Fisioterapi 1. Tujuan Jangka Pendek
Menurunkan nyeri
Meningkatkan kekuatan otot quadriceps dan hamstring
Meningkatkan ROM
Memperbaiki ADL berjalan 2.
Tujuan Jangka Panjang
Meningkatkan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional knee joint
3. Rencana Tindakan a. Teknologi fisioterapi
b.
MWD
TENS
Strengthening
Traksi -Translasi
Pasif exc.
ADL exc.
Edukasi
1.
meminta pasien untuk mengompres air hangat pada kedua lututnya.
2.
meminta pasien menekan bantalan kecil dibawah lututnya.
3.
pasien disarankan untuk menghindari jalan jauh dan naik turun tangga
4. Rencana Evaluasi a.
Pengukuran nyeri dengan VAS b. Pengukuran kekuatan otot dengan MMT
c. Pengukuran ROM dengan Goniometer d.Pengukuran ADL dengan tes ADL
F. Pelaksanaan Fisioterapi. 1 .MWD Tujuan : pre eliminary exercise Teknik : Pasien tidur terlentang kemudian di sinari pada kedua lututnya menggunakan MWD. Dosis : F :1x sehari I : 100 watt T : co planar T : 10 menit 2.TENS Tujuan
: Menurunkan nyeri
Teknik
: Pasien tidur terlentang kemudian pada kedua lututnya dipasangkan pad pada bagian medial dan lateralnya
Dosis
: F
: 3x / minggu
I
: 25 mA
T
: 2 pad kiri / 2 pada kanan
T
: 10 menit
3.Strengthening Tujuan
: Meningkatkan kekuatan otot yang lemah
Teknik
: Pasien tidur terlentang dengan knee fleksi 90 0 tangan fisioterapis berada di bawah fossa poplitea untuk menyanggah knee dengan tangan bertumpu pada knee yang lain, kemudian tangan yang satu pada distal tibia lalu pasien di minta melawan tahanan yang diberikan.
Dosis
: F
: 3x / minggu
I
: Tahanan sesuai toleransi
T
: kontraksi isotonik konsentrik
T
: 3 x repetisi
4.Traksi – Translasi Tujuan
: Meningkatkan ROM
Teknik
: Penarikan sampai tegang disekitar persendian, kemudian ditambah gaya yang lebih besar lagi, sehingga jaringan disekitar persendian teregang
Dosis
: F
: 3x / minggu
I
: Beban sedang
T
: secara pasif
T
: 3 x pengulangan
5. Pasif exc. Tujuan : Untuk menambah ROM Teknik : Pasien tidur tengkurap dengan knee fleksi 60°, dalam keadaan rileks tangan kanan fisioterapis menarik tungkai bawah pasien dan tangan lain memfiksasi daerah distal femur yang disertai pemberian penekanan secara pasif exc. F
: 1x sehari
I
: Pasien Fokus
T
: Force pasive movement
T
: 5x pengulangan tiap sendi.
