BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Penerimaan dalam negeri dibedakan menjadi dua yaitu penerimaan yang
bersumber dari pajak dan penerimaan yang bersumber bukan dari pajak. Penerimaan pajak akan digunakan untuk membiayai pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Undang-undang Nomor 28 tahun 2007). Salah satu penerimaan yang bersumber dari sektor pajak berasal dari Pajak Penghasilan (PPh). Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak (Resmi, 2011:74). Tabel 1.1 Penerimaan Dalam Negeri Tahun 2012-2014 (dalam miliar rupiah) Perpajakan Bukan Pajak Jumlah Tahun Anggaran APBN % APBN % APBN % 2012 1.016.237,30 74,87% 341.142,60 25,13% 1.357.379,90 100% 2013 1.192.994,10 78,22% 332.195,40 21,78% 1.525.189,50 100% 2014 1.246.107,00 76,31% 386.946,40 23,69% 1.633.053,40 100% Sumber: (http://www.anggaran.depkeu.go.id) 1
2
Berdasarkan tabel 1.1 di atas dapat di ketahui bahwa penerimaan yang bersumber dari pajak memiliki nilai proporsi yang paling besar dibandingkan dengan penerimaan yang bersumber bukan dari pajak. Dapat diketahui juga bahwa dalam setiap tahunnya penerimaan yang bersumber dari pajak selalu meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini menunjukkan bahwa perpajakan merupakan sumber yang paling utama dalam penerimaan negara. Tabel 1.2 Penerimaan Perpajakan Nasional Tahun 2012-2014 (dalam miliar rupiah) Pajak
2012 Nilai 431.121,70 277.800,10 29.893,20 77.010,00
2013 % 52,59% 33,89% 3,65% 9,39%
Nilai 513.650,20 336.057,00 29.687,50 83.266,60
PPh PPN PBB Cukai Pajak Lainnya 3.928,20 0,48% 5.632,00 Total 819.753,20 100% 968.293,30 Sumber: (http://www.anggaran.depkeu.go.id)
2014 % 53,05% 34,71% 3,07% 8,60%
Nilai 584.890,40 423.708,30 27.343,80 92.004,00
% 51,56% 37,35% 2,41% 8,11%
0,58% 100%
6.342,70 1.134.289,20
0,56% 100%
Berdasarkan tabel 1.2 menunjukkan penerimaan perpajakan nasional yang terdiri dari beberapa jenis pajak, antara lain PPh, PPN, PBB, Cukai, dan pajak lainnya. Berdasarkan data yang ada, dapat dilihat bahwa sumber penerimaan pajak dari pajak penghasilan (PPh) memiliki proporsi yang paling besar diantara sumber penerimaan pajak lainnya. Hal ini dapat membuktikan bahwa pajak penghasilan (PPh) merupakan sumber utama bagi penerimaan negara. Pajak Penghasilan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Pajak Penghasilan yang berasal dari Wajib Pajak Orang Pribadi dan Pajak Penghasilan yang berasal
3
dari Wajib Pajak Badan. Berdasarkan data yang ada, sebagian besar penerimaan Pajak Penghasilan berasal dari penerimaan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan. Penerimaan perpajakan Indonesia dari PPh orang pribadi pada 2015 hanya 1,42%. Sedangkan penerimaan dari PPh badan terhadap realisasi penerimaan PPh Non Migas mencapai 38,37%. Maka dapat dilihat bahwa kontribusi Wajib Pajak Badan terhadap perpajakan sangatlah besar (www.pajak.go.id). Pajak Penghasilan (PPh) Wajib Pajak Badan dapat dilihat dari laporan keuangannya. Dimana setiap Wajib Pajak Badan akan membuat laporan keuangan untuk periode tertentu. Untuk Wajib Pajak Badan yang go public, BAPEPAM mewajibkan untuk membuat laporan keuangan yang harus dipublikasikan di BEI (Bursa Efek Indonesia). Untuk menarik para investor maka perusahaan akan menunjukkan kinerja laporan keuangannya sebaik mungkin. Kinerja tersebut tercermin dalam laporan keuangan yang dipublikasikan untuk kepentingan para investor (Rizki, 2014). Kebanyakan para investor beranggapan bahwa laba yang tinggi akan mencerminkan kondisi perusahaan yang baik. Namun, mereka tidak mengetahui apakah informasi yang terkandung dalam laba tersebut mempunyai kualitas yang tinggi. Informasi yang terkandung dalam laba memiliki peran penting dalam menilai kinerja perusahaan. Laba yang tidak menunjukkan informasi yang sebenarnya tentang kinerja perusahaan dapat menyesatkan para pengguna laporan keuangan sehingga akan berdampak pada kualitas perusahaan. Oleh karena itu, kualitas laba dalam suatu perusahaan menjadi pusat perhatian bagi pihak-pihak berkepentingan khusunya investor. Laba yang berkualitas adalah laba yang dapat
