BAB 1 PENDAHULUAN Penyakit hati saat ini masih menjadi masalah kesehatan yang tidak hanya penting di Amerika tetapi juga di seluruh dunia. Penyakit hati ini menempati urutan ketiga diantara semua penyakit yang dilaporkan di Amerika dan menjadi endemi di kebanyakan negara-negara di dunia. Penyakit hati merupakan masalah kesehatan masyarakat karena sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk waktu yang sangat lama, dan baru terdeteksi ketika fibrosis telah sampai pada keadaan irreversibel.1 Penyakit hati kronis merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada pasien yang berusia 45-46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker). Di seluruh dunia penyakit hati kronis menempati urutan ketujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini.2 Penyakit hati merupakan istilah untuk semua jenis peradangan pada hati. Menurut onsetnya, penyakit hati dibagi atas penyakit hati akut dan penyakit hati kronis. Penyakit hati akut adalah infeksi virus yang terjadi saat virus tidak mampu merusak sistem imun tubuh dan mampu bertahan beberapa minggu dan mengalami penyembuhan kurang dari enam bulan. Sedangkan penyakit hati kronis merupakan sindrom klinis dan patologis yang disebabkan oleh bermacammacam etiologi, ditandai oleh berbagai tingkat peradangan dan nekrosis pada hati yang berlangsung terus-menerus tanpa penyembuhan dalam waktu paling sedikit 6 bulan.3 Fibrosis hepar merupakan tanda histopatologis utama pada individu dengan penyakit hati kronis dan sirosis hepatis. Fibrosis hepar adalah 1
terbentuknya jaringan ikat yang terjadi sebagain respon terhadap cedera hati, diawali oleh cedera hati kronis yang dapat disebabkan oleh infeksi virus, ketergantungan alkohol, nonalkoholik steatohepatitis dan penyebab lainnya. Bila fibrosis berjalan secara progresif dapat menyebabkan sirosis hepatis.4 Pasien dengan penyakit hati kronis terjadi kerusakan sel-sel hepar yang akan diikuti oleh pengeluaran enzim-enzim yang berada di hepar, di antaranya adalah aminotransferase yaitu AST/ALT atau lebih dikenal serum Glutamat Piruvat Transaminase (SGOT/SGPT). Enzim AST/ALT ini merupakan salah satu indikator untuk mengetahui kerusakan hepar.5,6 Selain enzim AST/ALT, hepat juga menjadi salah satu tempat produksi utama trombopoetin (TPO) yang memacu trombopoeisis sehingga menghasilkan trombosit darah. Ketika sel-sel hepatosit mengalami inflamasi, hal ini akan menurunkan trombopoeisis yang diikuti lisisnya
trombosit
akibat
splenomegali
yang
pada
akhirnya
terjadi
trombositopenia, hal ini bisa menjadi indikator penting pada keadaan gagal hati kronis.6
2
BAB 2 LAPORAN KASUS I.
II
IDENTITAS PASIEN Nama
: Tn N
Usia
: 37 tahun 9 bulan.
Jenis kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Kembangbahu Lamongan
Pekerjaan
: Swasta (Pedagang)
No ID
: 07.46.49
Tanggal Masuk
: 29 Oktober 2012
Tanggal keluar
: 05 November 2012
ANAMNESIS
KELUHAN UTAMA: Nyeri perut RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG: Pasien datang dengan keluhan nyeri pada seluruh bagian perut terutama pada perut bagian kanan atas. Nyeri perut sudah dirasakan sejak satu minggu ini. Nyerinya terasa seperti sebah dan terasa kembung. Pasien mengaku perutnya ini juga terlihat agak membesar dari biasanya. Pasien mengeluh terdapat panas badan sudah sekitar 7 hari ini, panas badan tidak terlalu tinggi (sumer-sumer), panas badan kadang turun sewaktu-waktu. Selain itu pasien juga mengeluh adanya mual dan muntah tiap kali pasien makan, keluhan mual muntah ini dirasakan pasien sudah 3 hari sebelum 3
masuk rumah sakit. Nafsu makan dan minum pasien menurun karena adanya muntah ini. Pasien tidak mengeluh adanya nyeri kepala. Pasien mengaku kalau kencingnya seperti teh sudah seminggu ini, tidak ada riwayat kencing warna merah. Selain itu pasien juga mengaku BAB warna hitam seperti petis 1 kali tepat 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien belum pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU: -
Penyakit kuning atau liver sebelumnya disangkal
-
Hipertensi dan DM disangkal
-
Pasien tidak pernah peiksa kesehatan sebelumnya.
