Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai salah satu aspek pembangunan, sanitasi memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat karena berkaitan dengan kesehatan, pola hidup, kondisi lingkungan permukiman, estetika serta kenyamanan dalam kehidupan sehari-hari. Dampak negatif yang disebabkan oleh kualitas lingkungan yang buruk, menuntut sanitasi menjadi salah satu aspek pembangunan yang harus diperhitungkan. Sejauh ini pembangunan sanitasi kota di Kabupaten Bima belum terintegrasi dalam suatu perencanaan komprehensif dimana masing-masing SKPD melaksanakan kegiatannya sesuai dengan tupoksi sendiri-sendiri. Sarana sanitasi (jamban keluarga) yang dibangun banyak yang belum memenuhi standar kesehatan karena sifatnya masih jamban sederhana (cemplung), kemudian sisi lainnya bahwa pengelolaan sampah di Kabupaten Bima belum tertangani dengan baik karena TPA belum ada. Demikian pula halnya dengan masalah layanan air bersih dan drainase lingkungan, saat ini pengelolaannya masih sifatnya parsial sehingga membutuhkan strategi bersama dalam penanganannya. Pada prinsipnya beberapa kegiatan dapat diintegrasikan dalam satu kegiatan yang saling bersinergi, saling menopang satu sama lainnya sehingga arah pembangunan sanitasi dapat direalisasikan secara baik dan terukur. Adanya perencanaan yang tumpang tindih, tidak tepat sasaran, dan tidak berkelanjutan tidak boleh terulang lagi. Sanitasi harus merupakan upaya bersama
yang
komprehensif,
terkoordinir dengan
ditangani
meilibatkan
secara
secara
aktif
multistakeholder berbagai
dan
pemangku
kepentingan baik pemerintah, lembaga non pemerintah, sektor swasta dan LSM. Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 1
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) adalah salah satu program untuk mewujudkan perencanaan dan pembangunan sanitasi yang komprehensif. Keterlibatan lintas sektor dalam pembangunan sanitasi dilakukan demi mewujudkan kondisi sanitasi yang lebih baik, sejalan dengan upaya pencapaian sasaran Millennium Development Goals (MDGs) dan kesepakatan tentang sanitasi dalam Johennesburg Summit 2002 yaitu mengurangi setengahnya proporsi penduduk yang belum mendapatkan akses terhadap sanitasi dasar pada tahun 2015. Pembentukan Pokja AMPL Kabupaten Bima diharapkan dapat berfungsi sebagai unit koordinasi perencanaan, pelaksanaan, pengembangan dan pengawasan serta monitoring pembangunan sanitasi dari berbagai aspek. Pokja yang tidak hanya melibatkan unsur pemerintah saja namun juga yang melibatkan masyarakat serta swasta, baik yang secara langsung terlibat dalam struktur pokja maupun sebagai mitra-mitra pendukungnya. Di Kabupaten Bima, Pokja AMPL-BM Kabupaten Bima adalah salah satu unsur yang menjadi penanggung jawab dalam mengembangkan perencanaan dan pembangunan sanitasi skala kab/kota, dengan memastikan koordinasi antar berbagai instansi pemerintah dan non pemerintah dengan menghasilkan buku putih sanitasi.
1.2. Pengertian Dasar Sanitasi Sanitasi merupakan upaya pengendalian terhadap seluruh faktor-faktor fisik, kimia dan biologi yang menimbulkan suatu kerusakan atau gangguan terhadap perkembangan dan kesehatan manusia baik fisik, mental maupun sosial serta kelangsungan kehidupan manusia dalam lingkungan (World Health Organization). Upaya pengendalian tersebut dapat dilakukan melalui pembangunan dan penyediaan prasarana dan sarana sanitasi seperti penyediaan air minum, penyaluran dan pengolahan air limbah, pengelolaan persampahan dan drainase lingkungan. Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 2
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Sanitasi dapat dipahami sebagai usaha pembuangan tinja, endapan air limbah (sullage) dan limbah padat dengan
memperhatikan segi kesehatan
agar tercipta lingkungan rumah tangga dan lingkungan menjadi bersih dan sehat. Atau dapat diartikan sebagai upaya pembuangan limbah cair dan limbah padat tanpa mencemari lingkungan. Beberapa pengertian dasar penanganan sanitasi di Kabupaten Bima dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Penanganan Air Limbah a. Blackwater; limbah rumah tangga yang bersumber dari WC. b. Grey water; limbah rumah tangga non kakus (WC) yaitu buangan yang berasal dari kamar mandi, dapur dan tempat cuci. 2. Penanganan persampahan atau limbah padat yaitu penanganan sampah yang dihasilkan oleh masyarakat, baik yang berasal dari rumah tangga, pasar, rumah makan dan lainnya yang ditampung melalui TPS atau diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). 3. Penanganan drainase lingkungan adalah memfungsikan saluran drainase sebagai pengalir air dan memutuskan air permukaan (mengurangi genangan).
1.3. Maksud dan Tujuan Belum terintegrasinya pembangunan sanitasi di Kabupaten Bima serta masih banyaknya aspek sanitasi yang belum tertangani dengan baik mendorong adanya upaya menyeluruh untuk memperbaiki kondisi yang ada melalui sebuah perencanaan pembangunan sanitasi yang responsif dan berkelanjutan. Berkaitan dengan hal tersebut maka pemerintah Kab Bima perlu
memetakan
situasi
dan
kondisi
sanitasi
kemudian
menyusun
perencanaan pembangunan sanitasi.
1.3.1 Maksud Buku Putih Sanitasi Kabupaten Bima disusun guna memberikan Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 3
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
informasi awal yang lengkap dan faktual tentang situasi dan kondisi sanitasi saat ini. Pemetaan kondisi dan profil sanitasi (sanitation mapping) dilakukan untuk menetapkan zona sanitasi prioritas yang penetapannya berdasarkan urutan potensi resiko kesehatan lingkungan (priority setting). Kemudian digunakan sebagai dasar dalam perencanaan pembangunan sanitasi di masa mendatang yang tertuang dalam Strategi Sanitasi Kota/ Kab (SSK)
1.3.2 Tujuan Penyusunan Buku Putih Sanitasi ini bertujuan : - Memberikan panduan kebijakan dalam manajemen kegiatan sanitasi, pemetaan sanitasi dilakukan dalam bentuk zona-zona sanitasi di tingkat kota sehingga akan muncul kebijakan serta prioritas dalam penanganan kegiatan pengembangan sanitasi skala kabupaten yang didalamnya mencakup strategi sanitasi, rencana tindak dan anggaran perbaikan maupun peningkatan sanitasi. - Memberikan gambaran pemetaan situasi dan kondisi sanitasi berdasarkan kondisi aktual atau kondisi sebenarnya (existing condition). Pemetaan mencakup aspek teknis dan aspek non teknis yaitu aspek keuangan, kelembagaan, pemberdayaan masyarakat, perilaku hidup bersih dan sehat, serta aspek lain seperti keterlibatan para pemangku kepentingan secara lebih luas.
- Memberikan
gambaran
bagi
pemangku
kepentingan
baik
ditingkat
masyarakat, pemerintah kabupaten, propinsi maupun pemerintah pusat serta negara-negara donor (swasta) untuk dapat memainkan perannya dengan berpartisipasi dalam pembangunan sanitasi.
1.4. Pendekatan Dan Metodologi Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 4
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Pendekatan dan metodologi dalam penyusunan Buku Putih Sanitasi Kabupaten Bima menggunakan studi dokumen dan pengumpulan data sekunder yang ada di masing-masing SKPD meliputi: aspek umum, teknis, kebijakan daerah dan kelembagaan, keuangan serta data primer yang diperoleh melalui studi pemberdayaan masyarakat, jender dan kemiskinan (PMJK), promosi higiene/ PHBS, peran serta swasta dalam layanan sanitasi (SSA), study Environment Health Risk assesment (EHRA) dan Studi Komunikasi dan Pemetaan Media yang didukung dengan observasi objek yang relevan.
Jumlah responden dalam study EHRA sebanyak 1.520 responden
yang tersebar di seluruh desa pada 18 kecamatan. Studi PMJK sebanyak 35 responden, Studi komunikasi dan pemetaan media sebanyak 10 responden serta
peran serta swasta dalam layanan sanitasi (SSA) sebanyak 10
responden. Analisa
yang
digunakan
adalah
analisa
kualitatif
dengan
membandingkan data dan informasi yang ada dikaitkan dengan kondisi ideal untuk mengetahui seberapa jauh kesenjangan antara harapan dan kenyataan, kemudian untuk menentukan area dengan resiko tinggi digunakan analisa kuantitatif berdasarkan data skunder, persepsi SKPD dan EHRA yang didukung dengan kunjungan/ observasi lapangan.
1.5. Posisi Buku Putih Kedudukan Buku Putih Sanitasi (BPS) dalam program PPSP merupakan dokumen yang menggambarkan karakteristik dan kondisi sanitasi, prioritas atau arah pengembangan yang ditetapkan oleh Pemerintah dan masyarakat. Cakupan BPS meliputi profil sanitasi Kabupaten Bima, sarana prasarana eksisting, cakupan dan tingkat pelayanan, informasi kelembagaan dan keuangan, arah pengembangan sanitasi, kebutuhan, peluang, dan analisa awal untuk penetapan area berdasarkan tingkat resiko dan zona sanitasi. Selanjutnya buku ini dijadikan sebagai acuan perencanaan strategis sanitasi tingkat kota (SSK). Permasalahan sanitasi yang dipaparkan dalam buku Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 5
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
putih dikembangkan menjadi suatu strategi perencanaan pembangunan sanitasi Kabupaten Bima.
1.6. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penyusunan BPS Kabupaten Bima adalah 1. Data sekunder yang diperoleh dari dokumen yang dimiliki SKPD baik yang terlibat dalam Pokja AMPL-BM maupun tidak meliputi : data umum dan teknis, kebijakan daerah yang meliputi RTRW, Bima dalam angka, RPJMD, RPIJM, Renstra, Renja SKPD dan dokumen pendukung lainnya 2. Data primer dikumpulkan melalui beberapa survey terkait dengan pengelolaan sanitasi seperti Environmental Health Risk Assesment (EHRA), Survey komunikasi dan pemetaan media, peran serta swasta dalam layanan sanitasi (SSA), kelembagaan dan keuangan serta survey PMJK.
1.7. Peraturan Perundangan Kegiatan penyusunan Buku Putih Sanitasi program PPSP 2010 Kabupaten Bima didasarkan pada aturan formal yang berlaku mulai dari tingkat nasional sampai daerah meliputi :
1.7.1. Undang-Undang (UU) 1.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Pemukiman
2.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang.
3.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antar Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438).
4.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 6
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
5.
2011
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air
6.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025
7.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2008 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
8.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
9.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan
dan
Strategi
Nasional-Pengembangan
Sistim
Pengelolaan
Persampahan. 10. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/PRT/M/2008 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional-Pengembangan Sistim Pengelolaan Air Limbah Permukiman.
1.7.2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia 1.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1982 Tentang Pengaturan Air.
2.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1990 Tentang Pengendalian Pencemaran Air
3.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 Tentang Sungai.
4.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
5.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
6.
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan,
Pengendalian
dan
Evaluasi
Pelaksanaan
Rencana
Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4817); Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 7
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
1.7.3. Peraturan Presiden Republik Indonesia 1.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2000 Tentang Badan Pengendalian Dampak Lingkungan.
2.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 123 Tahun 2001 Tentang Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air.
3.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2002 Tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 123 Tahun 2001 Tentang Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air
4.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 20042009.
1.7.4. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup 1.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Usaha dan atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL
2.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu air Limbah Domestik.
3.
Keputusan
Menteri
Lingkungan
Hidup
Republik
Indonesia
Nomor
35/MENLH/7/1995 tentang Program Kali Bersih.
1.7.5. Keputusan Menteri Kesehatan 1.
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
nomor
829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Perumahan dan Lingkunfan Permukiman 2.
Keputusan
Menteri
288/Menkes/SK/III/2003
Kesehatan tentang
Republik
Pedoman
Indonesia
Penyehatan
nomor
Sarana
dan
Bangunan Umum
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 8
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
3.
Keputusan
Menteri
Kesehatan
1205/Menkes/Per/X/2004
tentang
Republik Pedoman
2011
Indonesia Persyaratan
Nomor Kesehatan
Pelayanan Sehat Pakai Air (SPA).
1.7.6. Peraturan Daerah Nusa Tenggara Barat 1.
Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 3 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara
Barat
(Lembaran Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010 Nomor 26, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 56); 2.
Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 3 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2005 – 2025 (Lembaran Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2008 Nomor 32)
1.7.7. Peraturan Daerah Kabupaten Bima 1.
Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 5 Tahun 2005 tentang Tatacara Penyusunan
Perencanaan
Pembangunan
Daerah
Kabupaten
Bima
(Lembaran Daerah Kabupaten Bima Tahun 2005 Nomor 9, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Bima Nomor 1). 2.
Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 11 Tahun 2007 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bima Tahun 2007-2025 (Lembaran Daerah Kabupaten Bima Tahun 2007 Nomor 11).
3.
Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pokok – Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Bima Tahun 2005 Nomor 10, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Bima Nomor 2).
4.
Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Bima Tahun 2006 – 2025 (Lembaran Daerah Kabupaten Bima Tahun 2005 Nomor 11, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Bima Nomor 3).
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 9
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
5.
2011
Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 2 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Daerah Kabupaten Bima (Lembaran Daerah Bima Tahun
Kabupaten
2008 Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten
Bima Nomor 25). 6.
Intruksi Bupati Bima tentang pelaksanaan STBM No. 441/015/008/Dikes 2010.
7.
Peraturan Daerah Kabupaten Bima No.7 Tahun 2011 tentang pengelolaan AMPL Kabupaten Bima tanggal 3 Oktober 2011.
8.
Peraturan Bupati Bima No. 14 tahun 2011 Tentang Petunjuk Tehnis Pelaksanaan Perda AMPL Kabupaten Bima.
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 10
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
BAB II GAMBARAN UMUM KABUPATEN BIMA
2.1. Geografis, Topografis dan Geohidrologi 2.1.1. Kondisi Geografis Kabupaten Bima Kabupaten Bima terletak pada 118o44” bujur timur sampai dengan 119o22” bujur timur, serta 08o08” sampai dengan
08o57”
lintang
Wilayah
Kabupaten
4.389,40
km2, dengan
selatan.
Bima
Luas
adalah
batas-batas
sebagai berikut: Sebelah Utara : Laut Flores Sebelah Timur
: Selat Sape
Sebelah Selatan
: Sam. indonesia
Sebelah Barat : Kabupaten Dompu
Dari aspek iklim, keadaan curah hujan tahunan rata-rata tercatat 58.75 mm, maka dapat disimpulkan Kabupaten Bima adalah daerah berkategori kering sepanjang tahun, yang berdampak pada kecilnya persediaan air dan keringnya sebagian besar sungai. Tabel. 2.1. Tingkat Curah Hujan Kabupaten Bima Tahun 2008-2010 NO
KECAMATAN
2008
2009
2010
RATA-RATA
CH
HH
CH
HH
CH
HH
CH
HH
1
MONTA
517
96
793
96
1311
103
295
295
2
BOLO
868
62
1276
72
582
45
179
179
3
PARADO *
-
-
-
-
570
92
-
-
4
MADAPANGGA
467
32
1331
70
318
18
120
120
5
WOHA
981
44
890
89
564
68
201
201
6
BELO
873
43
1001
68
858
78
189
189
7
PALIBELO *
556.3
117
1044.9
129
918.6
145
391
391
8
LANGGUDU
400
80
571
159
498
47
286
286
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 11
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
9
WAWO
10
LAMBITU *
11
2011
1889
73
1405
85
1039
74
232
232
-
-
-
-
1082
108
-
-
SAPE
790
46
820
63
399
42
151
151
12
LAMBU
809
42
866
59
466
39
140
140
13
WERA
661
30
932
52
1488
62
144
144
14
AMBALAWI
880
60
1659
69
545
62
191
191
15
DONGGO
559
83
532
96
238
50
229
229
16
SOROMANDI *
-
-
-
-
224
48
-
-
17
SANGGAR
1439
69
689
52
560
68
189
189
18
TAMBORA
1661
96
584
71
474
69
236
236
853
57
890
73
623
60
2534
215
Rata-rata
Sumber Data : BMG Klas III M. Salahuddin Bima,2010
Keterangan: CH : Curah Hujan HH : Hari Hujan Kabupaten Bima dipengaruhi tipe iklim D, E dan F (menurut Schmidth dan Ferguson, 1951). Musim hujan relatif pendek, curah hujan rata-rata tahunan sebesar 623 mm3 dengan hari hujan 60 hari/tahun. Suhu udara siang hari antara 28 – 32°C. Terjadi perbedaan suhu udara yang sangat besar antara siang dan malam hari. Selain curah hujan tahunan yang relatif kecil, penyebarannyapun juga tidak merata, dimana bulam Mei-Oktober merupakan bulan yang jarang terjadi hujan.Curah hujan tertinggi pada bulan Februari tercatat 171 mm3 dengan hari hujan selama 15 hari dan musim kering terutama pada bulan Juli, Agustus dan September dimana tidak tejadi hujan. Kabupaten Bima pada umumnya merniliki drainase yang tergenang dan tidak tergenang. Pengaruh pasang surut hanya seluas 1.085 Ha atau 0,02% dengan lokasi terbesar di wilayah pesisir pantai. Luas lokasi yang tergenang terus menerus adalah seluas 90 Ha yaitu wilayah Dam Roka dan Dam Sumi. Sedangkan Wilayah yang tidak pernah tergenang di Kabupaten Bima adalah seluas 438.850 Ha.
