BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Lalu lintas menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan didefinisikan sebagai gerak kendaraan dan orang di Ruang Lalu Lintas Jalan, sedang yang dimaksud dengan Ruang Lalu Lintas Jalan adalah prasarana yang diperuntukkan bagi gerak pindah kendaraan, orang, dan/atau barang yang berupa jalan dan fasilitas pendukung. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2009 menyatakan bahwa lalu lintas dan angkutan jalan sebagai bagian dari sistem transportasi nasional harus dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran berlalu lintas dan angkutan jalan dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi dan pengembangan wilayah. Namun pada kenyataannya sistem transportasi di Indonesia masih memiliki angka kecelakaan di jalan raya yang cukup tinggi. Data Global Status Report on Road Safety 2015 menunjukkan sekitar 1,25 juta orang meninggal setiap tahunnya karena kecelakaan di jalan raya dan merupakan penyebab kematian urutan kedelapan di dunia. Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2011, kecelakaan lalu lintas di Indonesia menjadi pembunuh (penyebab kematian) terbesar ketiga setelah penyakit jantung dan tuberculosis (TB). Kecelakaan di jalan raya tidak hanya mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang, tetapi juga menimbulkan kerugian ekonomi (economic lost) yang cukup besar akibat efek domino yang ditimbulkan. Pada tahun 2008, Kepolisian Republik Indonesia mencatat sebanyak 94.924 kasus kecelakaan terjadi di Indonesia. Banyaknya korban tewas yang ditimbulkan mencapai 19 ribu orang lebih. Sedangkan korban luka berat mencapai angka 22 ribu, dan korban luka 1
2
ringan sebanyak 53 ribu orang. Jika dihitung dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia tahun 2008, kerugian ekonomi mencapai 81 triliun rupiah. Jumlah tersebut meliputi perhitungan potensi kehilangan pendapatan para korban kecelakaan, perbaikan fasilitas infrastruktur yang rusak akibat kecelakaan, rusaknya sarana transportasi yang telibat kecelakaan, serta unsur lainnya (www.dephub.go.id). Kecelakaan lalu lintas menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2009 adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), selama enam tahun terakhir (2009-2013) terjadi peningkatan angka kecelakaan di jalan raya. Kecenderungan peningkatan tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1 Data Jumlah Kejadian Kecelakaan Nasional Tahun 2006-2013 (Badan Pusat Statistik, 2014)
3
Gambar 1.2 Data Jumlah Korban Jiwa Akibat Kecelakaan Nasional Tahun 2006-2013(Badan Pusat Statistik, 2014)
Gambar 1.3 Data Jumlah Kerugian Materi Akibat Kecelakaan Nasional Tahun 2006-2013 (Badan Pusat Statistik, 2014)
Dari peningkatan jumlah kecelakaan lalu lintas (Gambar 1.1) berdampak pada peningkatan jumlah korban jiwa (Gambar 1.2) serta kerugian material yang ditimbulkan (Gambar 1.3). Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tingginya angka kecelakaan. Salah satu faktor yang penting adalah kondisi lalu lintas, dimana kondisi lalu lintas merupakan akumulasi interaksi dari berbagai karakteristik pengemudi, kendaraan, prasarana jalan, maupun karakteristik lingkungan (Wicaksono et al., 2014).
4
Menurut Sitorus (1992) dalam Utari (2010), penyebab kecelakaan lalu lintas di Indonesia yang paling besar adalah faktor manusia 89,5%, dimana peran manusia sebagai pengemudi 82,39% dan sebagai pejalan kaki 7,11%, faktor kendaraan 4,8%, faktor jalan raya 5,05%, dan faktor lingkungan 0,65%. Untuk faktor manusia, permasalahannya disebabkan oleh rendahnya disiplin berlalu lintas, rendahnya kesadaran akan keselamatan, dan belum memadainya kompetisi petugas di bidang keselamatan. Hal senada juga dijelaskan oleh Wulandari dan Nawangsih (2015) bahwa pengemudi kendaraan bermotor sering mengabaikan konsekuensi-konsekuensi yang dipengaruhi oleh hasil pilihan secara emosional yang dapat dimanfaatkan oleh pengemudi kendaraan bermotor tersebut, hal ini dipicu oleh kepentingan pribadi, situasi dan kondisi lalu lintas pada saat itu sehingga banyak pengemudi yang seharusnya memiliki etika yang baik dalam mengemudi, namun pada kenyataannya tetap melakukan perilaku berisiko yang memunculkan tindakan agresif dan dapat membahayakan diri dan pengemudi lainnya. Chen (2009) dalam penelitiannya menyatakan bahwa risk attitude berpengaruh secara signifikan terhadap risky driving behavior, hal ini menandakan semakin seseorang berkepribadian risk taker maka semakin besar juga peluangnya untuk terlibat dalam kecelakaan. Gregersen et al. (2003) juga menyatakan dalam penelitiannya bahwa tingginya angka kecelakaan yang terjadi di Swedia banyak melibatkan pengemudi pemula (novice driver) yang disebabkan oleh minimnya pengetahuan, wawasan, pengalaman berkendara, kurangnya kematangan emosi dan suka menantang risiko (risk taker). Pemerintah
Indonesia
telah
melakukan
upaya
maksimal
dalam
meningkatkan keselamatan lalu lintas yaitu dengan membuat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2009 yang didalamnya terdapat panduan dan aturan berkendara di jalan raya, diantaranya yaitu: syarat kelengkapan kendaraan seperti sabuk keselamatan, dongkrak, helm, ban cadangan, dsb; syarat teknis dan layak jalan bagi pengendara sepeda motor dan kendaraan roda empat atau lebih seperti spion, klakson, lampu utama, lampu rem, lampu penunjuk arah, lampu
5
