BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sistem tanda yang mempunyai makna yang mempergunakan medium bahasa (Pradopo, 2010:120-121), sedangkan bahasa merupakan sistem tanda yang merupakan gejala kemasyarakatan dan kebudayaan (Saussure dalam Teeuw, 1984:43). Dapat dikatakan bahwa karya sastra memiliki berbagai cara dalam melestarikan kebudayaan, yang secara keseluruhan dilakukan melalui sarana bahasa (Ratna, 2010:24). Puisi (syi‘r) adalah salah satu jenis sastra yang paling disenangi dan diminati oleh bangsa Arab dibanding karya sastra lainnya karena puisi dianggap sebagai puncak keindahan sastra yang dilahirkan dari kehalusan perasaan dan keindahan daya khayal. Puisi lebih mengena dan lebih mudah dirasakan dalam hati meskipun tanpa dipikirkan terlebih dahulu (al-Muhdar, 1983:28). Puisi lebih mendapat perhatian daripada genre sastra lainnya karena bahasanya yang indah, ringkas, dan berirama sehingga mudah diingat sekaligus dilagukan (Hindun, 1992:1).
Dari keunggulan-keunggulan puisi tersebut dapat diketahui bahwa
bangsa Arab lebih menyukai puisi daripada prosa. Dalam perkembangannya, puisi-puisi Arab tidak bisa terlepas dari kondisi perpolitikan dunia Arab. Kekuasaan para penguasa Arab cukup berpengaruh terhadap eksistensi sastranya. Mayoritas para ahli sejarah sastra Arab mengelompokkan kesusastraan Arab berdasarkan perkembangan kekuasaan politik pada masa itu. Al-Iskandari dan Mustafa ‘Inani (1978:10) membagi periodisasi kesusastraan Arab ke dalam lima periode, yaitu masa Jahiliyyah, masa 1
2
permulaan Islam (sadrul-Islam), masa ‘Abbasiyyah, masa dinasti-dinasti kekuasaan orang-orang Turki, dan masa modern. Pada masa ‘Abbasiyyah kesusastraan Arab mempunyai ciri khusus dalam pengembangan sastra dan ilmu pengetahuan (Dahlan, 2004: 1). Banyak tokohtokoh besar yang lahir pada masa itu, salah satunya Abu> al-‘Ata>hiyyah. Abu> al‘Ata>hiyyah adalah penyair yang terkenal pada masa kepemimpinan Khalifah Ha>ru>n ar-Rasyi>d. Pada masa Ha>ru>n ar-Rasyi>d kemakmuran masyarakat mencapai puncaknya dan kesejahteraan di berbagai bidang dapat terjamin (Abdullatif, 2012). Akan tetapi, kebebasan hidup dan segala macam perbuatan yang dilarang oleh agama dilakukan secara terang-terangan (Muhdar, 1983: 141). Hal ini menyebabkan Abu> al-‘Ata>hiyyah mengingatkan masyarakat pada waktu itu dengan cara menggubah puisi.