2.1.2. Kondisi Topografis Kab Bima Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 12
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Topografi wilayah Kabupaten Bima pada umumnya berbukit-bukit. Sebagian
wilayahnya mempunyai topografi yang cukup bervariasi dari datar
hingga bergunung dengan ketinggian antara 0-477,50 m di atas permukaan laut (m dpl). Berdasarkan kelompok kemiringan lahan, wilayahnya dapat dikelompokkan atas kelompok lereng 0-2 %, 3-15 %, 16-40 % dan > 40 %. Luas lahan datar terbesar (0-2%) terdapat di Kecamatan Woha dengan luas 4.593 ha dari luas total kemiringan lahanya. Lahan bergelombang (2-15%) terbesar terdapat pada Kecamatan Sanggar/Tambora sebesar 47.548 ha. Keadaan lahan curam (15-40%) terbesar terdapat pada Kecamatan Belo, Donggo, Monta, dan Wera/Ambalawi dari masing-masing luas wilayahnya. Sedangkan keadaan lahan sangat curam (>40) terbesar terdapat pada Bolo/Madapangga, Sape/Lambu dan Wawo/Langgudu dari masing-masing luas wilayahnya. Tabel 2.2 Kemiringan Lahan setiap Kecamatan di Kabupaten Bima Tahun 2010 No
Kecamatan
1
Kelompok Kemiringan
Jumlah
0-2 %
3-15 %
16 - 40%
> 40 %
Monta
4,016
6,100
29,054
9,711
48,881
2
Parado
-
-
-
-
-
3
Madapangga
-
-
-
-
-
4
Woha
4,593
784
2,364
2,716
10,457
5
Belo
4,409
4,108
7,698
2,169
18,384
6
Langgudu
-
-
-
-
-
7
Wawo
68
8,080
14,480
22,851
45,479
8
Sape
5,760
11,792
4,272
41,813
63,637
9
Lambu
-
-
-
-
-
10
Wera
2,832
11,700
26,696
23,592
64,820
11
Ambalawi
-
-
-
-
-
12
Donggo
1,024
12,100
20,163
13,268
46,555
13
Sanggar
7500
37,448
32,405
33,023
110,376
14
Tambora
-
-
-
-
-
15
Bolo
8,100
4,400
8,394
9,457
30,351
16
Soromandi
-
-
-
-
-
17
Lambitu
-
-
-
-
-
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 13
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
18
Palibelo
-
-
-
-
-
Jumlah
38,302
96,512
145,526
158,600
438,940
%
8.73
21.99
33.15
36.13
100.00
2011
Sumber Data : Data RPJMD tahun 2010 – 2015 Bappeda
Kabupaten Bima, yang merupakan bagian dari propinsi NTB, berada di ujung timur propinsi NTB. Luas wilayah Kabupaten Bima mencapai 4.374,65 km2, terdiri atas 315,96 Km2 atau7,22% lahan sawah dan 4.058,69Km2 atau 92,78% lahan bukan sawah. Luas lahan sawah ini meningkat sebanyak 8,53 km2 jika dibandingkan Tahun 2008 yang luasnya 307,43Km2. Peningkatan luas areal sawah ini didorong oleh semakin berkurangnya luas hutan, baik ituhutan negara maupun luas hutan rakyat. Di antara 18 kecamatan di Kabupaten Bima, Kecamatan Sanggar dan Tambora memiliki wilayah yang paling luas, masingmasing 16,46% dan 11,54% dari luas wilayah kabupaten. Dari sisi jarak ke pusat pemerintahan Kabupaten, Kecamatan Sanggar dan Tambora merupakan kecamatan yang berlokasi terjauh, dimana jarak masing-masing sekitar 130km dan 250km. Kecamatan Donggo mempunyai ketinggian sekitar 500m di atas permukaan laut sehingga menjadikan Kecamatan ini sebagai kecamatan dengan lokasi ketinggian tertinggi di atas permukaan laut. Rata-rata curah hujan selama tahun 2009 mencapai 63,87 mm per bulan dengan hari hujan rata-rata 5,81 hari per bulan, lebih rendah dibandingkan tahun 2008 yang mencapai 84,36mm per bulan dengan banyak hari hujan rata-rata 6,9 hari per bulan. Curah hujan tertinggi terjadi antara bulan Januari, Februari dan Desember yaitu 188,8 mm, 181,4 mm dan 335,6 mm.
2.1.3. Kondisi Geohidrologi Kab Bima Kondisi hidrologi wilayah yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan pembangunan Wilayah Kabupaten adalah kondisi genangan, sungai dan mata air. Sebagian kecil dari wilayah Kabupaten Bima dipengaruhi pasang surut 7 Ha (0,002 %) dan rawa yang tergenang terus-menerus menempati areal seluas 287 Ha (0.066 %).
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 14
2011
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
Di wilayah Kabupaten Bima banyak mengalir sungai, baik sungai besar maupun sungai kecil dengan panjang aliran antara 5 sampai 95 km. Dari sungai-sungai yang ada tersebut sebagian besar yaitu 20 sungai sudah dimanfaatkan untuk irigasi. Adapun sungai-sungai yang sudah dimanfaatkan untuk irigasi adalah seperti disajikan dalam pada Tabel 2.3 berikut : Tabel 2.3 Sungai-Sungai Yang Mengairi Daerah Irigasi di Kabupaten Bima Tahun 2009 No
Nama Sungai
1
S. Campa
2
S. Madapangga
3 4 5 6 7 8
S. S. S. S. S. S. S.
9
Kerengo Pandede Mbawa Kala Manggi Boroloka Kampasi
10
S. Paradokanca
11
S. Kawuwu Ncera
12 13 14 15 16 17 18
S. S. S. S. S. S. S.
19
S. Sumi
20
Roka Kuta Ntonggu Kaleli Nunggi/Tawali Karumbu Sambu
S. Diwu Moro
Daerah Irigasi Lebo Ncangakai Brj. Bontokape Madapangga ori Rade Ncoha Rora Kecil Ndano Rangga Sori Monca Diwu Tangiri Oikawa Taloko Brj. Taloko Pela Parado Sie Tenga Kalate Tongondoa Ngali Embung Roi Leka K. Ntonggu Ngaro Rangga Brj. NaE Wera Diwusadundu Sambu Sari Sape Brj. Wuwu Sumi
Kecamatan Bolo Madapangga Bolo Donggo Donggo Donggo Donggo Sanggar
Debit
(M3)
Luas Baku (Ha)
2 2,5 2 2 1,6 1,5 2,5 0,8 0,5 2 0,5
1000 1375 703 454 307 522 601 520 300 500 300
2,6 1 1,5 1,7 2,4
337 181 569 968 750
1,5 1 1,5 2 1,2 0,5 2,4 1,5 1,5
350 530 150 600 900 100 1000 1000 306
2,5
860
Sanggar
Monta
Belo Belo Belo Belo Wera Wera Wawo Wawo Sape Sape
Sumber : Dinas PU Kabupaten Bima, 2009
Struktur geologi di wilayah Kabupaten Bima terbagi dalam jenis batuan : a. Batuan endapan permukaan terdiri dari kerikil, pasir, lempung utama bersusun endisit dengan penyebaran terdapat dari
daerah-daerah
pegunungan sampai ke pantai. b. Batuan endapan hasil gunung api terdiri dari hasil gunung api tua. Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 15
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
c. Batuan endapan yaitu terumbu koral terangkat, yang terdapat di daerah pantai. d. Batuan terobosan merupakan batuan terobosan yang mempunyai susunan batuan yang tidak dapat dibedakan dan menerobos batuan hasil endapan gunung api, penyebarannya terdapat di daerah Bolo dan Monta. Jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Bima adalah endapan Aluvial coklat, Litosol, Regosol dan Mediteran Coklat. Tabel 2.4 Penyebaran Jenis Tanah di Kabupaten Bima Tahun 2010 Jenis Tanah Aluvial Regosol Litosol Mediteran Lain-lain Total
Luas (Ha)
%
31,464 96,934 179,481 116,064 14,997 438,940
7.17 22.08 40.89 26.44 3.42 100.00
Sumber: BPS Kabupaten Bima dikutip dari RPJMD tahun 2010 - 2015
2.2. Administratif Kabupaten Bima terletak pada 118044” bujur timur sampai dengan 119022” bujur timur, serta 08008” sampai dengan 080.57” lintang selatan. Luas Wilayah Kabupaten Bima adalah 4.374,65 km2. Batas wilayah Kabupaten Bima adalah: 1. Sebelah Utara
:
Laut Flores
2. Sebelah Timur
:
Laut Sape
3. Sebelah Barat
:
Kabupaten Dompu
4. Sebelah Selatan : Kabupaten
Bima
Samudra Indonesia bersebelahan
(mengelilingi)
Kota
Bima,
yang
merupakan daerah pemekaran dari Kabupaten Bima pada tahun 2002. Visualisasi keadaan administrasi Kabupaten Bima dapat dilihat sebagaimana tertera pada peta administrasi di bawah ini;
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 16
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
2011
Page 17
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
2.3. Kependudukan Dengan jumlah penduduk pada tahun 2010 sebanyak 438.522 jiwa dan luas wilayah 4.389,40 Km2 berarti tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Bima rata-rata sebesar 100 jiwa per Km2 meningkat dari 97.12 jiwa per Km2 tahun 2007. Selain itu penyebaran penduduk juga belum merata di seluruh wilayah Kabupaten Bima, dengan luas wilayah Kecamatan antara 66,93 Km2 s/d 627,82 Km2 per Kecamatan, menyebabkan kepadatan penduduk di Kecamatan cukup bervariasi yaitu antara 10 jiwa/km2 s/d 704 jiwa per Km2. Tingkat kepadatan wilayah Kabupaten Bima cukup bervariasi dari keseluruhan kecamatan (18 kecamatan), kosentrasi kepadatan lebih terarah pada wilayah pusat ibukota kecamatan, selengkapnya sebagaimana tertera dalam peta kepadatan di bawah ini:
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 18
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
2011
Page 19
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Tabel 2.5 Jumlah Kecamatan di Kabupaten Bima Tahun 2010 No.
Kecamatan
Luas Wilayah (Km2)
Penduduk Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2)
1
Monta
227.43
16,868
16,502
33,370
147
2
Bolo
62.93
22,113
22,163
44,276
704
3
Woha
375.57
21,865
22,034
43,899
117
4
Belo
44.76
12,312
12,645
24,957
558
5
Wawo
241.29
7,745
8,407
16,152
67
6
Sape
232.12
26,518
26,579
53,097
229
7
Wera
465.32
13,891
14,086
27,977
60
8
Donggo
130.41
8,243
8,496
16,739
128
9
Sanggar
477.89
5,961
5,877
11,838
25
10
Ambalawi
180.65
9,103
9,031
18,134
100
11
Langgudu
322.94
13,042
13,241
26,283
81
12
Lambu
404.25
16,882
16,946
33,828
84
13
Mada Pangga
237.58
13,481
13,974
27,455
116
14
Tambora
627.82
3,462
3,113
6,575
10
15
Soromandi
335.08
7,736
7,736
15,472
46
16
Parado
261.29
4,298
4,373
8,671
33
17
Lambitu
65.4
2,548
2,508
5,056
77
18
Palibelo
71.58
12,212
12,531
24,743
346
4,389.40
218,280
220,242
438,522
100
Total
Sumber : BPS Kabupaten Bima, 2010
Pertumbuhan penduduk Kabupaten Bima tahun 2010 berdasarkan hasil sensus penduduk 2010 sebesar 1,04%. Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Bima tahun 2008 adalah sebanyak 93.597 jiwa atau 21,79% dari jumlah penduduk. Kemudian menurun pada tahun 2009 menjadi sebesar 88.624 jiwa atau 20,42%, dan diproyeksikan menurun menjadi 85.122 jiwa atau 19,41% pada tahun 2010
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 20
2011
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
Tabel 2.6
Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Bima Tahun 2005-2010 Tahun No
Uraian Jumlah Penduduk
1
Jumlah Penduduk Miskin
2
% Penduduk Miskin
3
2005
2006
2007
2008
2009
2010*
416.413
420.744
425.120
429.541
434.008
438.522
103.812
115.284
106.790
93.597
88.624
85.122
24,93
27,40
25,12
21,79
20,42
19,41
Sumber : BPS dan Hasil Olahan Bappeda Kabupaten Bima, 2010
2.3.1. Peningkatan kualitas sumber daya manusia Kondisi sumberdaya manusia Kabupaten Bima dapat diukur melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Pada tahun 2005, IPM Kabupaten Bima sebesar 61,70 dan meningkat menjadi 65,02 pada tahun 2009 dan diproyeksikan IPM Kabupaten Bima meningkat menjadi 66,23 pada tahun 2010 Tabel 2.7 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Bima Tahun 2005-2010 Tahun No
Uraian
2005
2006
2007
2008
2009
2010*
1
Angka Melek Huruf (%)
81,4
85,75
85,80
94,67
98,16
98,40
2
Rata-rata lama sekolah (Tahun)
7.20
7.20
7,20
7,30
7,33
7,36
3
Angka Harapan Hidup (Tahun)
60,9
61,70
62,01
65,75
67,43
68,77
4
Parietas Daya Beli (Rp. 000)
598,00
598,30
605,20
611,60
616,20
619,7
5
Indeks Pembangunan Manusia
61,70
63,14
63,86
64,39
65,02
66,23
Sumber: BPS dan Bappeda Kabupaten Bima, 2010
Hasil pembangunan Kabupaten di bidang pendidikan (diukur dari Indeks Pendidikan), bidang kesehatan (diukur dari Indeks Harapan Hidup), dan bidang ekonomi (diukur dari Indeks Pendapatan) terus mengalami perkembangan yang Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 21
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
cukup menggembirakan. Bahkan untuk Indeks Harapan Hidup dan Indeks Pendidikan Kabupaten Bima lebih tinggi daripada Provinsi NTB.
2.3.2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan Angkatan kerja adalah angkatan kerja yang berstatus bekerja atau sementara tidak bekerja, sedangkan pencari kerja adalah angkatan kerja yang sedang mencari kerja. Jumlah angkatan kerja yang terdaftar di Kabupaten Bima pada tahun 2010 sebanyak 202.441 orang, pekerja sebanyak 192.926 orang, dan pencari kerja/penganggur terbuka 9.515 orang. Tenaga kerja di Kabupaten Bima pada umumnya terserap pada sektor pertanian, perdagangan dan pemerintahan, dimana hal tersebut didorong oleh meningkatnya penyerapan tenaga kerja pada sub sektor jasa pemerintahan, terlaksananya beberapa program yang mengarah pada usaha ekonomi produktif, kemudahan akses kredit keuangan mikro, koperasi dan perbankan, serta banyaknya proyek padat kerja.
2.3.3. Jumlah Kepala Keluarga Per Kecamatan Kondisi penduduk Kabupaten Bima berdasarkan pada jumlah Kepala Keluarga (KK), dapat dilihat pada tabel 2.9 berikut : Tabel 2.8 Jumlah Kepala Keluarga Per Kecamatan tahun 2010 No
Kecamatan
Jumlah Desa
Jumlah RT
Jumlah KK
1
Monta
12
154
9.376
2
Bolo
12
146
11.519
3
Woha
15
165
10.936
4
Belo
8
109
8.244
5
Wawo
9
113
4.248
6
Sape
17
237
12.198
7
Wera
11
189
8.396
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 22
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
No
Kecamatan
Jumlah Desa
Jumlah RT
Jumlah KK
8
Donggo
8
99
4.295
9
Sanggar
6
52
2.899
10
Ambalawi
6
107
5.102
11
Langgudu
12
175
9.813
12
Lambu
12
157
9.587
13
Madapangga
10
149
7.540
14
Tambora
5
34
1.191
15
Soromandi
6
79
4.092
16
Parado
5
59
2.493
17
Lambitu
5
36
1.400
18
Palibelo
9
134
5.365
Jumlah
168
2194
118.694
Sumber : Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil ,2010
2.4. Pendidikan Pendidikan adalah merupakan salah satu komponen yang memegang peranan penting dalam Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Bima. pencapaian dalam bidang pendidikan pada tahun 2008 terdiri dari : rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf. Angka melek huruf Kabupaten Bima terus meningkat dari tahun 2005 sebesar 81,4 menjadi 85,80 pada tahun 2007 dan 94,67 pada tahun 2008 atau rata-rata naik sebesar 2,7% setiap tahunnya, sedangkan rata-rata lama sekolah mengalami peningkatan dari 7,2 tahun pada tahun 2007 menjadi 7,3 tahun pada tahun 2008. Hal ini menunjukan bahwa walaupun rata-rata lama sekolah mengalami peningkatan setiap tahunnya tapi rata-rata tingkat pendidikan penduduk Kabupaten Bima masih belum sampai tamat SMP. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh beberapa hal antara lain : 1.