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA: -
Penyakit kuning atau liver sebelumnya disangkal
-
Hipertensi dan DM disangkal
RIWAYAT SOSIAL:
III
-
Pedagang di pasar, termasuk sosial ekonomi rendah.
-
Perokok, minum jamu pegal linu kadang-kadang kalau capek.
-
Konsumsi alkohol disangkal.
PEMERIKSAAN FISIK
VITAL SIGN: Keadaan umum : tampak lemah Kesadaran
: komposmentis (456)
Tekanan darah : 127/70 mmHg Nadi
: 103x /menit
4
Nafas
: 20x /menit
Suhu
: 37,9oC
PEMERIKSAAN KEPALA LEHER: Kepala : Normochepali, deformitas (-), tanda radang pada kulit kepala (-) Mata : Konjungtiva palpebra anemis +/+, sklera ikterus +/+, sianosi-/-, dyspneu -/-pupil isokor, refleks pupil (+) THT : tidak ditemukan kelainan .Leher : massa (-), tidak terdapat pembesaran KGB, tidak ditemukan peningkatan JVP PEMERIKSAAN THORAX: PULMO: Inspeksi: bentuk dada normal, tampak pergerakan dinding thoraks simetris, retraksi interkostal tidak ada. Palpasi : Teraba pergerakan dinding thorak simetris, strem fremitus+. Perkusi: sonor/sonor Auskultasi: vesikuler/vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-. JANTUNG: Inspeksi: tak tampak iktus kordis, tidak ada voussore cardiaque. Palpasi: thrill tidak teraba, iktus tak teraba. Perkusi: pekak dengan batas kanan atas ICS II parasternalis dekstra, batas kiri atas pada ICS II parasternalis sinistra, batas kiri bawah pada ICS V midclavicular line. Auskultasi: terdengan suara jantung S1 S2 reguler tunggal, suara murmur -/-, suara gallop -/-.
5
ABDOMEN: Inspeksi: kulit tampak kuning, tampak slight distended, tidak tampak pelebaran pembuluh darah (kolateral), tidak terdapat caput meduse, tidak terdapat jaringan sikatrik, tidak tampak massa. Palpasi: nyeri tekan (+) terutama daerah epigastrium, hepar teraba 2 cm dibawah proc. Xyphoideus, lien tidak teraba, undulasi +. Perkusi: shiftting dullnes +, timpani Auskultasi : terdengar bising usus agak menurun. PELVIC-INGUINAL Tidak tampak adanya massa, pembesaran KGB (-). EKSTRIMITAS ATAS-AXILLA Edema -/-, deformitas -/-, motorik dan sensibilitas baik Pembesaran KGB -/EKSTREMITAS BAWAH Edema -/-, deformitas -/-, motorik dan sensibilitas baik
IV
PEMERIKSAAN PENUNJANG:
LABORATORIUM: DARAH LENGKAP: Diffcount
: 0/0/85/7/8
Hematokrit
: 22,2%
Hemoglobin
: 7,2
LED
: 99/119
Leukosit
: 7.800
6
Trombosit
: 230.000
FAAL HATI: Alkali fospatase 713 Bilirubin direct 3,72. Bilirubin Total 5,65. SGOT 69, SGPT 38, Albumin 1,9. Total protein 5,2, Globulin 3,3. SEROLOGI/IMUNOLOGI: HBs-Ag negatif. FAAL GINJAL: Serum creatinin 0,7. Urea 23. Uric acid 3,8. LEMAK: Cholesterol 156. HDL Kholesterol 14,4. LDL Kholesterol 97,9. Trigliserida 310. GULA DARAH: GDA 119.
RADIOLOGI: USG: Kesimpulan: Hepatosplenomegali dengan gambaran radiologis hepatitis acuta dan terdapat asites minimal.