Puisi-puisi yang digubah Abu> al-‘Ata>hiyyah
memiliki perbedaan yang mendasar dengan puisi-puisi para penyair lainya pada masa itu, yaitu membahas tentang nilai-nilai keagamaan. Salah satu gubahan puisi Abu> al-‘Ata>hiyyah akan dijadikan objek material pada peniltian kali ini. Puisi tersebut merupakan puisi lama yang masih mengedepankan wazan-wazan yang dibahas dalam ilmu ‘Arud dan Qawafi>. Adapun terkait dengan penjelasan perbedaan antara bentuk puisi lama dan baru, para pakar sastra Arab membagi puisi menjadi empat jenis, yaitu asy-syi’ru al-
wijda>ni (puisi yang mengungkapkan perasaan penya’ir), asy-syi’ru al-qas}as}i> (puisi tentang hikayat atau kisah-kisah untuk anak), asy-syi’ru at-tams\i>li> (puisi teatrikal) dan asy-syi’ru at-ta’li>mi> (puisi tentang kehidupan dan ajaran-ajaran
3
akhlaq mulia) (Farhu>d, 1981:72-95). Sementara itu, puisi Abu> al-‘Ata>hiyyah yang akan diteliti kali ini dikelompokan ke dalam jenis asy-syi’ru at-ta’li>mi. Puisi yang berjenis asy-syi’ru at-ta’li>mi ini, diambil dari antologi (di>wa>n) Abu> al-‘Ata>hiyyah yang telah disunting oleh Maji>d T{ara>d. Dalam di>wa>n tersebut puisi-puisi Abu> al-‘Ata>hiyyah hanya diurutkan dengan nomor berdasarkan
qa>fiyah-nya saja tanpa disertai dengan judul. Puisi yang akan diteliti ini merupakan puisi yang bernomor 312. Selanjutnya, puisi tersebut akan diberi judul “Al-H{irs}u Lu’mun wa Mis\luhu at}-T{ama’u” yang diambil dari bait pertama puisi untuk memudahkan sistematika penulisan. Puisi “Al-H{irs}u Lu’mun wa Mis\luhu at}-T{ama’u” mengandung tanda-tanda yang bermakna. Oleh karena itu untuk memahami makna puisi tersebut penelitian ini perlu dilakukan. 1.2 Rumusan Masalah Meninjau dari latar belakang yang telah disebutkan sebelumnya, maka permasalahan pada penilitian ini adalah apakah makna puisi “Al-H{irs}u Lu’mun wa Mis\luhu at}-T{ama’u” dalam Di>wa>n Abi> al-‘Ata>hiyyah. 1.3 Tujuan Penelitian Penilitian ini bertujuan untuk mengetahui makna puisi “al-H{irs}u Lu’mun wa Mis\luhu at}-T{ama’u” dalam Di>wa>n Abi> al-‘Ata>hiyyah. 1.4 Tinjauan Pustaka Penelitian tentang puisi “al-H{irs}u Lu’mun wa Mis\luhu at}-T{ama’u” karya Abu> al-‘Ata>hiyyah suntingan Maji>d T{ara>d sejauh pengamatan penulis belum pernah dilakukan. Adapun penelitian tentang biografi Abu> al-‘Ata>hiyyah pernah
4
dilakukan oleh Hossein Kiba>ni Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Arab Universitas Isfahan Iran yang berjudul “Abul-Atahiya: His Life and Poems”. Penelitian ini berisi tentang perjalanan hidup Abu> al-‘Ata>hiyyah dan karya-karya yang telah dihasilkanya semasa dia hidup. Ada juga penelitian yang dilakukan oleh Michael Zwettler mahasiswa Jurusan Sastra Timur Tengah Universitas Pensilvania Philadelphia Amerika Serikat yang berjudul “The Poetic of Allusion in Abu l-’Atahiya’s Ode in Praise of al-Hadi”. Penelitian ini dipublikasikan tahun 1989 dan hanya disajikan ke dalam bentuk daftar indeks artikel-artikel lama Jurusan Middle Eastern Literatures atau Sastra Timur Tengah sehingga isi dan kesimpulan tidak dapat diketahui dengan jelas. Sejauh pengamatan penulis makna Puisi “al-H{irs}u Lu’mun wa Mis\luhu at}-
T{ama’u” dalam Antologi puisi Abu> al-‘Ata>hiyyah suntingan Maji>d T{ara>d: Analisis Semiotik Riffatere belum pernah diteliti sehingga penelitian ini layak dilakukan. 1.5 Landasan Teori Puisi adalah salah satu genre karya sastra yang terdapat banyak tanda. Hal ini disebabkan karena “Puisi merupakan struktur tanda-tanda yang bersistem dan bermakna yang ditentutakan oleh konvensi” (Pradopo, 2010:123). Oleh karena itu, untuk mengungkapkan tanda-tanda yang terdapat di dalam puisi diperlukan teori. Karena puisi merupakan karya sastra yang membutuhkan pemaknaan maka teori yang digunakan dalam penelitian ini akan memanfaatkan teori semiotik.