Terbatasnya kemampuan masyarakat dari sisi biaya, terutama yang tergolong miskin untuk melanjutkan pendidikan.
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 23
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2.
2011
Masih ada masyarakat yang mengalami kesulitan akses menuju ke sekolah sebagai akibat dari keterpencilan wilayah dan sebaran sarana pendidikan yang belum merata sehingga membutuhkan biaya transport yang cukup besar untuk menjangkau sarana pendidikan tersebut.
3.
Masih adanya masyarakat pada daerah perdesaan yang beranggapan bahwa pendidikan tidak terlalu penting sehingga lebih memilih menyuruh anak-anak mereka membantu mencari nafkah daripada menyuruh mereka ke sekolah. Angka Partisipasi Murni (APM) yaitu angka yang menunjukan jumlah
siswa usia sekolah yang sekolah formal dibandingkan dengan penduduk usia sekolah, sedangkan indikator Angka Partisipasi Kasar (APK) yaitu angka yang menunjukan jumlah siswa seluruhnya termasuk siswa yang mengikuti pendidikan non formal dibagi dengan penduduk usia sekolah. Tabel 2.9 Angka Partisipasi Murni dan Angka Partisipasi Kasar Tahun 2005-2010 ANGKA PARTISIPASI
NO 1
Angka Murni
2
Angka Kasar
-
TAHUN (%) 2005
2006
2007
2008
2009
2010*
Partisipasi
SD SLTP SLTA
97,44 81,77 61,25
97,49 82,33 61,75
97,98 83,21 62,67
99,04 84,04 63,26
98,06 85,54 64,05
99.00 86.02 64.46
104,01 83,72 62,34
104,04 85,27 63,31
104,01 85,15 63,92
103,9 80,05 66,28
105,03 92,61 67,31
105.36 93.42 68.35
Partisipasi
SD SLTP SLTA
Sumber : Dikpora dan Hasil olahan Bappeda Kabupaten Bima, Tahun 2010 * Angka Proyeksi
Angka Partisipasi Murni (APM) Kabupaten Bima untuk tingkat SD pada tahun 2005 sebesar 97,44% meningkat menjadi 98,06% pada tahun 2009, dan diproyeksikan menjadi 99,00% pada tahun 2010. Begitu juga halnya APM tingkat SLTP dan SLTA mengalami kenaikan dari sebesar 81,77% dan 61,25% pada tahun 2005 menjadi 85,54% dan 64,05% pada tahun 2009, dan Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 24
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
diproyeksikan sama-sama meningkat menjadi 86,02% dan 64,46% pada tahun 2010. Sementara Angka Partisipasi Kasar (APK) Kabupaten Bima untuk tingkat SD dalam 5 tahun terakhir (2005-2009) mencapai rata-rata lebih dari 100% dan diproyeksikan sebesar 105,36% pada tahun 2010. Untuk APK tingkat SLTP dan SLTA secara rata-rata cenderung mengalami peningkatan dari masing-masing sebesar 83,72% dan 62,34% pada tahun 2005 menjadi 92,61% dan 67,31% pada tahun 2009, dan diproyeksikan meningkat menjadi 93,42% dan 68,35% pada tahun 2010. Meningkatnya APM menunjukkan semakin banyaknya penduduk usia sekolah yang bersekolah di sekolah formal. Indikator-indikator keberhasilan pendidikan di Kabupaten Bima secara umum dapat dilihat pada tabel 2.11 berikut :
NO 1
Tabel 2.10 Indikator-Indikator Pendidikan Tahun 2008-2009 TAHUN N INDIKATOR 2008 2009 1 SD 401 405
2
Drop - Out Angka Kelulusan Tambahan Sekolah SLTP
241 (0,37%) 10.033 6
139 (0,21%) 9.988 5
68
77
3
Drop - Out 197 (0,75%) Angka Kelulusan 8.261 Tambahan sekolah 3 SLTA 47
2
3
Drop - Out Angka Kelulusan Tambahan Sekolah
122 (0,79%) 5.546 9
99 (0,37%) 8.938 15 49 126 (0,81 %) 5.236 8
Sumber : Dikpora Kabupaten Bima, 2009 Untuk meningkatkan kualitas pendidikan, Pemerintah Kabupaten Bima telah membangun banyak sekolah pada berbagai jenjang pendidikan. jumlah sekolah pada tahun 2007-2009 dapat dilihat pada Tabel 2.12 berikut:
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 25
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Tabel 2.11 Jumlah Sekolah pada Tahun 2006-2009 No
Jumlah
Sarana Pendidikan
1
TK
2
SD
3
SMP
4
SMA
5
SMK
2006
2007
2008
2009
Negeri
1
3
11
14
Swasta
168
206
225
226
Negeri
395
395
399
401
Swasta
-
-
2
2
Negeri
49
49
52
55
Swasta
10
10
10
13
Negeri
16
19
28
29
Swasta
14
14
14
32
Negeri
5
5
5
5
Swasta
-
-
-
-
Sumber: Dinas Dikpora Kabupaten Bima, 2009 Rasio jumlah kelas dengan jumlah siswa di Kabupaten Bima sampai tahun 2008 dapat dilihat pada tabel 2.13 di bawah ini :
Tabel 2.12 Rasio Antara Jumlah Lokal/ Kelas dengan Jumlah Siswa Sekolah di Kabupaten Bima Tahun 2006 - 2009 SD
SLTP
Jumlah
Jumlah
Lokal
Siswa
2006
1,935
70,900
2007
2,020
2008 2009
Tahun
SMU
Rasio Jumlah jumlah Rasio Jumlah Jumlah Rasio Lokal
Siswa
Lokal
Siswa
37
579
29,315
51
262
14,969
57
64,162
32
675
25,674
38
308
15,895
52
2,076
64,820
31
703
26,254
37
411
15,430
38
2,126
62,988
30
710
25,365
36
420
15,598
37
Sumber : Dinas Dikpora Kab Bima, 2009 Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 26
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Berdasarkan pada tingkat pendidikan, kondisi penduduk Kabupaten Bima dapat dilihat pada berikut : Diagram 2.1
2.5. Kesehatan Indikator keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan antara lain dapat dilihat dari meningkatnya angka harapan hidup dari 60,90 tahun 2005 menjadi 67,43 tahun 2009, dan proyeksikan meningkat menjadi 68,77 pada tahun 2010. Angka kematian bayi menurun dari 54 orang tahun 2006 menjadi 35 orang tahun 2009. Begitu juga halnya angka kematian ibu melahirkan menurun dari 14 orang tahun 2006 menjadi 10 orang tahun 2009. Jumlah penderita gizi buruk dari 214 kasus tahun 2006 menjadi 60 kasus tahun 2009.
Tabel 2.13 Indikator Peningkatan Kesehatan Ibu dan KB Tahun 2006-2009 No
Uraian
Tahun 2008 67
2006 214
2007 114
Angka Kematian Ibu
14
10
10
10
Angka Kematian Bayi
54
43
38
35
1
Bayi Gizi buruk
2 3
2009 60
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Bima, 2009
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 27
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
Untuk
meningkatkan
pelayanan
kesehatan
kepada
2011
masyarakat,
pemerintah Kabupaten Bima juga telah meningkatkan sarana dan prasarana kesehatan. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya tempat untuk berobat yang memadai bagi masyarakat di Kabupaten Bima. Pada tahun 2005, jumlah tempat berobat sebanyak 634 unit dan meningkat menjadi 736 unit pada tahun 2009. Tabel 2.14 Jumlah sarana dan prasarana kesehatan Tahun 2005-2009 Jumlah Unit / Tahun No
Jenis Tempat Berobat 2005
2006
2007
2008
2009
1
Rumah Sakit
1
1
1
1
1
2
Puskesmas
14
14
20
20
20
3
Puskesmas Pembantu
66
71
77
81
86
4
Posyandu
478
478
522
522
522
5
Polindes
75
78
78
95
107
634
642
698
719
736
Jumlah
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Bima, 2009
Disamping itu, juga ditunjang oleh ketersediaan tenaga medis maupun paramedis, baik paramedis perawat maupun non perawat yang tersebar di semua Pusat Kesehatan Masyarakat di seluruh Kecamatan di Kabupaten Bima, walaupun belum didukung oleh ketersediaan tenaga dokter spesialis. Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat, pemerintah kabupaten Bima terus menambah tenaga kesehatan secara signifikan. Hal ini dapat diketahui dari semakin meningkatnya jumlah tenaga kesehatan yang pada tahun 2005 berjumlah 181 orang, meningkat secara darastis menjadi 326 orang pada tahun 2009.
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 28
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Tabel 2.15 Jumlah Tenaga Medis dan Paramedis Kesehatan Tahun 2005-2009 No
Tenaga Medis/Paramedis
Jumlah orang / Tahun 2005
2006
2007
2008
2009
1
Dokter Umum
20
20
22
29
39
2
Dokter Spesialis
0
7
7
12
12
3
Apoteker
5
7
7
8
15
4
Perawat
49
67
120
107
110
5
Bidan
107
107
116
115
150
Jumlah
181
208
272
271
326
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Bima, 2009
2.6. Sosial Masyarakat Kabupaten Bima berdiri pada tanggal 5 Juli 1640 M, ketika Sultan Abdul Kahir dinobatkan sebagai Sultan Bima I yang menjalankan Pemerintahan berdasarkan Syariat Islam. Peristiwa ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Jadi Bima yang diperingati setiap tahun. Bukti-bukti sejarah kepurbakalaan yang ditemukan di Kabupaten Bima seperti Wadu Pa’a, Wadu Nocu, Wadu Tunti (batu bertulis) di dusun Padende Kecamatan Donggo menunjukkan bahwa daerah ini sudah lama dihuni manusia. Dalam sejarah kebudayaan penduduk Indonesia terbagi atas bangsa Melayu Purba dan bangsa Melayu baru. Demikian pula halnya dengan penduduk yang mendiami Daerah Kabupaten Bima, mereka yang menyebut dirinya Dou Mbojo, Dou Donggo yang mendiami kawasan pesisir pantai. Disamping penduduk asli, juga terdapat penduduk pendatang yang berasal dari Sulawesi Selatan, Jawa, Madura, Kalimantan, Nusa Tenggara Timur dan Maluku. Seiring dengan perjalanan waktu, Kabupaten Bima juga mengalami perkembangan kearah yang lebih maju. Dengan adanya kewenangan otonomi yang luas dan bertanggungjawab yang diberikan oleh pemerintah pusat dalam Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 29
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
bingkai otonomi daerah sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang (UU) No. 22 tahun 1999 dan direvisi menjadi UU No. 33 tahun 2004, Kabuapten Bima telah memanfaatakan kewenangan itu dengan Profil Kabupaten Bima tahun 2008 terus menggali potensi-potensi daerah baik potensi sumberdaya manusia maupun sumberdaya alam agar dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mempercepat
pertumbuhan
daerah
dan
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat. Untuk memenuhi tuntutan dan meningkatkan pelayanan pada masyarakat, Kabupaten Bima telah mengalami beberapa kali pemekaran wilayah mulai tingkat dusun, desa, kecamatan, dan bahkan dimekarkan menjadi Kota Bima pada tahun 2001. Hal ini dilakukan tidak hanya untuk memenuhi semakin meningkatkan tuntutan untuk mendekatkan pelayanan pada masyarakat yang terus berkembang dari tahun ke tahun tetapi juga karena adanya daya dukung wilayah. Sejarah telah mencatat bahwa Kabuapten Bima sebelum otonomi daerah hanya terdiri dari 10 kecamatan, kemudian setelah otonomi daerah kecamatan sebagai pusat ibukota Kabupaten Bima dimekarkan menjadi Kota Bima, dan Kabupaten Bima memekarkan beberapa wilayah kecamatannya menjadi 14 kecamatan dan pada tahun 2006 dimekarkan lagi menjadi 18 kecamatan dengan pusat ibukota kabupaten Bima yang baru dipusatkan di Kecamatan Woha (Bappeda Kabupaten Bima) Total Angkatan Kerja (2005) di Kabupaten Bima mencapai 243.352 orang yang
terdiri
dari
234.450
orang
pekerja
dan
8.902
orang
pencari
kerja/pengangguran (3,66%). Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, total angkatan kerja di Kabupaten Bima semakin meningkat, dimana pada tahun 2009 menjadi 287.018 orang yang terdiri dari pekerja sebanyak 279.920 orang dan pencari kerja sebanyak 7.098 orang (2,47%). Tingkat pengangguran di Kabupaten Bima dibandingkan dengan Kabupaten/Kota di NTB berada pada urutan terendah yang diikuti oleh kabupaten Sumbawa Barat yang mencapai 6,81%. Tingkat pengangguran tertinggi justru terjadi di Kota Mataram sebesar Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 30
2011
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
13,58% dan Kota Bima sebesar 12,76%. Rendahnya tingkat pengangguran di Kabupaten Bima karena pada umumnya sebagian besar tenaga kerja bisa bekerja pada sektor pertanian yang masih menyediakan lapangan kerja yang relatif besar, perdagangan dan pegawai pemerintah. Meningkatnya penyerapan tenaga kerja pada sub sektor
jasa pemerintahan, terlaksananya beberapa
program yang mengarah pada usaha ekonomi produktif, kemudahan akses kredit keuangan mikro, koperasi dan perbankan, serta banyaknya program padat karya
menyebabkan rendahnya angka pengangguran di Kabupaten
Bima. Tabel 2.16 Jumlah angkatan kerja di Kabupaten Bima Tahun 2005-2009 Jumlah (Tahun) Klasifikasi 2005 Jumlah pekerja
2006
234.450
2007
2008
2009
246
269.882
274.577
279.920
8.9
8.861
8.992
7.098
.931 Jumlah pencari kerja
8.902 44
Jumlah angkatan
243.352
255.875
278.743
283.569
287.018
3,66
3,50
3,18
3,17
2,47
kerja % Pencari Kerja (Pengangguran)
Sumber : Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan Hasil Olahan Bappeda Kabupaten Bima, 2010
Dari
tabel
tersebut
dapat
diketahui
bahwa
terjadi
penurunan
pengangguran dari tahun ke tahun sejak tahun 2005 s/d tahun 2009, capaian tertinggi yaitu antara tahun 2008 dan 2009, pada tahun 2008 angka pengangguran mencapai 3,17% sedangkan tahun 2009 mencapai 2,47% jadi terjadi angka penurunan pengangguran yang cukup menggembirakan yaitu 0,7 %. Kemudian mengenai keadaan jumlah penduduk berdasarkan agama yang dianut oleh warga masyarakat Kab. Bima sebagaimana dalam tabel di bawah ini:
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 31
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Tabel 2.17 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama di Kabupaten Bima Kecamatan
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Monta Parado Bolo Mada pangga Woha Belo Palibelo Langgudu Wawo Lambitu Sape Lambu Wera Ambalawi Donggo Soromandi Sanggar Tambora Jumlah Total
Islam 33.238 8.863 41.893 27.698 40.420 19.492 23.930 30.052 17.858 3.187 50.237 31.755 27.823 17.944 15.653 13.261 11.604 3.757 418.665
KristenPenduduk Protestan Katolik 2 284 7 39 90 3 302 632 8 29 403 1.004
Hindu
Budha
38 4 6 10 42 117
1 8 9 18
Jumlah Total 33.238 8.863 41.895 27.982 40.505 19.520 23.930 30.052 17.858 3.187 50.342 31.755 27.829 17.944 16.587 13.261 11.631 3.828 420.207
Sumber : Kantor Departemen Agama Kabupaten Bima, 2010
2.7. Perekonomian Untuk mengetahui laju pertumbuhan PDRB baik atas harga berlaku maupun harga konstan dapat dilihat pada grafik. Pertumbuhan PDRB harga berlaku
selama 2005- 2009 berada pada kisaran 9% - 15%. Pertumbuhan
tertinggi terjadi pada tahun 2008 sebesar 15,08%, sementara yang terendah mencapai 9,47%% tahun 2005. Apabila dibandingkan dengan pertumbuhan PDRB harga konstan justru pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun
2009
sebesar 6,43% pada saat pertumbuhan PDRB harga berlaku mencapai 14,56%. Oleh karenanya, tinggi–rendahnya pertumbuhan ekonomi (PDRB harga konstan) ditentukan oleh laju pertumbuhan PDRB harga berlaku dan laju inflasi.
