BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Hal ini dikarenakan masih tingginya angka kematian ibu dan angka kematian bayi dan anak balita yang ada di Indonesia.
Tinggi
rendahnya Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Anak Balita (AKABa) disuatu negara dapat dilihat dari kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak yang bermutu dan menyeluruh. Menurut hasil SDKI tahun 2012 Angka Kematian Ibu (AKI) secara nasional masih tinggi yaitu 359 per 100.000 kelahiran hidup, Angka Kematian Bayi (AKB) yaitu 32 per 1000 kelahian hidup dan Angka Kematian Anak Balita (AKABa) yaitu sebesar 40 per 1000 kelahiran hidup (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Pemerintah menjadikan upaya penurunan AKI, AKB dan AKABa sebagai upaya dalam pencapaian target Millennium Development Goals (MDGs). Sasaran yang ingin dicapai sesuai target MDGs ke-4 yaitu menurunkan angka kematian anak menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2015 dan target MDGs ke-5 yaitu meningkatkan kesehatan ibu untuk menurunkan angka kematian ibu menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Berbagai program KIA telah dirancang oleh Kementerian Kesehatan RI, yang ditinjaklanjuti oleh dinas kesehatan di tingkat propinsi, kabupaten/kota, kecamatan, desa, sampai dusun dan rumah tangga. Namun jumlah kematian ibu
1
2
dan kematian anak tetap tinggi, dan di berbagai propinsi malah mengalami peningkatan. Permasalahan
kegawatdaruratan
obstetri
dan
neonatal
merupakan
permasalahan yang disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu faktor tersebut adalah keterlambatan dan sistem rujukan yang belum paripurna. Sistem rujukan pelayanan kesehatan adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik, baik vertikal maupun horizontal yang wajib dilaksanakan oleh peserta jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial, dan seluruh fasilitas kesehatan. Sistem rujukan tersebut dilakukan secara berjenjang mulai dari masyarakat, kader, bidan ke tingkat pelayanan dasar (Puskesmas) dilanjutkan ke jenjang tingkat lanjutan yaitu rumah sakit yang memiliki dokter spesialis, sehingga kematian ibu dan bayi dapat dicegah secara dini (Kementerian Kesehatan RI, 2014) Puskesmas merupakan penanggung jawab penyelenggara upaya kesehatan untuk jenjang tingkat pertama meliputi pelayanan kesehatan perorangan (private goods) dan pelayanan kesehatan masyarakat (public goods). Peran pusat kesehatan masyarakat bukan saja penanganan persalinan normal saja tetapi juga diupaya pemberdayaan pelayanan gawat darurat tingkat pertama dan sebagai pusat rujukan primer yaitu penyediaan Puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Dasar (PONED). Pelayanan kegawatdaruratan dasar merupakan keharusan bagi keperluan pelayanan
rujukan primer, alasannya adalah pada
wilayah yang sulit terhadap akses ke pusat pelayanan rujukan, geografi dan transportasi yang terbatas yang sulit dijangkau maka Puskesmas PONED
3
merupakan fasilitas satu-satunya yang paling mungkin dijangkau (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Puskesmas PONED menerima rujukan dari tenaga atau fasilitas kesehatan di tingkat desa atau masyarakat dan merujuk ke rumah sakit bila diperlukan. Adanya Puskesmas mampu PONED diharapkan dapat mencegah terjadinya kematian ibu dan anak atau paling tidak dapat melakukan pengelolaan kasus dengan komplikasi tertentu di wilayah kerjanya sesuai dengan tingkat kewenangan dan kemampuannya. Puskesmas mampu PONED menjadi tempat rujukan terdekat dari desa sebagai pembina bidan di desa sehingga ibu hamil dan ibu bersalin mempunyai akses yang dekat dengan fasilitas kesehatan. walaupun puskesmas PONED sebagai sub-center rujukan namun masih mempunyai keterbatasan yaitu fasilitas yang ada belum didukung oleh sumber daya yang memadai sehingga kompetensi petugas dan kualitas pelayanan obstetri dan neonatal umumnya masih dibawah standar (Wijaya, 2012). Penelitian Ignasius (2012), menjelaskan bahwa pertimbangan utama dalam memilih tempat rujukan dari Puskesmas ke rumah sakit sebagai penyedia layanan kesehatan sekunder adalah faktor kedekatan jarak dan kemudahan jangkauan. Alur rujukan selama ini belum sepenuhnya memperhatikan aspek ketersediaan dan kelengkapan jenis layanan pada fasilitas kesehatan yang dituju. Masih ada stigma bahwa jika puskesmas tidak bisa menangani masalah pasien maka rumah sakit menjadi pihak yang dianggap bisa menyelesaikan masalah tersebut. Padahal disisi lain, rumah sakit di daerah belum tentu memiliki kapasitas untuk menangani masalah tersebut. Salah satu masalah dalam implementasi sistem rujukan adalah
4
keterbatasan sumber daya dan infrastruktur yang esensial dalam institusi kesehatan untuk menyediakan layanan kesehatan yang minimal seperti PONEK dan tenaga spesialis. Beberapa masalah dalam sistem rujukan kesehatan ibu dan anak menurut Depkes (2007) yaitu: 1) Penerima pertama pada pasien bukan tenaga medis terlatih. 2) Dokter atau bidan sebagai tenaga terlatih justru berada di lini belakang. 3) Prosedur penerima rujukan yang lambat karena birokrasi pelaporan. 4) Bank darah rumah sakit belum berfungsi sebagai tempat antara penyimpanan darah. 5) Belum tersedianya unit transfusi darah dari semua kabupaten/kota. 6) Keterbatasan pelayanan pemeriksaan penunjang karena keterbatasan SDM, sarana dan prasarana. 7) Keterbatasan Puskesmas dalam melakukan tindakan. 8) Secara umum dikatakan bahwa Puskesmas sudah tidak melakukan pertolongan persalinan normal maupun melakukan beberapa tindakan yang sebenarnya masih dalam kewenangan Puskesmas seperti ekstraksi vacuum/forceps dan curettage. 9) Umpan balik surat rujukan. 10) Petunjuk pelaksanaan sistem rujukan yang tidak baku. 11) Belum terdapat persepsi yang sama tentang prosedur tindakan diantara petugas pelaksana pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. 12) Pengetahuan masyarakat tentang kegawatdaruratan maternal dan neonatal. 13) Kemampuan ibu dalam mengambil keputusan. 14) Konsekuensi finansial sebagai dampak proses rujukan. Permasalahan kematian ibu dan anak juga masih menjadi permasalahan utama dalam upaya akselerasi kesehatan ibu dan anak di Propinsi Sumatera Utara. Profil Kesehatan Sumatera Utara (2013) menunjukkan angka kematian ibu
5
sebesar 249 per 100.000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi sebesar 40 per 1000 kelahiran hidup, dan angka kematian anak balita sebesar 54 per 1000 kelahiran hidup. Kabupaten Deli Serdang adalah salah satu kabupaten di Propinsi Sumatera Utara yang masih memiliki masalah kesehatan ibu dan anak. Selama kurun waktu 2008-2013 menunjukkan AKI cenderung menurun tetapi masih menunjukkan angka yang cukup tinggi dari 32 kasus pada tahun 2008, menurun menjadi 21 kasus pada tahun 2009 , menurun menjadi 20 kasus pada tahun 2010 dan 2011, menurun lagi menjadi 15 pada tahun 2012 dan pada tahun 2013 menjadi 14 dari 39.426 kelahiran. Adapun penyebab kematian ibu tersebut adalah perdarahan 6 orang (42,9%), eklamsia 4 orang (28,6%), emboli air ketuban 3 orang (21,4%), penyebab lain 1 orang (7,1%). AKB secara umum juga terjadi penurunan namun masih menunjukkan angka yang cukup tinggi, data tahun 2011-2013 menunjukkan jumlah kematian bayi tahun 2011 sebanyak 97 kasus dari 37.770 kelahiran hidup, pada tahun 2012 menjadi 74 kasus dari 38.573 kelahiran hidup, dan pada tahun 2013 menjadi 62 kasus dari 39.426 kelahiran hidup. Beberapa penyebab kematian bayi antara lain berat bayi lahir rendah (BBLR) sebanyak 21 orang (28,3%), asfiksia sebanyak 23 orang (31,1%) dan sebab lain 10 orang (13,5%). AKABa juga masih menunjukkan angka yang cukup tinggi pada tahun 2013 yaitu sebesar 82 kasus. Namun angka kematian bayi dan balita yang sebenarnya di populasi, masih banyak yang belum terdeteksi. (Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang, 2013).
