BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki kandungan sumberdaya alam
melimpah
serta
berbagai
ragam
budaya
berkembang
didalamnya.
perkembangan ragam budaya disetiap daerah memiliki karakteristik serta corak yang beranekaragam, keberanekaragaman ini berpengaruh terhadap motif yang dihasilkan. Nilai estetika yang terkandung dalam ragam motif ini akan memiliki nilai yang lebih apabila dijadikan untuk memperindah furnitur. Furnitur merupakan perlengkapan rumah yang mencakup semua barang seperti kursi, meja, dan lemari. Furnitur bukan hanya bermanfaat untuk kenyamanan dan kerapian rumah saja tetapi juga mengusung makna-makna sosial yang menegaskan status sosial. Industri furnitur kini menjadi salah satu industri andalan pemerintah. Kementrian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian Kehutanan (Kemenhut) telah menyiapkan program hilirisasi untuk pengembangan kayu olahan. Industri furnitur telah lama diakui sebagai industri padat karya yang banyak menyerap tenaga kerja. Pengembangan industri furnitur diarahkan kepada industri yang menghasilkan produk bernilai ekonomi tinggi, berdaya saing global dan berwawasan lingkungan. Industri furnitur merupakan salah satu industri yang memenuhi kriteria tersebut. Industri furnitur juga merupakan industri prioritas penghasil devisa negara mengingat begitu besar sumber bahan baku alami yang dimiliki Indonesia. Daya saing furnitur indonesia terletak pada sumberdaya bahan baku yang melimpah dan berkelanjutan, keragaman corak desain yang berciri khas lokal serta di dukung sumberdaya manusia yang melimpah. (MENPRIND RI No. 90/M-IND/PER/11/2011) Nilai ekspor produk kayu olahan periode JanuariNovember 2012 adalah sebesar 4,086 miliar dollar AS, meningkat 2,5 persen dari periode yang sama menjadi tahun 2011 4,187 miliar dollar AS. Negara tujuan
1
utama ekspor untuk produk kayu olahan Indonesia antara lain Jepang, Amerika Serikat, China, Australia, Jerman, Belanda, Arab Saudi dan Inggris. Selain memiliki sumber daya alam kayu yang melimpah, otensi kreativitas dalam menciptakan produk kayu olahan yang cukup tinggi dan keragaman corak desain yang berciri khas lokal juga merupakan faktor penentu daya saing produk Indonesia (Kompas, 2013). Kabupaten Jepara, adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Ibu kotanya adalah Jepara. Kabupaten Jepara berbatasan dengan Laut Jawa di barat dan utara, Kabupaten Pati dan Kabupaten Kudus di timur, serta Kabupaten Demak di selatan. Kabupaten Jepara merupakan salah satu kabupaten yang dikenal dengan sentra kerajinan ukirnya yang merupakan salah satu komoditi andalan Jawa Tengah. Selain untuk komoditas dalam negeri juga berorientasi pada ekspor. Sektor industri furnitur telah ditetapkan pemerintah sebagai salah satu dari 10 komoditas unggulan ekspor tanah air. Data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Jepara tahun 2011 yang terdapat pada tabel 1.1 menunjukkan sektor industri furnitur menjadi komoditas dengan nilai ekspor terbesar dibandingkan dengan komoditas lain yang terdapat di Kabupaten Jepara. Pangsa pasar furnitur di dunia di pegang oleh negara pengekspor furnitur terkemuka yaitu Italia yang menguasai pangsa pasar sebesar 14,18 %, disusul Cina 13,69 %, Jerman 8,43 %, Polandia 6,38 %, dan Kanada 5,77 %. Sedangkan pangsa pasar mebel Indonesia saat ini hanya mencapai 2,9 Industri furnitur di Jepara sendiri menjadi komoditas yang memiliki nilai ekspor paling tinggi jika dibandingkan dengan komoditi lain (BPMPPT Kab. Jepara, 2012). Tahun 2011 tercatat jumlah unit usaha yang bergerak dibidang furnitur sebanyak 4.022 unit, dengan tenaga kerja berjumlah 53.334 orang mengahasilkan produksi sebanyak 2.808.404 buah. Pada tahun 2011 juga tercatat nilai investasi dibidang furnitur sebesar Rp. 168.969.748,- dari nilai investasi tersebut menghasilkan nilai produksi sebesar Rp. 1.263.795.246.000,-. Besarnya nilai produksi 1000 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan nilai investasinya. Angka
2