mundur, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, knalpot, dsb; larangan penggunaan telepon genggam atau lainnya yang dapat mengganggu konsentrasi pada saat berkendara; kewajiban membawa Surat Izin Mengemudi (SIM) dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK); tata cara berbelok, berbalik arah, dan berpindah jalur atau bergerak ke samping dsb; serta menyebutkan sangsi-sangsi yang diberikan apabila aturan-aturan tersebut dilanggar. Namun demikian angka kecelakaan lalu lintas di Indonesia tetap tinggi, hal ini dikarenakan tingkat kesadaran pengemudi untuk mematuhi peraturan lalu lintas masih tergolong rendah. Minimnya pengetahuan pengemudi mengenai peraturan, marka, dan rambu lalu lintas menyebabkan lalainya dalam berkendara sehingga menyebabkan kecelakaan di jalan raya. Pendidikan mengemudi yang memadai meliputi pengetahuan tentang interaksi manusia, kendaraaan dan lingkungan, mengembangkan keahlian mengemudi, akan mempengaruhi secara positif perilaku mengemudi. Ini akan menciptakan kebiasaan mengemudi yang lebih aman, yang akan menghasilkan penurunan jumlah kecelakaan (Pamungkas, 2014). Pentingnya pendidikan keselamatan lalu lintas diperlukan agar pengguna jalan terutama pengemudi kendaraan bermotor mampu untuk mengambil keputusan, mengidentifikasi serta menilai resiko dan strategi untuk memperkecil resiko. Karenanya syarat seorang pengemudi kendaraan bermotor untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi (SIM) adalah wajib mengikuti ujian mengemudi setelah memperoleh pendidikan dan latihan mengemudi (Setiyono, 2008). Kebijakan ini telah diatur oleh pemerintah didalam Pasal 77 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2009, untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi, calon pengemudi harus memiliki kompetensi mengemudi yang dapat diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan atau
belajar
sendiri,
dimana
pendidikan
dan
pelatihan
mengemudi
diselenggarakan oleh lembaga yang mendapat izin dan terakreditasi dari Pemerintah. Materi pelatihan mengemudi yang diberikan oleh lembaga
6
pendidikan dan pelatihan mengemudi harus sudah sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Menteri yang membidangi sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan serta Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pemerintah terus berupaya memberikan edukasi keselamatan berlalu lintas kepada masyarakat baik secara lisan maupun verbal melalui layanan iklan, spanduk, lembaga pendidikan dan pelatihan mengemudi, serta layanan informasi lainnya. Namun hal tersebut tidak terlalu berpengaruh dalam mengurangi angka kecelakaan di jalan raya. Ketika masalah ini muncul, diperlukan sebuah cara yang tepat untuk mengedukasi pengemudi kendaraan bermotor yang diharapkan dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya sikap aman, tertib, dan selamat selama berkendara di jalan raya. Penelitian-penelitian sebelumnya sudah banyak yang menggunakan simulator dalam mengidentifikasi keterampilan pengemudi kendaraan bermotor. Mengevaluasi pengemudi langsung di jalan raya sangat berbahaya dan membutuhkan biaya yang besar serta sulit untuk memperoleh kondisi yang sama pada setiap penelitian, namun dengan menggunakan simulator dapat
menciptakan
lingkungan
yang
menyerupai
kondisi
nyata
tanpa
membahayakan pengemudi dan pengguna jalan lainnya (Chang et al., 2006; Koustana dan Aillerie, 2004; dan Hoskins et al., 2002). Fisher (2010) dalam penelitiannya menyatakan bahwa simulator mampu meningkatkan kesadaran pengemudi akan bahaya kecelakaan dan manajemen kecepatan. Maka dalam penelitan ini juga akan menggunakan simulator sebagai alat ukur keefektifan media edukasi terhadap pengemudi dengan karakter suka menantang risiko (risk taker). Media edukasi yang akan diberikan kepada responden berupa modul dan video yang berisi panduan dan aturan berkendara di jalan raya untuk memperkaya pengetahuan dan meningkatkan keterampilan mengemudi.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka rumusan masalah yang akan menjadi fokus penelitian ini adalah bahwa
7
pemerintah telah berupaya memberikan berbagai jenis edukasi keselamatan berlalu lintas kepada masyarakat, namun hal tersebut tidak terlalu berpengaruh dalam mengurangi angka kecelakaan di jalan raya, sehingga penelitian ini ingin mengetahui jenis edukasi yang paling efektif bagi pengemudi dengan tipe risk taker dalam meningkatkan kesadaran akan keselamatan berlalu lintas dan keterampilan mengemudi demi mengurangi angka kecelakaan di jalan raya.
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui jenis edukasi yang paling efektif dalam meningkatkan performansi dan keterampilan mengemudi bagi pengemudi dengan karakter risk taker demi mengurangi angka kecelakaan di jalan raya. 2. Mengetahui pengaruh perbedaan jenis kelamin terhadap performasi pengemudi.
1.4. Batasan Masalah Permasalahan yang akan diteliti memiliki batasan-batasan sebagai berikut: 1. Responden penelitian ini adalah Mahasiswa Universitas Gadjah Mada yang sudah memiliki Surat Ijin Mengemudi (SIM A). 2. Faktor-faktor lingkungan seperti kebisingan, temperature, dan kondisi jalan tidak termasuk dalam hal yang disimulasikan. 3. Responden bukan seorang gamers. 1.5. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat memberikan sebuah rekomendasi kepada pihak-pihak terkait dan pemerintah untuk mempertimbangkan jenis edukasi yang paling efektif demi meningkatkan kesadaran keselamatan berlalu lintas dan mengurangi tingkat kecelakaan di jalan raya.