BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan suatu kota yang disebabkan oleh
bertambahnya jumlah penduduk, pembangunan infrastruktur, dan aktivitas ekonomi yang terus meningkat menyebabkan bertambahnya kebutuhan ruang untuk
permukiman. Terbatasnya ruang untuk permukiman di suatu kota
menyebabkan terjadinya perkembangan permukiman di daerah pinggiran kota (urban fringe area). Hal ini yang menyebabkan banyak terjadinya konversi lahan non urban yang dialihfungsikan menjadi lahan perumahan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Perubahan penggunaan lahan non urban sebagai lahan perumahan merupakan proses peristiwa perubahan dan perembesan kenampakan fisik kota kearah luar yang dikarenakan adanya penetrasi dari suatu kelompok penduduk area terbangun kearah luar. Menurut Colby (dalam Yunus, 2000) mengemukakan bahwa, dari waktu ke waktu kota berkembang secara dinamis dalam artian selalu berubah dari waktu ke waktu dan demikian pula pola penggunaan lahannya. Perkembangan fisik ruang merupakan manifestasi spasial dari bertambahnya jumlah penduduk sebagai akibat dari meningkatnya proses urbanisasi maupun proses alamiah yang kemudian mendorong terjadinya peningkatan pemanfaatan ruang serta perubahan fungsi lahan. Dikatakan juga bahwa dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk perkotaan serta meningkatnya tuntutan kebutuhan kehidupan dalam aspek-aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, dan teknologi telah mengakibatkan meningkatnya kegiatan penduduk perkotaan. Hal tersebut berakibat pada meningkatnya kebutuhan ruang perkotaan yang besar. Dikarenakan ketersediaan ruang di dalam kota tetap dan terbatas, maka secara alamiah terjadi pemilihan alternatif dalam memenuhi kebutuhan ruang untuk
1
tempat tinggal dan kedudukan fungsi-fungsi untuk mengambil ruang di daerah pinggiran kota. Kuswartojo (2005) mengemukakan bahwa berkembanganya sektor jasa dan meningkatnya keanekaragaman lapangan pekerjaan yang muncul oleh pertumbuhan ekonomi telah menimbulkan golongan masyarakat dengan mobilitas yang tinggi. Golongan ini membutuhkan tempat tinggal yang dekat dengan tempat kerjanya dengan segala pelayanan yang dibutuhkan dan tidak perlu memilikinya. Permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia sebagai tempat berlindung dan bersosialisasi dengan manusia lainnya. Permukiman juga merupakan bagian dari hak manusia untuk hidup dimanapun dengan aman, damai, dan bermartabat. Untuk memenuhi kebutuhan perumahan maka setiap orang dapat membangun rumah diatas tanahnya sendiri maupun rumah yang disediakan oleh pengembang melalui perumahan yang ditawarkan. Dalam pengembangan permukiman, pengembang dan masyarakat sebagai pelaku pembangunan perlu diatur sedemikian rupa sehingga perkembangannya sesuai dengan fungsi arahan rencana tata ruang di wilayah tersebut, guna untuk menjaga keseimbangan lingkungan secara fisik, sosial, maupun ekonomi. Disisi lain pengembangan perumahan juga diharapkan mampu menyediakan perumahan yang layak secara fisik dan tertib secara administrasi. Begitu juga dengan perkembangan permukiman oleh masyarakat, diharapkan pembangunannya sesuai dengan arahan rencana tata ruang wilayah dan tertib secara administrasi. Hudioro (2000) mengemukakan bahwa pembangunan perumahan oleh pengembang dengan berbagai kelas perumahan dan unit terbangun relatif banyak menunjukkan tingginya minat masyarakat akan rumah yang disediakan oleh pengembang perumahan. Ironisnya pembangunan perumahan tersebut tidak selalu mendapat sambutan positif dari masyarakat sekitar.Kelangkaan persediaan lahan dan harga tanah yang melambung di Kota Yogyakarta semakin menggeser lokasi perumahan hingga ke wilayah sekitar Kota Yogyakarta, salah satunya adalah di Desa Minomartani Kabupaten Sleman. 2
Berdasarkan RDTR Kecamatan Ngaglik, Desa Minomartani yang berada di Kecamatan Ngaglik termasuk dalam wilayah aglomerasi perkotaan, hal tersebut menyebabkan adanya pemusatan kegiatan pada kawasan yang secara tata ruang wilayah sebagai daerah perkotaan. Pemusatan yang terjadi di Desa Minomartani dipengaruhi oleh adanya dukungan aksesibilitas yang baik. Jalan lingkar utara dan jalan kolektor primer yang menghubungkan Yogyakarta dengan Sleman bagian utara menyebabkan adanya bangkitan dan tarikan baru. Dukungan dan ketersediaan akses tersebut menyebabkan tingginya permintaan guna lahan khususnya lahan untuk permukiman yang kemudian mengakibatkan tingginya konversi lahan pertanian. Tingginya tingkat konversi pertanian menyebabkan terdelineasinya kawasan resapan air dan kawasan konservasi di Kabupaten Sleman bagian utara. Kecamatan Ngaglik dibagi menjadi 6 desa yaitu desa Sariharjo, Minomartani, Sardonoharjo, Sinduharjo, Sukoharjo, dan Donoharjo. Desa-desa tersebut dibagi menjadi 4 bagian blok dan fungsi kawasan yaitu kawasan konservasi yang berada di Desa Sardonoharjo dan Sukoharjo, kawasan perkotaan yang berada di Desa Sariharjo dan Minomartani, kawasan pedesaan yang berada di Desa Donoharjo dan kawasan pertanian terbatas yang berada di Desa Sinduharjo. Desa Minomartani dan Sariharjo yang menjadi kawasan perkotaan berada di Kecamatan Ngaglik bagian selatan. Pemusatan pembangunan di kedua desa tersebut khususnya di Desa Minomartani bertujuan untuk menekan pembangunan perumahan di daerah utara Desa Minomartani yaitu di Desa Sardonoharjo dan Sukoharjo sebagai kawasan konservasi sehingga tidak terdelineasi. Berdasarkan penelusuran peneliti terdapat pembangunan perumahan khususnya di Desa Minomartani dari tahun 1980an sampai tahun 2014, telah dibangun perumahan baik oleh pemerintah (perumnas) maupun swasta diantaranya Perumnas Minomartani, Perum Citra Alam Sejahtera, Perum Djogja Village,