X-Ray THORAX:
7
Kesimpulan: thorax dalam batas normal. Diagnosis Kerja : Melena et causa S. Sirosis hepatis Chronic Liver Disease. Planning diagnosis : HCV, SE, EEG. Terapi : Umum :
IVFD asering 15000 cc/24 jam
Khusus : Inj Ranitidin 3x50 mg Inj Metamizole 3x1 g 8
Inj Pranza 2x1 Inj cefotaxim 3x1 g Inj Vit K 3x1 Lactulac syrp 3x10 mg
Tabel 2.1 Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap dan Urin Lengkap Jenis Periksa
31 0ktober
02 Nov
03 Nov
Diffcount Hematokrit Hemoglobin Laju Endap Darah Leukosit Trombosit Alkali Fospatase Bilirubin direct Bilirubin Total SGOT SGPT TRIGLISERIDA Epitel urin Keton urin Protein urin Eritrosit urin
2012 0/0/92/7/1 30,0 10,0 80/105 5.800 213.000 -
2012 0/0/85/5/10 28,3 9,2 88/111 8.400 225.00 2833 3,49 5,52 113 54 199 -
2012 +3 -
Leukosit urin Bilirubin urin Bakteri Cast, cilinder
-
-
+ + + -
eritrosit, epitel Hyalin urin, jamur,
-
-
-
-
-
-
keton, uric acid Parasit urin Reduksi urin
kristal
Tabel 2.2 Hasil SOAP Tanggal
Subyektif
Obyektif
Assessment 9
Planning
Diagnosis
IVFD asering 15000 cc/24 jam transfusi Inj Ranitidin PRC s/d Hb 3x50mg Inj Metamizole 10. 3x1g Besok DL Inj Pranza 2x1 ulang post Inj cefotaxim 3x1 g Inj Vit K 3x1 transfusi. Lactulac syrp 3x10mg Transfusi 1 kolff malam hari.
30 Okt
Nyeri perut +
KU: lemah
Melena e.c Pro
2012
Berak hitam +
Kes: CM
SH
Makan minum+
TD: 109/63
Mual muntah-
S: 370C
Pasien bisa tidur
N: 105x/mnt
BAK normal
RR: 20x/mnt Asites + Hepatomegal i+
31 Okt
Nyeri perut +
KU: lemah
-Melena
2012
Berak hitam -
Kes: CM
-Chronic
Makan minum+
TD: 112/66
Liver
Mual muntah-
S: 360C
Disease
Pasien bisa tidur
N: 111x/mnt
BAK normal
RR: 20x/mnt Asites+ Hepatomegal i+
01 Nov
Nyeri perut +
Hb=10. KU: lemah
Chronic
Berak hitam -
Kes: CM
Liver
Makan minum+
TD: 121/80
Disease
Mual muntah-
S: 36,6 C
Pasien bisa tidur
N: 112x/mnt
BAK normal
RR: 20x/mnt
Badan
02 Nov
terasa Asites+
gatal2.
Hepatomegal
Nyeri perut +
i+ KU: lemah
Chronic
Berak hitam -
Kes: CM
Liver
Makan minum+
TD: 123/86
Disease 10
Terapi
Pro IVFD asering 15000 cc/24 jam Ganstroscop Inj Ranitidin y 3x50mg Inj Metamizole 3x1g Inj Pranza 2x1 Inj cefotaxim 3x1 g Inj Vit K 3x1 Lactulac syrp 3x10mg Lasix 1x1 Diphen 2x1 Gastroscopy IVFD asering 15000 cc/24 jam tidak acc. Inj Ranitidin Besok Cek 3x50mg Ulang DL, Inj Metamizole 3x1g LFT, RFT, Inj Pranza 2x1 LEMAK. Inj cefotaxim 3x1 g Inj Vit K 3x1 Lactulac syrp 3x10mg Besok Cek IVFD asering 15000 cc/24 jam UL Inj Ranitidin 3x50mg
Mual muntah-
S: 36,8 C
Pasien bisa tidur
N: 102 x/mnt
BAK normal
RR: 20x/mnt
Badan gatal2-
Asites+
Inj Metamizole 3x1g Inj Pranza 2x1 Inj cefotaxim 3x1 g Inj Vit K 3x1 Lactulac syrp 3x10mg
Hepatomegal 03 Nov
i+ Nyeri perut + tp KU: cukup
Chronic
berkurang
Kes: CM
Liver
Berak hitam -
TD: 115/86
Disease
Makan minum+
S: 36,1
Mual muntah-
N: 110 x/mnt
Pasien bisa tidur
RR: 20x/mnt
BAK normal.
Asites+.
-
IVFD asering 15000 cc/24 jam Inj Ranitidin 3x50mg Inj Metamizole 3x1g Inj Pranza 2x1 Inj cefotaxim 3x1 g Lactulac syrp 3x10mg
-
IVFD asering 15000 cc/24 jam Inj Ranitidin 3x50mg Inj Metamizole 3x1g Inj Pranza 2x1 Inj cefotaxim 3x1 g Lactulac syrp 3x10mg Hepamax 3x1 Urdahex 3x1.
