BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerolehan bahasa adalah pemerolehan bahasa, seperti fonologi, morfologi, semantik, dan sintaksis terhadap anak-anak sebagai bahasa pertama. Pemerolehan fonologi adalah pemerolehan terhadap bunyi ujaran, pemerolehan morfologi adalah pemerolehan bentuk-bentuk kosa kata, afiksasi, reduplikasi, dan komposisi, pemerolehan semantik adalah pemerolehan kosa kata dasar, makna dasar, dan makna gramatikal bahasa, serta pemerolehan sintaksis adalah pemerolehan dalam bidang sintaksis. Pemerolehan bahasa pertama ini terjadi pada anak usia 1—5 tahun. Bahasa merupakan media yang dapat digunakan anak untuk memperoleh nilai-nilai budaya, moral, agama, dan nilai-nilai lainnya dari masyarakat. Dalam proses perkembangan, semua anak manusia yang normal paling sedikit memperoleh satu bahasa. Setiap anak yang normal akan memperoleh suatu bahasa yaitu bahasa pertama atau bahasa asli (bahasa ibu) dalam tahun-tahun pertama kehidupannya di dunia ini. Anak-anak biasanya sudah dapat berkomunikasi secara bebas saat anak mulai masuk sekolah (Tarigan 1988: 95). Anak-anak dapat memperoleh banyak kosa kata melalui permainan. Anakanak sangat suka bermain karena anak dapat tertawa dan merasa bahagia. Selain itu, bermain dapat semakin mendekatkan keakraban orang tua dengan anak. Contoh permainan yang dapat dimainkan bersama anak adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Nama permainan ini adalah Hidung dan Jari Kaki. Permainan ini akan meningkatkan koordinasi dan keseimbangan anak dan kemampuan anak untuk mengingat apa yang didengar anak. Cara bermainnya adalah: 1. Duduk berhadapan dengan anak dan tanyakan, “Apakah kamu dapat melakukan apa yang ibu lakukan?” 2. Gunakan kedua tangan Anda untuk menyentuh hidung Anda dan tanyakan, “Apakah kamu dapat menyentuh hidungmu?” Puji anak Anda kalau dia meniru Anda. 3. Sekarang tanyakan, “Apakah kamu dapat menyentuh jari kakimu?” Gunakan kedua tangan untuk menyentuh jari kaki Anda. 4. Katakan “Bagus! Sekarang apakah kamu dapat menyentuh hidungmu dan jari kakimu?”. Sentuh hidung Anda terlebih dahulu, kemudian jarijari kaki Anda agar ditiru anak Anda. 5. Lanjutkan ke pasangan bagian badan yang lain. Anak-anak pada dasarnya suka meniru apa pun yang anak lihat atau anak dengar yang berada di sekitar anak. Untuk itu, orang tua dan orang-orang yang ada di sekitar anak tersebut sebaiknya tidak pernah mengeluarkan kata-kata tabu dan tidak pantas ketika berada di dekat anak karena anak itu pasti akan meniru ucapan yang didengar anak. Sebagai contoh seorang anak yang berusia 4 tahun bernama Nabila yang dalam lingkungan sehari-harinya, ibu, paman, bibi, dan orang-orang yang berada di dekat Nabila seperti tetangganya sering sekali mengucapkan kata-kata tabu seperti “anjing kau!”, “babi kau!” yang tidak pantas diucapkan ketika berada di dekat Nabila. Akibatnya, kata-kata tabu yang sering
Universitas Sumatera Utara
didengar anak itu kemudian ditiru lalu diucapkan anak dan anak tahu kapan saja kata-kata tabu itu bisa diucapkan. Misalnya ketika marah kepada seseorang, bahkan kepada ibunya pun Nabila akan mengucapkan kata tabu. Reaksi ibunya saat itu adalah tidak marah, melainkan tertawa karena merasa lucu anaknya bisa mengucapkan kata tabu itu. Akhirnya anak tahu bahwa anak boleh kapan saja dan kepada siapa saja mengucapkan kata tabu itu karena ibunya tidak marah jika anak mengucapkannya. Seharusnya anak-anak seperti Nabila diberi kata-kata positif dan dorongan yang positif seperti melakukan permainan karena dapat memperbanyak kosa kata. Macmillan (2004: 6) seorang ahli psikologi pendidikan dalam bukunya Permainan Kata dan Musik mengatakan bahwa antara umur 7 dan 12 bulan, suara ocehan bayi mulai berubah hampir tanpa dapat dideteksi. Lebih banyak huruf mati (konsonan) yang dapat diucapkan, dan pada usia 12 bulan seorang bayi mengucapkan kata pertamanya. Orang tua yang membesarkan anak dengan cara normal, mencintai, dan cepat menanggapi merupakan dasar untuk membantu anak mencapai potensi intelektualnya. Orang tua dapat mengembangkan kemampuan berbahasa anak dengan banyak mengajaknya berbicara, dan menganjurkan agar anak merespons stimulus yang diberikan oleh orang tuanya. Tidak hanya melalui permainan, Macmillan (2004: 6) mengatakan musik juga dapat membantu anak-anak dalam belajar memperoleh kosa kata, dalam hal ini khususnya kosa kata bahasa Indonesia. Caranya adalah dengan mengajarkan anak nyanyian seperti nyanyian Dua Mata Saya yang dapat membantunya mengenal anggota tubuh dan letak anggota tubuh itu. Peneliti sebagai mahasiswa