6. ADL Exc Tujuan
: Melatih ADL berjalan , jongkok ke berdiri
Teknik
: Latihan mengayun tungkai di samping bed dengan tahanan minimal
Dosis
: F
: setiap hari
I
: aktif exc
T
: kontraksi isotonik kosentrik
T
: 10 menit
7. Home Program 1. Penderita
diminta
untuk
mengontrol
berat
badannya
dan
mengkonsumsi makanan yang bebas kolesterol serta mengompres air hangat tiap pagi dan sore hari. 2. Pasien diminta pula untuk menghindari naik turun tangga dan jongkok dalam waktu yang lama. 3. Menyeimbangkan aktivitas dan istirahat serta mengurangi beban pada sendi yang nyeri 4. Melakukan latihan penguatan otot dan latihan luas gerak sendi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Nyeri pinggang bawah merupakan permasalahan yang sering dijumpai dan mengenai 60-80 % populasi dalam suatu masa selama hidupnya. Dari semua kasus, hampir 20-30 % kasus yang dapat ditemukan kelainan anatominya salah satu akibat spondilosis, sisanya sebanyak 70-80 % tidak diketahui penyebabnya. Namun demikian, etiologi dari kelompok yang semula idiopatik dapat ditujukan dengan jelas penyebab dari nyeri punggung bawah tersebut seiring dengan adanya pengetahuan mengenai biomekanik tulang belakang dan struktur yang erat hubungannya dengan vertebra tersebut. Anatomi vertebra sangatlah komplek sehingga nyeri punggung bawah mempunyai banyak sebab. Pemeriksaan sederhana seperti foto polos dapat membantu menegakkan diagnosis berbagai kasus nyeri punggung bawah. Keluhan nyeri punggung bawah dengan perubahan bentuk tulang yang terjadi tampaknya juga dipengaruhi oleh perkembangan tulang belakang itu sendiri sejak individu lahir sampai dewasa, termasuk kebiasaan invidu sesudah dewasa.
LBP (Low Back Pain) atau nyeri punggung bawah tidaklah merupakan suatu penyakit, melainkan gejala dari sekelompok penyakit yang terdapat pada punggung yaitu Th 121.1 (thoracolumbal) antar vertebra 1.1-1.5 dan lumbosakral (1.5-S1). Nyeri punggung bawah banyak hal yang menyebabkan, antara lain factor degeneratif, misalnya spondilosis yaitu suatu keadaan, dimana terjadi degenerasi progresif discus intervertebra yang kemudian mengarah terjadinya perubahan pada daerah perbatasan tulang vertebra dab ligament. Penyempitan foramen intervertebra dari depan dan belakang karena lipatan-lipatan ligament longitudinal posterior dan lipatan-lipatan ligament flavum atau karena osteofit yang kemudian mendasari timbulnya nyeri radikuler pada spondilosis. Degenerasi merupakan suatu proses yang pasti dialami oleh setiap manusia seiring dengan pertambahan usia dan degenerasi vertebra tidak semuanya menimbulkan gejala nyeri punggung bawah. Spondilosis ini biasanya terjadi akibat proses degenerasi yang dipengaruhi oleh factor pertambahan usia, di mana pada umur 20 tahunan mulai timbul degenerasi pada tulang belakang. Jenis kelamin dan jenis pekerjaan tidak terlalu berpengaruh terhadap degenerasi dari tulang belakang ini. Degenerasi tulang belakang yang terkesan terjadi pada lumbai (I.4-5) dan lumbosakral (I.5-SI) 75% hal ini berkaitan dengan mobilitas lumbal (Cailiet, 1981).
BAB II ANATOMI FUNGSIONAL
Lumbal sendiri tersusun atas lima vertebra lumbal yang masing-masing ruas dipisahkan oleh adanya discus intervertebralis. Vertebra pada region ini ditandai corpus yang besar dan kuat.corpusnya jika dilihat dari atas tampak seperti ginjal dan faromen vertebra bervariasi mulai dari oval (VLI) sampai triangular (VL5). Prosessus spinosus lumbal lebih pendek, tumpul dan mengarah ke posterior dan prosessus articularis vertebra lumbalis, facet inferiornya mengarah ke antero lateral (atau lateral) seperti halnya vertebra lain antar segmen vertebra lumbai juga dipisahkan oleh discus yang dibentuk oleh nucles pilposus pada bagian centralnya dan annulus fibrosis pada bagian tepinya. Nucleus pulposus merupakan suatu masa geletinosa yang berfungsi sebagai peredan getaran. Ligament yang memperkuat persendian di region lumbal adalah : a. Ligament Longitudinal anterior Ligament ini melekat pada bagian anterior pada tiap discus dan bagian tengah corpus, dimana pada tepi bagian corpus lepas.. ligament ini ikut mengontrol gerakan ekstensi. b. Ligament longitudinal posterior Melekat pada bagian posterior discus dan tepi korpus, dimana pada bagian tengah korpus lepas. Ligament ini berfungsi menjaga sifat fisiologis discus serta berfungsi untuk gerakan fleksi. c. Ligament flavum Ligament ini sangat elastis terletak pada bagian dorsal kolum vertebra dan merupakan bagian dari hanalis vertebralis, makin ke kaudal makin luas. Kelenturan sangatlah penting untuk tetap melindungi m.spinalis. d. Ligament interspinosus Ligament ini menghubungkan processus spinosus mulai dari basis hingga apexnya, merupakan ligament yang lemah hamper menyerupai membrane. e. Ligament supraspinosus Ligament ini menghubungkan processus spinosus di daerah apex vertebra cervical 7 sampai sacrum. Ligamen menyerupai tali. f.