Hepatomegal 04 Nov
Nyeri
i+ perut KU: lemah
Chronic
berkurang
Kes: CM
Liver
Berak hitam -
TD: 121/80
Disease
Makan minum+
S: 36,6 C
Mual muntah-
N: 112x/mnt
Pasien bisa tidur
RR: 20x/mnt
BAK normal
Asites+ Hepatomegal i+
05 Nov
Nyeri perut -
KU: lemah
Chronic
Berak hitam -
Kes: CM
Liver
Makan minum+
TD: 121/80
Disease
Mual muntah-
S: 36,6 C
Pasien bisa tidur
N: 112x/mnt
BAK normal
RR: 20x/mnt Hepatomegal i+ 11
Pasien PLP
Hepamax 3x1
BAB 3 PEMBAHASAN 3.1
DEFINISI CHRONIC LIVER DISEASE penyakit hati kronis merupakan sindrom klinis dan patologis yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi, ditandai oleh berbagai tingkat peradangan dan nekrosis pada hati yang berlangsung terus-menerus tanpa penyembuhan dalam waktu paling sedikit 6 bulan.3
12
3.2
ETIOLOGI CHRONIC LIVER DISEASE Gagal hati kronis bisa disebabkana oleh banyak penyebab, antara lain: 1. Inflamasi, misal: hepatisis virus persisten kronis (HBV, HCV) 2. Penyalahgunaan alkohol 3. Efek samping obat, misal antagonis asam folat, dan fenilbutazon. 4. Kardiovaskuler menyebabkan hambatan aliran balik vena, misal pada gagal jantung kanan. 5. Penyakit genetik, misal: penyakit penyimpanan glikogen, penyakit wilson, galaktosemia, hemoktromatosis, defisiensi antitripsin-alpha1. 6. Kolestasis intrahepatik atau pasca hepatik, misal: fibrosis kistik, batu di duktus biliaris komunis atau tumor. Pada pasien Tn N ini faktor etiologi yang mungkin adalah inflamasi (hepatitis kronis persisten) atau penyalahgunaan alkohol. Namun, pasien menyangkal adanya penyakit liver maupun kebiasaan mengkonsumsi alkohol.
JENIS PENYAKIT HATI Infeksi virus Hepatitis C
Diinduksi alkohol
FAKTOR NON GENETIK Konsumsi alkohol Koinfeksi HIV dan/atau viru Hepatitis B. Usia saat terjadi infeksi akut Transplantasi hati Diabetes Mellitus Tidak berespon terhadap terapi Konsumsi alkohol Episode hepatitis alkoholik
Sirosis bilier primer Hepatitis autoimun
Hepatitis autoimun tipe II Tidak berespon terhadap terapi 13
NASH
Usia Beratnya obesitas Diabetes Mellitus Hipertrigliserida Tabel 3.1 etiologi penyakit hati
Hepatitis A Inkubasi 2-4 minggu Penularan -fekal-oral - jarang terjadi melalui darah/seks
Kelompok Militer berisiko Penitipan anak
Diagnosis IgM Anti akut HAV Diagnosis Kronis
3.3
Hepatitis B 1-6 bulan
Hepatitis C
Hepatitis D
Hepatitis E
2 minggu-6 bulan - darah -Sprodik - seksual - seksual: - perinatal sering pada penderita yang bergantiganti pasangan. -Perinatal: tak ada laporan Pecandu Pecandu obat obat, Homoseks Tenaga ual kesehatan Tenaga Resipien kesehatan darah. Resipien darah IgM Anti- Klinis Hbc HbsAg Anti-HBc HCV Ab total HBs Ag Tabel 3.2 Hepatitis
3 minggu-3 bulan Darah Seksual
3-6 minggu Fekal oral Kontaminasi makanan
Pecandu obat Penderita hepatitis B
Pelancong daerah endemik
IgM AntiHDV
Klinis
HDV Ag
PATOFISIOLOGI CHRONIC LIVER DISEASE Adanya faktor etiologi seperti Inflamasi, misal: hepatisis virus persisten kronis (HBV, HCV), Penyalahgunaan alkohol, Efek samping obat, misal antagonis asam folat, dan fenilbutazon, Kardiovaskuler 14
menyebabkan hambatan aliran balik vena, misal pada gagal jantung kanan. Penyakit genetik, misal: penyakit penyimpanan glikogen, penyakit wilson, galaktosemia, hemoktromatosis, defisiensi antitripsin-alpha1. Kolestasis intrahepatik atau pasca hepatik, misal: fibrosis kistik, batu di duktus biliaris komunis atau tumor. Hal ini dapat menyebabkan kegagalan pada fungsi hepar.7 Akibat dari kegagalan fungsi hati ini akan menyebabkan sintesis protein di hati berkurang. Hal ini menyebabkan hipoalbuminemia yang dapat menimbulkan asites, yakni akumulasi cairan ekstrasel di rongga abdomen, dan bentuk lain berupa edema. Akibatnya, volume plasma berkurang
sehingga
terjadi
hiperaldosteronisme
sekunder
yang
menyebabkan hipokalemia, yang selanjutnya menimbulkan alkalosis. Selain itu, berkurangnya kemampuan hati untuk menyintesis menyebabkan penurunan konsentrasi faktor pembekuan di dalam plasma. 7
15