produksi yang tinggi ini akan berdampak pada semakin bertambahnya unit usaha furnitur pada tahun-tahun berikutnya (BPMPPT Kab. Jepara, 2012). Industri furnitur di Kabupaten Jepara juga mengalami kenaikan setiap tahunnya. Pada tahun 2008 tercatat jumlah unit usaha furnitur sebanyak 3.821 unit dan selanjutnya mengalami kenaikan disetiap tahunnya, terakhir tercatat pada tahun 2013 jumlah unit usaha furnitur meningkat menjadi 4.104 (BPS Jepara, 2009 2013). Tabel 1.1 Tabel komoditi ekspor Kabupaten Jepara tahun 2011
Jenis Komoditi Furnitur Kapok Barang Dari Plastik Kerajinan Batu, Semen, Marmer, dll Keramik/Terakota Barang dari Logam Kerajinan Kayu & Handycraft Kayu Olahan Kerajinan Dari Karet, Sandal & Alas Kaki Kaca & Produk Dari Kaca Produk Anyaman karet Perlengkapan Furnitur Jenis Komoditi Lainnya
Jumlah Jumlah Negara Eksportir Tujuan 288 101 7 11 1 12
Nilai Volume
(USD)
34.000.761,46 111.653.351,51 333.082,07 244.756,46 2.067.574,00 4.439.870,90
(Rp.000,-) 980.234.395,22 2.148.781,46 38.978.804,56
3
3
59.573,00
52.061,00
457.057,33
5 1
6 1
216.640,00 3.543,00
238.726,15 3.803,84
2.095.840,21 33.394,92
20
19
1.019.143,62
1.618.779,31
14.211.693,03
17
23
3.349.966,10
1.692.528,82
14.859.159,55
1
1
77.932,20
41.577,94
365.023,77
6
6
15.923,30
39.095,71
343.231,61
5 2
5 9
727.910,20 3.053.837,00
2.394.635,10 14.230.094,53
21.023.136,85 124.929.775,18
22
13
302.930,15
1.294.639,54
11.365.984,00
4
4
1.633.787,50
98.117,02
861.395,35
382
214
46.862.603,60 138.042.037,83 1.211.907.673,04
Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Jepara.
3
1.2. Rumusan Masalah Jumlah unit usaha industri furnitur di Kabupaten Jepara yang mengalami peningkatan setiap tahunnya akan berdampak pada peningkatan jumlah hasil produksi. Data yang terdapat pada laporan Jepara Dalam Angka mulai tahun 2008 sampai dengan 2012 (Gambar 1.1.) menunjukkan peningkatan hasil produksi furnitur yang cukup signifikan. Tahun 2008 jumlah hasil produksi sebesar 2.667.567 produk yang dihasilkan dari 3.821 unit usaha yang bergerak dibidang furnitur, selanjutnya pada tahun terakhir tahun 2012 meningkat menjadi 2.948.824 produk yang dihasilkan dari 4.104 unit usaha. Jumlah produk furnitur yang dihasilkan meningkat pesat jika dibandingkan dengan tahun – tahun sebelumnya. Pesatnya pertumbuhan hasil produksi dipengaruhi oleh tingginya permintaan pasar baik pasar lokal maupun internasional terhadap hasil kerajinan furnitur Jepara. Hasil sensus spasial yang dilakukan CIFOR (Achdiawan & Puntodewo, 2012) kepada 11.981 perusahaan mebel, menemukan 8.289 bengkel mebel, 1.974 showroom dan 528 gudang, sedangkan sisanya merupakan unit- unit penjualan kayu, penggergajian kayu, pengeringan kayu, serta unit penjualan perlengkapan mebel (Sampurna, 2013).
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Jawa Tengah Gambar 1.1. Diagram Pertumbuhan unit usaha dan volume produksi furnitur Kab. Jepara tahun 2008-2012
4
Tingginya jumlah permintaan pasar terhadap hasil produksi furnitur Jepara tidak membuat semua para unit usaha menjual hasil produksinya langsung kepada pasar namun ada beberapa yang menempatkan hasil produksi ke dalam sebuah Showroom, selain berguna untuk menempatkan barang jadi, showroom juga berfungsi sebagai tempat untuk memerkan hasil furnitur yang sudah difinishing sehingga bisa menjadi daya tarik bagi konsumen yang datang langsung untuk membeli dan memesan furnitur. Showroom furnitur merupakan sebuah tempat yang dibangun untuk memasarkan dan memamerkan hasil produksi yang bertujuan untuk meningkatkan daya tarik konsumen terhadap furnitur. Pembangunan showroom sendiri perlu mempertimbangkan aspek-aspek lokasi supaya mudah dijangkau, memperbesar pendapatan dan memperkecil pengeluaran. Pernyataan-pernyataan yang tertuang dalam rumusan masalah ini selanjutnya akan memunculkan beberapa pernyataan, antara lain : 1. Seperti apa karakteristik pemilik showroom furnitur? 2. Daerah manakah yang menjadi lokasi strategis untuk penempatan showroom di Kabupaten Jepara ? 3. Faktor apa saja yang mempengaruhi penempatan lokasi showroom ? 4. Seberapa besar pengaruh lokasi showroom terhadap tingkat pendapatan?