Ligament inter transverses
Ligament ini menghubungkan processus tranversus yang berdekatan ligament ini di daerah tipis dan bersifat membranosa (Kapandji, 1974). Otot yang ada pada daerah lumbal secara garis besar yang sesuai dengan fungsinya masing-masing untuk gerakan-gerakan yang terjadi pada lumbal : 1. M. Quadratun limborum Origo
: Crista iliaka
Insertion
: Processus transverses L4
Fungsi
: Ekstansi vertebra lumbal
Nervus
: Flexus lumbalis
2. M. Psoas mayor O : Permukaan lateral corpus vertebra L1-L4, corpus vertebra Th I2 I
: Trochanter mayor
F
: Lateral fleksi pada vertebra lumbal
N : Flexus lumbal L1-L4 3. M. Psoas minor O : Permukaan lateral corpus vertebra Thorakal I2 lumbal I I
: Trochanter mayor
F
: Lateral fleksi pada vertebra lumbal
N : Flexus lumbal S1,2 4. M. Obligus internus abdominalis O : Fascia lumbodorsalis crista alba I
: Ujung costa W, line alba
F
: Fleksi vertebra lumbal
N : Intercostal 8-12,N, iliongiunal 5. M. Obligus eksternus abdominalis
O : Dataran luas costa 5-12 I
: Linea alba, crista pubica
F
: Fleksi vertebra lumbal
N : Intercostal 7-12
Nervum pada region lumbal ini terdiri dari : 1. N. Femoralis; Femoralis meninggalkan pelvic menuju femur anterior melalui ligament inguinalis saraf sensoriknya menginervasi kulit dari aspek medial 2/3 bagian distal bagian paha. 2. N. Obtiratorius; N. Obtiratorius keluar dari pelvic menuju arah dorsal melalui faromen abturatorius ke caudal, saraf sensoriknya menginervasi kulit paha medial 1/3 cranialinya. 3. Plexus lumbo sacralis; plexus lumbo sacralis yang dibentuk oleh akar saraf Th I2-S4 yang terbagi atas plexus lumbalis (Th I2-L4) dan sacralis (I4-S4)
BAB III PATOLOGI TERAPAN
A. Defenisi Low back pain atau nyeri punggung bawah adalah perasaan nyeri, pegal linu, ngilu atau terasa tidak enak di daerah punggung berikut pantat yang factor pencetusnya oleh berbagai sebab, mulai dari yang jelas, seperti sikap posisi tubuh yang salah, sampai kepada penyebab yang tidak jelas, seperti karena cemas, dan lain-lain. Sementara spondilosis adalah suatu kondisi dimana terdapat perubahan degeneratif tulang belakang.
