BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Salah satu informasi penting yang terkandung dalam laporan keuangan
adalah laba. Pihak eksternal perusahaan seperti para pemegang saham, kreditur, pemerintah, calon investor dan masyarakat umum lainnya memiliki kepentingan yang besar dengan informasi keuangan perusahaan terutama laba tersebut. Informasi laba akan membantu para pemangku kepentingan dalam pengambilan keputusan ekonomi seperti untuk mengetahui kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutangnya, oportunitas pengembangan investasi yang baru, pembayaran pajak dan juga untuk memantau kinerja manajemen dalam mengolah dan memanfaatkan sumber daya perusahaan. Adanya perhatian besar dari pihak eksternal terhadap pertumbuhan laba dapat menimbulkan disfunctional behaviour (perilaku tidak semestinya) yang dilakukan oleh manajemen. Salah satu yang termasuk dalam disfunctional behaviour adalah adanya praktek manajemen laba. Schipper (1989) menyatakan manajemen laba adalah suatu kondisi dimana manajemen melakukan intervensi dalam proses penyusunan laporan keuangan bagi pihak eksternal sehingga dapat meratakan, menaikkan, dan
menurunkan laba.Manajemen laba dapat terjadi
ketika manajemen menggunakan personal judgement dalam laporan keuangan (Jafarpour dan Soumehsaraei, 2014). Saeidi (2012) menyatakan tindakan memanipulasi statistik akuntansi ini mampu memicu kesalahan pengambilan keputusan oleh pengguna laporan keuangan.
Scott (2006) dalam Djajadikerta dan Zhang (2015:232) mendeskripsikan ada 4 pola manajemen laba yaitu : (1). Taking bath, biasanya dilakukan ketika terjadi pergantian struktur organisasi termasuk pergantian CEO. Dalam hal ini manajer membuat estimasi beban untuk periode dimasa datang dalam periode saat itu, (2). Income minimation, dilakukan untuk menghindari kebijakan politik yang akan diberlakukan dengan menurunkan laba sebenarnya, (3), Income maximation, berbanding terbalik dengan income minimation, laba yang dilaporkan lebih tinggi dari yang seharusnya dengan tujuan untuk mendapatkan bonus yang lebih besar dan (4). Income smoothing, yaitu tindakan yang dilakukan oleh manajer agar laba tetap berada pada level diantara bogey dan cap. Perusahaan seperti Enron, Tyco, WorldCom, London & Commonwealth dan perusahaan besar lainnya telah mengalami kebangkrutan yang disebabkan akibat kegagalan strategi dan juga campur tangan manajemen untuk melakukan kecurangan. Salah satu kasus yang pernah terjadi di Indonesia adalah kasus PT Bank Lippo Tbk pada tahun 2002, dimana PT Bank Lippo Tbk saat itu terindikasi melakukan perataan laba dengan cara menerbitkan laporan keuangan ganda (Syahfandi dan Mutmainah, 2013). Laporan tertanggal 30 September 2002 tersebut menampilkan hasil yang berbeda. Laporan yang disampaikan kepada publik menunjukkan perusahaan mengalami keuntungan sedangkan yang disampaikan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) sebaliknya yaitu perusahaan disebutkan mengalami kerugian. Hal ini menyebabkan terjadinya kerugian pada para investor yang menjadikan laporan keuangan tersebut sebagai acuan dalam pengambilan keputusan.