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 32
2011
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
Grafik 2.1 Tingkat Pertumbuhan PDRB Tahun 2005-2009 15,08
Tingkat Pertumbuhan (%)
16,00
14,56
14,00 12,00
11,15
11,19
9,47
10,00 8,00 6,00
5,95
4,00 2,00
6,43
4,56
4,26 1,37
0,00 2005
2006 PDRB HB
2007
2008
2009
PDRB HK
Tahun
Sumber : Data BPS berbagai edisi (diolah)
Untuk mengetahui laju pertumbuhan masing-masing sektor ekonomi yang merupakan dampak berbagai aktifitas masyarakat di Kabupaten Bima dapat dilihat pada diagram berikut Diagram 2.2 Pertumbuhan Rata-Rata PDRB Riil Menurut Sektor (2005-2009) 6,00
5,39
Pertumbuhan (%)
5,00 4,07
3,93
4,00 3,00 2,00 1,00 0,00
Sektor Primer
Sekunder
Tersier
Sumber : Data BPS,2009 Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 33
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Bila dilihat pertumbuhan rata-rata per sektor selama 2005-2009, maka sektor tersier mencapai 5,39%, sektor sekunder sebesar primer
3,93% dan sektor
sebesar 4,07%. Pertumbuhan primer didorong oleh meningkatnya
pertumbuhan sektor pertanian dan pertambangan/penggalian. Masih cukup baiknya pertumbuhan sektor pertanian disebabkan meningkatnya produksi dan nilai pasar dari komodoti tanaman pangan dan hasil
perikanan. Sementara
pertumbuhan sektor sekunder disebabkan berkembangnya usaha listrik, gas dan air minum dan usaha bangunan. Di samping itu berkembang pula kegiatan industri pengolahan akibat meningkatnya program pembinaan yang dilakukan oleh dinas terkait yang disertai
dukungan dana perbankan dan lembaga
keuangan lainnya dalam upaya pengembangan usaha industri. Sedangkan sektor tersier didukung oleh peningkatan
permintaan
pengangkutan dan komunikasi dan usaha perdagangan
terhadap sektor baik skala besar
maupun eceran. Di samping itu, berkembang pula jasa pemerintahan, karena selama otonomi daerah terjadi peningkatan dana dan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi suatu wilayah tidak hanya dipengaruhi oleh besarnya peranan masing-masing sektor dalam pembentukan PDRB, tetapi juga dipengaruhi oleh laju pertumbuhan masing-masing sektor yang mempunyai peranan yang cukup besar. Selama tujuh tahun terakhir ratarata pertumbuhan tertinggi berada pada sektor listrik, gas dan air dengan laju pertumbuhan sebesar 5,91 % per-tahun, sedangkan terendah ditempati oleh sektor jasa-jasa yang hanya tumbuh sebesar 2,42 %. Selain sektor pertanian dan sektor jasa-jasa, rata-rata laju pertumbuhan semua sektor berada diatas rata-rata pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bima. Dengan demikian dapat diketahui bahwa pendorong utama peningkatan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bima selama lima tahun terakhir adalah sektor pertanian dan sektor perdagangan.
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 34
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Grafik 2.2 Laju Pertumbuhan PDRB Per Sektor Tahun 2005-2009
Laju Pertumbuhan PDRB Sektor (%)
9,00 8,00
7,82
6,83
7,00
5,896,95
6,53 5,94
6,00
5,61
4,264,80
5,00 4,00
3,07 3,06
3,00
2,20
2,00
2,11
1,56 0,29
1,00 0,00
2005 Primer
Sekunder
2006
2007
2008
2009
Tersier
Tahun
Sumber : Data BPS,2009
Memperhatikan laju pertumbuhan masing-masing sektor, pada tahun 2007-2009 sektor sekunder mengalami pertumbuhan tertinggi, diikuti sektor tersier dan sektor primer. Selama periode 2005-2009 sektor yang mengalami pertumbuhan yang relatif berfluktuasi agak tinggi dibandingkan sektor lainnya adalah sektor sekunder. Bila
dibandingkan
ketiga
sektor
tersebut
dari
aspek
pertumbuhan, maka yang paling stabil adalah sektor tersier
stabilitas
diikuti sektor
primer dan sektor sekunder. Hanya sektor tersier yang relatif stabil di mana deviasi pertumbuhan hanya mencapai 1,5.%. Stabilnya pertumbuhan tersier dipengaruhi oleh kinerja perkembangan sektor perdagangan yang semakin baik di Kabupaten Bima. Sementara sektor sekunder dipengaruhi oleh relatif terjaganya ketersediaan input produksi dan permintaan yang terus meningkat terutama hasil industri pengolahan, listrik, gas dan air serta semakin banyak investasi masyarakat maupun pemerintah dalam bangunan. Di sektor primer pertumbuhannya masih sangat dipengaruhi oleh kondisi alam, musim dan harga input produksi (pupuk, obat dan lainnya) yang dari waktu ke waktu terus mengalami perubahan. Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 35
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Pendapatan Per Kapita (Jutaan Rp)
Diagram 2.3 Pendapatan Perkapita Tahun 2005-2009 7,00
6,48 5,73
6,00 4,82
5,00 3,95
4,36
4,00 3,00 2,00 1,00 2005
2006
2007
2008
2009
Tahun
Sumber : Data BPS, 2009
Pembangunan ekonomi yang digalakkan pemerintah telah menghasilkan Pendapatan per-kapita Kabupaten Bima terus mengalami perkembangan dimana pada tahun 2005 mencapai Rp. 3,95 juta menjadi Rp 6,48 juta pada tahun 2009 atau mengalami pertumbuhan rata-rata 4,25% per tahun. Jadi pada tahun 2009 pendapatan rata-rata masyarakat Kabupaten Bima per bulan adalah sebesar Rp. 539.645 atau
Rp.17.988 per-hari. Bila dikonversi
pendapatan masing- masing Kepala Keluarga di Kabupaten Bima selama sebulan adalah sebesar Rp.2.158.581. Namun bila dilihat paritas daya belinya sesungguhnya pendapatan per kapita per bulan mencapai sekitar Rp.630.193. Berdasarkan hasil analisa posisi perekonomian di Nusa Tenggara Barat menunjukkan bahwa Kabupaten Bima pada tahun 2006 berada di kuadran I, yaitu daerah yang memiliki pendapatan per kapita di atas rata-rata provinsi, demikian pula dengan pertumbuhan PDRB-nya. Namun demikian, pada tahun 2009 terjadi pergeseran ke kuadran II, yaitu daerah yang tertekan. Meskipun pendapatan per-kapita masyarakat Bima masih cukup rendah dibandingkan daerah lain di Nusa Tenggara Barat, namun dilihat dari Paritas Daya Beli (purchasing power
parity) menunjukkan angka yang relatif lebih tinggi dari
angka pendapatan per kapita di atas. Paritas daya beli masyarakat terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dari tahun 2005 sampai 2009, paritas daya beli masyarakat Kabupaten Bima berturut-turut sebesar Rp. 598.000, Rp. 598.300, Rp. 605.200, Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Rp
Page 36
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
611.600, dan Rp. 630.193 ada tahun 2009 atau rata-rata mengalami peningkatan sebesar 1,33% setiap tahun. Meskipun daya beli masyarakat Kabupaten Bima yang diukur dengan Indeks Pendapatan terus mengalami peningkatan, tetap saja masih berada di bawah Indeks Pendapatan Provinsi NTB. Rendahnya Indeks Pendapatan masyarakat Kabupaten Bima
menjadi
suatu isyarat penting bagi kita semua untuk lebih fokus lagi pada pembangunan ekonomi berbasis peningkatan pendapatan (RKPD 2010). Grafik 2.3 Trend Perkembangan Laju PDRB ADHB dan Indeks Harga Implisit Kabupaten Bima 2005-2009 20,00 18,30 IHI Laju PDRB ADHB
%
15,00 10,00 8,13 7,99
10,45
10,50
6,61
6,34
8,60
5,00 0,00
13,54
7,64
2005
2006
2007
2008
2009
IHI
7,99
6,61
6,34
8,60
7,64
Laju PDRB ADHB
8,13
10,45
10,50
18,30
13,54
Tahun
Sumber : Data BPS,2009
Dari grafik di atas tampak bahwa selama 2005-2009 terjadi peningkatan pendapatan riil masyarakat, yang ditunjukkan dengan tingginya ADHB
laju PDRB
dibandingkan Indeks Harga Implisit. Peningkatan pendapatan riil
terbesar terjadi
pada tahun 2005 yang disebabkan oleh rendahnya laju
perubahan harga yaitu sebesar 3,4%. Sedangkan pendapatan riil terendah terjadi pada tahun 2005 dimana harga-harga umum mencapai 7,53%. Oleh karena itu, upaya pengendalian harga dengan meningkatkan produksi dan penataan sarana transportasi
sangat dibutuhkan untuk meningkatkan
pendapatan riil masyarakat di masa-masa mendatang.
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 37
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
PDRB per sektor Kabupaten Bima berdasarkan Bima Dalam Angka tahun 2010 dimana kondisi terakhir adalah keadaan tahun 2009 yang masih bersifat sangat sementara adalah sebagai berikut : Tabel 2.18 PDRB per sektor Kabupaten Bima Tahun 2010 No
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sektor
Harga Berlaku (Rp)
Harga Konstan (Rp)
1.364.407,616
771.576,534
73.399,048 60.836,192 5.964,122 162.697,047 470.416,508 198.108,231
42.323,978 39.220,337 2.832,007 92.017,255 234.685,528 107.070,611
68.756,189
39.816,546
316.567,418 2.721.152,372
158.580,369 1.488.123,164
Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan Pertambangan dan penggalian Industri Pengolahan Lisrik, Gas dan air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan Jasa – jasa Total PDRB
Ket.
Sumber : Bima Dalam Angka Tahun 2010
Tabel 2.19 Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bima Tahun 2004-2009 NO
LAPANGAN USAHA/ Industrial Origin
2004
2005
2006
2007
2008
2009
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
1.
PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN DAN PERIKANAN/Agriculture
4,75
0,14
4,38
2,98
7,15
5,90
a. Tanaman Bahan Makanan/Farm Food
5,05
(1,15)
4,88
3,41
9,45
b. Tanaman Perkebunan Rakyat/ Farm
3,22
3,59
2,94
1,51
2,69
c. Peternakan dan Hasil – hasilnya/Livestock
5,33
4,10
4,86
1,69
5,23
(20,12 )
0,12
9,44
7,16
(0,89)
e. Perikanan/Fishery
5,01
1,69
2,25
2,28
1,02
PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN/
5,00
2,94
2,15
4,57
0,44
a. Minyak dan Gas Bumi/Crude Petrolium &
-
-
-
-
-
b. Pertambangan Tanpa Gas/ Others
-
-
-
-
-
Crops.
Nonfood Crops & Product.
d. Kehutanan/Foresty
2.
Minning & Quarrying Natural Gas.
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
7,42 (0,55) 4,12 (5,04) 2,49 6,54 -
Page 38
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
NO
LAPANGAN USAHA/ Industrial Origin
2004
2005
2006
2007
2008
2009
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
c. Penggalian/Quarrying
5,00
2,94
2,15
4,57
0,44
6,54
5,11
1,22
2,19
3,70
4,20
2,94
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
5,11
1,22
2,19
3,70
4,20
2,94
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
6,32
4,13
7,49
3,50
3,81
2,32
a. Listrik/Electric
10,01
4,13
11,69
3,33
4,09
3,28
b. Gas Kota/Gas
-
-
-
-
-
-
(2,03)
4,12
(3,19)
3,99
3,00
(0,49)
3.
INDUSTRI PENGOLAHAN/Manufacturing
Industries
a. Industri Dengan Migas/Oil & Gas
Manufacturing
1. Pengilangan Minyak Bumi/Petrolium
Refinery
2. Gas Alam Cair/ Liquid Natural Gas b. Industri Tanpa Migas/Non Oil & Gas
Manufacturing
1. Makanan & Minuman dan Tembakau/
Food, Drink and Tobacco
2. Tekstil, Brg Kulit dan Alas Kaki/ Textile and Leather Goods 3. Brg Kayu dan Hasil Hutan Lainnya/Woods and Other Forest Prod. 4. Kertas dan Barang Cetakan/Paper & platform goods 5. Pupuk,Kimia & Barang dari Karet/Fertilze,Chemical & Rubber 6. Semen & Barang Lain Bukan Logam/Cement & NonMetal Goods 7. Logam Dasar Besi & Baja/Basic Iron Metal & Steel 8. Alat Angkutan, Mesin Dan Peralatan/Transportation,Mechine &
Tools
9. Barang Lainnya/Other Goods 4.
LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH/Electric,
Gas & Water Supply
c. Air Bersih/Water Supply
5.
BANGUNAN/Construction
6,05
1,64
2,04
7,06
1,13
10,23
6.
PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN/Trade, Hotel And Restaurant
5,79
3,23
5,46
7,36
5,16
9,05
5,88
3,24
5,52
7,42
5,19
9,16
b. Hotel/Hotels
1,92
1,78
2,46
4,57
4,41
6,38
c. Restoran/Restaurant
2,22
2,84
3,06
4,77
4,13
4,06
a. Perdagangan Besar dan Eceran /Wholesale
and Retail Trade
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 39
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
NO
LAPANGAN USAHA/ Industrial Origin
2004
2005
2006
2007
2008
2009
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
7,17
5,00
5,37
7,33
6,64
5,39
7,02
4,91
5,74
7,18
6,48
5,34
-
-
-
-
-
-
2. Angkutan Jalan Raya/Road Transport
5,26
5,38
6,01
6,34
6,12
5,87
3. Angkutan Laut/Sea Transport
5,90
4,86
2,23
5,23
1,55
1,82
4. Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan/Inland water trans.
7,28
4,66
3,44
1,44
3,14
2,45
5. Angkutan Udara/Air Transport
34,21
0,80
8,51
24,92
16,98
4,76
2,59
3,16
5,86
4,01
4,13
7,12
8,09
5,55
3,11
8,23
7,65
5,69
8,09
5,55
3,11
8,23
7,65
5,69
-
-
-
-
-
-
4,38
2,56
3,71
4,10
3,96
8,94
18,07
3,73
4,58
6,41
10,18
5,94
3,54
4,04
5,38
8,77
5,40
7,38
-
-
-
-
-
-
d. Sewa Bangunan/ Ownership of Dwelling
3,87
2,29
3,44
3,32
3,40
9,41
e. Jasa Perusahaan/ Establishment Services
3,82
2,68
3,11
3,34
3,40
6,45
2,67
1,73
3,79
5,46
6,32
4,22
2,49
1,43
3,62
5,43
6,38
4,06
2,49
1,43
3,62
5,43
6,38
4,06
-
-
-
-
-
-
4,78
5,27
5,65
5,85
5,62
5,99
4,82
5,19
5,67
6,26
6,78
5,31
7.
PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI/Transport And
Communication
a. Pengangkutan/Transport 1. Angkutan Rel Kereta Api/Railway
Transport
6. Jasa Penunjang Angkutan/Supporting
Transport Activities
b. Komunikasi/Communication 1. Pos dan Telekomunikasi/Post and
Communication
2. Jasa Penunjang Komunikasi /
Communication Services
8.
KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERUS./Finance, Rent of Building &
Business Serv. a. Bank/Banking
b. Lembaga Keuangan Bukan Bank/Non
Banking Financial Inter.
c. Jasa Penunjang Keuangan/ Banking Service
9.
JASA-JASA/Services a. Pemerintahan Umum/ Government 1. Adm. Pemerintahan & Pertahanan/Government & Defence 2. Jasa Pemerintahan Lainnya/ Other
Government Serv.
b. Swasta/ Private Services 1. Sosial Kemasyarakatan/ Social
Community Serv.
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 40
2011
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
NO
LAPANGAN USAHA/ Industrial Origin
2004
2005
2006
2007
2008
2009
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
2,34
2,74
3,88
3,81
3,24
4,18
5,16
5,86
5,94
5,57
4,23
7,37
4,92
1,37
4,26
4,56
5,96
6,43
(1)
2. Hiburan dan Rekreasi/ Entertainment
and Recreation Serv.
