BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Manajemen laba sebagai suatu proses pengambilan langkah yang disengaja dalam batas prinsip akuntansi berterima umum baik di dalam maupun luar batas General Accepted Accounting Principal (GAAP). Manajemen laba didefinisikan sebagai perilaku manajer untuk bermain dengan komponen Discretionary Accrual dalam menentukan besarnya laba. Manajemen laba dapat dikatakan sebagai permainan akuntansi dimana manajemen dapat menyembunyikan dan mengubah metode informasi dengan mempermainkan besar kecilnya angka-angka yang ada pada laporan keuangan ketika sedang dilakukan pencatatan dan penyusunan laporan (Sulistyanto, 2008: 11). Adapun dalam penyusunan pada laporan keuangan, dasar akrual dipilih karena lebih rasional dalam mencerminkan kondisi keuangan pada perusahaan secara riil. Tetapi di sisi lain penggunaan dasar akrual dapat memberikan kebebasan terhadap pihak manajemen dalam memilih metode akuntansi yang digunakan selama ini tidak menyimpang dari aturan standar akuntansi yang berlaku. Dua pilihan metode akuntansi yang dipilih oleh manajemen untuk tujuan tertentu yaitu lebih dikenal dengan manajemen laba.
1
2
Manajemen laba menyebabkan banyak informasi yang harus diungkap oleh perusahaan, sehingga dapat berkonsekuensi terhadap meningkatnya biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam menyediakan informasi bagi publik. Dalam teori akuntansi positif oleh dinyatakan bahwa perusahaan besar mempunyai motivasi biaya politik, sebaiknya terjadi pada perusahaan kecil guna menampilkan laba yang lebih baik dan meningkat (Watts dan Zimmerman,1986 dalam Kharisma,2006). Dari manajemen laba tersebut tentunya bersumber dari informasi laba. Informasi laba sangat membantu pemilik/pihak lain yang membutuhkan dalam mengestimasikan kekuatan laba untuk mentaksir resiko dalam investasi dan kredit. Pentingnya informasi laba tersebut harus disadari oleh para pihak manajemen sebagai pihak yang menyusun pelaporan keuangan dan yang diukur tingkat kinerjanya. Dalam Statement of Financial Accounting Concepts (SFAC) nomor 2 menyatakan bahwa unsur utama dalam laporan keuangan sangat penting bagi pihak – pihak yang menggunakannya karena dinilai memiliki nilai predikrif. (Healy and Wahlen,1998 dalam Dhiba,2011) menganggap manajemen laba sebagai tindakan yang menyesatkan dan menipu pemegang saham. Hal ini disebabkan manajemen memiliki informasi asimetrik mengenai kondisi perusahaan. Akan tetapi, menurut (Chaney and Lewis,1994 dalam Kharisma,2006) Majamen laba dilakukan untuk memaksimumkan nilai perusahaan ketika asimetri informasi antara manajer dan pemilik. Hal tersebut dapat menurunkan
3
tingkat resiko persepsi investor karena ketidakpastian return di masa yang akan datang, sehingga diharapkan dapat memperbaiki nilai pemegang saham. Dalam manajemen laba ini para manajer dalam sebuah perusahaan tentunya mengharapkan untuk memaksimalkan kinerja yang dilaporkan dengan cara menurunkan biaya dan menaikkan profit dalam laporan keuangan laba rugi guna untuk menyajikan suatu gambaran yang tidak konsisten dengan keadaan ekonomi riil. Earning power adalah kemampuan dari modal perusahaan yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan bagi semua investor (pemegang obligasi dan saham). Menurut Bambang Riyanto (2008:37) “earning power adalah kemampuan untuk mengetahui efisiensi perusahaan dengan melihat besar kecilnya dalam menghasilkan laba”. Investor beranggapan bahwa earning power
yang tinggi akan menjamin pengembalian investasi serta akan
memberikan keuntungan yang layak. Menurut Statement of Financial Accounting Concept (SFAC) No. 1, informasi laba merupakan perhatian utama untuk menaksir kinerja atau pertanggungjawaban manajemen. Selain itu informasi laba juga membantu pemilik atau pihak lain dalam menaksir earning power perusahaan di masa yang akan datang. Adanya kecenderungan lebih memperhatikan laba ini didasari oleh manajemen, khususnya manajer yang kinerjanya diukur berdasarkan informasi
4