Penelitian ini membahas salah satu pola manajemen laba yaitu income smoothing (perataan laba). Untuk jangka panjang manipulasi akuntansi yang menghasilkan laba yang merata adalah yang paling disukai manajer dan masyarakat secara keseluruhan karena perusahaan yang memiliki laba yang merata dianggap lebih kuat dan stabil (Atik, 2009). Beattie et al. (1994) mendefinisikan perataan laba sebagai suatu pengurangan variabilitas laba selama beberapa periode atau dalam satu periode tertentu sebagai bentuk tindakan untuk mewujudkan tingkatan laba yang ingin dilaporkan. Perataan laba juga didefinisikan proses manipulasi time profile laba atau laporan laba rugi untuk membuat aliran laba yang dilaporkan kurang bervariasi sementara tidak meningkatkan laba dalam jangka panjang (Fudenberg danTirole, 1995).Perataan laba hanya dapat dilakukan pada beberapa periode pelaporan dan ini berbeda dengan teknik perekayasaan laba lainnya karena jika hanya dilakukan pada satu periode pelaporan hal tersebut dimungkinkan adalah praktek peningkatan laba (income increasing) dan penurunan laba (income decreasing) (Wulandari, 2013). Motivasi yang mendorong manajemen perusahaan melakukan praktik perataan laba adalah untuk memenuhi target bonus atau untuk mempertahankan posisinya dalam perusahaan (Tucker dan Zarowin, 2006). Menurut Chong (2006) dalam Namazi dan Khansalar (2011) ada tiga alasan utama manajer memilih untuk meratakan laba perusahaan mereka, pertama untuk mencapai standar yang ditentukan oleh pasar saham, kedua untuk memenuhi target kerja mereka sendiri dna yang ketiga untuk menghindari pelanggaran perjanjian hutang. Selain itu dikemukakan pula oleh Prasetya dan Rahardjo (2013) bahwa perataan laba ini biasanya dilakukan untuk mengurangi pajak, meningkatkan kepercayaan investor
yang beranggapan laba yang stabil akan mengurangi kebijakan deviden yang stabil dan menjaga hubungan antara manajer dan pekerja untuk mengurangi gejolak kenaikan laba dalam pelaporan laba yang cukup tajam. Isu mengenai perataan laba ini sudah banyak diteliti. Ada bermacammacam faktor yang memengaruhi perataan laba diantaranya yaitu ukuran perusahaan, reputasi auditor dan struktur kepemilikan. Faktor-faktor tersebut sebelumnya telah diteliti namun ditemukan hasil yang tidak konsisten antara satu penelitian dengan penelitian lainnya. Ukuran perusahaan merupakan suatu skala yang dapat mengklasifikasikan besar kecilnya perusahaan. Perusahaan besar diperkirakan akan menghindari fluktuasi laba yang terlalu drastis sebab kenaikan laba yang terlalu drastis akan menyebabkan bertambahnya pajak. Sebaliknya penurunan laba yang drastis akan merusak citra perusahaan (Rahma Sari, 2014). Moses (1987) dalam Suwito dan Herawaty (2005) menemukan bukti bahwa perusahaan-perusahaan yang lebih besar memiliki dorongan yang lebih besar untuk melakukan earnings management (seperti perataan laba) dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan dengan ukuran kecil, karena perusahaan yang lebih besar sering menjadi subjek pemeriksaan (pengawasan yang ketat dari pemerintah dan masyarakat umum). Merujuk hasil penelitian Juniarti dan Corolina (2005) dan
Pramono
(2013) disebutkan bahwa ukuran perusahaan secara statistik tidak berpengaruh pada praktik perataan laba dalam perusahaan, hal ini berarti baik perusahaan besar maupun perusahaan kecil dapat melakukan perataan laba. Hasil yang sama juga ditemukan dalam penelitian Rahma Sari (2014) yang juga menyebutkan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap terjadinya praktik perataan laba.