Gambar 3.1 patofisiologi penyakit hati Terjadinya kolestasis tidak hanya menyebabkan kerusakan hati tetapi juga memicu kecenderungan perdarahan karena kekurangan garam empedu akan menurunkan pembentukan misel dan juga absobsi vitamin K di usus sehingga karboksilasi gamma dari faktor pembekuan II (protrombin), VII, IX, dan X yang tergantung vitamin K berkurang. Terjadi hipertensi portal dan dapat menyebabkan asites menjadi menyebabkan asites menjadi lebih buruk karena penghambatan aliran limfe. Hal ini dapat menyebabkan trombositopenia akibat splenomegali, dan pembentukan varises esofagus.. 16
Defisiensi faktor pembekuan aktif, trombositopenia, dan varises dapat menyebabkan perdarahan yang hebat. Akhirnya hipertensi portal dapat menyebabkan enteropati eksudatif. Hal ini akan meningkatkan asites karena hilangnya albumin dari plasma, selain memberi kesempatan pada bakteri usus besar untuk “diberi makan” dengan protein yang telah melewati lumen usus sehungga meningkatkan pelepasan amonium yang bersifat toksisk terhadap otak.Pada hipertensi portal, zat lain yang bersifat toksik terhadap otak akan melewati hati, dan karena itu, tidak akan dibuang oleh hatinya seprti seharusnya. Zat tersebut, seperti amin, fenol, dan asam lemak rantai pendek juga terlibat terhadap terjadinya ensefalopati.7
3.4
MANIFESTASI KLINIS GANGGUAN FUNGSI HATI. a) Kulit atau sklera mata berwarna kuning (ikterus). b) Badan terasa lelah atau lemah. c) Gejala-gejala menyerupai flu, misalnya demam, rasa nyeri pada seluruh tubuh. d) Kehilangan nafsu makan, atau tidak dapat makan dan minum. e) Mual dan muntah f) Gangguan daya pengecapan dan penghiduan. g) Nyeri abdomen, yang dapat disertai dengan perdaraahan usus. h) Tungkai dan abdomen membengkak. i)
Di bawah permukaan kulit tampak pembuluh-pembuluh darah kecil, merah dan membentuk laba-laba (spider naevy), telapak tangan merah
17
(palmar erythema), terdapat flapping tremor, dan kulit mudah memar. Tanda-tanda tersebut adalah tanda mungkin adanya sirosis hepatis. j)
Darah keluar melalui muntah dan rektum (hematemesis melena).
k) Gangguan mental, biasanya pada stadium lanjut (encephaloathy hepatic). l) Demam yang persisten, menggigil dan berat badan menurun. Ketiga gejala inilah yang mungkin menandakan adannya abses hati.8 Manifestasi klinis kegagalan fungsi hati yang tampak pada Tn N ini adalah ikterus, badan terasa lemah, nafsu makan menurun, mual, nyeri perut, melena, dan ada asites juga. IKTERUS.
Gambar 3.2 Patofisiologi Ikterus Bilirubin sebagian besar besaral dari pemecahan hemoglobin, diambil oleh sel hati dan dirangkaikan oleh glukuronil transferase untuk membentuk bilirubinmonoglukuronid dan bilirubin-diglukoronid. Bilirubin terkonjugasi (reaksi langsung) yang larut didalam air ini akan diekskresikan ke dalam kanalikuli 18
biliaris dan 85% diekskresikan ke dalam feses. Sisanya akan dideglukorenase dan diabsorbsi di usus untuk esirkulasi enterohepatik. 7 Konsentrasi bilirubin plasma normal adalah maksimal 17 mikromol/L (1 mg/dL). Jika meningkat lebih dari 30 mikromol/L, sklera menjadi kuning, dan jika konsentrasinya semakin meningkat, kulit juga akan menjadi kuning. Ikterus dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk: 7 1. Ikterus Prahepatik. Terjadi akibat peningakatan pembentukan bilirubin, misal, pada hemolisis (anemia hemolitik, toksin), eritropoesis yang tidak adekuat (misal, anemia megaloblastik), transfusi masif (eritrosit yang ditransfusi memiliki masa hidup singkat), atau menyerapan hematoma yang besar. Pada semua kondisi ini, bilirubin tidak terkonjugasi (reaksi tidak langsung) di dalam plasma akan meningkat. 2. Ikterus Intrahepatik. Disebabkan oleh defek, spesifik pada ambilan bilirubin di sel hati (sindroma Gilbert Meulengracht), konjugasi (ikterus neonatorum, sindroma CrigerNajjar), atau sekresi bilirubin dikanalikuli biliaris (sindroma Dubin Johnson, Sindroma Rotor). Pada kedua jenis kelainan kelainan yang pertama, terutama terjadi peningkatan pada bilirubin plasma yang tak terkonjugasi, sedangkan pada tipe sekresi bilirubin terkonjugasi yang akan meningkat. Ketiga langkah ini dapat dipengaruhi oleh penyakit dan gangguan hati.