B. Patofisiologis Spondilosis suatu keadaan dimana terjadi degeneratif dari discus intervebralis secara progresif yang kemudian mengarah terjadinya perubahan pada daerah perbatasan tulang terjadinya perubahan pada daerah perbatasan tulang dan ligament. Hal ini terjadi karena penekanan berlebihan dan terus menerus pada vertebra lumbal dan mengakibatkan kemunduran, jaringan elastis dari anulus fibrosis berkurang dan digantikan oleh jaringan fibrosis. Sehingga elastisitas dan fleksibilitas dari pergerakan antara ruas-ruas ruling belakang menurun. Tekanan intra distal menyebabkan saling mendekatnya ruas-ruas tulang belakang sehingga kemampuan untuk meredam (shock absorber) berkurang. Discus intervetebralis menekan keluar sehingga mendorong ligament longitudinal posterior, ligament yang memperkuat vertebra tersebut menjadi kendor dan tubuh mengalami suatu iritasi (refance mekanisme) dengan pergantian jaringan di sekitar vertebra dan diikuti proses pengapuran dan akhirnya menjadi osteofit yang dapat dilihat ndengan rongent. Pada proses lebih lanjut osteofit tersebut dapat menjepit saraf dan menimbulkan keluhan pada punggung bawah; yang kadang dapat menjalar hingga ke tungkai dan terjadi penurunan fleksibilitas pada trunk.
C. Tanda dan Gejala Klinis 1.
Adanya nyeri yang bersifat terlokalisir atau refered pain.
2.
Adanya gangguan mobilitas/keterbatasan gerak dari punggung
3.
Adanya gangguan otot panggul
4.
adanya gangguan ADL, misalnya berjalan.
5.
Adanya spasme otot
D. Etiologi Faktor penyebab nyeri punggung bawah secara umum dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1.
Akibat tumor Tumor sering terjadi pada daerah pinggul atau di columma vertebralis. Akibat tumor tersebut memberikan proyeksi nyeri punggung.
2.
Akibat infeksi Akibat kuman tersebut maka akan dapat menyebabkan munculnya nyeri, misalnya akibat gangguan alat visceral seperti ginjal, kandu kemih uruter dan rectum.
3.
Akibat degenerasi Secara alami, orang yang berusia 20 tahun ke atas mengalami penurunan fungsi jaringan tubuh termasuk juga dari discus intervebralis yang kemudian mengarah kepada terjadinya perubahan-perubahan pada daerah perbatasan tulang-tulang vertebra dan ligament.
4.
Akibat gangguan biomekanik atau gerakan Sekitar 60% dari jumlah populasi LBP diakibatkan oleh kesalahan biomekanik atau gerakan.
5.
Akibat trauma Trauma berbeda dengan biomekanik, namun yang dimaksud disini adanya ruda paksa, jatuh terkena benda tajam, dan lain-lain.
6.
Akibat gangguan psikis Gangguan psikis erat kaitannya dengan gangguan kejiwaan pada seseorang dengan munculnya LBP.
BAB IV ASSESMENT FISIOTERAPI A. DATA-DATA MEDIS RS 1. Diagnosis Medis : LBP akibat dari Spondylosis L3-L4 2. Catatan klinis : Tekanan Darah : Denyut Nadi : Pernafasan : Suhu : B. PEMERIKSAAN FT 1. Anamnesis a. Anamnesi Umum Nama : Umur : Jenis Kelamin : Agama : Pekerjaan : Alamat : b. Anamnesis Khusus Keluhan Utama : Lokasi Keluhan : Terjadi Sejak : Sifat keluhan : RPP : c. Anamnesis System Kardiovaskular : Respirasi :Musculoskeletal : ada spasme M. Piriformis 2. Inspeksi Statis : Dinamis : 3. Pemeriksaan Fungsi a. Tes Orientasi Pasien diminta melakukan gerakan dari jongkok ke berdiri Hasil : b. Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar Lumbal 1) Aktif Fleksi : Ekstensi : Lateral Fleksi ka/ki : Rotasi ka/ki : 2) Pasif