6
Pelaksanaan sistem rujukan di Kabupaten Deli Serdang secara umum belum terlaksana dengan baik dan masih terdapat berbagai permasalahan. Hal ini diindikasikan dari masih sulitnya aksesibilitas masyarakat ke sarana kesehatan seperti Puskesmas mengingat kondisi geografis di beberapa kecamatan yang jauh dari sarana kesehatan. Selain itu, masih belum optimalnya fungsi Puskesmas PONED dibeberapa Puskesmas di Kabupaten Deli Serdang seperti tidak tersedianya dokter spesialis kandungan dan kebidanan serta dokter spesialis anak. Berbagai upaya juga telah dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Deli Serdang melalui dinas kesehatan, antara lain melalui penguatan program KIA di 34 puskesmas, seperti Pelatihan Asuhan Persalinan Normal (APN), distribusi tenaga bidan, penambahan Puskesmas PONED, penguatan sistem rujukan Puskesmas, program kunjungan dokter spesialis kebidanan dan kandungan serta dokter spesialis anak pada 21 Puskesmas rawat inap, sehingga dapat menangani masalah kegawatdaruratan obstetri dan neonatal (Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang, 2013). Kabupaten Deli Serdang juga termasuk kedalam kabupaten terpilih di Sumatera Utara yang diintervensi oleh program EMAS ( Expanding Maternal dan Neonatal Survival) yang merupakan program kerjasama antara Kemenkes RI dengan USAID dalam upaya menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir. Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan peneliti melalui wawancara ke dua Puskesmas PONED di Kabupaten Deli Serdang yaitu Puskesmas Hamparan Perak dan Puskesmas Bandar Khalifah,
ada beberapa
masalah yang dihadapi oleh Puskesmas dalam hal rujukan KIA, yaitu dalam hal
7
prosedur alur pelayanan rujukan dimana sebagian bidan dari desa jika ada kasus kegawatdaruratan tidak merujuk ke Puskesmas PONED tetapi langsung merujuk ke rumah sakit, meskipun sebenarnya kondisi ibu dan anak masih dapat ditangani di Puskesmas. Selain itu, Puskesmas juga belum memiliki manual rujukan KIA. Karena letak geografis Kabupaten Deli Serdang dekat dengan Kota Medan, maka sebagian besar pasien lebih sering dirujuk ke Rumah Sakit yang berada di Kota Medan dari pada ke Rumah Sakit yang berada di wilayah Kabupaten Deli Serdang.
Terdapat
192 kasus
rujukan KIA
yang dirujuk oleh Puskesmas
Hamparan Perak dan 175 kasus rujukan KIA yang dirujuk oleh Puskesmas Bandar Khalipah sepanjang tahun 2014. Jenis kasus yang sering dirujuk oleh ke dua Puskesmas tersebut adalah : 1) Pada rujukan ibu yaitu kasus Hiperemesis, Letak lintang, post partum, plasenta privia, Perdarahan pervaginam, Letak sungsang, Hipertensi, Panggul sempit. 2) Pada rujukan bayi dan balita yaitu kasus BBLR, Gizi buruk, Demam thypoid, DBD, Pneumonia, Bronkitis, Disentri, dan kelainan kongenital. Menurut hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Pattianakotta (2012), rujukan di Puskesmas PONED yang ada belum dimanfaatkan secara optimal, hal ini ditandai dengan hanya sebagian saja kasus obstetri dan neonatal yang dirujuk ke puskesmas PONED yang ada di wilayah puskesmas PONED adapun tujuan rujukan lain ke rumah sakit PONEK di kabupaten. Faktor lain juga tenaga yang dilatih PONED terbatas, sehingga kemampuan tenaga kesehatan untuk memahami prosedur pelayanan rujukan sesuai standar pelayanan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal masih terbatas. Sarana dan prasarana
8
masih terbatas untuk mendukung pelayanan di Puskesmas demikian juga dengan pembiayaan pelayanan rujukan juga tidak ada kejelasan proses pengklaiman, sehingga berimplikasi terhadap integritas manajemen rujukan Puskesmas. Menurut hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Apriantika (2014) menyatakan bahwa prosedur rujukan pasien kegawatdaruratan belum dilakukan dengan baik.
Rujukan dari desa ke Puskesmas PONED belum sepenuhnya
dijalankan oleh bidan desa sehingga para bidan desa umumnya tidak merujuk ke Puskesmas PONED tetapi langsung merujuk ke Rumah Sakit PONEK, selain itu tenaga yang dilatih PONED dan sarana prasarana yang mendukung Puskesmas PONED juga masih terbatas untuk tiap Puskesmas. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang analisis pelaksanaan rujukan KIA di Puskesmas Hamparan Perak, dan Puskesmas Bandar Khalifah di Kabupaten Deli Serdang. 1.2 Permasalahan Berdasarkan latar belakang masalah, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana pelaksanaan rujukan KIA
di Puskesmas
Hamparan Perak dan Puskesmas Bandar Khalipah di Kabupaten Deli Serdang tahun 2015. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah menganalisis terhadap Pelaksanaan rujukan KIA di Puskesmas Hamparan Perak dan Puskesmas Bandar Khalipah di Kabupaten Deli Serdang tahun 2015.
9
1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Institusi Kesehatan a. Penelitian ini dapat memberikan wawasan mengenai pengambilan keputusan bagi pelaksana rujukan dalam merujuk ibu dan anak ke rumah sakit sesuai dengan sistem jenjang rujukan di Puskesmas Kabupaten Deli Serdang. b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pemerintah terutama dinas kesehatan dan Puskesmas mengenai kebijakan yang berkaitan dengan sistem rujukan berjenjang dan peningkatan pelayanan masyarakat khususnya ibu hamil dan bersalin. 2. Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan peneliti dalam mengadakan research ilmiah dan meningkatkan pemahaman peneliti tentang pelaksanaan rujukan KIA di Puskesmas. 3. Bagi Ilmu Kesehatan Masyarakat Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi penelitian ilmu kesehatan masyarakat terutama tentang pelaksanaan rujukan KIA di puskesmas Kabupaten Deli Serdang