Namun, penelitian tersebut tidak sejalan dengan hasil penelitian dari Budiasih (2009) dan Peranasari dan Dharmadiaksa (2014) yang membuktikan dalam penelitiannya bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perataan laba. Reputasi auditor merupakan penilaian terhadap kualitas auditor dalam melakukan audit (Prabayanti dan Yasa, 2011). Reputasi auditor didasarkan pada kepercayaan pemakai jasa auditor bahwa auditor memiliki kekuatan monitoring yang secara umum tidak dapat diamati. Dalam penelitian ini auditor yang dikatakan memiliki reputasi yang baik adalah yang tergabung dalam Big Four. Sejarah munculnya Kantor Akuntan Publik (KAP) Big Four berawal dari tahun 1979 sampai dengan 1989 dimana saat itu KAP Big Eight merupakan KAP internasional terbesar. Pada tahun 1989 Big Eight berubah menjadi Big Six karena adanya beberapa merger dan kemudian berubah menjadi Big Five pada tahun 1998. Lalu pada tahun 2002 terkait dengan kasus Enron, Big Five berubah menjadi Big Four dengan dikeluarkannya KAP Anderson. Sejak saat itu Big Four merupakan kantor jasa profesional dan akuntansi terbesar yang melakukan audit baik untuk perushaaan privat maupun perusahaan publik. Setiawan (2013) menyatakan bahwa auditor skala besar memiliki insentif yang lebih untuk menghindari kritikan kerusakan reputasi dibandingkan pada auditor skala kecil. Prabayanti dan Yasa (2011) telah meneliti pengaruh variabel reputasi auditor terhadap perataan laba dengan hasil reputasi auditor tidak berpengaruh terhadap perataan laba. Prasetya dan Rahardjo (2013) juga mendukung hasil temuan tersebut yang mana dalam penelitiannya reputasi auditor juga tidak berpengaruh terhadap praktik perataan laba. Hal ini menunjukkan bahwa Kantor
Akuntan Publik (KAP) besar yang memiliki reputasi baik pun tidak dapat menghalangi manajer dalam melakukan praktik perataan laba. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Marpaung dan Latrini (2014) yang mana hasilnya reputasi auditor berpengaruh terhadap perataan laba perusaahaan. Struktur kepemilikan mencerminkan distribusi kekuasaan dan pengaruh diantara para pemegang saham atas kegiatan operasional perusahaan. Struktur kepemilikan memiliki dua bentuk yaitu struktur kepemilikan terkonsentrasi dan menyebar. Kepemilikan terkonsentrasi cukup lazim ditemukan di negara yang ekonominya sedang berkembang sedangkan kepemilikan menyebar lebih banyak ditemui di negara yang memiliki perlindungan yang bagus terhadap pemegang saham terutama pemegang saham minoritas. Secara spesifik kategori struktur kepemilikan meliputi kepemilikan oleh institusi domestik, institusi asing, pemerintah, karyawan, dan individual domestik (Xu dan Yang, 1997). Dalam penelitian ini struktur kepemilikan akan diproksikan oleh struktur kepemilikan manajerial dan struktur kepemilikan publik. Menurut Brochet dan Gao (2004) manajemen yang memiliki saham perusahaan memiliki informasi lebih banyak tentang perusahaan dibanding pemegang saham non institusi lainnya, dengan demikian memiliki kesempatan untuk melakukan perataan laba untuk meminimalisir volatilitas labanya untuk meningkatkan kinerja saham perusahaan. Prayudi dan Daud (2013) menemukan dalam penelitiannya variabel struktur kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap perataan laba. Sementara Peranasari dan Dharmadiaksa (2014) dalam penelitiannya menemukan bahwa struktur kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap indikasi perataan laba yang dilakukan perusahan. Hal ini berarti semakin besar kepemilikan
manajerial, manajer semakin leluasa dalam melakukan praktik perataan laba guna menunjukkan kinerja yang baik pada investor. Michelson et al. (2000) dalam Aji dan Mita (2010), berpendapat bahwa semakin tinggi kepemilikan publik dalam struktur kepemilikan perusahaan, maka perusahaan cenderung melakukan perataan laba agar menghasilkan variabilitas laba yang rendah yang mengindikasikan risiko yang rendah. Risiko yang rendah inilah yang direspon positif oleh investor. Hal ini sesuai dengan hasil temuan Suratna dan Merdistusi (2004) dan Herni dan Susanto (2008) yang menemukan bahwa struktur kepemilikan berpengaruh terhadap perataan laba. Aji dan Mita (2010) serta Prayudi dan Daud (2013) menemukan hasil berbeda yaitu kepemilikan publik tidak berpengaruh terhadap perataan laba. Penelitian ini mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Rahma Sari (2014) yang mana hasil penelitiannya