BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bahan makanan pada umumnya sangat sensitif dan mudah mengalami penurunan kualitas karena faktor lingkungan, kimia, biokimia, dan mikrobiologi. Penurunan kualitas bahan tersebut dapat dipercepat dengan adanya oksigen, air, cahaya, dan temperatur. Salah satu cara untuk mencegah atau memperlambat fenomena tersebut adalah dengan pengemasan yang tepat(Wahyu, 2008)
Saat ini ada banyak jenis bahan yang digunakan untuk mengemas makanan dan minuman, salah satunya adalah plastik. Intensitas penggunaan plastik sebagai kemasan pangan terus meningkat. Hal ini disebabkan oleh banyaknya keunggulan plastik dibandingkan dengan bahan kemasan yang lain. Plastik jauh lebih ringan dibandingkan gelas atau logam dan tidak mudah pecah. Bahan ini bisa dibentuk lembaran sehingga dapat dibuat kantong atau dibuat saku sehingga bisa dibentuk sesuai desain dan ukuran yang diinginkan.
Disisi lain, penggunaan plastik sebagai bahan pengemas menghadapi berbagai persoalan lingkungan. Yaitu tidak dapat diuraikan secara alami oleh mikroba di dalam tanah. Hal ini menyebabkan terjadinya penumpukan sampah plastik yang menyebabkan pencemaran dan kerusakan bagi lingkungan. Proses daur ulang yang dilakukan dapat mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh sampah plastik, tetapi langkah ini kurang efisien karena tidak semua sampah dapat dikumpulkan kembali. Seiring dengan persoalan ini, maka penelitian bahan kemasan diarahkan pada bahan – bahan organik yang dapat dihancurkan secara alami dan mudah diperoleh.(Hutagalung, 2011)
Universitas Sumatera Utara
Seiring
dengan
kesadaran
manusia
akan
masalah
ini,
maka
dikembangkanlah jenis kemasan dari bahan organik, dan berasal dari bahan bahan terbarukan (renewable) dan ekonomis. Salah satu jenis kemasan yang bersifat ramah lingkungan adalah kemasan edible ( edible film ). Keuntungan dari kemasan edible adalah dapat melindungi produk pangan, penampakan asli produk dapat dipertahankan dan dapat langsung dimakan serta aman bagi lingkungan.
Edible film adalah lapisan tipis yang dibuat dari bahan yang dapat dimakan, dibentuk diatas komponen makanan, yang berfungsi sebagai penghambat transfer massa ( misalnya kelembaban, oksigen, lemak, dan zat terlarut ) dan atau sebagai carrier bahan makanan atau aditif dan untuk meningkatkan penanganan makanan. (Krochta, 1994 ).
Indonesia merupakan Negara agraris yang memiliki hasil pertanian yang potensial, diantaranya kedelai. Kedelai merupakan komoditas pertanian yang memiliki banyak manfaat, misalnya diproses menjadi tahu, tempe, kecap, sari kedelai, makanan ringan dan sebagainya.
Pengolahan tahu yang hingga kini memberikan limbah industri terhadap tingginya tingkat pencemaran lingkungan, ternyata bisa dibuat menjadi produk baru yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia, yaitu nata de soya. Air limbah tahu sendiri masih mengandung bahan – bahan organik seperti protein, lemak, dan karbohidrat yang mudah busuk sehingga menimbulkan bau yang kurang sedap. Jika ditinjau dari komposisi kimianya, ternyata air limbah tahu mengandung nutrient - nutrient ( protein, karbohidrat, dan bahan – bahan lainnya ) yang jika dibiarkan dibuang begitu saja ke sungai justru dapat menimbulkan pencemaran, tetapi jika dimanfaatkan akan menguntungkan perajin tahu atau masyarakat yang berminat mengolahnya.
Nata de soya atau sari nata kedelai adalah sejenis makanan dalam bentuk nata, padat, putih, dan transparan. Nata de soya dibentuk oleh bakteri acetobacter
Universitas Sumatera Utara
xylinum yang merupakan bakteri asam asetat bersifat aerob, pada media cair dapat membentuk suatu lapisan yang dapat mencapai ketebalan beberapa sentimeter, kenyal, putih, dan lebih lembut dibanding nata de coco.( Purnomo, 1997).
Kitosan adalah hasil proses deasetilasi dari senyawa kitin yang banyak terdapat dalam kulit luar hewan golongan Crustaceae seperti udang dan kepiting. Kitosan mempunyai rumus kimia poli(2-amino-2dioksi-b-D-glukosa). Saat ini banyak aplikasi dari kitosan serta turunannya pada industri makanan, pemrosesan makanan, bioteknologi, pertanian, farmasi, kesehatan dan lingkungan (Hargono, 2008)
Gliserin adalah cairan kental berwarna putih, dan berasa manis. Gliserin digunakan untuk menjaga kadar air dari suatu produk karena sifatnya dapat menurunkan gaya intermolekul dari molekul – molekul pelarut yang saling bertumbukan ketika terjadi reaksi antar satu molekul dengan molekul lain (http/www.wisegeek.com).