1.3. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui karakteristik pemilik showroom furnitur. 2. Mengetahui lokasi strategis penempatan showroom furnitur di Kabupaten Jepara. 3. Mengetahui berbagai macam faktor yang mempengaruhi penempatan lokasi showroom strategis. 4. Mengetahui pengaruh lokasi showroom terhadap besarnya tingkat pendapatan.
5
1.4. Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian diharapkan bermanfaat bagi pelaku ekonomi yang bergerak di bidang industri furnitur dalam hal penentuan lokasi showroom yang strategis sehingga mampu meningkatkan hasil penjualan furnitur. 2. Bermanfaat bagi pemerintah sebagai informasi untuk melakukan pembangunan infrastruktur dalam hal meningkatkan aksesibilitas di lokasi yang dirasa masih kurang akseibilitasnya sehingga bisa memacu pertumbuhan showroom yang nantinya bisa meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Jepara di sektor furnitur. 3. Metode yang digunakan bisa dimanfaatkan untuk menentukan lokasi strategis dengan menentukan variabel lain yang tekah disesuaikan.
1.5. Telaah Pustaka 1.5.1. Pendekatan Geografi Geografi merupakan ilmu yang memiliki sifat multi-variate di mana beberapa ilmu yang berbeda-beda dipelajari dan membentuk satu kesatuan ilmu yang solid (Yunus, 2008). Kajian Geografi yang bersifat poly entry mampu berkolabirasi dengan cabang ilmu lain. Seperti halnya dalam penelitian ini, pendekatan dalam kajian keilmuan geografi bisa digunakan untuk analisis penentuan lokasi. Studi Geografi menekankan pada “spatial Organization” dan hubungan ekologisnya dengan manusia (Abler dkk, 1971 dalam Yunus, 2008). Bagaimana pemanfaatan ruang dengan baik, pemanfaatan sumberdaya dengan baik dan bagaimana organisasi wilayah dapat ditata untuk mencapai “sustainability”. Terdapat tiga pendekatan utama dalam kajian ilmu geografi, yaitu pendekatan keuangan, ekologi, dan pendekatan kompleks wilayah (Yunus, 2008).
6
Salah satu pendekatan Geografi yang digunakan dalam proses penentuan lokasi showroom adalah pendekatan keruangan. Pendekatan keruangan merupakan metode analisis yang menekankan analisisnya pada ekstensi ruang (space) sebagai wadah untuk mengakomodasikan kegiatan manusia dalam menjelaskan fenomena geosfer. Terdapat sembilan tema analisis dalam pendekatan keruangan. 1. Spatial Pattern Analysis menekankan pada “sebaran” elemen-elemen pembentuk ruang. Tahap awal adalah identifikasi mengenai aglomerasi persebarannya dan kemudian dikaitkan dengan upaya untuk menjawab georaphic questions seperti What, Where, When, Why, Who, dan How. 2. Spatial Structure Analysis menekankan pada analisis susunan struktur elemen-elemen pembentuk ruang dari berbagai fenomena baik fenomena fisik maupun non fisik. 3. Spatial Process Anaysis menekankan pada proses keruangan yang divisualisasikan pada perubahan ruang dan dikemukakan secara kualitatif maupun kuantitatif. 4. Spatial Interaction Analysis menekankan pada interaksi hubungan timbal balik antar ruang. 5. Spatial Organisation Analysis bertujuan untuk mengetahui elemenelemen lingkungan yang berpengaruh terhadap terbentuknya tatanan spesifik dari elemen-elemen pembentuk ruang. 6. Spatial Association Analysis bertujuan untuk mengungkapkan terjadinya asosiasi kentungan antara berbagai kenampakan pada suatu ruang. 7. Spatial Tendency/Trend Analysis menekankan pada upaya mengetahui kecenderungan perubahan suatu gejala berdasakan space based analysis, Time based analysis maupun gabungan space based analysis dan Time based analysis. 8. Spatial Comparison Analysis bertujuan untuk mengetahui kelemahan atau keunggulan suatu ruang dibandingkan dengan ruang yang lain.