5
Semiotik adalah suatu disiplin ilmu yang bertugas untuk meneliti berbagai sistem tanda (Teeuw, 1984: 47). Selain itu, Endraswara (2011:64) menyatakan
bahwa
semiotik
adalah
model
penelitian
sastra
dengan
memperhatikan tanda-tanda. Tanda pada prinsipnya ada dua, yaitu penanda (signifier) dan petanda (signified), yang merupakan arti tanda. Dalam karya sastra, bahasa merupakan sistem tanda tingkat pertama sedangkan sastra, yang di dalamya terdapat arti sastra (meaning of meaning), merupakan sistem semiotik tingkat kedua (Pradopo, 2010: 122). Atas dasar pengertian tersebut, maka puisi Abu al-‘Ata>hiyyah yang berjudul “al-H{irs}u Lu’mun wa Mis\luhu at}-T{ama’u” dengan sendirinya dapat dipandang sebagai gejala semiotik atau tanda. Untuk mengungkapkan makna puisi tersebut, peneliti menggunakan teori semiotik yang dikemukakan oleh Michael Riffaterre. 1.6 Metodologi Penelitian Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya teori yang digunakan adalah teori semiotik yang dikemukakan oleh Michael Riffaterre, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode semiotik Riffaterre. Dalam memaknai puisi, Riffaterre mengungkapkan empat hal pokok yang perlu diperhatikan, yaitu ketdaklangsungan ekspresi, pembacaan semiotik, matriks dan hypogram. Dari empat langkah tersebut penulis hanya menggunakan satu langkah, yaitu pembacaan semiotik. Untuk pemberian makna pada teks puisi yang merupakan struktur tandatanda yang bersistem, maka digunakanlah cara pembacaan semiotik. Pembacaan
6
semiotik digunakan untuk memaknai puisi, sehingga puisi dapat dipahami oleh pembaca (Riffaterre, 1978: 4-5). Pembacaan semiotik dibagi menjadi dua, yaitu pembacaan heuristik dan pembacaan hermeneutik. Pembacaan heuristik adalah pembacaan berdasarkan struktur bahasanya atau secara semiotik adalah berdasarkan konvensi sistem semiotik tingkat pertama. Proses pemaknaan puisi ini dilanjutkan dengan pembacaan hermeneutik atau retroaktif, yaitu pembacaan karya sastra berdasarkan sistem semiotik tingkat kedua atau berdasarkan konvensi sastranya (Riffaterre, 1978:5). Dalam hal ini, karya sastra dibaca ulang untuk mendapatkan makna kesusastraannya. Puisi “al-H{irs}u Lu’mun wa Mis\luhu at}-T{ama’u” dalam Di>wa>n Abi> al‘Ata>hiyyah karya Abi> al-‘Ata>hiyyah akan diteliti dengan memanfaatkan satu metode dari teori semiotik yang dikemukakan oleh Riffaterre, yaitu pembacaan semiotik yang terdiri dari pembacaan heuristik dan hermeneutik. 1.7 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini dibagi menjadi empat bab. Bab I berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, sistematika penulisan dan pedoman transliterasi. Bab II memuat tentang biografi singkat Abu al-‘Ata>hiyyah dan teks puisi “al-H{irs}u Lu’mun wa Mis\luhu at}T{ama’u” beserta transilterasinya. Bab III berisi pembahasan tentang analisis semiotik dalam puisi “al-H{irs}u Lu’mun wa Mis\luhu at}-T{ama’u” melalui ketidaklangsungan ekspresi, pembacaan heuristik dan berisi kesimpulan.