adalah variabel ukuran perusahaan dan stuktur kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap praktik perataan laba dengan populasi dan sampel seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Rahma Sari (2014) yang pertama adalah periode penelitian Rahma Sari (2014) adalah tahun 2008 sampai dengan 2011 sedangkan dalam penelitian ini data yang digunakan berasal dari periode 2011 sampai dengan 2014. Kedua, peneliti memproksikan struktur kepemilikan dalam penelitian ini menjadi dua yaitu kepemilikan manajerial dan kepemilikan publik yang mana dalam penelitian Rahma Sari (2014) hanya meneliti struktur kepemilikan manajerial saja. Alasan menambahkan variabel kepemilikan publik dalam penelitian ini karena peneliti ingin membuktikan apakah dengan adanya kepemilikan publik akan semakin mendorong manajemen untuk melakukan
perataan laba sehingga kinerja mereka akan terlihat baik dimata para pemegang saham dan investor. Peneliti juga menambahkan satu variabel baru yaitu reputasi auditor dengan alasan ingin membuktikan apakah perusahaan besar yang terindikasi melakukan perataan laba akan menghindari penggunaan KAP besar yang telah memiliki reputasi yang baik. Pentingnya penelitian ini karena perataan laba merupakan salah satu fenomena yang dilakukan oleh manajemen untuk menjaga citranya dimata publik, sehingga diharapkan hasil penelitian ini mampu menjadi pertimbangan bagi pihak terkait dalam pengambilan keputusan sehubungan dengan investasi yang akan dilakukan serta untuk mengembangkan penelitian terdahulu mengenai variabel penelitian lain yang berkaitan dengan praktik perataan laba. Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti mengambil judul “ Pengaruh Ukuran Perusahaan, Reputasi Auditor dan Struktur Kepemilikan Terhadap Praktik Perataan Laba Pada Perusahaan Manufaktur di BEI Tahun 2011-2014”.
1.2
Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang diatas rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut : 1. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap praktik perataan laba? 2. Apakah reputasi auditor berpengaruh terhadap praktik perataan laba? 3. Apakah struktur kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap praktik perataan laba? 4. Apakah struktur kepemilikan publik berpengaruh terhadap praktik perataan laba?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut : 1. Untuk mendapatkan bukti empiris pengaruh ukuran perusahaan terhadap praktik perataan laba. 2. Untuk mendapatkan bukti empiris pengaruh reputasi auditor terhadap praktik perataan laba. 3. Untuk mendapatkan bukti empiris pengaruh struktur kepemilikan manajerial terhadap praktik perataan laba. 4. Untuk mendapatkan bukti empiris pengaruh struktur kepemilikan publik terhadap praktik perataan laba.
1.4
Kegunaan Penelitian
1.4.1
Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam bidang
akuntansi mengenai faktor-faktor yang dianggap memengaruhi terjadinya praktik peratan laba. Penelitian ini juga bertujuan untuk mendukung temuan-temuan riset sebelumnya dan dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya.
1.4.2
Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan acuan dalam peningkatan
kewaspadaan bagi para pihak eksternal perusahaan terhadap praktik perataan laba dan juga sebagai bahan pertimbangan bagi pelaku pasar modal dalam mengambil keputusan investasi pada perusahaan-perusahaan yang melakukan perataan laba.
1.5
Sistematika Penulisan Skripsi ini terdiri dari lima bab yang saling terkait satu sama lainnya, yang
disusun secara terperinci dan sistematis untuk memberikan gambaran dan mempermudah pembahasan tentang skripsi ini. Berikut sistematika dari masingmasing bab : Bab I
Pendahuluan Bab ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian serta sistematika penulisan.
Bab II
Kajian Pustaka dan Hipotesis Penelitian Bab ini menguraikan tentang teori-teori yang relevan dengan penelitian, hasil penelitian sebelumnya yang terkait serta rumusan hipotesis penelitian.
Bab III
Metode Penelitian Bab ini
menguraikan
tentang metode
penelitian meliputi
desain,lokasi, obyek, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data serta teknik analisis data yang digunakan. Bab IV
Data dan Pembahasan Hasil Penelitian Bab ini menguraikan tentang karakteristik populasi, hasil analisis data yang mencakup hasil penelitian dan deskripsi hasil penelitian serta pembahasan dari permasalahan yang ada.