3. Perorangan dan Rumahtangga/ Personal
& Household Serv. PDRB/ Gross Regional Domestic Product.
Sumber : Bima Dalam Angka Tahun 2010
Selama kurun 2005-2009, Kabupaten Bima
mengalami pertumbuhan
ekonomi yang positif sebagaimana dapat dilihat pada grafik. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bima pada tahun 2009 sebesar 6,43%, mengalami peningkatan
dari
pertumbuhan
ekonomi
tahun
2008
sebesar
5,96%.
Peningkatan pertumbuhan tersebut didorong oleh meningkatnya pertumbuhan sektor pertanian (5,90%), sektor perdagangan (9,05%) dan sektor keuangan (8,94%) dan bangunan (10,23%). Sektor perdagangan, hotel dan restoran terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun yang menunjukan adanya hubungan dengan meningkatnya pertumbuhan sektor pertanian. Grafik 2.4 Tingkat pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bima Tahun 2005 – 2010 6,43
Pertumbuhan Ekonomi (%)
7,00
5,95
5,60
6,00 5,00
4,26
4,56
4,00 3,00 1,37
2,00 1,00 -
2005
2006
2007
2008
2009
2010**
Tahun
Sumber: BPS, 2010
Laju
perekonomian
Kabupaten
Bima
selama
periode
2005-2009
mengalami peningkatan secara terus menerus dari 1,37% tahun 2005 menjadi 6,43% tahun 2009, sementara laju perekonomian tahun 2010 angkanya masih
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 41
2011
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
bersifat sangat sementara yaitu sebesar 5,60%, Bahkan laju pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2009 yang mencapai 6,43%. Tinggi rendahnya laju pertumbuhan tersebut lebih disebabkan adanya fluktuasi laju pertumbuhan beberapa sektor ekonomi, yang dipengaruhi oleh dinamika pembangunan sebagai dampak positif efektifnya beberapa program ekonomi produktif dan program percepatan pembangunan infrastruktur dalam APBD 2010. Selain sektor pertanian dan sektor industri pengolahan, laju pertumbuhan masing-masing sektor berada di atas laju pertumbuhan PDRB. Apabila dibandingkan dengan perkembangan pertumbuhan ekonomi di tingkat yang lebih tinggi yaitu Provinsi NTB, sebagaimana terlihat pada grafik, bahwa pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bima melampaui pertumbuhan ekonomi NTB terjadi pada tahun 2009, di mana Kabupaten Bima sebesar 6,43 % dan NTB sebesar 5,26 %.Tingginya pertumbuhan Kabupaten Bima tersebut disebabkan meningkatnya pertumbuhan riil masing-masing sektor akibat terkendalinya inflasi PDRB. Oleh karena itu, pengendalian harga merupakan salah satu strategi yang harus ditempuh untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Perbandingan antara pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bima dengan Propinsi NTB dapat dilihat pada Grafik berikut Grafik 2.5 Perbandingan antara pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bima dengan NTB Tahun 2005-2009
Pertumbuhan Ekonomi (%)
7,00 6,3
6,00
5,7
5,5
5,00 4,56
4,26
4,00
5,95
6,1
6,43 5,26
4,89
4,3
3,00 2,17
2,00 1,00
2,37
1,37
1,37
2005 Kabupaten Bima
2006 Provinsi NTB
2007
2008
2009
Indonesia
Tahun
Sumber : BPS, 2009
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 42
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Berdasarkan tampilan grafik di atas, secara umum dapat digambarkan bahwa perbedaan tertinggi pertumbuhan ekonomi antara NTB dan Kabupaten Bima terjadi pada tahun 2008, di mana NTB mencapai 1,37 % dan Kabupaten Bima sebesar 5,95%. Sedangkan selisih pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 2007, di mana NTB sebesar
4,89 %
dan Kabupaten Bima sebesar
4,56%. Apabila kita menggunakan rata-rata, maka pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bima selama 2005-2009 adalah sebesar 4,51%. Sementara ratarata pertumbuhan ekonomi NTB mencapai
3,21%, yang berarti bahwa
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bima masih berada di atas rata-rata provinsi. Secara nasional tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada kisaran 5- 6%, terkecuali tahun 2009 yang terendah yaitu sebesar 4,3%. Bahkan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bima pada tahun 2009 lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional. Laju Pertumbuhan PDRB dan PDRB Per Kapita Kabupaten Bima atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan Tahun 2009, 2008 dan Tahun 2007 dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 2.20 Laju Pertumbuhan PDRB dan PDRB Per Kapita Berdasarkan Harga Berlaku dan Harga Konstan Tahun 2007-2009 PDRB Perkapita (Rp) Tahun
Pertumbuhan (%)
Harga
Harga
Harga
Harga
berlaku
konstan
berlaku
konstan
2009
6.475.742,604
3.541.404,984
14,56
6,43
2008
5.703.602,153
3.357.373,534
15,08
5,96
2007
5.003.786,485
3.198.693,130
11,19
4,56
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bima, 2010.
2.8. Ketenagakerjaan Angkatan kerja adalah angkatan kerja yang berstatus bekerja atau sementara tidak bekerja, sedangkan pencari kerja adalah angkatan kerja yang Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 43
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
sedang mencari kerja. Jumlah angkatan kerja yang terdaftar di Kabupaten Bima selama periode 2006-2010 sebanyak 202.441 orang. Bekerja 192.926orang. Pencari kerja/penganggur terbuka 9.515 orang dengan komposisi sebagai berikut : Tabel 2.21 Jumlah angkatan kerja di Kabupaten Bima Tahun 2010 No
Klasifikasi
Jumlah (Tahun 2010)
% terhadap jumlah penduduk 2010
192.926
43,7
1
Jumlah pekerja
2
Jumlah pencari kerja
9.515
2.17
3
Jumlah angkatan kerja
202.44
45,24
Sumber : Nakertrans Kabupaten Bima tahun 2010 Perkembangan jumlah pekerja yang sudah ditempatkan dapat dilihat pada dan penyerapan tenaga peserta terlatih yang telah mendapatkan pekerjaan masing-masing dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.22 Jumlah Pekerja Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2010 No
Uraian
Laki-laki
Perempuan
Tahun 2010
Tahun 2010
Ket.
Pencari kerja 1
Tamat SD/Sederajat
313
572
2
Tamat SMTP/Sederajat
209
475
3
Tamat SMTA/Sederajat
483
592
4
Tamat DI
47
79
5
Tamat DII
152
296
6
Tamat Sarmud/Sederajat
579
1021
7
Tamat Sarjana /Sederajat
1.759
2880
8
Tamat Pasca Sarjana
25
33
3.567
5.949
Jumlah....
9.515
Telah ditempatkan
1
Tamat SD/Sederajat
257
314
2
Tamat SMTP/Sederajat
24
282
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 44
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
No
Uraian
Laki-laki
Perempuan
Tahun 2010
Tahun 2010
2011
Ket.
Pencari kerja 3
Tamat SMTA/Sederajat
34
395
4
Tamat Sarmud/Sederajat
2
32
5
Tamat Sarjana /Sederajat
21
104
6
Tamat Pasca Sarjana
53
3
Jumlah
393
1133
1526
Sumber : Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, 2010
Tabel 2.23 Penyerapan tenaga kerja terlatih Tahun 2010 No
Bidang lapangan kerja
Jumlah (Tahun 2010)
1
Jumlah yang dilatih
51 Orang
2
Dipekerjaan di perusahaan
23 Orang
3
Mendirikan usaha secara mandiri
28 Orang
Jumlah
51 Orang
Ket APBDKab
Sumber : Disnakertrans Kabupaten Bima, 2010
Dengan tersebarnya infomasi pasar kerja dan bursa kerja dapat menyerap tenaga kerja baik dari dalam maupun dari luar negeri sebagaimana yang terlihat pada tabel berikut : Tabel 2.24 Penyerapan tenaga kerja di luar negeri Tahun 2010 No
Uraian
Laki-laki (tahun 2010)
Wanita (tahun 2010)
287 orang
-
1
Malaysia
2
Arab Saudi
3
Brunai Darusalam
8 orang
4.
Singapura
6 orang
5.
Hongkong
13 orang
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
949 orang
Page 45
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
No
Uraian
6.
Taiwan
6
Jumlah
Laki-laki (tahun 2010)
2011
Wanita (tahun 2010) 2 orang
287 orang
1.078 orang
Sumber : Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, 2010
Indikator keberhasilan pembangunan daerah pada sektor tenaga kerja lainnya adalah keberhasilan melakukan penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), sebagaimana yang terlihat pada tabel berikut : Tabel 2.25 Penyelesaian PHI dan PHK Tahun 2010 No
URAIAN
A
Jumlah Tahun 2010
Ket
Perselisihan Hubungan Industrial 1
PHI sebanyak (kasus)
5 Kasus
2
Dengan jumlah TK (orang)
10 orang
3
Diselesaikan tkt perantara (kasus)
5 orang
4
Dengan jumlah TK (orang)
5 orang
5
Diteruskan ke P4D (orang)
Tidak ada
6
Dengan jumlah TK (orang)
Tidak ada
B
Pemutusan Hubungan Kerja 1
PHK sebanyak (kasus)
5 orang
2
Dengan jumlah TK (orang)
5 orang
3
Diselesaikan tkt perantara (kasus)
5 orang
4
Dengan jumlah TK (orang)
5 orang
5
Diteruskan ke P4D (kasus)
Tidak ada
6
Dengan jumlah TK
Tidak ada
7
Diteruskan ke P4P (kasus)
Tidak ada
8
Dengan jumlah TK
Tidak ada
9
Kasus yang terselesaikan (kasus)
5 orang
10
Dengan jumlah TK (orang)
5 orang
11
Masih dalam proses (kasus)
5 orang
12
Dengan jumlah TK (orang)
5 orang
13
Uang pesangon dan ganti rugi (juta)
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Tidak ada.
Page 46
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Sumber : Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi,2010
Dalam rangka mewujudkan perlindungan terhadap tenaga kerja sebagai akibat dari resiko sosial antara lain kecelakaan kerja, meninggal dunia, sakit dan hari tua pekerja maka dalam hal ini telah lakukan upaya pengawasan terhadap tenaga kerja yang bersangkutan sebagaimana tertuang pada tabel 2.27 berikut ini : Tabel 2.26 Pengawasan Ketenagakerjaan Tahun 2010 No 1.
Uraian
2. 3.
Pemeriksaan perusahaan yang ditertibkan (persh) Pelanggaran peraturan (persh) Penyuluhan Ketenagakerjaan
4.
Jamsostek Perusahaan
5. 6.
Jamsostek Peserta Kecelakaan Kerja (orang)
Jumlah Tahun 2010
Ket
10 perusahaan 8 perusahaan 2 (dua) jenis penyuluhan Jamsostek Tenaga Kerja Wainta dan Anak. 8 (DELAPAN) Perusahaan SPBU Sape Bank Bias Bank Pesisir Akbar BPR LKP Bima Budiadaya Mutiara Hutan Tanaman Industri (HTI) Sanggar Perusahaan Tahu BUMN ( BNI, BPD, BRI. MANDIRI) 350 orang 1 orang jenis kecelakaan kerja
Sumber : Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bima
2.9. Visi Dan Misi Kabupaten Bima 2.9.1. Visi Kabupaten Bima Visi Kabupaten Bima tahun 2011 – 2015 ini yaitu
“Terwujudnya masyarakat dan daerah Kabupaten Bima yang maju, mandiri, dan bermartabat berdasarkan nilai Maja Labo Dahu yang religius“. Secara spesifik, penjabaran dari visi ini dirumuskan sebagai berikut: Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 47
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
1. Masyarakat dan daerah Kabupaten Bima adalah seluruh lapisan masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Bima yang berada di wilayah Kabupaten Bima; 2. Kabupaten Bima yang maju ditandai dengan adanya kemajuan dalam berbagai aspek kehidupan lahir dan batin. Aspek lahiriah, peningkatan pendapatan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasar. Aspek batiniah ditandai dengan meningkatnya penerapan nilai-nilai Islam dalam kehidupan pembangunan daerah, semakin mantapnya keimanan dan ketaqwaan masyarakat, serta meningkatnya ketahahanan sosial budaya. Kedua kondisi tersebut diukur berdasarkan peningkatan dalam Pendapatan per Kapita; Angka Kemiskinan; Indeks Pemenuhan Kebutuhan Dasar dan Crime Index. Reaksi-reaksi sosial kemasyakatan perlu ditanggapi dan dijadikan sebagai salah satu perwujudan rasa keadilan masyarakat. Pengukurannya dapat digunakan indikator seperti: tingkat layanan penyediaan sarana, prasarana dan fasilitas publik, tingkat layanan penyediaan modal usaha produktif bagi masyarakat; 3. Kabupaten Bima yang mandiri ditandai dengan peningkatan kapasitas penalaran dan fisik manusia yang diukur berdasarkan perubahan Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index), yang mencakup: Tingkat Pendidikan Penduduk; Tingkat Partisipasi Sekolah; Daya Serap Lembaga Pendidikan Formal; Usia Harapan Hidup Penduduk; Lama Hari Sakit Penduduk; Status Gizi Balita; Tingkat Kematian Bayi dan Ibu Hamil dan Rasio Sarana Kesehatan per Penduduk. Berkaitan dengan derajat otonomi fiskal, yaitu
kemampuan
pemerintah
daerah
untuk
membiayai
kebutuhan
otonominya berdasarkan penerimaan yang berasal dari sumber-sumber keuangan asli daerah, derajat otonomi fiskal diukur berdasarkan perubahan Indeks Kemampuan Rutin yaitu proporsi dan kontribusi penerimaan yang berasal dari sumber-sumber keuangan asli daerah terhadap penerimaan yang berasal dari pemerintah Propinsi dan Pusat;
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 48
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
4. Kabupaten Bima yang bermartabat ditandai dengan masyarakat yang maju, mandiri, sejahtera, dan berkepribadian luhur dalam segala aspek kehidupan;
5. Nilai Maja Labo Dahu merupakan falsafah hidup masyarakat Bima dalam menerapkan norma-norma kemasyarakatan dan keagamaan dalam setiap tingkah laku dan perbuatan manusia, yaitu malu jika berbuat kesalahan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agama dan norma yang ada dan takut kepada Allah sehingga selalu berusaha keras agar mampu menjadi manusia terbaik dalam hidup. Disamping itu, konsepsi Maja Labo Dahumengandung 4 nilai luhur yaitu: Toho ra ndai sura dou labo dana, Toho ra ndai sura dou
marimpa, Renta ba rera kapoda ba ade karawi ba weki, Nggahi rawi pahu; 6. Nilai Religius dimaknai sebagai adanya kemajuan dan peningkatan dalam kehidupan beragama, dimana Islam yang merupakan agama mayoritas di wilayah ini dijadikan landasan norma kemasyarakatan untuk diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat dengan tetap memperhatikan dan menjaga kerukunan hidup dengan umat beragama lain. Peningkatan aspek batiniah dilaksanakan
dengan
penerapan
nilai-nilai
Islam
dalam
kehidupan
pembangunan daerah dan semakin mantapnya keimanan dan ketaqwaan masyarakat. Hal ini dapat diukur dengan berkurangnya tingkat kriminalitas pada masyarakat dalam berbagai bentuk, terciptanya keamanan dan ketertiban, serta terciptanya situasi kondusif untuk penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat;
2.9.2. Misi Kabupaten Bima Misi Pembangunan sebagai penjabaran dari upaya yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan visi pembangunan Kabupaten Bima dirumuskan sebagai berikut: 1. Meningkatkan pendapatan masyarakat melalui peningkatan produksi, nilai tambah,
kesempatan
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
kerja,
dan
sarana
prasarana
penunjang Page 49
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
perekonomian. Meningkatkan ketahanan pangan masyarakat
2011
melalui
revitalisasi pertanian, perikanan, dan kehutanan. 2. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan kependudukan melalui peningkatan kualitas pelayanan dasar. 3. Meningkatkan kesadaran, pemahaman, pengamalan agama dan nilai-nilai sosial budaya bagi seluruh masyarakat. 4. Mengoptimalkan potensi sumber daya yang ada dalam mendukung percepatan pembangunan dengan tetap memperhatikan tata ruang wilayah dan daya dukung lingkungan. 5. Menerapkan prinsip-prinsip Good Governance melalui pemberian Reward dan Punishment pada aparatur serta Pengelolaan Keuangan Daerah yang efisien, efektif, transparan dan akuntabel. 6. Memantapkan dan meningkatkan ketentraman, keamanan dan ketertiban masyarakat serta menjamin tegaknya supremasi hukum. 7. Memacu percepatan pembangunan kawasan strategis dan cepat tumbuh;
2.10. Institusi dan Organisasi Pemda Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan, bahwa dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, kepala daerah dibantu oleh perangkat daerah. Secara umum perangkat daerah terdiri dari unsur staf yang membantu penyusunan kebijakan dan koordinasi diwadahi dalam lembaga sekretariat daerah, unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik adalah lembaga tehnis daerah, serta unsur pelaksana urusan daerah oleh dinas daerah. Menindaklanjuti Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, Pemerintah Kabupaten Bima telah menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Susunan, Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Bima, serta telah dijabarkan dalam Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 50
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Peraturan Bupati Bima Nomor 3 dan Nomor 4 Tahun 2008 tentang Rincian Tugas, Fungsi, dan Tata Kerja Dinas Daerah dan Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Bima. Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati ini pada prinsipnya dimaksudkan memberikan arah dan pedoman yang jelas kepada daerah dalam menata organisasi secara efisien, efektif dan rasional sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah masing-masing, serta adanya koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplikasi serta komunikasi kelembagaan antara pusat dan daerah. Besaran
organisasi
perangkat
daerah
sekurang-kurangnya
mempertimbangkan faktor keuangan, kebutuhan daerah, cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan banyaknya tugas, luas wilayah kerja dan kondisi geografis, jumlah dan kepadatan penduduk, potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani, sarana dan prasarana penunjang tugas. Oleh karena itu kebutuhan akan organisasi perangkat daerah bagi masing-masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam. Tabel 2.27 Struktur Organisasi Pemerintah Tahun 2006 - 2009 JUMLAH (unit)/ TAHUN NO. A.