7
9. Spatial Synergism Analysis menekankan pada kerja sama antar wilayah / antar ruang. Nilai yang ditimbulkan oleh kerja sama antar ruang jauh lebih besar dibandingkan daerah dengan tanpa kerja sama antar wilayah atau berdiri sendiri 1.5.2. Furnitur Furnitur adalah perlengkapan rumah yang mencakup semua barang seperti kursi, meja, dan lemari. Mebel berasal dari kata movable, yang artinya bisa bergerak. Pada zaman dahulu meja kursi dan lemari relatif mudah digerakkan dari batu besar, tembok, dan atap. Sedangkan kata furnitur berasal dari bahasa Prancis fourniture (1520-30 Masehi). Fourniture mempunyai asal kata fournir yang artinya furnish atau perabot rumah atau ruangan. Walaupun mebel dan furnitur punya arti kata yang berbeda, tetapi yang ditunjuk sama yaitu meja, kursi, lemari, dan seterusnya (id.wikipedia.org/wiki/Mebel). Cakupan industri furnitur berdasarkan pengelompokan atau kategorisasi yang ada di dunia internasional dan di dalam negeri seperti yang terdapat pada tabel 1.2. sebagai berikut: Tabel 1.2. Pengelompokan Industri Furnitur
1.
Kelompok Furnitur Atas Dasar Pemanfaatan Fungsi Dining Room Set
2.
Living Room Set
3.
Bedroom Set (included children & baby
4.
Kitchen Set
5.
Office & School Furniture Set
6.
Living & Dinning Room Set
NO
Jenis & Nama Satuan Furnitur Berdasarkan Kelompok Perangkat Meja (panjang termasuk kursi) 1. Buffet Souvenir 2. Tempat TV 1. Baby Box 2. Lemari Pakaian 3. Tempat Rias Berkaca Lemari Perangkat Alat-alat Dapur 1. Bangku (meja + kursi) 2. Meja + Kursi 1. Sofa (meja + tempat duduk) 2. Lemari + rak pakaian
Sumber : MENPRIND RI No. 90/M-IND/PER/11/2011
8
1.5.3 Tempat lokasi Teori lokasi adalah ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegiatan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari sumber-sumber yang potensial, serta hubungannya dengan atau pengaruhnya terhadap keberadaan berbagai macam usaha/kegiatan lain baik ekonomi maupun sosial (Tarigan, 2006). Penentuan tempat lokasi yang paling sederhana adalah menentukan tempat penyaluran yang akan dipergunakan sebagai pusat pelayanan pelanggan dengan cara mengantarkan barang yang dibeli oleh konsumen (Marsudi, 1992). Thunen dalam Tarigan (2006) berpendapat tentang perbedaan lokasi dari berbagai kegiatan pertanian atas dasar perbedaan sewa lahan (pertimbangan ekonomi). Menurut Von Thunen tingkat sewa lahan paling mahal nilainya adalah di pusat pasar dan semakin rendah apabila semakin jauh dari pasar. Von Thunen menentukan hubungan sewa lahan dengan jarak ke pasar dengan menggunakan kurva permintaan. Berdasarkan perbandingan (selisih) antara harga jual dengan biaya produksi, masing-masing jenis produksi memiliki kemampuan yang berbeda untuk membayar sewa lahan. Makin tinggi kemampuannya untuk membayar sewa lahan, makin besar kemungkinan kegiatan itu berlokasi dekat pusat pasar. Hasilnya adalah suatu pola penggunaan lahan berupa diagram cincin. Perkembangan dari teori Von Thunen adalah selain harga lahan tinggi di pusat kota dan akan makin menurun apabila makin jauh dari pusat kota. Aksesibilitas adalah salah satu faktor yang sangat mempengaruhi apakah suatu lokasi menarik untuk dikunjungi atau tidak. Tingkat aksesibilitas merupakan tingkat kemudahan di dalam mencapai dan menuju arah suatu lokasi ditinjau dari lokasi lain di sekitarnya (Tarigan, 2006). Menurut Tarigan, tingkat aksesibilitas dipengaruhi oleh jarak, kondisi prasarana perhubungan, ketersediaan berbagai sarana penghubung termasuk frekuensinya dan tingkat keamanan serta kenyamanan untuk melalui jalur tersebut. Hal tersebut sangat terkait dengan aktivitas ekonomi yang terjalin antar lokasi yang saling berhubungan. Frekuensi hubungan sangat
9
terkait dengan potensi ekonomi dari lokasi yang saling berhubungan, dengan demikian potensi mempengaruhi aksesibilitas dan di sisi lain aksesibilitas menaikkan potensi suatu wilayah atau daerah. Secara empiris dapat diketahui bahwa pusat-pusat pengadaan pelayanan barang dan jasa umumnya adalah daerah perkotaan (Central Places), setiap kota ataupun daerah memiliki tingkat penyediaan pelayanan yang berbeda-beda. Perbedaan pelayanan masing-masing kota. 1.5.4. Pemilihan lokasi Ahli ekonomi mulai memperhatikan bahwa faktor lokasi ekonomi tidak hanya menjadi elemen yang sangat penting untuk sebuah kesuksesan dari sebuah perusahaan (Kappers, 2009 dalam Don, 2011). Dari penekanan itu sebuah pemilihan lokasi dari perusahaan pada masa yang akan datang mungkin tidak menjadi serius tergantung dari material dan keadaan alam, tetapi juga dari karakter perusahaan dan jenis produksinya, sebuah teori lokasi klasik dihadapkan oleh banyak fokus antar perusahaan kearah pendekatan teori lokasi. Tipe ini mendekati lokasi teori yang disebut Behavioural location theory. Behavioural location theory berasumsi bahwa pemilihan lokasi