19
3. Ikterus Pascahepatik. Terjadi karena duktus biliaris ekstrahepatik terganggu, terutama oleh batu empedu, tumor (karsinoma kaput pankreas), atau kolangitis atau pankreatitis. Pada kondisi ini bilirubin terkonjugasi yang terutama meningkat. 7 Penyebab ikterus pada Tn N ini disebabkan oleh proses intrahepatik.
3.5
DIAGNOSIS GANGGUAN FUNGSI HATI
LABORATORIUM: Biasanya meliputi beberapa pemeriksaan penunjang untuk fungsi hati. Pemeriksaan biokimiawi mencakup: enzim-enzim serum termasuk aminotransferase, alkali phosphatase dan 5-nukleotidase. TABEL 3.3 Klinik Laboratorium Studi Digunakan Mendiagnosis Penyakit Hati Kronis Etiologi Penyakit hati karena alkohol α 1-antitrypsin defisiensi Autoimun hepatitis (tipe 1) Kronis hepatitis B
Hepatitis C kronis
Karsinoma hepatoseluler Hereditary
Laboratorium tes dan hasil AST: ALT rasio> 2 * Peningkatan GGT Penurunan serum α 1-antitrypsin Skrining genetik dianjurkan dalam kasus samar-samar Positif ANA dan / atau ASMA di titer tinggi Positif HBsAg dan HBeAg tes kualitatif Setelah HBeAg adalah negatif dan HBeAb adalah positif, HBsAg harus dipantau secara berkala untuk menentukan pemberantasan virus. Hepatitis B virus DNA kuantifikasi digunakan untuk mendokumentasikan pemberantasan virus Peningkatan AST dan / atau ALT * Virus hepatitis C positif antibodi kualitatif assay HCV RNA kuantifikasi digunakan untuk mendokumentasikan pemberantasan virus HCV genotipe virus untuk menentukan respon potensial terhadap terapi antiretroviral Peningkatan AST dan / atau ALT * Peningkatan alpha fetoprotein, AST, dan / atau ALT * Peningkatan ALP dengan obstruksi atau cholestasis Peningkatan puasa saturasi transferin, tak jenuh besi 20
Etiologi hemochromatosis
Laboratorium tes dan hasil kapasitas pengikatan, atau ferritin. Sebuah saturasi transferin ≥ 45 persen atau besi-tak jenuh mengikat kapasitas 155 mcg per dL (27,7 ìmol per L) harus diikuti dengan analisis untuk HFE (hemochromatosis) mutasi gen. Nonalcoholic penyakit Peningkatan AST dan / atau ALT * hati berlemak USG atau biopsi diperlukan untuk membangun diagnosis. Primary biliary Diagnosis dilakukan melalui kolangiografi kontras, dapat cirrhosis dan primary didukung secara klinis oleh antibodi Antimitochondrial sclerosing cholangitis positif (primary biliary cirrhosis) atau antibodi sitoplasmik antineutrophil (primary sclerosing cholangitis) dalam titer tinggi. Peningkatan AST, ALT, dan ALP umum Wilson Penyakit Serum seruloplasmin <20 mg per dL (200 mg per L) (normal: 20 sampai 60 mg per dL [200 sampai 600 mg per L]), atau rendah tingkat tembaga serum (normal: 80 sampai 160 mcg per dL [12,6-25,1 umol per L]) Basal 24 jam ekskresi tembaga> 100 mcg (1,57 umol) (normal: 10 sampai 80 mcg [0,16-1,26 umol]) Skrining genetik dianjurkan dalam kasus samar-samar, tetapi harus mampu mendeteksi mutasi beberapa gen penyakit Wilson.