UNIT KERJA
2006
2007
2008
2009
SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH 1
Sekretariat Daerah
1
1
1
1
2
Sekretariat DPRD
1
1
1
1
3
Badan
9
9
4
Dinas
18
18
4
Kantor
3
3
4
Dinas Daerah
17
17
5
Lembaga Teknis Daerah
12
12
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 51
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
JUMLAH
32
32
31
31
B.
KECAMATAN
18
18
18
18
C.
KCD / UPT DINAS
7
7
13
13
D.
ESELONERING 1
Eselon II a
1
1
1
1
2
Eselon II b
32
32
34
34
3
Eselon III a
172
172
64
64
4
Eselon III b
0
0
108
108
5
Eselon IV a
756
756
636
636
6
Eselon IV b
5
5
325
325
7
Eselon V a
65
65
65
65
8
Eselon V b
0
0
0
0
1031
1031
1143
1143
JUMLAH
Sumber Data : Bagian Organisasi Setda, 2009
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 52
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
BAGAN SUSUNAN ORGANISASI SEKRETARIAT DAERAH BUPATI WAKIL BUPATI SEKRETARIS DAERAH Kelompok Jabatan Fungsional
ASISTEN PEREKONOMIN DAN PEMBANGUNAN
ASISTEN PEMERINTAHAN DAN KESRA
BAGIAN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN
BAGIAN ADMINISTRASI KESEJAHTERAAN RAKYAT
BAGIAN HUKUM
SUB BAGIAN PEMERINTAHAN UMUM
SUB BAGIAN AGAMA DAN KEBUDAYAAN
SUB BAGIAN OTONOMI DAERAH
SUB BAGIAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
SUB BAGIAN DOKUMENTASI, PENYULUHAN HUKUM & HAM
SUB BAGIAN PERTANAHAN
SUB BAGIAN PENDIDIKAN, PEMUDA DAN OLAHRAGA
SUB BAGIAN KONSULTASI & BANTUAN HUKUM
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
SUB BAGIAN PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN
ASISTEN ADMINISTRASI UMUM
BAGIAN ADMINITRASI PEREKONOMIAN
BAGIAN ADMINISTRASI PEMBANGUNAN
BAGIAN HUMAS & PROTOKOL
BAGIAN KEUANGAN
BAGIAN ORGANISASI & PENDAYAGUNAAN APARATUR
SUB BAGIAN SARANA DAERAH
SUB BAGIAN PENYUSUNAN PROGRAM
SUB BAGIAN PROTOKOL & PERJALANAN
SUB BAGIAN ANGGARAN
SUB BAGIAN KELEMBAGAAN
SUB BAGIAN PRODUKSI DAERAH
SUB BAGIAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN
SUB BAGIAN PENERANGAN, PUBLIKASI & DOKUMENTASI
SUB BAGIAN PERBENDAHARAAN & GAJI
SUB BAGIAN KETATALAK-
SUB BAGIAN POTENSI DAERAH
SUB BAGIAN EVALUASI DAN PELAPORAN
SUB BAGIAN INFORMASI PEMBERITAAN
Page 53
BAGIAN UMUM & PERLENGKAPAN
SUB BAGIAN TATA USAHA& ARSIP
SUB BAGIAN RUMAH TANGGA
SANAAN
SUB BAGIAN PEMBUKUAN & VERIFIKASI
SUB BAGIAN KEPEGAWAIAN DAN ANALISA JABATAN
SUB BAGIAN PENGADAAN, PENDISTRIBUSIAN & PEMELIHARAAN
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
2.11. Tata Ruang Wilayah Penataan ruang, seperti yang tercantum dalam Undang-undang nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang (UUPR) mencakup tiga proses yang saling berhubungan, yaitu perencanaan ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Di dalam undang-undang tersebut secara eksplisit digariskan pelaksanaan pembangunan harus senantiasa sesuai dan tidak bertentangan dengan rencana tata ruang yang ada. Dengan demkian penataan ruang menjadi tolok ukur dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah dan sebagai pengikat untuk memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beberapa permasalahan penataan ruang Kabupaten Bima adalah : -
Masih terjadinya konflik kepentingan antar sektor seperti: pertambangan, lingkungan hidup, kehutanan, prasarana wilayah, dan sebagainya;
-
Belum berfungsinya secara optimal penataan ruang dalam rangka menyelaraskan dan mensinkronkan berbagai rencana program sektor. Berbagai fenomena bencana seperti banjir dan kekeringan yang terjadi secara merata di berbagai wilayah Kabupaten Bima merupakan indikasi yang kuat terjadinya ketidakselarasan dalam pemanfaatan ruang, antara manusia dengan alam maupun antara kepentingan ekonomi dengan upaya pelestarian lingkungan.
-
Tata ruang belum sepenuhnya dijadikan acuan bagi pembangunan daerah dan pengembangan wilayah.
-
Masih lemahnya kepastian hukum dan koordinasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang. Hal ini terjadi karena belum efektifnya upaya-upaya pengendalian
pemanfaatan
ruang
wilayah,
sehingga
penyimpangan
pemanfaatan ruang dari ketentuan norma yang seharusnya ditegakkan masih terus berlangsung, kenyataan menunjukkan bahwa proses alih fungsi peruntukan lahan dari lahan pertanian maupun kehutanan menjadi permukiman maupun bentuk lainnya tanpa memperhatikan peruntukan lahan sesuai tata ruang masih terus berlangsung.
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 54
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
- Masih lemahnya pemahaman masyarakat tentang berbagai regulasi dalam hal pemanfaatan ruang. Dengan memperhatikan uraian tersebut maka untuk mengatasi berbagai permasalahan aktual dalam pembangunan, maka prinsip-prinsip penataan ruang tidak dapat di abaikan lagi. Untuk itu maka upaya pengendalian pembangunan dan berbagai dampaknya perlu diselenggarakan secara terpadu dan lintas sektor melalui instrumen penataan ruang. Oleh karena itu strategi pembangunan jangka menengah daerah dalam bidang penataan ruang harus mampu menjadikan dokumen perencanaan tata ruang sebagai salah satu acuan bagi bagi pengendalian dan pemanfaatan ruang wilayah. Berbagai langkah dan strategi kongkrit yang harus dilakukan adalah sebagai berikut : -
Untuk meminimalisir terjadinya konflik kepentingan antara berbagai sektor yang memanfaatkan ruang, maka regulasi tentang prosedur pemanfatan ruang harus tegas dan jelas sehingga setiap pemanfaatan ruang wilayah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam dokumen rencana tata ruang.
-
Dalam rangka optimalisasi fungsi rencana tata ruang maka berbagai dokumen perencanaan sektor harus selaras, sinkron dan terpadu dengan dokumen
rencana
tata
ruang,
sehingga
tidak
ada
pelaksanaan
pemanfaatan ruang yang bertentangan dengan rencana tata ruang. -
Agar dokumen tata ruang sepenuhnya dijadikan acuan bagi pembangunan daerah dan pengembangan wilayah, maka mulai dari tahapan perencanaan tata ruang sampai pada proses pengendalian pemanfaatan ruang harus dilaksanakan secara transparan dan partisipatif dengan melibatkan seluruh stakeholder yang ada, sehingga dokumen tata ruang yang dihasilkan di fahami dan dilaksanakan dengan baik.
-
Lemahnya kepastian hukum dan koordinasi dalam pemanfaatan ruang harus di atasi dengan penerapan sanksi yang tegas bagi yang melanggar dan pemberian insentif bagi yang taat terhadap ketentuan yang ada. Disamping itu frekuensi koordinasi antara pihak-pihak yang terkait dalam
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 55
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
penataan ruang perlu lebih diintensifkan sehingga berbagai kendala dan permasalahan penataan ruang yang ada dapat segera di pecahkan secara bersama-sama. -
Sosialisasi
dan
advokasi
tentang
rencana
tata
ruang
perlu
lebih
diintensifkan kepada masyarakat mengingat sebagian besar pelanggaran terhadap tata ruang di Kabupaten Bima disebabkan oleh lemahnya pemahaman masyarakat terhadap ketentuan yang ada dalam rencana tata ruang. Dengan adanya pemekaran wilayah Kabupaten Bima dengan Kota Bima sesuai
Undang-Undang
Pemerintah
Kota
Bima
Nomor
13
membawa
tahun
2002
konsekuensi
tentang
Pembentukan
terhadap
Pemerintahan
Kabupaten Bima untuk menyesuaikan Rencana Tata Ruang Wilayahnya termasuk didalamnya untuk melakukan Pemindahan Ibu Kota Kabupaten.Di samping itu, dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 tentang Tata Ruang Wilayah Nasional, maka setiap daerah di seluruh wilayah Republik Indonesia diharuskan untuk menyesuaikan Rencana Tata Ruang Wilayahnya (RTRW) sesuai dengan ketentuan dalam peraturan tersebut termasuk daerah Kabupaten Bima. Pemindahan Ibu Kota Kabupaten Bima menjadi sangat strategis untuk segera dilakukan dalam kerangka untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Disamping itu pemindahan ibu kota Kabupaten Bima akan berdampak positif bagi berkembangnya perekonomian Kabupaten Bima dengan berkembangnya pusat pertumbuhan baru karena akan terjadi pengalihan arus barang dan jasa yang selama ini mengalir ke kota bima akan beralih ke wilayah Kabupaten Bima. Dengan terjadinya perputaran arus barang dan jasa di wilayah Kabupaten Bima, secara langsung akan menyebabkan terjadinya peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang merupakan indikator terjadinya peningkatan status perekonomian Kabupaten Bima. Peningkatan status perekonomian ini akan memberikan pengaruh yang positif bagi peningkatan Pendapatan Asli Daerah, karena berbagai aktifitas ekonomi Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 56
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
yang berlangsung di wilayah Kabupaten Bima ini tentunya akan berimbas pada adanya transaksi barang dan jasa sehingga tentunya akan disertai dengan pembayaran pajak maupun retribusi kepada daerah. Begitu penting dan strategis Pemindahan lokasi ibu kota Kabupaten Bima ini sehingga merupakan program yang sangat prioritas untuk dilaksanakan pada periode pembangunan jangka menengah kedua dari pembangunan jangka panjang Kabupaten Bima. Dalam rangka melakukan pemindahan ibu kota ini berbagai langkah dan tahapan sesuai peraturan perundang-undanga terkait
sudah
dilalui
seperti
keluarnya
Peraturan
Pemerintah
tentang
pemindahan lokasi Ibukota Kabupaten Bima ke wilayah Woha, maupun proses yang sedang berlangsung yaitu penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bima yang menjadi dasar hukum bagi dimulainya proses pembangunan di lokasi Ibu Kota yang baru. Namun demikian, secara umum proses pemindahan ibukota ini masih dihadapkan pada beberapa kendala dan permasalahan di antaranya : -
Masih belum tuntasnya penyelesaian Rencana Tata Ruang, baik Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bima maupun Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Ibu Kota Kabupaten Bima yang terhadang oleh berbelitnya aturan dan prosedur yang ditetapkan melalui Permendagri Nomor 28 tahun 2008 tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Daerah;
-
Terhadangnya proses pembangunan sebagai akibat dari alotnya proses pembebasan lahan.
-
Terbatasnya sumber pendanaan untuk pembangunan infrastruktur di lokasi Ibukota yang baru.
Berbagai permasalahan tersebut akan di atasi dengan strategi sebagai berikut: -
Peningkatan frekuensi koordinasi baik dengan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat maupun dengan Pemerintah Pusat dalam hal ini Badan
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 57
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Provinsi NTB dan Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN). -
Proses pembebasan lahan terus dilakukan melalui pendekatan, sosialisasi dan dialog secara intensif dengan masyarakat pemilik lahan;
-
Dalam rangka mengatasi permasalahan terbatasnya sumber pendanaan berbagai upaya strategis akan dilakukan diantaranya disamping dengan mengarahkan prioritas pembangunan yang sumber dananya berasal dari dana APBD Kabupaten pada lokasi Ibu Kota Kabupaten Bima yang baru, langkah lain yang ditempuh adalah dengan melakukan pendekatan kepada Pemerintah Provinsi dan Pusat untuk mendapatkan sumber pendanaan dari APBD Provinsi maupun APBN.
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 58
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
BAB III PROFIL SANITASI KOTA 3.1. Kondisi Umum Sanitasi Kota Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) akhir-akhir ini ikut memberikan andil pada perubahan perilaku masyarakat akan pentingnya hidup sehat
baik di lingkungan rumah tangga maupun di lingkungan masyarakat
sekitarnya, terutama kemudahan dalam mengakses faktor-faktor penunjang kesehatan yang memadai. Perubahan perilaku dengan pola hidup sehat ini tidak hanya dirasakan oleh masyarakat perkotaan tetapi juga masyarakat perdesaan bahkan masyarakat di daerah-daerah terpencil. Hal ini ditunjang juga oleh ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan yang memadai yang tidak hanya dapat diakses oleh masyarakat perkotaan tetapi juga oleh masyarakat perdesaan dan terpencil. Namun demikian, kemudahan dalam mengakses fasilitas kesehatan bukanlah faktor utama dalam mewujudkan masyarakat yang sehat, akan tetapi faktor kesehatan dan kebersihan lingkungan dan sanitasi ikut memberikan pengaruh terbesar terhadap peningkatan
derajat
kesehatan
masyarakat,
karena
lingkungan
akan
mempengaruhi berbagai aktivitas kehidupan dan merupakan salah satu sumbur timbulnya bebagai macam penyakit. Semua itu tak lepas dari peran pemerintah, instansi terkait, masyarakat dan steakeholder, serta kita bersama khususnya di Kabupaten Bima, berbagai upaya pemerintah dalam mengatasi masalah kesehatan (sanitasi) seperti drainase, limbah dan sampah ini hendak nya masyarakat secara bersam-sama menyadari akan pentingnya kesehatan dan kebersihan di lingkungan. Berbagai upaya dan kegiatan pembangunan di bidang sanitasi telah dilaksanakan, kemauan dan kemampuan hidup sehat pada semua kalangan di masyarakat agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Perlu disadari
bahwa
derajat
kesehatan
masyarakat
yang
optimal
tersebut
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, fisik, sosial, ekonomi dan budaya hidup Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 59
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
masyarakat. Dikarenakan empat faktor tersebut selalu berfluktuatif maka derajat kesehatan masyarakat harus diupayakan terus menerus, salah satunya melalui program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP). Kondisi lingkungan dan sanitasi masyarakat di Kabupaten Bima dapat digambarkan sebagai berikut:
3.1.1. Kesehatan Lingkungan Lingkungan merupakan salah satu variabel yang kerap mendapat perhatian khusus dalam menilai kondisi kesehatan masyarakat. Bersama dengan faktor perilaku, pelayanan kesehatan dan genetik, lingkungan menentukan baik buruknya status derajat kesehatan masyarakat. Lingkungan meliputi, lingkungan permukiman, lingkungan sekolah, lingkungan kerja, dan lingkungan tempat umum lainnya. Kondisi kesehatan lingkungan masyarakat Kabupaten Bima dapat dilihat pada jumlah dan kondisi jamban, kondisi pencemaran, akses pada sumber air tanah, serta data rumah sehat, sekolah sehat, dan tempat-tempat umum sehat. Kondisi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut: a. Sumber Air Bersih Berdasarkan data profil kesehatan Kabupaten Bima tahun 2010 dapat diketahui persentase keluarga menurut jenis sarana air bersih yang digunakan, berikut persentase tertinggi jenis sarana air bersih yang digunakan, yaitu : SGL 36 % , ledeng 34 %, sumur pompa tangan 15 %, penampungan air hujan 0 %, air kemasan 0%, Mata air 1 %, serta lainlainnya 14 %, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar rumah tangga yang tersebar di Kabupaten Bima sudah menggunakan sumber air minum terlindungi sebesar
100% (Ledeng, SPT, SGL, dan
sumber air bersih lainnya). untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada gambar grafik di bawah ini:
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 60
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Grafik 3.1 Persentase Jenis Sarana Air Bersih yang Digunakan Tahun 2010
Sumber: Dinkes Kabupaten Bima,2010
b. Rumah Sehat Berdasarkan data dari laporan SP3 Puskesmas di Kabupaten Bima tentang jumlah rumah yang diperiksa sebesar 79,73% (71.309) pada tahun 2008 terdapat rumah yang sehat
sebanyak 57,36% (40.901). Sedangkan di
tahun 2010 persentase rumah yang diperiksa mengalami peningkatan menjadi 97,46% (111,974) tapi
jumlah rumah yang sehat mengalami
penurunan menjadi 50,61% (56,670). Rumah sehat sangat berpengaruh pada pola penyakit, sehingga harus selalu diperhatikan. Tabel 3.1 Jumlah Rumah Sehat Tahun 2010 No
Kecamatan
Jumlah Rumah Yang Diperiksa
Jumlah Rumah Yang Sehat
% Rumah Sehat
1
Donggo
4,993
2,695
53.98
2
Lambitu
1,190
628
52.77
3
Soromandi
3,181
1,482
46.59
4 5 6 7 8
Woha Ambalawi Wera Sape Lambu
11,999 4,805 6,963 13,165 7,429
6,843 722 1,944 8,041 3,514
57.03 15.03 21.36 61.08 47.30
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 61
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
9 10 11 12 13 14 15 16 17
Wawo Langgudu Bolo Madapangga Belo Palibelo Monta Parado Sanggar
4,212 7,372 10,499 6,855 6,227 6,728 8,503 2,323 3,433
3,221 4,756 5,062 3,212 3,642 3,856 4,433 1,315 1,007
76.47 64.51 48.21 46.86 60.84 57.31 52.13 56.61 29.33
18
Tambora
2,097
297
14.16
111,974
56,670
50.61
JUMLAH
Sumber : Dinkes Kabupaten Bima,2010
c.