hermeneutik. Bab IV
7
1.8 Pedoman Transliterasi Huruf Arab-Latin Transliterasi huruf Arab-Latin yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari buku pedoman transliterasi Arab-Latin yang diterbitkan berdasarkan keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI no: 158 Th 1987 dan no: 0543b/U/1987. 1. Konsonan Fonem kosonan bahasa Arab yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf. Dalam transliterasi ini, sebagian dilambangkan dengan huruf, sebagian dengan tanda, dan sebagian dilambangkan dengan huruf dan tanda sekaligus. Di bawah ini daftar huruf Arab dan trasliterasinya dengan huruf latin
8
No
Huruf
Nama
Huruf Latin
1
ا
Alif
Tidak dilambangkan
2
ب
Ba
B
3
ت
Ta’
T
4
ث
Sa
Ṡ
5
ج
Jim
J
6
ح
Ḥa’
Ḥ
7
خ
Kha
Kh
8
د
Dal
D
9
ذ
Zal
Ż
10
ر
Ra
R
11
ز
Zai
Z
12
س
Sin
S
13
ش
Syin
Sy
14
ص
Sad
Ṣ
15
ض
Ad
Ḍ
16
ط
Ta
Ṭ
17
ﻈ
Za
Ẓ
18
ع
Ain
‘
19
غ
Gain
G
20
ف
Fa
F
21
ق
Qaf
Q
22
ك
Kaf
K
23
ل
Lam
L
24
م
Mim
M
25
ن
Nun
N
26
و
Wau
W
27
ﻫ
Ha
H
28
ء
Hamzah
`
29
ي
Ya
Y
9
2. Vokal Di dalam bahasa Arab, dikenal dengan tiga vokal, yaitu vokal tunggal, rangkap, dan panjang. Penulisan ketiga vokal sebagai berikut. Vokal tunggal Tanda
Vokal rangkap
Huruf latin
Tanda dan huruf
Gabungan huruf
Vokal panjang Harakat dan huruf
Huruf dan tanda
A
Au
Ā
I
Ai
Ī Ū
U
Contoh: /gasala / /d}aifa / /sa>la /
3. Ta> ` Marbu>t}ah Ta> ` marbu>t}ah hidup atau mendapat harakat fath{ah, kasrah, atau d}ammah translitarasinya adalah /t/, sedangkan ta> ` marbu>t}ah mati atau mendapat harakat
sukun transliterasinya adalah /h/. Contoh: / Makkah al-Mukarramah /
10
4. Syaddah
Syaddah atau tasydi>d dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda syaddah atau tasydi>d. Dalam transliterasinya, tanda syaddah itu dilambangkan dengan huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah tersebut. Contoh: / rabbana> /
5. Kata Sandang Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf al. kata sandang tersebut dibedakan menjadi kata sandang yang diikuti h}uru>f
syamsiyyah dan h}uru>f qamariyyah. Kata sandang yang diikuti h}uru>f syamsiyyah adalah kata sandang yang ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya, yaitu /l/ diganti dengan huruf yang sama dengan huruf yang langsung mengikuti kata sandang tersebut, sedangkan kata sandang yang diikuti h}uru>f qamariyyah adalah kata sandang yang ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai dengan bunyinya. Kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikuti dan dihubungkan dengan tanda simpang (-). Contoh: / asy-syajaratu / / al-yaumu /
11
6. Hamzah Hamzah yang ditransliterasikan dengan apostrof hanya berlaku untuk hamzah yang terletak di tengah dan belakang. Hamzah yang terletak di depan tidak dilambangkan dengan apostrof karena dalam tulisan Arab berupa Alif. Contoh: / syai`un / 7. Penulisan kata Pada dasarnya, setiap kata ditulis terpisah, tetapi untuk kata-kata tertentu yang penulisannya dalam huruf Arab sudah lazim dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau harakat yang dihilangkan, maka transliterasinya dirangkaikan dengan kata lain yang mengikutinya, contoh:
/ Wa innalla>ha lahuwa khair ar-ra>ziqi>n / atau dengan / Wa innalla>ha lahuwa khairur-ra>ziqi>n /
8. Huruf Kapital Meskipun dalam sistem tulisan Arab tidak dikenal huruf kapital, tetapi dalam transliterasinya huruf kapital digunakan dengan ketentuan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Contoh: :
/Wa ma> Muh}ammadun illa> rasu>l /