4
mencerminkan kelanjutan laba (sustainable earnings) di masa depan, yang ditentukan oleh komponen akrual dan aliran kas dan dapat mencerminkan kinerja keuangan yang sesungguhnya (Djamaluddin, 2008). Salah satu komponen dari kualitas laba adalah persistensi laba. Persistensi laba akuntansi adalah revisi dalam laba akuntansi yang diharapkan di masa depan (expected future earnings) yang diimplikasi oleh inovasi laba tahun berjalan (current earnings) (Penman, 1992 dalam Djamaluddin, 2008). Persistensi laba sering digunakan sebagai ukuran kualitas laba, karena persistensi laba merupakan salah satu unsur nilai prediktif laba dalam karakter relevan dimana informasi harus mampu membuat perbedaan dalam pengambilan keputusan dengan membantu pengguna untuk melakukan prediksi dari masa lalu, sekarang dan untuk masa depan (Zdulhiyanov, 2015). Menurut Irfan (2013) menyatakan bahwa persistensi laba ini menjadi isu yang penting karena pihak investor mempunyai kepentingan pada kinerja manajemen mendatang yang tercermin pada laba yang akan datang. Persistensi laba berhubungan dengan kinerja keseluruhan perusahaan yang tergambar dalam laba perusahaan serta refleksinya pada laba yang akan dapat berkesinambungan untuk suatu periode yang lama. Laba dikatakan persisten apabila laba tahun berjalan dapat menjadi indikator yang baik untuk laba perusahaan di masa yang akan datang. Terdapat beberapa fakta dimana perusahaan mendapatkan ataupun kehilangan sebagian besar labanya hanya pada waktu yang singkat. Salah satu fakta mengenai laba bersih PT. Indosat Tbk, sepanjang semester I/2014 laba
5
bersih Indosat sebesar Rp 226,28 miliar. Laba bersih PT. Indosat Tbk ini jatuh sebesar 2,11%, sementara pada periode yang sama tahun lalu mencatat rugi sebesar Rp 231,15 miliar. Penyebabnya adalah pendapatan perseroan yang tercatat menurun 0,85% menjadi Rp 11,61 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 11,71 triliun (Erna, 2014). Fakta lainnya yang lebih mencengangkan datang dari PT. Astra Agro Lestari Tbk (AALI) ini membukukan laba bersih pada kuartal I/2015 sebesar Rp 156,09 miliar. Laba bersih AALI ini jatuh sebesar 80% dibandingkan dengan periode tahun sebelumnya Rp 784,6 miliar. Penyebab jatuhnya laba bersih ini diawali dengan merosotnya pendapatan perseroan sama halnya dengan apa yang di alami oleh PT Indosat Tbk (Sukirno, 2015). Naik turunnya laba suatu perusahaan dengan tingkat perubahan signifikan bahkan curam menyebabkan persistensi laba mulai dipertanyakan, ditambah lagi laba dalam laporan keuangan sering digunakan oleh manajemen untuk menarik pihak investor, sehingga laba tersebut sering direkayasa sedemikian rupa oleh manajemen untuk mempengaruhi keputusan investor (Fanani, 2010 dalam Nuraini, 2014). Pengertian persistensi laba pada prinsipnya dipandang dalam dua sudut pandang. Pandangan pertama menyatakan bahwa laba yang persisten adalah laba yang dapat mencerminkan keberlanjutan laba (sustainable earnings) di masa depan. Sedangkan pandangan kedua, persistensi laba berkaitan erat dengan kinerja harga saham pasar modal yang diwujudkan dalam bentuk imbal hasil, sehingga hubungan yang semakin kuat antara laba perusahaan dengan imbal hasil bagi
6
investor dalam bentuk return saham menunjukkan persistensi laba yang tinggi (Ayres, 1994 dalam Nuraini, 2014). Penelitian ini mengacu pada sudut pandang pertama, dimana laba dikatakan persisten ketika aliran kas dan laba akrual berpengaruh terhadap laba tahun depan dan perusahaan dapat mempertahankan jumlah laba yang diperoleh saat ini sampai masa yang akan datang. Persistensi laba merupakan salah satu alat ukur kualitas laba, dimana salah satu penilaian laba yang berkualitas adalah memiliki kesinambungan pada laba yang diperoleh setiap periodenya sehingga nantinya laba yang persisten cenderung stabil dan dapat mempertahankan labanya dari waktu ke waktu (Nuraini, 2014). Manajemen menghitung laba perusahaan untuk dua tujuan setiap tahunnya, yaitu tujuan untuk pelaporan keuangan berdasarkan prinsip akuntansi berterima umum dan untuk pelaporan pajak berdasarkan