Rumah Tangga memiliki Sarana Kesehatan Lingkungan Sarana kesehatan lingkungan yang harus dimiliki keluarga terdiri dari jamban, tempat sampah dan pengolahan air limbah keluarga telah memenuhi target yang diinginkan, bila dilihat dari cakupan setiap jenis sarana, Cakupan Jamban Keluarga Kabupaten Bima Tahun 2009 sebesar 73,69% dan pada tahun 2010 sebesar 81,55% atau meningkat sebesar 7,86%, akan tetapi cakupan jamban yang memenuhi syarat kesehatan baru mencapai 54,7% dari hasil Inspeksi sanitasi sedangkan yang memiliki Pengelolaan Air Limbah sehat sebesar 18.083 (56,69%). Tabel 3.2. Jumlah Dan Porsentase Rumah Yang Menggunakan SPAL Tahun 2009
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Puskesmas Sape Lambu Wawo Lambitu Langgudu Woha Monta Parado Palibelo Belo Donggo Soromandi Ambalawi Wera Bolo Madapangga
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Jumlah Rumah 10.236 8.451 3.758 1.189 7.850 9.855 2.606 2.326 23.535 3.437 4.005 3.636 4.440 6.364 10.545 6.914
Rumah di periksa Jumlah
%
6.427 3.433 3.758 460 1.118 2.370 1.371 1.171 945 91 365 968 285 2.195 3.899
62,79 40,62 100,00 0,00 14.24 24,05 52,61 0,00 4,98 27,49 2,27 10,04 21,80 4,48 20.82 56.39
Rumah Dengan SPAL Jum. MS % 2.988 1.609 852 345 885 1.727 1.114 1.118 430 84 276 776 63 1.728 1.954
KET
46,49 46,87 22,67 75,00 79,16 72,87 81,25 0,00 95,47 45,50 92,31 75,62 80,17 22,11 78,72 50.12
Page 62
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
17 18 19 20
Sanggar Tambora Pai Ngali
3.154 2.253 1.081 3.135
BIMA
118.770
523 225 57 2.235
16,58 9,99 5,27 71,29
135 138 0 1861
25,81 61,33 0,00 83,27
31.896
26,86
18.083
56,69
2011
Sumber : Dinkes Kabupaten Bima, 2009
d. Tempat Umum Sehat Jumlah tempat umum yang terdaftar sebanyak 268 tempat, yang terdiri dari restoran/ rumah makan sebanyak 86 tempat, pasar sebanyak 14 pasar, dan TUPM lainya 168 tempat sedangkan jumlah tempat umum yang diperiksa dan memenuhi syarat kesehatan adalah restoran 55 tempat, memenuhi syarat kesehatan 43 tempat (78,18%), pasar 15 yang memenuhi syarat kesehatan 3 tempat (21,43%), dan TUPM lainnya yang diperiksa sebanyak 138 tempat memenuhi syarat ksehatan sebanyak 125 tempat (90,58%). Persentase tempat umum sehat dapat di lihat pada grafik dibawah ini : grafik 3.2 Perbandingan Jumlah TPUM yang Diperiksa Dengan Jumlah TPUM yang Sehat Tahun 2010
Sumber : Dinkes Kabupaten Bima, 2010
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 63
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
e. PHBS Hasil Study Ehra Jika diukur dari hasil study Ehra, maka Kab. Bima memiliki masalah yang cukup serius dari segi Prilaku Hidup Bersih dan Sehat di masyarakat, kondisi tersebut sebagaimana yang digambarkan pada grafik di bawah ini : Grafik : 3.3
Sumber: Hasil Study Ehra Pokja AMPL-BM Kab. Bima, 2011
Keterangan : A1 : Porsentase Desa yang tidak melakukan CTPS di 5 waktu penting A2 : Porsentase Desa yang melakukan CTPS di 5 waktu penting B1 : Porsentase lantai dan dinding jamban tidak bebas tinja B2 : Porsentase lantai dan dinding jamban tidak bebas tinja C1 : Porsentase jamban tidak bebas kecoa dan lalat C2 : Porsentase jamban bebas kecoa dan lalat D1 : Porsentase penggelontor tidak berfungsi D2 : Porsentase penggelontor berfungsi E1 : Porsentase keberadaan sabun di dalam atau di dekat jamban E2 : Porsentase tidak terlihatnya ada sabun di dalam atau di dekat jamban F1 : Porsentase wadah penyimpanan dan penanganan air tidak tercemar F2 : Porsentase wadah penyimpanan dan penanganan air tercemar G1 : Porsentase desa tidak berperilaku BABS G2 : Porsentase desa berperilaku BABS Beberapa indikator yang menjadi tolok ukur PHBS dalam study Ehra menggambarkan bahwa rata-rata lebih dari 60% wilayah study, husus Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 64
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
untuk CTPS, tingkat kebersihan jamban, saluran air, wadah penyimpanan air minum dan prilaku BABS bermasalah. Hal ini menunjukan bahwa kesadaran masyarakat akan pentingnya PHBS baik dalam rumah tangga maupun lingkungan sekitar masih rendah, meskipun dalam hal kepemilikan rumah sehat telah mencapai 50,61% dan cakupan jamban sehat mencapai 54,7% dan hal ini perlu dilakukan intervensi dengan berbagai program agar tercipta masyarakat yang bersih dan sehat. f.
Sarana Pendidikan Sarana
pendidikan
adalah
tempat
masyarakat
untuk
belajar
dan
membiasakan diri berperilaku hidup bersih dan sehat , maka kondisi ini harus mendapat perhatian. Kondisi sekolah yang memenuhi syarat kesehatan akan memberi dampak yang baik kepada masyarakat, maka perlu adanya komitmen bersama lintas sektoral terkait untuk mewujudkan sekolah sehat di Kabupaten Bima. Jumlah sarana pendidikan yang ada di Kabupaten Bima adalah sebanyak 672 sekolah, yang dibina sebanyak 672 sekolah, jadi capaiannya adalah (100%). Sedang sekolah yang memiliki SAB, data dokter kecil dan kader kesehatan remaja masing-masing sebagaimana tertera pada tabel di bawah ini Tabel 3.3 Data Jumlah Sekolah Yang Memiliki Sarana Air Bersih Tahun 2010 NO
PUSKESMAS
TK/RA
SD/MI
SMP/MTS
SMA/MA/SMK
1
Sape
9
40
7
0
2
Lambu
8
31
4
3
3
Wawo
15
20
5
3
4
Langgudu
0
27
4
1
5
Woha
0
21
5
5
6
Palibelo
1
23
2
2
7 8
Belo Monta
5 6
7 24
3 4
2 2
9
Parado
0
10
1
3
10
Madapangga
0
31
5
5
11
Bolo
0
34
4
2
12
Ambalawi
0
19
2
2
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
KET
Page 65
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
13
Wera
0
22
4
1
14
Donggo
0
19
6
1
15
Sanggar
8
16
2
1
16
Tambora
0
2
0
0
17
Pai
0
5
0
0
18
Ngali
0
7
4
0
19
Soromandi
0
20
6
0
20
Lambitu
0
6
0
0
52
384
68
33
TOTAL
2011
Sumber: Promkes Dinkes Kab. Bima, 2010
Tabel 3.4 Data Jumlah Dokter Kecil dan Kader Kesehatan Remaja Kab. Bima Tahun 2010 NO
PUSKESMAS
TK/RA
SD/MI
SMP/MTS
SMA/MA/SMK
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Sape Lambu Wawo Langgudu Woha Palibelo Belo Monta Parado Madapangga Bolo Ambalawi Wera Donggo Sanggar Tambora Pai Ngali Soromandi Lambitu
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
TOTAL
0
162 96 65 60 80 70 90 135 65 120 128 84 74 140 86 25 70 40 67 48 1705
20 0 15 0 20 30 0 40 0 10 30 15 0 21 47 0 0 0 0 0 248
25 0 10 0 12 0 0 0 0 0 34 0 0 45 0 0 0 0 0 0 126
KET
Sumber: Promkes Dinkes Kab. Bima, 2010
Data tabel 3.3 dan 3.4 tersebut di atas jelas hanya menggambarkan ketersediaan SAB sekolah, dan data Jumlah Dokter Kecil serta Kader Kesehatan Remaja, sedangkan data yang menjelaskan kondisi dan
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 66
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
ketersediaan sarana sanitasi di sekolah yang meliputi air limbah, penanganan sampah dan saluran air limbah belum ada. g. Sarana Ibadah Sarana ibadah merupakan tempat-tempat yang dikunjungi masyarakat dan harus memenuhi standar kesehatan.
Jumlah sarana ibadah yang ada
sebanyak 756 dan semuanya telah dibina kesehatan lingkungannya (100%) . Hal ini perlu dilakukan secara rutin dan terus menerus bekerja sama dengan lintas sektoral terkait untuk mempertahankan bahkan meningkatkan kondisi kesehatan lingkungan dan tempat-tempat umum.
3.1.2. Kesehatan dan Pola Hidup Masyarakat. 3.1.2.1. Rumah Tangga Sehat
Rumah tangga yang sehat adalah rumah tangga yang mempraktekkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), jika kesadaran masyarakat tinggi akan PHBS maka dapat berpengaruh pada derajat kesehatan sebagai indikator penentu. Adanya pengetahuan tentang pentingya PHBS dalam rumah tangga dapat meningkatkan taraf hidup sehat berkualitas yang dimulai dari hygene perseorangan. Contoh paling sederhana adalah mencuci tangan sebelum makan pakai sabun, menggosok gigi dengan teratur, punya sarana air bersih, jamban, tempat pembuangan sementara (TPS) dan sebagainya. Berdasarkan pantauan, jumlah rumah tangga yang sudah menerapkan PHBS adalah sebanyak 49.060 (50.59 %) dari total yang di pantau (96.968). Berikut grafik jumlah RT yang menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) tiap Kecamatan di Kabupaten Bima tahun 2010 :
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 67
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Grafik 3.4 Perbandingan Jumlah RT yang Dipantau dengan RT Ber PHBS Tahun 2010
Sumber : Dinkes Kabupaten Bima, 2010
Tabel 3.5 Jumlah Rumah Ber PHBS Kab. Bima Tahun 2010 No
Kecamatan
Jumlah Rumah yang dipantau
Jumlah Rumah yang ber-PHBS
% Rumah ber PHBS
1 2 3 4 5 6 7
Donggo Lambitu Soromandi Woha Ambalawi Wera Sape
0 21 14 7 7 14 7
0 4 7 0 1 3 2
19.05 50.00 14.29 21.43 28.57
8 9
Lambu Wawo
7 7
4 2
57.14 28.57
10 11 12 13
Langgudu Bolo Madapangga Belo
28 21 7 21
2 1 0 5
7.14 4.76 23.81
14 15
Palibelo Monta
7 14
3 1
42.86 7.14
16 17
Parado Sanggar
0 28
0 1
3.57
18 Tambora JUMLAH
0 245
0 44
17.96
Sumber : Dinkes Kabupaten Bima, 2010
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 68
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
3.1.2.2 Mordibitas (Angka Kesakitan) Morbiditas dapat diartikan sebagai angka kesakitan, baik insiden maupun prevalen dari suatu penyakit. Morbiditas menggambarkan kejadian penyakit dari suatu populasi pada kurun waktu tertentu. Morbiditas juga berperan dalam penilaian derajat kesehatan masyarakat penduduk
yang
berasal
dari
masyarakat
Data angka kesakitan diperoleh
melalui
hasil
pengumpulan data dari puskesmas melalui sistim pencatatan dan pelaporan. Pola 10 penyakit terbanyak di Kabupaten Bima menurut hasil laporan SP2TP menunjukkan bahwa kasus terbanyak adalah Penyakit pada sistem otot dan jaringan pengikat dengan jumlah kasus 8.404. Rincian mengenai 10 penyakit terbanyak di Kabupaten Bima tahun 2010 dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3.6 Jumlah 10 penyakit terbanyak di Kabupaten Bima Tahun 2010 No
Nama Penyakit
1. Penyakit pd sistim otot dan jaringan pengikat 2. Malaria tanpa pemeriksaan laboratorium 3. Infeksi akut lain pd saluran pernapasan bag. Atas 4. Diare 5. Penyakit lain pd saluran pernapasan bag. Atas 6. Penyakit darah tinggi 7. Disentri 8. Penyakit usus lain 9. Scabies 10 Penyakit mata lain 11. Jumlah Sumber : Bidang Yankes Dikes Kabupaten Bima,2010
Jumlah Kasus 8.404 6.377 6.079 4.402 4.290 4.241 3.196 2.746 2.304 2.203 44.242
3.1.2.3 Penyakit Potensial KLB / Wabah Terdapat beberapa penyakit yang berpotensi KLB / wabah yang sering terjadi di Kabupaten Bima diantaranya adalah Demam berdarah Dengue (DBD), Diare dan lain sebagainya. Seluruh penyakit potensial KLB ini banyak mengakibatkan kematian dan kerugian secara ekonomi. Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 69
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
A. Demam Berdarah Dengue (DBD) Merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypty. Penyakit ini sebagian besar menyerang anak berumur < 15 tahun, namun dapat juga menyerang orang dewasa. Pada tahun 2010, jumlah kasus DBD sebanyak 49 kasus dengan Incidece Rate sebesar 11,16 per 100.000 penduduk. Angka tersebut mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2009 sebanyak 7 (tujuh) kasus.