Fleksi : Ekstensi : Lateral Fleksi ka/ki : Rotasi ka/ki : 3) TIMT Fleksi : Sedikit nyeri Ekstensi : Lateral Fleksi ka/ki : Rotasi ka/ki : c. Pemeriksaan Spesifik 1) Straigt Leg Raising Tujuan : Untuk mengetahui adanya penjepitan N. Ischiadicus Hasil :+ IP : Ada penjepitan pada N. Ischiadicus 2) Patric test Tujuan :Untuk mengetahui apakah ada joint blok pada ligament sacroiliaca anterior Hasil :+ IP : Ada nyeri pada lig. Anterior hip joint dan lig. Anterior SIJ 3) Anti Patrick test Tujuan : Untuk mengetahui apakah ada gangguan pada ligament sacroiliaca posterior Hasil :+ IP : Ada nyeri pada lig. Posterior SIJ 4) Tes Connective tissue Tujuan : Untuk mengetahui adanya spasme pada M. Erector spine Hasil :+ IP : Ada spasme pada M. Erector spine 5) Tes kompressi L3-L4 Tujuan
: Untuk mengetahui apakah terjadi spondylosis
Hasil
:+
IP
:Ada spondylosis pada L3-L4
6) Palpasi Tujuan : Untuk mengetahui adanya spasme Hasil :+ IP : Spasme pada M. Piriformis d. Pemeriksaan Tambahan X-Ray : Adanya spondylosis pada L3-L4
e. VAS 0
10
Keterangan: 1-2 : Tidak nyeri 3-4 : Kurang nyeri 5-6 : Nyeri 7-8 : Lebih nyeri 9-10 : sangat nyeri C. DIAGNOSIS FT Gangguan aktivitas fungsional tungkai akibat ischialgia karena spondylosis L3-L4 D. PROBLEMATIK FT 1. Nyeri pada pinggang dan kedua tungkai 2. Spasme M. Piriformis dan M. Erector spine 3. Gangguan fungsional kedua tungkai pada saat berjalan. E. PERENCANAAN FT 1. Tujuan Jangka Pendek a. Mengurangi nyeri b. Menghilangkan spasme pada M. erector spine dan M. Piriformis c. Mengembalikan fungsional kedua tungkai pada saat berjalan 2. Tujuan Jangka Panjang Meningkatkan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional kedua tungkai. F. PELAKSANAAN FT 1. SWD Tujuan : sebagi pre eliminary exercise, meningkatkan metabolisme jaringan, meningkatkan elastisitas jaringan, melancarkan sirkulasi jaringan. Teknik : pasien posisi tengkurap, dengan kondensator diletakkan di daerah Dosis
2. TENS Tujuan Teknik Dosis
pinggang, dan kondensator yang satunya diletakkan di daerah tungkai. : F : 3x/minggu I : 50 mA/cem T : co planar, T : 10 menit : Untuk menurunkan nyeri : Pasien dalam posisi tidur tengkurap, kemudian fisioterapis meletakkan 4 pad pada daerah pinggang. : F : 3x/minggu I : 10 mA T : 4 Pad coplanar T : 10 menit
3. Vibrator Tujuan Teknik
: untuk mengurangi spasme M. Erector spine : pasein tidur tengkurap di atas bed dan fisioterapis berada di samping
bed dengan menggunakan vibrator dengan teknik transversal. Dosis : F : 3x/minggu I : tekanan yang keras, 30 kali T : transversal T : 5 menit 4. Stretching Tujuan : Untuk mengurangi spasme dan meningkatkan fleksibilitas otot Dosis : F : 3x/minggu I : penguluran maksimal T : Pasif Stretching T : 3 x repetisi 5.