Bab V
Simpulan dan Saran Bab ini menguraikan tentang simpulan yang diperoleh dari hasil analisis dalam bab iv dan saran-saran yang diberikan dengan
simpulan yang diperoleh dari hasil penelitian serta keterbatasan dalam penelitian. BAB I PENDAHULUAN
1.6
Latar Belakang Masalah Salah satu informasi penting yang terkandung dalam laporan keuangan
adalah laba. Pihak eksternal perusahaan seperti para pemegang saham, kreditur, pemerintah, calon investor dan masyarakat umum lainnya memiliki kepentingan yang besar dengan informasi keuangan perusahaan terutama laba tersebut. Informasi laba akan membantu para pemangku kepentingan dalam pengambilan keputusan ekonomi seperti untuk mengetahui kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutangnya, oportunitas pengembangan investasi yang baru, pembayaran pajak dan juga untuk memantau kinerja manajemen dalam mengolah dan memanfaatkan sumber daya perusahaan. Adanya perhatian besar dari pihak eksternal terhadap pertumbuhan laba dapat menimbulkan disfunctional behaviour (perilaku tidak semestinya) yang dilakukan oleh manajemen. Salah satu yang termasuk dalam disfunctional behaviour adalah adanya praktek manajemen laba. Schipper (1989) menyatakan manajemen laba adalah suatu kondisi dimana manajemen melakukan intervensi dalam proses penyusunan laporan keuangan bagi pihak eksternal sehingga dapat meratakan, menaikkan, dan
menurunkan laba.Manajemen laba dapat terjadi
ketika manajemen menggunakan personal judgement dalam laporan keuangan (Jafarpour dan Soumehsaraei, 2014). Saeidi (2012) menyatakan tindakan
memanipulasi statistik akuntansi ini mampu memicu kesalahan pengambilan keputusan oleh pengguna laporan keuangan. Scott (2006) dalam Djajadikerta dan Zhang (2015:232) mendeskripsikan ada 4 pola manajemen laba yaitu : (1). Taking bath, biasanya dilakukan ketika terjadi pergantian struktur organisasi termasuk pergantian CEO. Dalam hal ini manajer membuat estimasi beban untuk periode dimasa datang dalam periode saat itu, (2). Income minimation, dilakukan untuk menghindari kebijakan politik yang akan diberlakukan dengan menurunkan laba sebenarnya, (3), Income maximation, berbanding terbalik dengan income minimation, laba yang dilaporkan lebih tinggi dari yang seharusnya dengan tujuan untuk mendapatkan bonus yang lebih besar dan (4). Income smoothing, yaitu tindakan yang dilakukan oleh manajer agar laba tetap berada pada level diantara bogey dan cap. Perusahaan seperti Enron, Tyco, WorldCom, London & Commonwealth dan perusahaan besar lainnya telah mengalami kebangkrutan yang disebabkan akibat kegagalan strategi dan juga campur tangan manajemen untuk melakukan kecurangan. Salah satu kasus yang pernah terjadi di Indonesia adalah kasus PT Bank Lippo Tbk pada tahun 2002, dimana PT Bank Lippo Tbk saat itu terindikasi melakukan perataan laba dengan cara menerbitkan laporan keuangan ganda (Syahfandi dan Mutmainah, 2013). Laporan tertanggal 30 September 2002 tersebut menampilkan hasil yang berbeda. Laporan yang disampaikan kepada publik menunjukkan perusahaan mengalami keuntungan sedangkan yang disampaikan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) sebaliknya yaitu perusahaan disebutkan mengalami kerugian. Hal ini menyebabkan terjadinya kerugian pada
para investor yang menjadikan laporan keuangan tersebut sebagai acuan dalam pengambilan keputusan. Penelitian ini membahas salah satu pola manajemen laba yaitu income smoothing (perataan laba). Untuk jangka panjang manipulasi akuntansi yang menghasilkan laba yang merata adalah yang paling disukai manajer dan masyarakat secara keseluruhan karena perusahaan yang memiliki laba yang merata dianggap lebih kuat dan stabil (Atik, 2009). Beattie et al. (1994) mendefinisikan perataan laba sebagai suatu pengurangan variabilitas laba selama beberapa periode atau dalam satu periode tertentu sebagai bentuk tindakan untuk mewujudkan tingkatan laba yang ingin dilaporkan. Perataan laba juga didefinisikan proses manipulasi time profile laba