tersebut, sehingga mendorong timbulnya perilaku menyimpang (disfunctional behaviour), yang salah satu bentuknya adalah earning management. Menurut Budi S. dan Puji Pratiwi (2009) meneliti tentang pengaruh earning power terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa earning power berpengaruh terhadap manajemen laba terhadap perusahaan. Hasil penelitian ini juga mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Tiona et.al. (2004), Sutanto (2000) yang menemukan bukti kuat adanya praktik manajemen laba. Hal ini ditunjukkan oleh nilai Discreationary Accrual (DA) dari masingmasing perusahaan baik yang positif atau negatif. DA positif artinya perusahaan melakukan manajemen laba dengan cara menaikkan laba (income increasing accrual). Adapun DA negatif artinya perusahaan melakukan aktifitas manajemen laba dengan cara menurunkan laba (income descreasing accrual). Biaya modal adalah biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik yang berasal dari hutang, saham preferen, saham biasa, maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi atau operasi perusahaan. Biaya modal ekuitas merupakan tarif diskonto yang digunakan investor untuk menilai tunaikan arus kas yang akan diterima di masa yang akan datang. Investor akan mengharapkan perusahaan dapat memberikan keyakinan bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan. Dalam hal ini pemilik (principal) atau investor bisa saja dirugikan dengan adanya manajemen laba karena laporan keuangan diragukan
5
kebenarannya akibat kecurangan manajemen yang telah mempengaruhi angkaangka biaya modal ekuitas dalam penyajian laporan keuangan. Biaya modal dapat dihitung berdasarkan biaya masing-masing sumber dana atau disebut biaya modal individual. Biaya modal individual dihitung tiap jenis modal. Namun apabila perusahaan menggunakan beberapa sumber modal maka biaya modal yang dihitung adalah biaya modal rata-rata tertimbang (Weighted average cost of capital/WACC) dari seluruh modal yang digunakan. Dalam penelitian (Nurul,2013) biaya modal adalah biaya modal sebagai biaya yang diperhitungkan karena penggunaan modal tertentu, baik biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh modal tersebut maupun biaya yang terpaksa diperhitungkan selama penggunaan modal yang dimaksud. (Sujana Isyama,2006 dalam Dhiba,2011) mengatakan bahwa biaya modal ekuitas merupakan sebuah konsep yang dipengaruhi oleh beberapa faktor ekonomi dan jumlah biaya yang diukur sebagai tingkat bunga dari berbagai sumber modal masing-masing ditimbang menurut peranannya dalam struktur modal dan permodalan yang digunakan. Dalam penelitian (Utami,2005) dijelaskan bahwa biaya modal ekuitas adalah besarnya rate yang digunakan oleh investor untuk mendiskontokan deviden yang diharapkan diterima di masa yang akan datang, yang diukur manajemen laba mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap biaya modal ekuitas, artinya bahwa semakin tinggi tingkat akrual, maka semakin tinggi biaya modal ekuitas. Jika investor menyadari bahwa praktik manajemen
6
laba banyak dilakukan oleh emiten, maka ia akan melakukan antisipasi risiko dengan cara menaikkan tingkat imbal hasil saham yang dipersyaratkan. Biaya modal ekuitas dapat diperoleh perusahaan dari laba ditahan atau mengeluarkan saham baru dan menjualnya kepada investor yang berniat menanamkan modalnya. Hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dana yang diperlukan oleh perusahaan. Penelitian tentang pengaruh kualitas pengungkapan terhadap biaya modal ekuitas memperlihatkan hasil yang berbeda-beda. Earning power bertujuan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu, juga bertujuan untuk mengukur tingkat efektifitas manajemen dalam menjalankan operasional perusahaannya. Hal ini sangat erat dikaitkan dengan manajemen laba karena jika earning power perusahaan tinggi maka dapat dipastikan manajemen laba perusahaan juga akan tinggi. Biaya modal ekuitas sangat erat dikaitkan dengan manajemen laba. Hal ini timbul karena adanya asumsi bahwa individu-individu bertindak untuk memaksimalkan kepentingan diri sendiri, dengan informasi asimetri yang dimilikinya akan mendorong agent untuk menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui principal. Sehingga dengan adanya asimetri antara
manajemen
(agent)
dengan
pemilik
(principal)
memberikan
kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba (earning management) dalam rangka memaksimumkan utilitynya. Dalam hal ini posisi investor dapat dirugikan. Bisa saja manajer yang bertindak sebagai manajer
7
menyalahgunakan arti dari manajemen laba untuk melakukan kecurangan dari mencapai kepentingannya sendiri. Saat ini manajemen laba merupakan isu sentral dan telah menjadi sebuah fenomena umum yang terjadi di sejumlah perusahaan. Berdasarkan laporan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) terdapat 25 kasus pelanggaran pasar modal yang terjadi selama tahun 2002 sampai dengan Maret 2003. Dari 25 kasus pelanggaran tersebut terdapat 13 kasus yang berkaitan dengan benturan kepentingan dan keterbukaan informasi (Wiwik Utami,2005). Selain itu pada tahun 1998 sampai dengan 2001 tercatat banyak terjadi skandal keuangan di perusahaan-perusahaan publik dengan melibatkan persoalan laporan keuangan (financial reporting) yang diterbitkan. Beberapa kasus diantaranya terjadi pada PT. Lippo Tbk. dan PT. Kimia Farma Tbk. Fenomena mengenai biaya modal ekuitas adalah semua investor menginginkan adanya keuntungan atau imbal hasil saham yang diinvestasikan secara kontiyu, namun berdasarkan data laporan keuangan dari 72 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2011-2012, menunjukkan 13 perusahaan yang tidak membagikan deviden, namun laba per lembar saham atau earning per share mengalami kenaikan yang signifikan yaitu antara 40%-600%, hal ini menimbulkan pertanyaan apakah laba yang diperoleh perusahaan benar atau tidak, dan apakah terdapat praktik manajemen laba di perusahaan. Untuk mengantisipasi risiko tersebut investor harus lebih teliti lagi ketika mengalami keputusan investasi (Fitriyani, 2014).
8
Utami (2005) menjelaskan bahwa “ Jika investor menyadari bahwa praktik manajemen laba banyak dilakukan oleh emiten maka ia akan melakukan antisipasi risiko dengan cara menaikkan tingkat imbal hasil saham yang dipersyaratkan, semakin tinggi biaya modal ekuitas akan berdampak pada harga saham yang rendah, karena biaya modal ekuitas adalah tarif diskonto yang dipakai oleh investor untuk menilaitunaikan arus kas di masa yang akan datang.” Kasus mengenai manajemen laba terjadi pada laporan keuangan PT. Katarina Utama Tbk. Direktur Penilaian Perusahaan BEI, Hoesen menyatakan bahwa PT. Katarina Utama Tbk, terancam dikeluarkan dari lantai Bursa Efek Indonesia, dikarenakan PT. Katarina Utama Tbk tidak memperlihatkan tanggung jawab sebagai perusahaan publik. Jika kondisi itu terus berlanjut, perusahaan akan keluar dari bursa dengan mekanisme force delisting tahun 2011 lalu. Hal ini berdasarkan pengumuman BEI No. DEL-00005/BEI.PPJ/082012 mengenai penghapusan pencatatan efek PT. Katarina Utama Tbk (RINA). Katarina Utama Tbk memang bermasalah atas dugaan manajemen yang seluruhnya ekspatriat asal Malaysia karena menyelewengkan perolehan dana penawaran
umum
perdana
atau
Initial
Public
Offering
(IPO),
penggelembungan aset, serta memanipulasi laporan keuangan auditan 2009. Dari perolehan dana IPO sebesar Rp 33,6 miliar, manajemen diduga menggelapkan sebesar Rp 29,6 miliar (Decilya,2013). Kasus di atas menunjukkan bahwa manajemen laba dalam pelaporan keuangan (financial reporting) bukanlah suatu hal yang baru. Karena tingginya tingkat persaingan, pada akhirnya telah menimbulkan suatu dorongan atau tekanan pada perusahan-perusahaan efek untuk berlomba-lomba menunjukkan kualitas dan kinerja yang baik, tidak peduli apakah cara yang digunakan
9
tersebut diperbolehkan atau tidak. Hal ini merupakan suatu tantangan bagi calon investor dalam menilai apakah kandungan informasi yang didapat dalam laporan keuangan tersebut mencerminkan fakta dan nilai sebenarnya atau dari pihak manajemen. Salah satu cara untuk mengantisipasi adanya resiko praktik manajemen laba yang dilakukan oleh emiten adalah dengan cara menaikkan tingkat imbal hasil saham yang dipersyaratkan. Namun, (Richardson (1999) dalam Dhiba 2011) menunjukkan bahwa pasar tidak menggunakan informasi yang berkaitan dengan akrual. Tidaklah mngejutkan bahwa investor melakukan perdagangan tidak didasarkan pada informasi akrual, hal ini lebih dikarenakan investor lebih memilih menggunakan pengaruh harga saham sebagai informasinya. Menurut