Bugnet Exercise Tujuan
: Untuk mengurangi nyeri, merileksasikan otot erector spine,
menguatkan otot abdominal. Teknik : Pasien tidur terlentang, lalu kaki di dorso fleksikan, tangan saling menarik di atas perut dan kepala dekatkan dagu dengan dada (angkat kepala 15º) Dosis : F : 3x/minggu I : 8 x hitungan, 3 x repetisi T : aktif exercise T : 5 menit
G. PROGNOSIS - Quo ad Vitam - Quo ad Sanam - Quo ad Fungsional - Quo ad Cosmetican H. EVALUASI - Sesaat : - Berkala :
: : : :S
Home Program (Edukasi) Memberikan home program kepada pasien berupa latihan latihan antara lain : - Pasien di minta melakukan latihan ringan seperti tidur dalam posisi crook lying kemudiaan kontraksikan otot perut sampai lumbal terasa menyentuh bad. - Mengajarkan pasien untuk melakukan posisi yang benar seperti : saat duduk harus tegak, baring dengan menggunakan kasur yang agak keras dan rata, berdiri dari posisi duduk dengan mencondongkan badan terlebih dahulu kedepan, mengangkat barang dengan cara jongkok terlebih dahulu dan cara bangun tidur yang benar yaitu miring terlebih dahulu baru bangun.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penyakit stroke merupakan problem kesehatan yang utama, karena merupakan penyebab kecacatan nomor satu dan penyebab kematian nomor dua sesudah serangan jantung. Sekitar satu dari tiga penduduk akan menderita stroke dan satu dari tujuh penduduk akan meninggal karena serangan ini. Stroke dapat menjadi malapetaka bagi penderita dan keluarganya. Seorang penderita stroke tidak mungkin kembali bekerja seperti sebelumnya. Dia akan kehilangan kemampuan untuk berkomuniaksi dengan orang lain dan merawat dirinya. Stroke menjadi keadaan kompot (disability) yang paling sering dijumpai diantara orang-orang usia menengaj dan lanjut. Stroke dahulu dianggap sebagai penyakit yang tidak dapat diduga dan dapat terjadi pada siapa saja dan apabila terserang, maka tidak ada lagi tindakan yang efektif yang dilakukan untuk mengatasinya. Namun dekade terakhir ini terdapat terapis efektif yang dapat memperbaiki hasil akhir stroke. Pada kenyataannya sekitar sepertiga pasien stroke dapat pulih sempurna. Dan proporsi ini dapat meningkat jika pasien selalu mendapat terapi darurat dan rehabilitasi yang memadai. Walaupun penyakit stroke merupakan penyakit yang mematikan, akan tetapi sebagian penderitanya akan pulih sempurna dan sebagian besar akan meninggalkan gejala sisa seperti kelemahan separuh abdan atau yang dikenal dengan nama hamiparese
Hemiplegia pasca stroke merupakan salah satu masalah terbesar mengenai efisit sensomotorik berupa gangguan fungsi gerak, keseimbangan, kekuatan otot dan lingkup sendi, koordinasi aktivitas keseimbangan, kekuatan otot dan lingkup sendi, koordinasi aktivitas kesehatan dan pemeliharaan diri.