RADILOGI: 1. Ultrasonography (USG). Untuk memperlihatkan dilatasi percabangan-percabangan saluran empedu dan memperlihatkan batu empedu. Alat ini juga dapat digunakan untuk mendeteksi penyakit parenkim. 2. CT SCAN CT-Scan dengan kontras intravena paling baik digunakam untuk evaluasi penyakit parenkim hati namun dapat pula digunakan untuk memeriksa dilatasi percabangan saluran empedu. Dapat memeriksa adanya abses atau tumor.
21
3. MRI mempunyai kegunaan yang serupa dengan CT Scan, keunggulannya terletak pada kemampuannya memperlihatkan pembuluh darah tanpa perlu menggunakan bahan kontras. Pada pemeriksaan MRI diperlukan sikap kooperatif dari penderita. 4. Hati Biopsi Rujukan untuk biopsi hati harus dipertimbangkan setelah serologi, menyeluruh noninvasif dan evaluasi radiografi telah gagal untuk mengkonfirmasi diagnosis dari sirosis. Biopsi hati dilakukan melalui perkutan, transjugular, laparoskopi, operasi terbuka, atau ultrasonografi atau CT-dipandu-jarum halus pendekatan. Sebelum prosedur, CBC dengan trombosit dan pengukuran waktu protrombin harus diperoleh. Pasien harus disarankan untuk menahan diri dari konsumsi aspirin dan nonsteroidal anti-inflammatory drugs selama tujuh sampai 10 hari sebelum biopsi untuk meminimalkan risiko perdarahan. Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan ada Tn N ini yaitu pemeriksaan darah lengkap, LFT, RFT, GDA, UL, dan pemeriksaan X-ray thorax, USG. 3.6 TERAPI TERAPI NON FARMAKOLOGIS Terapi non farmakologis bagi pasien dengan gangguan fungsi hati yaitu dengan diet seimbang, jumlah kalori yang dibutuhkan sesuai dengan tinggi badan, berat badan, dan aktivitas. Pada keadaan tertentu, diperlukan diet rendah protein, banyak makan sayur dan buah serta melakukan aktivitas sesuai kemampuan untuk mencegah konstipasi. Tujuan terapi diet pada pasien
22
penderita pada penyakit hati adalah menghindari kerusakan hati yang permanen; meningkatkan kemampuan regenerasi jaringan hati dengan keluarnya protein yang memadai; memperhatikan simpanan nutrisi dalam tubuh; mengurangi gejala ketidaknyamanan yang diakibatkan penyakit ini; dan pada penderita sirosis hati, mencegah komplikasi asites, varises esofagus dan ensefalopati hepatik yang berlanjut ke komplikasi hepatik hebat.8 Kalori yang berlebihan dalam bentuk karbohidrat dapat menambah disfungsi hati dan menyebabkan terjadinya penimbunan lemak pada hati. Jumlah kalori dari lemak seharusnya tidak lebih dari 30% jumlah kalori secara keseluruhan karena dapat membahayakan sistem kardiovaskuler. Selain diet yang seimbang, terapi obat ini harus disertai dengan terapi non farmakologis lainnya seperti segera beistirahat bila merasa lelah dan menghindari minuman beralkohol. 8 TERAPI FARMAKOLOGIS Pengobatan penyakit hati kronis tergantung pada penyebabnya. Golongan obat yang digunakan antara lain adalah aminoglikosida, antiamoeba, antimalaria, antivirus, diuretik, kolagogum, koletitolitik dan hepatik protektor dan multivitamin dengan mineral.8 Pada pasien Tn N ini terapi yang diberikan adalah obat untuk mengatasi asites (diuretik), obat untuk gangguan fungsi hati. Diuretik yang digunakan adalah jenis furosemid (lasix), pemberian antibiotik karena terdapat leukositosis, dan Lactulac untuk mencegah adanya ensefalopati hepatik. Tabel 3.4 Pengobatan asites8 Obat Spironolactone
Dosis perhari 100-600 mg
23
Keuntungan Antagonis
Efek Samping Hiperkalemia,
-
aldosteron Slow diuresis
Furosemide
40-160 mg
Diuresis cepat
Bumetamide
1-4 mg
Diuresis cepat
Amiloride
5-10 mg
Sebagai agen hemat kalium atau diuresis lemah, digubakan jika kontraindikasi terhadap spironolaktone
Metalazone
Dosis awal 5mg
Berfungsi dalam induksi diuresis dalam kasus resistensi