merupakan bagian dari strategi atau keputusan investasi jangka panjang, yang kompleks, tak menentu, bersifat subjektif, dan dilakukan oleh individu atau kelompok pengambil keputusan, yang tidak memiliki kemampuan dari “Homo economicus/economic man” (Hayter, 1997 dalam Pen, 1999). Elemen penting dari teori ini adalah tekanan pada eksternal dan internal pembuat keputusan dan analisis dari pembuat keputusan mengenai proses penentuan lokasi. Masalah utama dari Behavioural location theory dari sebuah perusahaan dikenal sebagai ‘Black box’. ‘Black box’ merupakan komponen dari sebuah sistem, yang strukturnya sama sekali tidak diketahui (Dicken dan Lloyd, 1990 dalam Pen, 1999). Para ahli teori yang melakukan perspektif pendekatan faktor lokasi melihat beberapa kelemahan dalam pendekatan klasik. Ada lima hal yang menjadi
10
kelemahan dari pendekatan klasik. Pertama teori klasik tidak memperhitungkan pengaruh lokasi yang berbeda antara satu sama lain. Kedua, teori klasik menganggap ada tingkat homogenitas yang menurut teori perilaku hal itu tidak realistis. Ketiga, pendekatan klasik terlalu banyak menempatkan pentingnya faktor biaya transportasi. Keempat, teori-teori yang telah dikemukakan tidak mengalami perubahan. Kelima, pendekatan klasik secara tidak langsung adalah pandangan perilaku manusia (Pellenbarg, 1985 dalam Don, 2011). Pemilihan lokasi yang tepat merupakan usaha yang dilakukan oleh organisasi untuk meminimumkan biaya dan meningkatkan pendapatan. Pemilihan lokasi usaha yang tepat memerlukan berbagai macam pertimbangan tehadap faktor-faktor yang mempengaruhinya. Marsudi (1992) dalam bukunya Teori Lokasi menyebutkan berbagai macam faktor yang mempengaruhi penentuan lokasi, antara lain : 1. Factor Endowment merupakan tersedianya faktor produksi secara kualitatif maupun kuantitatif. Factor Endowment meliputi tanah, tenaga, dan modal. Semakin banyak Factor Endowment yang dimiliki oleh suatu daerah maka semakin banyak pula yang perlu diperhatikan
dalam
menentukan lokasi usaha. 2. Pasar dan Harga. Membuat keuntungan adalah tujuan akhir dari seorang pengusaha. Keuntungan bisa diperoleh dengan menjual barang dengan harga yang yang lebih tinggi daripada biaya yang dikeluarkanya. Hubungannya dengan masalah inilah, maka pasar menjadi relevan. Luas pasar ditentukan oleh tiga unsur, yaitu : jumlah penduduk, pendapatan perkapita, dan distribusi pendapatan. Daerah dengan penduduk yang banyak, secara potensial merupakan pasar yang efektif. Daerah akan semakin efektif apabila memiliki pendapatan perkapita yang tinggi serta terdistribusi secara merata. 3. Bahan Baku dan Energi. Proses produksi merupakan usaha untuk mentransformasikan bahan baku ke dalam hasil akhir yang mempunyai nilai lebih tinggi. Bahan baku yang dipergunakan dapat merupakan bahan mentah atau barang setengah jadi. Bahan baku sendiri ada yang berat, ada
11
yang mengambil tempat banyak, ada yang cepat rusak dan memerlukan sarana angkutan khusus untuk mengangkutnya. Energi yang diperlukan dalam proses produksi terutama sebagai penggerak mesin. 4. Aglomerasi, keterkaitan antar industri dan penghematan ekstern. Adanya aglomerasi berbagai macam jenis industri menyebabkan munculnya penghematan ekstern yang dalam hal ini merupakan penghematan aglomerasi. Penghematan aglomerasi dibadakan menjadi 2, yaitu : pertama penghematan yang diperoleh industri sejenis atau industri yang mempunyai hubungan satu sama lain dan yang kedua adalah penghematan yang diperoleh perusahaan individual yang berlokasi di daerah perkotaan. Penghematan yang kedua ini karena adanya infrastruktur di daerah perkotaan yang telah berkembang pesat seperti infrastruktur transportasi, sarana telekomunikasi, daerah pertokoan, lembaga pendidikan dan pelatihan dan berbagai macam jasa lainnya. 5. Kebijakan pemerintah. Kebijakan ini dapat dapat menjadi dorongan atau hambatan dan bahkan larangan untuk lokasi industri berlokasi di tempat tertentu. Kebijakan seperti ini biasa disebut dengan kebijakan langsung. Kebijakan yang tidak langsung adalah dengan memberi keringanan atau penundaan pajak dan memberikan fasilitas kredit. Tujuan dengan adanya kebijakan tersebut adalah untuk memperoleh keseimbangan antar wilayah dengan mendorong daerah yang kurang maju pertumbuhan ekonominya dan menghambat daerah yang terlampau maju. 6. Biaya angkut. Alat angkut merupakan salah satu agen dalam mendistribusikan barang kepada konsumen. Persoalan pokok dalam teori lokasi adalah bagaimana meminimumkan biaya angkutan ini. Semakin rendahnya biaya angkut serta cepatnya peningkatan teknologi angkut maka pemilihan lokasi akan semakin longgar. Namun masalah meminimalkan biaya angkutan masih perlu dipecahkan untuk dapat memperoleh keuntungan optimum. Biaya angkut memiliki dua komponen yaitu biaya bongkar muat dan biaya mengangkut.