BAB II ANATOMI FISIOLOGI
Susunan Saraf Pusat Meliputi : A. Otak Otak merupakan organ tubuh yang paling penting menyangkut fungsi seperti berfikir, bergerak, berbicara, melihat, mendengar dan merasa apabila mengalami kerusakan sedikit saja, akibatnya sungguh fatal. Kerusakan sel otak setempat yang hanya sedikit saja, akan berakibat gangguan fungsi tubuh yang lebih luas melebihi daerah yang sesungguhnya rusak, karena sel otak yang rusak tadi akan mengeluarkan toksikasi glutamat yang akan merusak fungsi sel otak sekitarnya secara berantai yang tadinya masih baik. Otak terletak di rongga tengkorak (cavum cranii) dan bertanggung jawab dalam mengurus organ dan jaringan untuk daerah kepala dan leher. B. Medulla Spinalis Medulla spinalis adalah massa jaringan saraf berbentuk silindris memanjang menempati 2/3 cranalis vertebralis kurang lebih 42-45 cm dari C1 s/d L1,2 ujung rostral diteruskan oleh medulla oblongata sedangkan ujung distal diteruskan oleh Conus Medullaris. Dari sana keluar serabut saraf berbentuk ekor kuda disebut cauda equine bersifat LMN . Fisiologi Peredaran Darah Cerebral Aliran darah akan membawa O2, makanan dan substansi lain yang dibutuhkan ke otak. Kebutuhan otak sangat mendesak dan sangat vital, kekurangan O2 kurang lebih 6 menit saja di otak akan mengakibatkan kematian sel otak, sementara tidak ada sistem pembantu pengambilan fungsi dari area yang lain yang terdekat melalui mekanisme adaptasi tetapi tidaklah sempurna. Karena itu sirkulasi darah ke otak haruslah cukup dan konstan. Arteri carolis interna dan arteri vertebralis beranastomosis di circulus Willici di substansia Alba dan mendapat tambahan dari arteri Bacillaris. Metabolisme otak butuh kurang lebih 18% O2 dari total
kebutuhan O2, tubuh untuk oksidasi glukosa dan metabolisme karbohidrat dalam otak merupakan sumber tenaga yang utama, sedangkan metabolisme lemak dan protein hanya sedikit
BAB IV ASSESMENT FISIOTERAPI
I. 1)
DATA-DATA MEDIS RUMAH SAKIT
Diagnosa medis
: 2) Catatan klinis
:
3) Terapi umum
:
4) Rujukan
II.
:
SEGI FISIOTERAPI Tanggal
: a) Anamnesis(Auto/Hetero) Keluhan utama Lokasi Keluhan
: :
Riwayat penyakit sekarang Riwayat penyakit dahulu
:
Riwayat pribadi
:
Riwayat keluarga
:
Riwayat penyakit penyerta :
Anamnesis sistem Muskuluskeletal
:
Respirasi
:
b) Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik Tanda-tanda vital Tekanan darah
:
Denyut nadi
:
Pernapasan
:
Temperatur
:
Tinggi badan
:
Berat badan
:
Inspeksi
Palpasi
1). Statis
:
2). Dinamis
:
3). Tes Orentasi
: - menyisir ( ), - makan dan minum ( )
:
Gerakan dasar Shoulder - Fleksi
:
- Ekstensi
:
- Abduksi
:
- Adduksi
:
- Fleksi
:
- Ekstensi
:
- Abduksi
:
- Adduksi
:
Elbow
Wrist - Fleksi
:
- Ekstensi
:
- Abduksi
:
- Adduksi
:
- Fleksi
:
- Ekstensi
:
Hip
- Eksorotasi : - Endorotasi :
Knee - Fleksi
:
- Ekstensi
:
- Abduksi
:
- Adduksi
:
Ankle - Dorso Fleksi: - Plantar Fleksi
:
- Eversi
:
- Inversi
:
Kognitif,intrapersonal, dan interpersonal Kognitif
: Pasien mampu mengetahui orientasi waktu dan tempat, memory dan perhatian,bahasa baik,pasien dapat mengikuti instruksi terapis dengan baik saat latihan.
Intrapersonal : pasien mempunyai motivasi untuk sembuh Interpersonal : pasien mampu berkomunikasi dengan baik, baik dengan keluarga maupun pegawai rumah sakit yang lain. f.
Lingkungan aktifitas dan kehidupan sosial yang mudah dalam bergaul (bersosialisasi) terutama pada terapis saat treatment
g. Aktifitas fungsional dari pasien terganggu sehingga pasien tidak bisa melakukan pekerjaanya.