peraturan pajak untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak atau laba fiskal. Laba akuntansi adalah laba atau rugi bersih selama satu periode sebelum dikurangi beban pajak yang dihitung berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan lebih ditujukan untuk menilai kinerja ekonomi. Sedangkan laba fiskal adalah laba atau rugi selama satu periode yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan lebih ditujukan untuk menjadi dasar perhitungan PPh (Lestari dalam Rizki, 2014). Informasi dalam laba akuntansi dan laba fiskal merupakan tolak ukur untuk penetapan pajak di suatu perusahaan. Sehingga informasi yang terkandung dalam setiap laba baik laba akuntansi maupun laba fiskal memiliki peranan yang penting dalam menilai kinerja suatu perusahaan.
7
Terjadinya perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal disebabkan karena perbedaan tujuan dan kepentingan masing-masing diantara para pengguna informasi laba tersebut. Sebagai contoh laba yang tinggi tidak dikehendaki oleh manajemen karena akan menghasilkan perhitungan pajak yang tinggi, tetapi sebaliknya laba yang tinggi akan menjadi harapan bagi fiskus (pemerintah sebagai pemungut pajak). Hal ini akan menyebabkan peluang terjadinya manajemen laba yang mengakibatkan laba perusahaan menjadi kurang persisten. Perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal juga timbul karena dalam penyusunan laporan keuangan dimana standar akuntansi keuangan lebih memberikan kekeluasaan bagi manajemen dalam menentukan prinsip dan estimasi akuntansi dibandingkan yang diperbolehkan menurut peraturan perpajakan (Philips, Pincus, dan Rego, 2003 dalam Yulianti, 2009). Terdapat perbedaan perlakuan dalam standar akuntansi dan aturan perpajakan yaitu dalam hal pengakuan pendapatan dan biaya antara akuntansi komersial dan fiskal sehingga menimbulkan perbedaan dalam menghitung besarnya penghasilan kena pajak. Berdasarkan penjelasan pasal 28 ayat 5 Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) nomor 28 tahun 2007 laba fiskal dihitung berdasarkan metode akuntansi yang menjadi dasar perhitungan laba akuntansi, yaitu metode akrual sehingga perusahaan tidak perlu melakukan pembukuan ganda untuk dua tujuan pelaporan laba tersebut. Hal ini disebabkan karena pada setiap akhir tahun perusahaan diwajibkan melakukan rekonsiliasi fiskal untuk menentukan besarnya laba fiskal dengan cara melakukan penyesuaianpenyesuaian terhadap laba akuntansi berdasarkan peraturan perpajakan. Dasar
8
yang berbeda dalam penyusunan laporan keuangan tersebut dapat menimbulkan terjadinya perbedaan penghitungan laba (rugi) perusahaan. Perbedaan itulah yang mengakibatkan terjadinya perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal (book tax differences) dalam analisis perpajakan (Resmi, 2011:369). Book tax differences dalam analisis perpajakan menjadi salah satu cara untuk menilai kualitas laba perusahaan. Logika yang mendasarinya adalah adanya sedikit kebebasan akuntansi yang diperbolehkan dalam pengukuran laba fiskal, sehingga book tax differences dapat memberikan informasi tentang kewenangan manajemen (management discretion) dalam proses akrual (Wijayanti, 2006). Seida (2003) dalam Hanlon (2005) juga menyatakan bahwa laba fiskal dapat digunakan sebagai benchmark untuk mengevaluasi laba akuntansi, apabila angka laba diduga oleh publik sebagai hasil rekayasa manajemen maka angka laba tersebut dinilai mempunyai kualitas rendah dan konsikuensinya publik akan merespon negatif angka laba yang dilaporkan tersebut. Perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal (book tax differences) timbul dari perbedaan yang sifatnya sementara (temporary differences) dan sifatnya tetap (permanent differences) (Resmi, 2011). Perbedaan tetap timbul karena adanya peraturan yang berbeda terkait dengan pengakuan pendapatan dan biaya antara Standar Akuntansi Keuangan dengan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan, artinya terdapat transaksi pendapatan dan biaya yang diakui menurut akuntansi dan tidak diakui menurut fiskal atau sebaliknya sehingga menyebabkan tidak ada konsikuensi pajak yang ditangguhkan yang harus diakui. Sedangkan perbedaan sementara timbul sebagai akibat adanya