12
Studi lain yang menjelaskan tentang pemilihan lokasi usaha juga berasumsi hampir sama dengan yang dikemukakan sebelumnya. Menurut Tjiptono (2007) pemilihan lokasi usaha yang dilakukan oleh pelaku usaha perlu mempertimbangkan beberapa faktor berikut : 1. Akses, kemudahan dalam menjangkau lokasi usaha. Lokasi usaha hendaknya mudah dijangkau oleh sarana transportasi umum. 2. Visibilitas yaitu kemudahan untuk dilihat, misalnya lokasi usaha yang dapat dilihat dengan mudah dan jelas adalah usaha yang terletak di tepi jalan. 3. Lalu lintas, ada 2 hal yang perlu diperhatikan dalam lalu lintas, antara lain a. Banyaknya orang yang berlalu lalang bisa memberikan peluang besar terjadinya implus buying. b. Kepadatan dan kemacetan bisa menjadi penghambat dari kelancaran usaha. 4. Ketersediaan tempat parkir yang luas dan aman. 5. Ekspansi yaitu ketersediaan tempat yang luas untuk perluasan usaha dikemudian hari. 6. Lingkungan yaitu kondisi daerah sekitar yang mendukung usaha yang sedang dilakukan. 7. Persaingan yaitu lokasi dengan pesaing sejenis. 8. Peraturan pemerintah. 1.6. Keaslian Penelitian Penelitian ini memiliki fokus terhadap penentuan lokasi showroom furnitur strategis
di Kabupaten Jepara karena furnitur merupakan salah satu komoditi
unggulan Jawa Tengah yang mampu menembus pasar internasional dan banyak jumlah unit usaha furnitur di Kabupaten Jepara. Banyaknya jumlah volume hasil produksi akan memberikan pengaruh pada berkembangnya showroom furnitur, namun penentuan lokasi showroom memerlukan pertimbangan supaya bisa meningkatkan jumlah pemasaran, menekan biaya pengeluaran sehingga bisa meningkatkan pendapatan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian lain yang juga membahas mengenai lokasi strategis yaitu dalam penelitian yang sudah
13
dilakukan sebelumnya belum ada penelitian yang menganalisis tentang lokasi showroom strategis di Kabupaten Jepara, pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan spasial dengan mempertimbangkan aspek kewilayahan. Tabel 1.3. Perbedaan Penelitian dengan penelitian lain
No
1.
No
2.
3.
Nama Peneliti
Azizzah Pratiwi
Nama Peneliti
Aulia Purnama Sari
Sri Utari Riris Amuwarni
Judul, Tahun dan Lokasi Penelitian Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Lokasi Terhadap Kesuksesan Usaha Jasa (Studi Pada Usaha Jasa Mikro-Kecil Di Sekitar Kampus Undip Pleburan) Judul, Tahun dan Lokasi Penelitian Studi Aspek Yang Diprioritaskan Pada Faktor Ekonomi, Sosial, Dan Fisik Dalam Penentuan Lokasi Pedagang Kaki Lima Di Kota Mataram
Pemanfaatan Foto Udara Dan Sistem Informasi Geografi Untuk Menentukan Lokasi Kawasan Industri Di Kecamatan Piyungan Dan Sekitarnya Kabupaten Bantul, DIY
Metode Melakukan pengamatan langsung, dengan mengukur variabel bebas dan terikat Metode
Pengumpulan data, penyusunan, penjelasan
Metode survey sampel, pengolahan data sekunder yang berupa interpretasi foto udara dan peta tematik
Cara Analisis - Analisis regresi berganda, - uji asumsi klasik, - uji goodnes of fit
Cara Analisis - Analisis deskriptif yang diperkuat dengan analisis kuantitatif dengan menggunakan metode Delphi - Analisis keruangan terhadap hasil overlay semua parameter lahan - Analisis kuantitatif dengan metode pengharkatan
14
Lanjutan Tabel 1.3.