atau laporan laba rugi untuk membuat aliran laba yang dilaporkan kurang bervariasi sementara tidak meningkatkan laba dalam jangka panjang (Fudenberg danTirole, 1995).Perataan laba hanya dapat dilakukan pada beberapa periode pelaporan dan ini berbeda dengan teknik perekayasaan laba lainnya karena jika hanya dilakukan pada satu periode pelaporan hal tersebut dimungkinkan adalah praktek peningkatan laba (income increasing) dan penurunan laba (income decreasing) (Wulandari, 2013). Motivasi yang mendorong manajemen perusahaan melakukan praktik perataan laba adalah untuk memenuhi target bonus atau untuk mempertahankan posisinya dalam perusahaan (Tucker dan Zarowin, 2006). Menurut Chong (2006) dalam Namazi dan Khansalar (2011) ada tiga alasan utama manajer memilih untuk meratakan laba perusahaan mereka, pertama untuk mencapai standar yang ditentukan oleh pasar saham, kedua untuk memenuhi target kerja mereka sendiri dna yang ketiga untuk menghindari pelanggaran perjanjian hutang. Selain itu
dikemukakan pula oleh Prasetya dan Rahardjo (2013) bahwa perataan laba ini biasanya dilakukan untuk mengurangi pajak, meningkatkan kepercayaan investor yang beranggapan laba yang stabil akan mengurangi kebijakan deviden yang stabil dan menjaga hubungan antara manajer dan pekerja untuk mengurangi gejolak kenaikan laba dalam pelaporan laba yang cukup tajam. Isu mengenai perataan laba ini sudah banyak diteliti. Ada bermacammacam faktor yang memengaruhi perataan laba diantaranya yaitu ukuran perusahaan, reputasi auditor dan struktur kepemilikan. Faktor-faktor tersebut sebelumnya telah diteliti namun ditemukan hasil yang tidak konsisten antara satu penelitian dengan penelitian lainnya. Ukuran perusahaan merupakan suatu skala yang dapat mengklasifikasikan besar kecilnya perusahaan. Perusahaan besar diperkirakan akan menghindari fluktuasi laba yang terlalu drastis sebab kenaikan laba yang terlalu drastis akan menyebabkan bertambahnya pajak. Sebaliknya penurunan laba yang drastis akan merusak citra perusahaan (Rahma Sari, 2014). Moses (1987) dalam Suwito dan Herawaty (2005) menemukan bukti bahwa perusahaan-perusahaan yang lebih besar memiliki dorongan yang lebih besar untuk melakukan earnings management (seperti perataan laba) dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan dengan ukuran kecil, karena perusahaan yang lebih besar sering menjadi subjek pemeriksaan (pengawasan yang ketat dari pemerintah dan masyarakat umum). Merujuk hasil penelitian Juniarti dan Corolina (2005) dan
Pramono
(2013) disebutkan bahwa ukuran perusahaan secara statistik tidak berpengaruh pada praktik perataan laba dalam perusahaan, hal ini berarti baik perusahaan besar maupun perusahaan kecil dapat melakukan perataan laba. Hasil yang sama juga
ditemukan dalam penelitian Rahma Sari (2014) yang juga menyebutkan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap terjadinya praktik perataan laba. Namun, penelitian tersebut tidak sejalan dengan hasil penelitian dari Budiasih (2009) dan Peranasari dan Dharmadiaksa (2014) yang membuktikan dalam penelitiannya bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perataan laba. Reputasi auditor merupakan penilaian terhadap kualitas auditor dalam melakukan audit (Prabayanti dan Yasa, 2011). Reputasi auditor didasarkan pada kepercayaan pemakai jasa auditor bahwa auditor memiliki kekuatan monitoring yang secara umum tidak dapat diamati. Dalam penelitian ini auditor yang dikatakan memiliki reputasi yang baik adalah yang tergabung dalam Big Four. Sejarah munculnya Kantor Akuntan Publik (KAP) Big Four berawal dari tahun 1979 sampai dengan 1989 dimana saat itu KAP Big Eight merupakan KAP internasional terbesar. Pada tahun 1989 Big Eight berubah menjadi Big Six karena adanya beberapa merger dan kemudian berubah menjadi Big Five pada tahun 1998. Lalu pada tahun 2002 terkait dengan kasus Enron, Big Five berubah menjadi Big Four dengan dikeluarkannya KAP Anderson. Sejak saat itu Big Four merupakan kantor jasa profesional dan akuntansi terbesar yang melakukan audit baik untuk perushaaan privat maupun perusahaan publik. Setiawan (2013) menyatakan bahwa auditor skala besar memiliki insentif yang lebih untuk menghindari kritikan kerusakan reputasi dibandingkan pada auditor skala kecil. Prabayanti dan Yasa (2011) telah meneliti pengaruh variabel reputasi auditor terhadap perataan laba dengan hasil reputasi auditor tidak berpengaruh terhadap perataan laba. Prasetya dan Rahardjo (2013) juga mendukung hasil