ginekomasti, mengantuk, letargi, ruam, sakit kepala, ataksia, impotensi, jarang agnalusitosis. Rasa tidak enak pada abdomina;, hipotensi ortostatik, gangguan GI, penglihatan kabur, pusing dehidrasi, hipokalemia atau hiponatremia. Nefrotaksik, dehidrasi, hipokalemia, hiponatremia Hiperkalemia, hypoatraemia, hypochloraemia, lemah, sakit kepala, nausea, muntah, kostipasi, impotensi, diare, anoreksia, mulut kering, nyeri perut, flatulen. Hyponatremia atau hipokalemia
Pasien dengan perdarahan gastrointestinal dan sirosis harus menerima norfloksasin atau trimetoprim/sulfametoksazol dua kali setiap hari selama lima hari. Propranolol dengan dosis 40 mg dua kali sehari setiap dianjurkan untuk profilaksis farmakologis perdarahan varises, meningkat menjadi 80 mg dua kali setiap hari jika diperlukan atau dosis dititrasi dengan pengurangan 25 persen dalam denyut nadi.8 Transplantasi hati: 24
Transplantasi hati adalah prosedur pembedahan untuk menghapus sakit hati atau terluka & menggantinya dengan hati yang sehat secara keseluruhan atau segmen dari hati dari orang lain, yang disebut donor. Sebuah transplantasi hati yang sukses adalah menyelamatkan nyawa pengobatan untuk orang dengan gagal hati, suatu kondisi di mana hati tidak lagi bekerja sebagaimana seharusnya.8 3.7
KOMPLIKASI GAGAL HATI KRONIK: Pada pasien dengan adanya kegagalan pada fungsi hati kronik bapat timbul beberapa komplikasi yang cukup serius, yaitu: asites, hipersplenisme, varises esofagus, sindroma hepatopulmonari, sindroma hepatorenal, encephalopathy, dan hepatoma.
3.8
PROGNOSIS Kegagalan hati kronis mempunyai prognosis yang buruk (dubia at malam). Oleh sebab itu, pasien dengan diagnosis penyakit hati kronis harus menjalani pengobatan seumur hidup, dan harus kontrol dan cek lab secara rutin.
BAB 4
25
PENUTUP 4.1
KESIMPULAN 1.
penyakit hati kronis merupakan sindrom klinis dan patologis yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi, ditandai oleh berbagai tingkat peradangan dan nekrosis pada hati yang berlangsung terusmenerus tanpa penyembuhan dalam waktu paling sedikit 6 bulan
2. penyakit hati kronis dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain: inflamasi, penyalahgunaan alkohol, efek samping obat, kardiovaskuler, penyakit genetik, dan kolestasis. 3.
penegakan diagnosis dari penyakit hati kronis dilakukan dengan anamnesi,
pemeriksaan
fisik,
pemeriksaan
penunjang
berupa
laboratorium dan radiologi. 4.
pengobatan dari penyakit hati kronik didasarkan pada kemungkinan penyebab penyakit dan pengobatan simptomatik dari pasien.
5.
komplikasi yang mungkin terjadi pada penyakit hati kronis antara lain: asites, hipersplenisme, varises, hepatopulmonary sindrom, hepatorenal sindrom, encephalopathy, hepatoma.
4.2
SARAN Penulis mengharap makalah ini dapat menjadi salah satu wacana bagi pembaca. Laporan kasus tentang CHRONIC LIVER DISEASE dalam makalan ini mungkin terdapat banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharap adanya kritik dan saran dari pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
26
1. Jules, Dienstag. 2008. Chronic Hepatitis. In: Harrison’s Principles of Internal Medicine Sventeeth Edition. New York: Mc. Graw Hill. 2. Chung, R.T., Podolsky, D.K. 2003, Cirrhosis and Its Complications. In Harrison;s Principles of Interbal Medicine. 16th Edition. McGraw-Hill Professional. New York. 3. Sujono, Hadi. 2002. Sirosis Hepatis dalam gastroenterologi. Edisis 7. Bandung. 4. Bruce. 2008. Chirrosis and Complication. In: Harrison’s Principles of Internal Medicine Seventeenth Edition. New York: Mc. Graw Hill. 5. Al-Ghamadi, A. 2007. A Noninvasive Test of liver Fibrosis Assesment. In The Saudi Journal of Gastroenterology. King Fahad General Hospital, Saudi Arabia. 6. Dufour, R. 2005. Assesment of Liver Fibrosis; Can serum Become the Sample of Choise? Clinical Chemistry. 10:51. 7. Silbernagl, Stefan.2000. Atlas Berwarna Patofisiologi. New York: Thieme Stuttgart. 8. Muchid, Abdul, dkk. 2007. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hati. Jakarta: Departem Kesehatan RI.
27