No
4.
5
Nama Peneliti
Judul, Tahun dan Lokasi Penelitian
Analisis Pengaruh Lokasi, Harga, Dan Bonaventu Kualitas Produk ra Efrian Terhadap Keputusan Antyadika Pembelian (Studi pada Wong Art Backery & Cafe Semarang)
Identifikasi FaktorDarmawan Faktor Lokasi Usaha Aziz Retail di Yogyakarta
Metode Melakukan survei lapangan dengan mengambil sampel dan melakukan uji sampel Pengamatan dan pengumpulan data langsung dilapangan dengan teknik Indept Interview
Cara Analisis - Analisis data kualitatif - Uji validitas - Uji reliabilitas - Uji asumsi klasik - Identifikasi karakteristik retail dengan analisis deskriptif - Identifikasi faktor lokasi menggunakan crosstab analysis
Sumber : Berbagai Sumber
Penelitian serupa yang dilakukan oleh Azizzah Pratiwi dengan judul Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Lokasi Terhadap Kesuksesan Usaha Jasa (Studi Pada Usaha Jasa Mikro-Kecil Di Sekitar Kampus Undip Pleburan). Merupakan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh kedekatan infrastruktur terhadap kesuksesan usaha. Menganalisis pengaruh biaya lokasi terhadap kesuksesan usaha. Analisis yang digunakan berupa regresi berganda dengan sampel data yang diambil melalui observasi langsung dilapangan. Hasil analisis menunjukkan adanya keterkaitan antara variable independen yang berupa kedekatan dengan infrastruktur, lingkungan bisnis, dan biaya lokasi dengan variable dependen yang berupa kesuksesan usaha. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Azizah Pratiwi pada teknik analisis data yang digunakan. Penelitian Azizah Pratiwi menggunakan analisis regresi dalam menentukan pengaruh antar variabel sedangkan pada penelitian ini menggunakan analisis korelasi.
15
Penelitian Aulia Purnama Sari yang berjudul Studi Aspek Yang Diprioritaskan Pada Faktor Ekonomi, Sosial, Dan Fisik Dalam Penentuan Lokasi Pedagang Kaki Lima Di Kota Mataram bertujuan untuk menentukan urutan prioritas aspek-aspek dari faktor ekonomi, sosial, dan fisik dalam kaitannya dengan penentuan lokasi bagi aktifitas usaha pedagang kaki lima di kota Mataram. Analisis urutan prioritas aspek penentuan lokasi PKL didasarkan pada pendapat menurut PKL, Pemerintah Kota, Masyarakat, dan Ahli. Analisis yang dilakukan diketahui bahwa terdapat perbedaan prioritas aspek. PKL lebih memprioritaskan aspek keamanan dan kenyamanan, yang berhubungan dengan kehawatiran penggusuran. Pemerintah lebih memfokuskan pada aspek ketertiban, disamping aspek kebersihan, keamanan dan kenyamanan. Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Aulia Purnama Sari terdapat pada cara penentuan aspek dominan dalam penentuan lokasi. Penentuan aspek dominan penentu lokasi yang dilakukan oleh Aulia Purnama Sari didasarkan pada persentase jawaban responden serta pendapat para ahli, sedangkan dalam penelitian ini faktor dominan penentu lokasi diperoleh dari hasil reduksi dengan menggunakan analisis faktor. Penelitian Analisis Pengaruh Lokasi, Harga, Dan Kualitas Produk Terhadap Keputusan Pembelian (Studi pada Wong Art Backery & Cafe Semarang) yang ditulis oleh Bonaventura Efrian Antyadika bertujuan untuk menganalisis pengaruh lokasi, pengaruh harga, pengaruh kualitas produk terhadap keputusan untuk memilih Wong Art bakery&café. Pengambilan data penelitian dengan metode wawancara, kuesioner, dan observasi secara langsung, data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis data kualitatif dan analisis data kuantitatif menggunakan skala likert yang berhubungan dengan pernyataan sikap seseorang terhadap sesuatu. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh lokasi, harga dan kualitas terhadap keputusan pembelian di Wong Art Backery & Café. Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Bonaventura Efrian Antyadika terdapat pada tujuan penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh Bonaventura Efrian Antyadika bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
16
mempengaruhi keputusan membeli, sedangkan pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh dalam penentuan lokasi. Pemanfaatan Foto Udara Dan Sistem Informasi Geografi Untuk Menentukan Lokasi Kawasan Industri Di Kecamatan Piyungan Dan Sekitarnya Kabupaten Bantul, DIY merupakan penelitian yang ditulis oleh Sri Utari Riris Amuwarni yang bertujuan mengaplikasikan penginderaan jauh dan SIG untuk pemilihan lokasi kawasan industri di Kecamatan Piyungan dan sekitarnya, penyusunan prioritas kesesuaian wilayah untuk kawasan industri ditinjau dari aspek fisik lahan berdasarkan studi penginderaan jauh dan SIG serta Peta Tata Ruang Kab. Bantul sebagai pembanding. Metode yang digunakan