temuan tersebut yang mana dalam penelitiannya reputasi auditor juga tidak berpengaruh terhadap praktik perataan laba. Hal ini menunjukkan bahwa Kantor Akuntan Publik (KAP) besar yang memiliki reputasi baik pun tidak dapat menghalangi manajer dalam melakukan praktik perataan laba. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Marpaung dan Latrini (2014) yang mana hasilnya reputasi auditor berpengaruh terhadap perataan laba perusaahaan. Struktur kepemilikan mencerminkan distribusi kekuasaan dan pengaruh diantara para pemegang saham atas kegiatan operasional perusahaan. Struktur kepemilikan memiliki dua bentuk yaitu struktur kepemilikan terkonsentrasi dan menyebar. Kepemilikan terkonsentrasi cukup lazim ditemukan di negara yang ekonominya sedang berkembang sedangkan kepemilikan menyebar lebih banyak ditemui di negara yang memiliki perlindungan yang bagus terhadap pemegang saham terutama pemegang saham minoritas. Secara spesifik kategori struktur kepemilikan meliputi kepemilikan oleh institusi domestik, institusi asing, pemerintah, karyawan, dan individual domestik (Xu dan Yang, 1997). Dalam penelitian ini struktur kepemilikan akan diproksikan oleh struktur kepemilikan manajerial dan struktur kepemilikan publik. Menurut Brochet dan Gao (2004) manajemen yang memiliki saham perusahaan memiliki informasi lebih banyak tentang perusahaan dibanding pemegang saham non institusi lainnya, dengan demikian memiliki kesempatan untuk melakukan perataan laba untuk meminimalisir volatilitas labanya untuk meningkatkan kinerja saham perusahaan. Prayudi dan Daud (2013) menemukan dalam penelitiannya variabel struktur kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap perataan laba. Sementara Peranasari dan Dharmadiaksa (2014) dalam penelitiannya menemukan
bahwa struktur kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap indikasi perataan laba yang dilakukan perusahan. Hal ini berarti semakin besar kepemilikan manajerial, manajer semakin leluasa dalam melakukan praktik perataan laba guna menunjukkan kinerja yang baik pada investor. Michelson et al. (2000) dalam Aji dan Mita (2010), berpendapat bahwa semakin tinggi kepemilikan publik dalam struktur kepemilikan perusahaan, maka perusahaan cenderung melakukan perataan laba agar menghasilkan variabilitas laba yang rendah yang mengindikasikan risiko yang rendah. Risiko yang rendah inilah yang direspon positif oleh investor. Hal ini sesuai dengan hasil temuan Suratna dan Merdistusi (2004) dan Herni dan Susanto (2008) yang menemukan bahwa struktur kepemilikan berpengaruh terhadap perataan laba. Aji dan Mita (2010) serta Prayudi dan Daud (2013) menemukan hasil berbeda yaitu kepemilikan publik tidak berpengaruh terhadap perataan laba. Penelitian ini mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Rahma Sari (2014) yang mana hasil penelitiannya adalah variabel ukuran perusahaan dan stuktur kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap praktik perataan laba dengan populasi dan sampel seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Rahma Sari (2014) yang pertama adalah periode penelitian Rahma Sari (2014) adalah tahun 2008 sampai dengan 2011 sedangkan dalam penelitian ini data yang digunakan berasal dari periode 2011 sampai dengan 2014. Kedua, peneliti memproksikan struktur kepemilikan dalam penelitian ini menjadi dua yaitu kepemilikan manajerial dan kepemilikan publik yang mana dalam penelitian Rahma Sari (2014) hanya meneliti struktur kepemilikan manajerial saja. Alasan menambahkan variabel kepemilikan publik