Sloan (1996) dan Xie (2001) dalam Dhiba (2008) menyatakan bahwa investor tidak mengantisipasi dengan baik informasi yang terkait dengan akrual (mispricing akrual). Berdasarkan fenomena yang terjadi dan hasil-hasil penelitian terdahulu dapat dikatakan bahwa praktik manajemen laba masih dilakukan hingga saat ini. Penelitian empiris yang berusaha menguji secara langsung earning power dan biaya modal ekuitas terhadap manajemen laba adalah Budi S. dan Puji Pratiwi (2009), Dhiba (2011), dan Kharisma (2006), namun hasil yang diperoleh berbeda, dimana Budi S. dan Puji Pratiwi (2009) menyatakan bahwa earning power memiliki pengaruh positif terhadap manajemen laba. Akan tetapi pengaruh yang ditemukan cenderung lemah. Dhiba (2011) menyatakan bahwa manajemen laba berpengaruh positif dan signifikan terhadap biaya
10
modal ekuitas. Sedangkan penelitian Kharisma (2006) menunjukkan bahwa prakatik manajemen laba yang dilakukan perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta mempunyai pengaruh negatif yang signifikan terhadap biaya modal ekuitas. Hal ini menunjukkan bahwa investor belum bisa menggunakan informasi yang terkait dengan akrual modal kerja untuk mengetahui besar biaya modal ekuitas karena informasi yang diperoleh belum konsisten. Tingkat manajemen laba di indonesia relatif tinggi, jika investor belum dapat mengantisipasi dengan cernat adanya praktik manajemen laba terhadap earning power dan biaya modal ekuitas dapat berdampak kerugian atas investasinya. Oleh karena hasil penelitian yang berbeda, maka peneliti ingin menguji mengenai pengaruh earning power dan biaya modal ekuitas terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di BEI. Motivasi penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah investor di Bursa Efek Indonesia telah mengantisipasi informasi akrual yang tersaji dalam laporan keuangan emiten. Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa salah satu faktor yang diduga mendorong manajer melakukan praktek manajemen laba adalah earning power perusahaan (Budi S. dan Puji Pratiwi, 2009). Namun seberapa besar sebenarnya pengaruh faktor tersebut,
Apakah
memang
berpengaruh
ataukah
sebaliknya.
Dapat
disimpulkan juga bahwa biaya modal ekuitas berpengaruh terhadap manajemen laba. Hal ini dikarenakan tujuan dari manajemen laba adalah untuk memaksimalkan atau meminimumkan laba sehingga dapat berpengaruh
11
terhadap tinggi rendahnya deviden dalam biaya modal ekuitas, jika manajemen laba bertujuan untuk memaksimalkan laba, maka deviden perusahaan akan tinggi. Demikian juga sebaliknya, jika manajemen laba bertujuan untuk meminimumkan laba, maka deviden perusahaan akan rendah karena apabila perusahaan memiliki laba yang rendah, kemungkinan perusahaan tidak membagikan deviden (Dhiba,2011). Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini mengambil judul “Pengaruh Earning Power (EP) dan Biaya Modal Ekuitas Terhadap Manajemen Laba ( Studi Kasus: Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Barang Konsumsi Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010 2012”. B. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan
uraian
yang telah
dikemukakan
di
atas,
maka
permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah Earning Power (EP) berpengaruh terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur sektor Industri Barang Konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010 – 2012? 2. Apakah Biaya Modal Ekuitas berpengaruh terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur sektor Industri Barang Konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010 – 2012?
12
C. Tujuan dan Kontribusi Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji kembali dari penelitian sebelumnya dan memberikan bukti yang empiris mengenai pengaruh Earning Power (EP) dan biaya modal ekuitas terhadap
manajemen laba pada
Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Barang Konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Kegunaannya adalah sebagai bentuk informasi yang relevan bagi pihak investor untuk membantu pertimbangan dalam pengambilan keputusan, tentunya yang berkaitan dengan penanaman modal saham sebagai peningkatan profit perusahaan tertentu.