9
perbedaan waktu pengakuan pendapatan dan biaya dalam menghitung laba menurut Standar Akuntansi Keuangan dan menurut Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan yang mengakibatkan akan menghasilkan jumlah kena pajak yang akan memperbesar laba kena pajak ditahun mendatang, sehingga perusahaan harus mencatat kewajiban pajak tangguhan dan mengakui beban pajak tangguhan (Kieso, 2008:14 dalam Zdulhiyanov, 2015). Berdasarkan dua kelompok perbedaan laba akuntansi dengan laba fiskal, penelitian ini hanya memfokuskan pada perbedaan sementara (temporary differences) sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti (2006) dan ditunjukkan oleh akun biaya (manfaat) pajak tangguhan. Menurut Hanlon (2005) perbedaan temporer antara laba akuntansi dan laba fiskal yang digunakan untuk meneliti kualitas laba dibedakan menjadi tiga indikator yaitu, large positive book tax differences, large negative book tax differences dan small book tax differences. Beberapa penelitian mengenai mengenai peranan book tax differences dalam persistensi laba belakangan ini telah banyak diteliti. Hanlon (2005) menguji apakah book tax differences berpengaruh secara negatif terhadap persistensi laba. Artinya semakin besar perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal maka persistensi laba semakin rendah. Hasil penelitian Hanlon (2005) menyimpulkan bahwa perusahaan dengan large positive book tax differences memiliki persistensi yang lebih rendah dari perusahaan dengan small book tax differences dan juga menyimpulkan bahwa perusahaan dengan large negative book tax differences
10
memiliki persistensi yang siginifikan lebih rendah dari perusahaan dengan small book tax differences. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Wijayanti (2006) dengan menguji pengaruh perbedaan antara laba akuntasi dan laba fiskal terhadap persistensi laba, akrual dan aliran kas. Hasilnya membuktikan bahwa perusahaan dengan large positive (negative) book tax differences mempunyai persistensi laba lebih rendah dibandingkan perusahaan dengan small book tax differences. Selain itu Wijayanti (2006) juga menguji kandungan komponen laba akrual dalam book tax differences. Hasilnya membuktikan bahwa perusahaan dengan large positive (negative) book tax differences mempunyai persistensi komponen laba akrual lebih rendah dibanding perusahaan dengan small book tax differences. Penelitian selanjutnya, Djamaluddin, dkk (2008) melakukan pengujian kembali mengenai analisis perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal terhadap persistensi laba, akrual dan aliran kas. Hasilnya membuktikan bahwa perusahaan dengan large positive (negative) book tax differences tidak terbukti secara statistik mempunyai persistensi laba lebih rendah dibanding perusahaan dengan small book tax differences. Singkatnya book tax differences tidak berpengaruh terhadap persistensi laba. Komponen akrual juga tidak terbukti secara statistik dapat mempengaruhi persistensi laba akuntansi. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Hanlon (2005) dan Wijayanti (2006). Peneliti yang melakukan penelitian mengenai persistensi laba dengan menggunakan perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal sebagai fokus dalam penelitiannya menunjukkan hasil yang belum konsisten. Terdapat research
11
gap yang signifikan antar hasil penelitian. Dengan research gap yang signifikan antar hasil penelitian yang satu dengan yang lainnya serta pentingnya penerapan persistensi laba di Indonesia, mendorong penelitian ini dilakukan. Dengan demikian, dalam penelitian ini motivasi penulis adalah untuk menguji kembali penelitian-penelitian yang sebelumnya telah dilakukan. Seperti yang pernah dilakukan oleh Hanlon (2005), Wijayanti (2006), dan Djamaluddin, dkk (2008) yaitu menguji apakah perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal berpengaruh secara negatif terhadap persistensi laba. Dengan kata lain, semakin besar perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal, persistensi laba semakin rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan book tax differences dalam memprediksi laba di masa mendatang dengan melihat persistensi yang mencerminkan kualitas laba yang dihasilkan. Perusahaan manufaktur adalah perusahaan yang paling dominan di BEI dan sensitif serta berfluktuasi terhadap setiap kejadian. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah periode waktu yang digunakan, yaitu dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2014. Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti akan melakukan pengujian kembali mengenai book tax differences dengan judul: “Pengaruh Perbedaan Laba Akuntansi dan Laba Fiskal (Book Tax Differences) Terhadap Persistensi Laba”. Penelitian ini merupakan studi empiris pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 20122014.
12
1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan
latar
belakang
penelitian
diatas,
maka
penulis
mengidentifikasikan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh large positive book tax differences terhadap persistensi laba pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia Periode 2012-2014 secara parsial. 2. Bagaimana pengaruh large negative book tax differences terhadap persistensi laba pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia Periode 2012-2014 secara parsial. 3. Bagaimana pengaruh large positive dan negative book tax differences terhadap persistensi laba pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia Periode 2012-2014 secara simultan.
1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dan tujuan penelitian ini adalah sebagai salah satu syarat yang
harus dipenuhi untuk dapat menempuh Ujian Sarjana Ekonomi Program Studi Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama Bandung dan untuk menemukan jawaban atas topik permasalahan yang telah diidentifikasi sebelumnya, yaitu untuk mendapatkan bukti empiris mengenai: 1. Pengaruh large positive book tax differences terhadap persistensi laba pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia Periode 20122014 secara parsial.
13
2. Pengaruh large negative book tax differences terhadap persistensi laba pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia Periode 20122014 secara parsial. 3. Pengaruh large positive dan negative book tax differences terhadap persistensi laba pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia Periode 2012-2014 secara simultan.
1.4
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi semua pihak. Adapun
kegunaan dalam penelitian ini diarahkan pada kegunaan praktis dan kegunaan teoritis, sebagai berikut: 1.4.1 Kegunaan Praktis 1. Bagi Penulis Hasil dari penelitian ini dapat memberikan pengetahuan bagi peneliti yaitu untuk mengetahui tentang pengaruh perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal (book tax differences) terhadap persistensi laba. Selain itu sebagai salah satu syarat dalam pengajuan skripsi di Fakultas Ekonomi Program Akuntansi Universitas Widyatama. 2. Bagi Akademisi Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan literatur bagi penelitian selanjutnya yaitu untuk menganalisis lebih lanjut mengenai pengaruh perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal (book tax differences) terhadap persistensi laba.
14
3. Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan acuan untuk mengkaji topik-topik yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini. 1.4.2 Kegunaan Teoritis Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah menjadi tambahan referensi atau rujukan mengenai Pengaruh Perbedaan Laba Akuntansi dan Laba Fiskal (Book tax differences) terhadap Persistensi Laba.
1.5
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa laporan keuangan
perusahaan manufaktur yang terdapat di Bursa Efek Indonesia Periode 2012 – 2014. Data Sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh, dikumpulkan, dan diolah pihak lain). Sumber data laporan keuangan perusahaan yang telah diaudit periode 2012 – 2014 yang diperoleh dari www.idx.co.id.