dalam penelitian ini karena peneliti ingin membuktikan apakah dengan adanya kepemilikan publik akan semakin mendorong manajemen untuk melakukan perataan laba sehingga kinerja mereka akan terlihat baik dimata para pemegang saham dan investor. Peneliti juga menambahkan satu variabel baru yaitu reputasi auditor dengan alasan ingin membuktikan apakah perusahaan besar yang terindikasi melakukan perataan laba akan menghindari penggunaan KAP besar yang telah memiliki reputasi yang baik. Pentingnya penelitian ini karena perataan laba merupakan salah satu fenomena yang dilakukan oleh manajemen untuk menjaga citranya dimata publik, sehingga diharapkan hasil penelitian ini mampu menjadi pertimbangan bagi pihak terkait dalam pengambilan keputusan sehubungan dengan investasi yang akan dilakukan serta untuk mengembangkan penelitian terdahulu mengenai variabel penelitian lain yang berkaitan dengan praktik perataan laba. Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti mengambil judul “ Pengaruh Ukuran Perusahaan, Reputasi Auditor dan Struktur Kepemilikan Terhadap Praktik Perataan Laba Pada Perusahaan Manufaktur di BEI Tahun 2011-2014”.
1.7
Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang diatas rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut : 5. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap praktik perataan laba? 6. Apakah reputasi auditor berpengaruh terhadap praktik perataan laba? 7. Apakah struktur kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap praktik perataan laba?
8. Apakah struktur kepemilikan publik berpengaruh terhadap praktik perataan laba? 1.8
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut : 5. Untuk mendapatkan bukti empiris pengaruh ukuran perusahaan terhadap praktik perataan laba. 6. Untuk mendapatkan bukti empiris pengaruh reputasi auditor terhadap praktik perataan laba. 7. Untuk mendapatkan bukti empiris pengaruh struktur kepemilikan manajerial terhadap praktik perataan laba. 8. Untuk mendapatkan bukti empiris pengaruh struktur kepemilikan publik terhadap praktik perataan laba.
1.9
Kegunaan Penelitian
1.9.1
Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam bidang
akuntansi mengenai faktor-faktor yang dianggap memengaruhi terjadinya praktik peratan laba. Penelitian ini juga bertujuan untuk mendukung temuan-temuan riset sebelumnya dan dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya.
1.9.2
Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan acuan dalam peningkatan
kewaspadaan bagi para pihak eksternal perusahaan terhadap praktik perataan laba
dan juga sebagai bahan pertimbangan bagi pelaku pasar modal dalam mengambil keputusan investasi pada perusahaan-perusahaan yang melakukan perataan laba.
1.10
Sistematika Penulisan Skripsi ini terdiri dari lima bab yang saling terkait satu sama lainnya, yang
disusun secara terperinci dan sistematis untuk memberikan gambaran dan mempermudah pembahasan tentang skripsi ini. Berikut sistematika dari masingmasing bab : Bab I
Pendahuluan Bab ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian serta sistematika penulisan.
Bab II
Kajian Pustaka dan Hipotesis Penelitian Bab ini menguraikan tentang teori-teori yang relevan dengan penelitian, hasil penelitian sebelumnya yang terkait serta rumusan hipotesis penelitian.
Bab III
Metode Penelitian Bab ini
menguraikan
tentang metode
penelitian meliputi
desain,lokasi, obyek, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data serta teknik analisis data yang digunakan. Bab IV
Data dan Pembahasan Hasil Penelitian Bab ini menguraikan tentang karakteristik populasi, hasil analisis data yang mencakup hasil penelitian dan deskripsi hasil penelitian serta pembahasan dari permasalahan yang ada.
Bab V
Simpulan dan Saran
Bab ini menguraikan tentang simpulan yang diperoleh dari hasil analisis dalam bab iv dan saran-saran yang diberikan dengan simpulan yang diperoleh dari hasil penelitian serta keterbatasan dalam penelitian.