Dari penelitian William (2007) “ Pembuatan Selulosa Bakterial-Kitosan dengan Menggunakan Acetobacter Xylinum Akibat Adanya Interaksi antara Selulosa Bakterial dengan Kitosan pada pH=4 ”, telah dibuktikan bahwa produk yang memiliki tekstur permukaan paling baik adalah selulosa bakterial-kitosan yang dihasilkan dari media yang dimodifikasi dengan penambahan 1,5 g kitosan pada pH=4. Dan dari penelitian Biamenta (2011) “ Karakterisasi dan Analisa Kadar Nutrisi Edible Film dari nata de coco dengan penambahan pati, gliserin dan kitosan sebagai bahan pengemas makanan”, telah dibuktikan bahwa dapat dihasilkan edible film dari nata de coco dengan permukaan film paling baik yaitu pada penambahan 0,15 % kitosan, 5 % gliserin dan 2,5 % pati dan dapat dapat meningkatkan kadar nutrisi edible film sebagai pengemas makanan.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka peneliti mencoba melakukan penelitian yaitu memanfaatkan limbah air tahu, kitosan dan menambahkan gliserin untuk meningkatkan
sifat keelastisan dari edible film sehingga pada
Universitas Sumatera Utara
pengaplikasiannya edible film tersebut tidak rapuh untuk dimanfaatkan sebagai bahan pengemas makanan. Di samping itu diharapkan nantinya penggunaan nata tidak hanya dapat menjadi makanan tetapi dapat juga dijadikan sebagai material dalam pembuatan edible film.
1.2.Perumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah nata de soya dengan penambahan kitosan dan variasi gliserin dapat dijadikan edible film sebagai bahan pengemas makanan. 2. Bagaimana karakteristik dari edible film yang meliputi ketebalan, kuat tarik, kemuluran, uji SEM, uji FTIR. 3. Bagaimana kandungan gizi dari edible film yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar serat, kadar lemak, kadar protein dan kadar karbohidrat.
1.3. Pembatasan Masalah
Penelitian ini dibatasi oleh : 1. Air tahu yang digunakan berasal dari rumah produksi tahu Jalan Cinta Karya, desa karang Rejo, kecamatan Medan Polonia. 2. Kitosan yang digunakan berasal dari Laboratorium Penelitian FMIPA USU, Medan 3. Gliserin yang digunakan berasal dari Laboratorium Ilmu Dasar FMIPA USU 4. Waktu fermentasi pembuatan nata de soya dengan penambahan kitosan dan gliserin adalah 14 hari 5. Kitosan yang ditambahkan sebanyak 0,15 % 6. Gliserin yang ditambahkan sebanyak 2 ml, 4 ml, 6 ml, dan 8 ml. 7. Parameter yang diamati adalah uji SEM, uji FTIR, uji tarik, ketebalan, protein, lemak, karbohidrat, abu, dan air dan serat.
Universitas Sumatera Utara
8. Starter bakteri Acetobacter Xylinum diperoleh dari rumah produksi nata de coco kecamatan medan tembung.
1.4.Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan : 1. Untuk mengetahui karakteristik fisik dari edible film dari nata de soya dengan penambahan kitosan dan variasi gliserin. 2. Untuk mengetahui kandungan gizi dari edibke film dari nata de soya dengan penambahan kitosan dan variasi gliserin yang dapat digunakan sebagai bahan pengemas makanan.
1.5.Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah : Mengurangi
penggunaan
bahan
pengemas
makanan
yang
bersifat
nonbiodegradable serta mengolah limbah air tahu sebagai bahan baku, kitosan, dan gliserin menjadi nata de soya yang dapat digunakan untuk membuat edible film yang ramah lingkungan.
1.6. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Biokimia FMIPA USU, laboratorium Farmasi USU, laboratorium Penelitian FMIPA USU, Laboratorium Ilmu Dasar FMIPA USU, laboratorium Polimer FMIPA USU dan Laboratorium Geologi Kuartener Bandung
Universitas Sumatera Utara
1.7. Metodologi Penelitian
Penelitian ini adalah eksperimental laboratorium, dengan menggunakan sampel berupa air tahu yang diperoleh dari rumah produksi tahu di desa Karang Rejo, Medan. Nata de soya dibuat dengan penambahan kitosan dan gliserin. Selanjutnya nata de soya yang diperoleh diolah menjadi edible film. Adapun langkah-langkah analisisnya adalah sebagai berikut : 1. Pembuatan nata de soya dengan penambahan kitosan dan variasi gliserin yang difermentasikan selama 14 hari sehingga terbentuk suatu lapisan putih dengan ketebalan tertentu. 2. Penentuan kadar protein dilakukan dengan metode kjeldhal, yang melalui tiga tahap, yaitu tahap destruksi, destilasi dan titrasi. 3. Penentuan kadar lemak dilakukan dengan metode hidrolisis (Weibull) 4. Penentuan kadar serat dilakukan dengan metode defatting dan digestion, kemudian diabukan dalam tanur pada suhu 5500 C. 5. Penentuan kadar air dilakukan dengan metode pengeringan di dalam oven, pada suhu 1030 C-1050 C 6. Penentuan kadar abu dilakukan dengan metode pembakaran di dalam tanur pada suhu 5500 C. 7. Penentuan kadar karbohidrat dilakukan dengan menghitung selisih antara 100% dengan jumlah persentase kadar air, abu, protein, dan lemak. 8. Penentuan kemampuan elastisitas, dilakukan dengan uji tarik. 9. Penentuan ketebalan dilakukan dengan jangka sorong. 10. Analisis permukaan di lakukan dengan SEM 11. Analisis gugus fungsi dilakukan dengan FTIR
Universitas Sumatera Utara