Pemeriksaan spesifik Tes motorik Reaksi ADL - pasien disuruh membuka kancing baju : - pasien disuruh menyisir rambut
:
Tes keseimbangan Pasien tidur terlentang, menekuk kedua lutut dan disuruh mengangkat pantat Hasil : Tes koordinasi
- Finger to finger
:
- finger to nose
:
Tes kekuatan otot Untuk Lengan Fisioterapi menggerakkan bahunya dengan memberikan tahanan siku di gerakkan keatas Hasil
:
Untuk Tungkai Fisioterapis menyuruh pasien menggerakkan tungkainya ke kanan dan kedalam. Hasil
:
Tes sensorik Tes rasa sakit Fisioterapi mencubit bagian yang lumpuh Hasil : Tes rasa gerak Extremitas pasien digerakkan kemudian ditanyakan pada pasien apakah dia merasakan adanya gerakan Hasil : Tes rasa beda titik Letakkan dua atu lebih jari di extremitas yang lemah, kemudian tanyakan berapa titik yang bersentuhan Hasil : Tes tonus Fisioterapi mempalpasi muscle belly yang lemah dan membandingkan dengan sisi yang sehat. Hasil
:
4. Tes Reflex
Dilakukan sambil pasien diajak bicara :s
Biseps
:()
Trisep
: ()
Apr
:()
KPR
: ()
Babinski
: ()
c) Diagnosis
d) Problematik Fisioterapi Gangguan Tonus Gangguamn Keseimbangan Gangguan ADL dan Koordinasi Gangguan Pernafasan Gangguan Postur e) Program rencana tindakan fisioterapi 1. Tujuan -
Meningkatkan kekuatan otot
-
Memperbaiki keseimbangan
-
Memperbaiki koordinasi
-
Memperbaiki fungsi ADL
-
Memperbaiki Postur 2. Tindakan : a). Teknologi Alternatif
IRR
Muscle Stimulasi
PNF
Strengthening Exercise
Breathing Exercise b). Teknologi yang dilaksanakan
IRR
: F = 3 seminggu I = 50 Hz
T = Fokus T = 10 meni
Muscle Stimulasi F = 3 seminggu I =8 T = Fokus T = 10 menit
PNF
: F = 3X seminggu I = penguluran T = Posisi fokus T = 10 menit
Exercise therapy F = 3X seminggu I = penguluran T = Fokus T = 05 menit
Breating Exercise F = 3X seminggu I = Pernafasan T = Fokus T = 10 menit
c). Edukasi pasien diminta untuk melakukan exercise teraphy untuk dilakukan pada waktu senggang pasien baik dirumah sakit atau setelah kembali kerumah. f) Prognosis Quo ad vitan
:
Quo ad sanam
:
Quo ad fungsionam
:
Quo ad cosmeticam
:
g) Pelaksanaan fisioterapi
IRR
: Pasien tidur terlentang, kemudian
diberikan penyinaran pada daerah lengan dan tungkai Dextra dengan faktor penghambat dihilangkan F = 3 seminggu I = 50 Hz T = Fokus T = 10 meni
Muscle Stimulasi
: Pasien tidur terlentang, kemudian
diberikan Muscle Stimulasi pad diletakkan didaerah sepertiga distal humeri dan di ekstensor carpi Radialis. F = 3 seminggu I = T= T = 05 menit
PNF
: Pasien tidur terlentang,kemudian
tangan fisioterapi berada pada persendian lengan dan tungkai pasien,fisioterapi memberikan tahanan sebagian dengan menyuruh pasien melawan tahanan yang diberikan sambai batas ROM pasien. F = 3X seminggu I = penguluran T = Posisi fokus T = 15 menit
Exercise rherapy
: pasien tidut terlentang, kemudian
fisioterpis menggerakkan tiap sendi yang mengalami kelemahan dimulai dari aktif,pasif dan TIMT. F = 3X seminggu I = penguluran T = Fokus T = 15 menit h) Evaluasi
Evaluasi sesaat
:
Evaluasi berkala
:
i)
Hasil terapi akhir
:
Home Programe : 1. Latihan ADL dengan melibatkan extremitas 2. 3. 4. 5.
yang lemah Latihan penguatan otot Positioning dan kontrol postur Partisipasi sosial Latihan berjalan dengan pola yang benar