adalah metode survey sampel,
dengan mengelola data skunder yang berupa interpretasi foto udara dan peta tematik. Metode analisis yang digunakan adalah analisis keruangan terhadap hasil overlay semua parameter lahan dan analisis kuantitatif dengan metode pengharkatan. Hasil penelitian berupa potensi dan prioritas lokasi kawasan industri pada ketiga kecamatan
memiliki arah pengembangan di kecamatan Piyungan
sebelah selatan, karena selain berdekatan dengan lokasi yang direncanakan sebagai lokasi kawasan industri oleh Pemda Kab. Bantul, daerah ini juga memiliki potensi III sebagai alternatif pengembangan lokasi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Sri Utari Riris Amuwarni terdapat pada jenis data yang digunakan dalam penentuan lokasi. Jenis data yang digunakan oleh Sri Utari Riris Amuwarni dalam menentukan lokasi merupakan data sekunder dengan memanfaatkan foto udara untuk menentukan lokasi, sedangkan pada penelitian ini data diperoleh dengan cara observasi dan wawancara langsung kepada responden. Penelitian dengan judul Identifikasi Faktor-Faktor Lokasi Usaha Retail di Yogyakarta yang ditulis oleh Darmawan Aziz merupakan sebuah penelitian lokasi usaha yang bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik menurut kategori yang telah ada dan pola distribusi lokasi yang berhubungan dengan variabel lokasi usaha serta faktor-faktor lokasi yang berhubungan dengan keunggulan lokasi usaha retail Pamella, WS, dan Indomaret. Hasil penelitian menyajikan arahan pengembangan bagi lokasi usaha retail. Pengumpulan data menggunakan metode pengamatan
17
langsung dilapangan dengan teknik Indept Interview dan perhitungan jarak menggunakan speedometer. Metode analisis berupa analisis deskriptif dan analisis kuantitatif menggunakan Crosstab Analysis. Hasil penelitian berupa adanya perbedaan strategi pemasaran diantara ketiga retail, distribusi lokasi usaha retail umumnya tersebar di wilayah-wilayah yang dekat dengan permukiman dan perguruan tinggi. Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Darmawan Aziz terdapat pada objek kajian penelitian. Objek yang menjadi kajian penelitian yang dilakukan oleh Darmawan Aziz berupa retail Pamella, WS, dan Indomaret, sedangkan yang menjadi objek kajian pada penelitian ini adalah showroom furnitur yang terdapat di Kabupaten Jepara. 1.7. Kerangka Pemikiran Perkembangan industri furnitur yang mengalami peningkatan setiap tahunnya sebagai dampak dari tingginya permintaan pasar. Permintaan pasar yang meningkat memicu tingginya tingkat produksi dan persaingan antar masing-masing pelaku industri furnitur. Perlu adanya suatu strategi positif untuk bersaing dalam meraih pasar furnitur. Salah satunya adalah dengan mendirikan showroom furnitur. Showroom furnitur selain berfungsi sebagai tempat untuk memamerkan dan menjual barang hasil produksi. Keberadaan sebuah showroom juga akan menjadi prestige dari usaha pemasaran furnitur, karena setiap penjual furnitur belum tentu memiliki showroom untuk memamerkan dan menjual barang produksi mereka. Tentunya dengan adanya showroom penjualan furnitur akan lebih meningkat jika dibandingkan dengan usaha furnitur tanpa showroom. Showroom sebagai tempat pemasaran tidak akan optimal dalam mendukung dalam hal peningkatan pendapatan jika dalam pengadaannya tidak memperhatikan aspek lokasi. Bersarnya tingkat keberhasilan suatu usaha dalam memasarkan hasil produksinya sangat dipengaruhi oleh lokasi dimana tempat pemasaran tersebut berada. Sehingga penentuan lokasi pemasaran sangat penting untuk dilakukan demi tercapainya tujuan akhir dari penjualan. Penentuan lokasi pemasaran perlu
18
mempertimbangkan berbagai macam aspek lokasi. Aspek lokasi yang sudah ditentukan kemudian dianalisis secara kuantitatif serta diwujudkan kedalam peta tematik persebaran lokasi strategis showroom furnitur. Adapun kerangka pemikiran dalam penelitian ini seperti yang terdapat pada Gambar 1.2.
Gambar 1.2. Diagram Alir Kerangka Pemikiran
19