Perum
Djogja
Terrace,
Perum
Fortune
Permata
Asri,
dan 3
sebagainya.Tumbuhnya kawasan-kawasam perumahan tersebut sebagai upaya memenuhi permintaan hunian yang dipengaruhi oleh meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi masyarakat, berdampak pada meningkatnya aksesibilitas dan berbagai kebutuhan pelayanan seperti sarana dan prasarana perumahan, kesehatan, transportasi, dan sebagainya. Dengan adanya sarana dan prasarana yang menunjang tersebut maka berdampak pula pada perkembangan permukiman oleh masyarakat maupun oleh para pendatang untuk membangun rumah di Desa Minomartani. Uraian
diatas
mendorong
perlunya
dilakukan
penelitian
untuk
mengungkap secara khusus perkembangan pola spasial permukiman dengan melihat beberapa aspek dan faktor yang memengaruhinya serta menganalisis dan menilai baik buruknya pola spasial permukiman di Desa Minomartani berdasarkan ketentuan-ketentuan tertentu terkait permukiman. 1.2.
Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang diatas maka terdapat beberapa pertanyaan yang
akan menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: a. Bagaimana perkembangan pola spasial permukiman di Desa Minomartani? b. Apa faktor yang memengaruhi perkembangan pola spasial permukiman di Desa Minomartani? 1.3.
Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengidentifikasi perkembangan pola
spasial permukimandan faktor yang memengaruhi perkembangan pola spasial permukiman, serta untuk menilai baik atau buruknya pola spasial permukiman yang ada di Desa Minomartani yang selanjutnya menjadi masukan untuk pemerintah, swasta, dan masyarakat terhadap pembangunan dan perkembangan permukiman.
4
1.4.
Manfaat Penelitian Manfaat dilakukannya penelitian ini adalah:
a.
Untuk
menambah
pengetahuan
terkait
perkembangan
pola
spasial
permukiman. b.
Menjadi pertimbangan suatu daerah dalam pengembangan permukiman untuk meninjau kembali perencanaan tata ruang serta kebutuhan sarana dan prasarana pendukungnya.
c.
Untuk menambah pengetahuan terkait perkembangan permukiman sekitar perumnas yang menjadi efek pengganda berkembanganya suatu daerah.
1.5.
Batasan Penelitian Batasan penelitian dibuat agar penelitian mempunyai suatu kerangka fokus
dan waktu yang sesuai dengan harapan peneliti. Batasan penelitian dijelaskan sebagai berikut: a.
Area Wilayah penelitian ini berfokus di Dusun Plosokuning I sampai Plosokuning VI. Penelitian ini bergerak di skala dusun dengan unit informasi berupa lahan terbangun.
d. Substansi Substansi penelitian berfokus perkembangan pola spasial permukiman di Dusun Plosokuning I sampai Plosokuning VI, Desa Minomartani. c. Temporal Bahasan penelitian secara temporal terkait perkembangan pola spasial permukiman di Desa Minomartani pada tahun 1980-2014
5
1.6.
Keaslian Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deduktif kualitatif.
Fokus penelitian ini adalah meneliti mengenai perkembangan pola spasial permukiman yang ada di Desa Minomartani. Berdasarkan pengetahuan penulis penelitian ini belum pernah dilakukan oleh peneliti lain. Tetapi penelitian yang berhubungan dengan perkembangan pola spasial permukiman pernah dilakukan diantaranya adalah: 1. Rachman (2010) Tesis, Program Pascasarjana Magister Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro Semarang, telah meneliti Kajian Pola Spasial Pertumbuhan Kawasan Perumahan dan Permukiman di Kecamatan Limboto Kabupaten Gorontalo. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. dengan pendekatan rasionalistik dan fenomenologis. 2. Pasaribu (2005) Skripsi, Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, telah meneliti perkembangan pola permukiman kampung raja di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Lokasi penelitian di Kampung Raja dengan fokus penelitian pola perkembangan permukiman tepian sungai Arut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan paradigma rasionalistik dan metode deduktif-kualitatif. 3. Warsono (2006) Tesis, Megister Pembangunan Wilayah dan Kota Program Pasca
Sarjana
Universitas
Diponegoro
Semarang,
telah
meneliti
perkembangan permukiman pinggiran kota pada koridor Jalan Kaliurang Kecamatan Ngaglik Kabupaten Sleman. Lokasi penelitian berfokus di Desa Sardonoharjo dan Desa Siduharjo yang berada di koridor Jalan Kaliurang. Penelitian ini pendekatan studinya melalui metode survei dan cara analisis menggunakan model tabel distribusi analisis diskriminan. 4. Sugini (1999) Tesis, Teknik Arsitektur Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, telah meneliti tipomorfologi perubahan rumah pada Perumahan Minomartani Yogyakarta. Lokasi penelitian hanya berfokus di 6
perumahan
Minomartani
saja.
Sedangkan
fokus
penelitian
terkait
tipomorfologi perubahan rumah. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan metode naturalistik dengan pendekatan kualitatif dengan wawancara terbuka dan mendalam.
7