Universitas Sumatera Utara
di bidang linguistik sangat tertarik untuk mengetahui bagaimana sebuah permainan dan nyanyian dapat membuat seorang anak memperoleh kosa kata bahasa Indonesia. Inilah yang menjadi alasan peneliti memilih judul ini. Anak-anak yang
menjadi subjek penelitian dalam penelitian ini adalah
anak-anak yang berusia 2—3 tahun sebanyak lima orang anak. Teori yang digunakan untuk mendukung penelitian ini adalah psikolinguistik behaviorisme atau psikolinguistik perilaku. Teori behaviorisme ini diperkenalkan oleh John B. Watson (1878- 1958) seorang ahli psikologi berkebangsaan Amerika (Chaer 2009: 3). Tujuan utama psikolinguistik behaviorisme ini adalah mencoba mengkaji perilaku manusia yang berupa reaksi apabila suatu rangsangan terjadi, dan selanjutnya bagaimana mengawasi dan mengontrol perilaku itu. Jadi, melalui sebuah permainan dan nyanyian bagaimana mengkaji perilaku anak yang berupa reaksi apabila suatu rangsangan terjadi melalui bahasa. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pemerolehan kosa kata bahasa Indonesia pada anak usia 2—3 tahun melalui permainan dan nyanyian ditinjau dari psikolinguistik behaviorisme? 2. Jenis kosa kata apa yang muncul dalam bahasa anak usia 2—3 tahun melalui permainan dan nyanyian?
Universitas Sumatera Utara
1.3 Batasan Masalah Suatu penelitian harus memiliki batasan agar penelitian itu lebih fokus terhadap sesuatu yang menjadi masalah dalam penelitian tersebut. Penelitian ini membahas tentang pemerolehan kosa kata bahasa Indonesia pada anak usia 2—3 tahun melalui permainan dan nyanyian. Anak yang menjadi subjek penelitian dalam penelitian ini adalah anak normal dan tidak memiliki cacat fisik dan mental. Berikut adalah nama-nama permainan dan judul-judul nyanyian yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini: 1. Permainan a. Permainan sandiwara boneka b. Permainan kartu bergambar c. Permainan susun warna d. Permainan harta karun e. Permainan bos
2. Nyanyian a. Dua Mata Saya
(Tanpa Nama)
b. Bangun Tidur
(Pak Kasur)
c. Balonku
(A. T. Mahmud)
d. Bintang Kecil
(Daljono)
e. Satu Satu Aku Sayang Ibu
(Tanpa Nama)
f. Lihat Kebunku
(Tanpa Nama)
Universitas Sumatera Utara
1.4 Tujuan Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk menjelaskan pemerolehan kosa kata bahasa Indonesia pada anak usia 2—3 tahun melalui permainan dan nyanyian ditinjau dari psikolinguistik behaviorisme. 2. Untuk mengetahui jenis kosa kata yang muncul dalam bahasa anak usia 2—3 tahun melalui permainan dan nyanyian.
1.5 Manfaat 1.5.1 Manfaat Teoretis Secara teoretis, manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah: 1. Memberikan gambaran mengenai pemerolehan kosa kata bahasa Indonesia pada anak usia 2—3 tahun melalui permainan dan nyanyian. 2. Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti dan pembaca mengenai pemerolehan kosa kata bahasa Indonesia pada anak usia 2—3 tahun melalui permainan dan nyanyian. 3. Sebagai sumber referensi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian di bidang psikolinguistik khususnya pemerolehan kosa kata pada anak.
Universitas Sumatera Utara
1.5.2 Manfaat Praktis Hasil penelitian ini secara praktis dapat dijadikan sebagai: 1. Membantu orang tua untuk memudahkan anak dalam memperoleh kosa kata bahasa Indonesia melalui permainan dan nyanyian. 2. Sebagai pengetahuan baru bagi mahasiswa di luar program studi Sastra Indonesia dan masyarakat mengenai pemerolehan kosa kata bahasa Indonesia pada anak melalui permainan dan nyanyian.
Universitas Sumatera Utara