B. Penyakit Diare Diare masih merupakan kejadian penyakit yang menjadi Pengisi sepuluh penyakit terbanyak dalam tiap laporan bulanan
di hampir seluruh
Puskesmas yang ada di Kabupaten Bima. Pada tahun 2009 di Kecamatan Sape dan Kecamatan lambu terjadi KLB penyakit diare yang menyebabkan 975 orang dirawat dan 2 orang meninggal dunia. Kondisi Sanitasi lingkungan yang buruk di tambah kesadaran Prilaku Hidup bersih dan sehat (PHBS ) yang rendah terutama Buang air besar yang masih sembarangan oleh sebagian masyarakat, Cuci tangan menggunakan sabun pada 5 waktu penting belum membudaya dan minum air yang belum diolah serta
penyimpanan makanan dan minuman yang belum
aman dari vector menjadi factor penyebab utama terjadinya penyakit diare khususnya di Kabupaten Bima. Angka kejadian diare per kecamatan di Kabupaten Bima dalam 3 ( tiga ) tahun terakhir dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : Tabel 3.7 Jumlah Kejadian Penyakit Diare Tahun 2008-2010 NO 1 2 3 4 5 6
KECAMATAN DONGGO LAMBITU SOROMANDI WOHA AMBALAWI WERA
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
PUSKESMAS DONGGO LAMBITU SOROMANDI WOHA AMBALAWI WERA
2008
TAHUN 2009
2010
1490 450 695 1494 542 673
404 344 418 1109 1172 818
629 322 793 1063 1026 422
Page 70
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
PAI SAPE LAMBU WAWO LANGGUDU BOLO MADAPANGGA BELO NGALI PALIBELO MONTA PARADO SANGGAR TAMBORA
164 7 SAPE 1489 8 LAMBU 1019 9 WAWO 502 10 LANGGUDU 2526 11 BOLO 1429 12 MADAPANGGA 1316 13 BELO 688 577 14 PALIBELO 420 15 MONTA 502 16 PARADO 553 17 SANGGAR 652 18 TAMBORA 311 JUMLAH 17492 Sumber Data : Bidang P2PL Dikes Kabupaten Bima, 2010
216 1173 465 291 531 939 1072 768 401 150 529 431 360 218 11809
2011
253 1226 867 876 391 1829 678 176 537 160 752 351 289 321 12961
Berdasarkan data tersebut, terjadi peningkatan kasus diare di mana tahun 2009 terjadi kasus sebanyak 11.809 dan tahun 2010 sebanyak 12.691 kasus, artinya terjadi kenaikan kasus diare sebanyak 1.152 kasus. Kecamatan yang paling tinggi kejadian diare tahun 2010 adalah kecamatan Bolo, di mana tahun 2009 terjadi 939 kasus sedangkan tahun 2010 sebanyak 1829 kasus, jadi terjadi kenaikan angka penyakit diare sebanyak 890 kasus. Berdasarkan hasil studi EHRA Kabupaten Bima Pada 38 desa diperoleh beberapa temuan terkait Diare. Untuk waktu paling dekat anggota keluarga terkena diare tertinggi adalah pada lebih dari 6 bulan yang lalu yaitu sebesar 41,6%. Data selengkapnya bisa dilihat pada tabel berikut ini Tabel 3.8 Waktu Kejadian Diare Hasil Study Ehra Waktu Paling Dekat Anggota Keluarga terkena diare
% Kejadian
24 jam terakhir 1 minggu terakhir 1 bulan terakhir 3 bulan terakhir 6 bulan terakhir Lebih dari 6 bulan yang lalu
6,0 10,7 12,9 14,7 12,1 41,6
Tidak ada
2,0
Sumber: Hasil Study Ehra Pokja AMPL-BM Kab. Bima, 2011
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 71
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Grafik : 3.5
Sumber: Hasil Study Ehra Pokja AMPL-BM Kab. Bima, 2011
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 72
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Grafik 3.6
Sumber : Hasil Study Ehra Pokja AMPL-BM Kab. Bima
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 73
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Tabel 3.9 Angka Kejadian Diare Keluarga Hasil Study Ehra Anggota keluarga yang pernah diare
Jumlah
%
A. Anak-anak balita
198
17,6
B. Anak-anak non balita
105
9,3
C. Anak remaja laki-laki
86
7,7
D. Anak remaja perempuan
81
7,2
E. Orang dewasa laki-laki
349
31,0
F. Orang dewasa perempuan
414
36,8
Sumber: Hasil Study Ehra Pokja AMPL-BM Kab. Bima, 2011
Hasil study Ehra menunjukan bahwa angka kejadian diare terbesar kebanyakan menjangkiti orang dewasa perempuan yaitu berjumlah 414 kasus atau 36,8 %, kemudian urutan ke-2 menjangkiti orang dewasa lakilaki yaitu sebanyak 349 kasus atau 31,0%. Sementara itu anak balita masuk urutan ke-3 yaitu sebanyak 198 kasus atau 17,6%, anak non balita sebanyak 105 kasus atau 9,3% kemudian disusun menjangkiti anak remaja laki-laki sebanyak 86 kasus atau 7,7% dan terakhir menjangkiti anak remaja perempuan sebanyak 81 kasus atau 7,2%. 3.1.3. Kuantitas dan kualitas air 3.1.3.1 Kuantitas Air Secara umum dapat disampaikan bahwa kuantitas air di kabupaten Bima tidak mengalami kendala karena banyak sumber air yang dapat digunakan oleh masyarakat, disamping menggunakan pelayanan PDAM masyarakat juga menggunakan sumber-sumber yang lain seperti dari air Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 74
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
sumur pompa, air sumur gali, mata air, hidran umum dan lain-lain. Rumah tangga di Kabupaten Bima yang menggunakan sumber air ledeng (PDAM) baru mencapai sebesar 15,59%, namun demikian sumber air bersih seperti melalui sumur pompa tangan, sumur gali, dan sumber air lainnya merupakan sumber air minum terlindungi. Ketersediaan air bersih dari berbagai sumber yang terlindungan tersebut mampu untuk memenuhi kebutuhan air bersih untuk semua rumah tangga di Kabupaten Bima. 3.1.3.2 Kualitas Air Tidak semua air bersih mempunyai tingkat keamanan yang sama. Sumber air bersih yang secara umum dinilai relative aman adalah : air ledeng/PDAM, sumur bor, sumur gali terlindungi, mata air terlindungi. Sumber-sumber air bersih yang dianggap memiliki resiko terkontaminasi oleh bakteri pathogen ke dalam tubuh manusia (kurang aman) yaitu sumur atau mata air yang tidak terlindungi dan air permukaan seperti air kolam, sungai, parit ataupun irigasi. Aman dan tidaknya sumber air tersebut juga dipengaruhi oleh jarak dengan jamban (lubang pembuangan), sumber air dimaksud seperli SGL, SPT, Pompa Listrik karena sumber air tsb lajim digunakan oleh masyarakat di Kabupaten Bima Pengawasan kualitas air : jumlah sample bakteriologi yang diambil/diperiksa sebanyak 37 sampel dan yang memenuhi syarat bakteriologis hanya 13 sampel atau sebesar 35,14%. Hal ini menunjukan bahwa perlu ada perbaikan sarana air bersih, perbaikan kualitas air bersih dan perilaku pengguna air bersih. 3.1.3.3 Akses Air Bersih berdasarkan Study Ehra Data di atas mencerminkan sumber air bersih yang biasa digunakan oleh masyarakat Kab. Bima, yang mana tingkat resiko pencemarannya akan sangat tergantung dari kondisi lingkungan sekitar terutama masalah jarak dengan penampungan tinja yang tidak septik. Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 75
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Berdasarkan hasil study Ehra maka dapat digambarkan bahwa tidak semua masyarakat dapat mengakses air bersih secara mudah karena dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kondisi geografis wilayah yang memang susah untuk mendapatkan air baku, disamping itu juga disebabkan oleh faktor musim, di mana sebagian masyarakat susah mengakses air baku pada musim kemarau karena sebagian sumber air mengalami kekeringan, selengkapnya dapat dilihat pada grafik di bawah ini Grafik : 3.7
Sumber: Hasil Study Ehra Pokja AMPL-BM Kab. Bima, 2011
Keterangan : A1 A2 B1 B2 C1 C2
: : : : : :
Porsentase Porsentase Porsentase Porsentase Porsentase Porsentase
Desa Desa Desa Desa Desa Desa
pengguna sumber air tidak tercemar pengguna Sumber air tercemar Pengguna sumber air terlindungi Pengguna sumber air tidak terlindungi tidak langka dengan sumber air dengan kelangkaan sumber air
Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar masyarakat mengakses air baku dalam memenuhi kebutuhan akan air minum diperoleh dari sumber yang tidak tercemar yaitu mencapai 99%, sedangkan 1% Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 76
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
menggunakan dari sumber yang tercemar. Kemudian 85,4% menggunakan air dari sumber yang terlindung, sedangkan 14,6% menggunakan air dari sumber yang tidak terlindung, serta mengenai tingkat kelangkaan air dari sumber diketahui bahwa : 83,9% tidak mengalami kelangkaan air, sedangkan 16,1% mengalami kelangkaan air pada sumber. 3.1.4. Limbah Cair Rumah Tangga Pengolahan air limbah rumah tangga di Kabupaten Bima belum memenuhi target yang diinginkan. Jumlah rumah tangga yang memiliki Pengelolaan Air Limbah
sehat
mencapai
18.080
rumah
tanggah
(56,68%),
meskipun
pengolahan air limbah tersebut belum mencapai 100 % rumah tangga di Kabupaten Bima, akan tetapi keadaan ini sudah dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Kabupaten Bima. Mengenai kondisi eksisting limbah domestik baik yang berasal dari hasil buangan limbah cair rumah tangga (grey water) maupun dari hasil limbah buangan tinja (black water) hasil study ehra sebagaimana tertera pada grafik di bawah ini : Grafik : 3.8
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 77
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Sumber: Hasil Study Ehra Pokja AMPL-BM Kab. Bima, 2011
Keterangan : 1 : Porsentase pengguna tangki septik suspek tidak aman 2 : Porsentase pengguna tangki septik suspek aman 3 : Porsentase pengguna pembuangan isi tangki septik tidak tercemar 4 : Porsentase pengguna pembuangan isi tangki septik yang tercemar 5 : Porsentase pengguna SPAL tidak tercemar 6 : Porsentase pengguna SPAL yang tercemar Berdasarkan grafik tersebut di atas dapat diketahui bahwa dari sub sektor limbah cair masyarkat disebagian wilayah Kab. Bima memiliki tingkat kesadaran yang baik dalam menjaga lingkungan agar tidak terkontaminasi baik sebagai akibat dari grey water maupun black water. Data tersebut menjelaskan bahwa : Pengguna tangki septik suspek yang aman bagi lingkungan : 74,8% Pengguna tangki septik suspek yang tidak aman bagi lingkungan : 25,2% Pengguna pembuangan isi tangki septik yang tidak tercemar mencapai : 94,3% Pengguna pembuangan isi tangki septik yang tercemar mencapai : 5,7% Pengguna SPAL yang tidak tercemar mencapai : 67,6% Pengguna SPAL yang tercemar mencapai : 32,4% Perbandingan data sekunder dan data Ehra dari segi SPAL rumah tangga, diketahui : berdasarkan data sekunder jumlah rumah tangga yang memiliki Pengelolaan Air Limbah sehat mencapai 56,68%, sedangkan hasil data Ehra menggambarkan bahwa pengguna SPAL yang tidak mencemari lingkungan (sehat) mencapai 67,6%. Hal tersebut mencerminkan bahwa dalam realitas sosial sebagian masyarakat Kab. Bima memiliki kesadaran yang memadai dalam menjaga lingkungan sehingga terhindar dari berbagai penyakit yang berbasis lingkungan.
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 78
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
3.1.5. Limbah Padat (Sampah) Keadaan limbah padat (sampah) di Kabupaten Bima belum terlalu mengkhawatirkan sehingga pemerintah daerah belum membentuk satuan kerja khusus menangani persampahan. Untuk pengelolaan sampah di Kabupaten Bima dibawah kewenangan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bima dan Dinas Pekerjaan Umum. Pengolahan limbah padat (sampah) masih dilakukan secara sederhana, hal ini terjadi karena Kabupaten Bima memiliki Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dan baru direncanakan akah dibangun pada Tahun 2011 ini dan Tahun 2012. Meskipun
demikian
pengolahan
limbah
padat
tetap
dilakukan
dengan
memaksimal potensi yang tersedia. Adapun sarana dan prasarana penunjang pengolahan limbah padat di Kabupaten Bima dapat dilihat pada tabel sebagai berikut: Tabel 3.10 Jumlah Sarana dan Prasarana Pengolahan Sampah di Kabupaten Bima Tahun 2010 No 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
SARANA DAN PRASARANA 2 Pengangkut Sampah Roda Tiga Mesin Pengolah sampah Tong Sampah Gerobak sampah Papan Informasi tepi Sungai Alat-alat Lab. Biologi Alat-alat Lab. Kimia Gedung Lab. Pagar Gedung Lab/pagar Laboratorium dan garasi Mobil Operasional Laboratorium
Jumlah 3 8 buah 8 unit 40 buah 32 unit 30 buah 3 paket 2 paket 200 M²/150 M 94,20 M 1 unit
Sumber Data : Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bima, 2010
Berdasarkan informasi dari BLH Kabupaten Bima bahwa laboratorium beserta fasilitasnya seperti mesin pengolah sampah, alat-alat biologi dan alatalat kimia belum dioperasikan karena tenaga operasionalnya belum ada di Kantor BLH Kabupaten Bima. Sementara pengangkut sampah roda tiga yang Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 79
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
ada kurang efaktif dijadikan armada sampah ditingkat kecamatan dan desa karena faktor jarak dan prasarana jalan yang belum memadai. Hasil Study Ehra memberikan kejelasan dalam pengelolaan persampahan Kab. Bima, sekaligus menguatkan data sekunder yang ada, di mana Bima belum memiliki baik TPST maupun TPA Regional sehingga armada sampah yang ada kesulitan dalam membuang sampah. Kenyataan ini jelas dalam Study Ehra tergambar bahwa 99,3% masyarakat tidak melakukan pengolahan sampah sebagaimana mestinya, biasanya sampah yang ada dibuang ditempat yang kosong dan atau kadang-kadang dikubur, dibakar. Untuk lebih jelasnya sebagaimana tergambar pada grafik di bawah ini: Grafik : 3.9
Sumber: Hasil Study Ehra Pokja AMPL-BM Kab. Bima, 2011
Keterangan :
1 : Porsentase Desa yang tidak melakukan pengolahan sampah 2 : Porsentase Desa yang melakukan pengolahan sampah Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 80
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
3 : Porsentase frekuensi pengangkutan sampah tidak memadai 4 : Porsentase frekuensi pengangkutan sampah memadai 5 : Porsentase pengangkutan sampah yang tidak tepat waktu 6 : Porsentase pengangkutan sampah yang tepat waktu 7 : Porsentase Desa yg tidak melakukan pengolahan sampah setempat 8 : Porsentase Desa yg melakukan pengolahan sampah setempat Bila dijabarkan sebagaimana hasil Study Ehra tersebut di atas, maka Kab. Bima memiliki permasalahan yang serius terhadap pengelolaan persampahan, di mana rata-rata lebih dari 90% bermasalah terhadap: tidak melakukan pengolahan
sampah,
frekuensi
pengangkutan
sampah
tidak
memadai,
pengangkutan sampah yang tidak tepat waktu dan rata-rata tidak melakukan pengolahan sampah setempat. Dari keadaan ini intervensinya jelas yaitu : pembangunan TPST/TPA, pengadaan armada sampah, konsep pengelolaan sampah dengan 3R (Reduce, Reuse, Recycle) di Kab. Bima perlu diupayakan. 3.1.6.
Drainase Lingkungan
Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat dari tahun ke tahun ikut mempengaruhi terhadap perluasan wilayah pemukiman penduduk.
Adanya
perluasan pemukiman penduduk umumnya tidak disertai ketersediaan drainase lingkungan pemukiman yang memadai, hal ini terjadi karena pembangunan perumahan yang baru di Kabupaten Bima rata-rata tidak memiliki Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), akibatnya tidak adanya pengawasan dari instansi terkait termasuk keadaan sistem drainase di lingkungan pemukiman baru tersebut. Keadaan ini akan menurunkan kualitas sistem drainase yang meliputi kurang lancarnya aliran air yang diakibatkan adanya sedimentasi, kerusakan jaringan dan pencemaran lingkungan. Daerah genangan di Kab. Bima berdasarkan hasil study Ehra dapat digambarkan sebagaimana tertera pada grafik di bawah ini
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 81
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Grafik : 3.10
Wilayah yang tidak tergenang air
%
Wilayah yang tergenang air
% Sumber: Hasil Study Ehra Pokja AMPL-BM Kab. Bima, 2011
Cakupan drainase dan area genangan di Kab. Bima berdasarkan data sekunder belum dapat dikalkulasikan dengan tepat karena keterbatasan data yang ada di SKPD terkat, akan tetapi dari hasil study Ehra diperoleh gambaran bahwa cakupan daerah genangan Kab. Bima mencapai 1,8%. Sementara itu daearah yang tidak tergenang mencapai 98%, dengan demikian maka sebagian besar wilayah Kab.Bima tidak bermasalah dengan kenangan air meskipun saat musim hujan. Keadaan ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya; kondisi topografi yang tidak memungkinkan adanya genangan air, disamping itu kondisi tanah yang memiliki tingkat resapan air yang tinggi dan saluran drainase lingkungan yang ada mampu mengalirkan air dengan baik. 3.1.7. Pencemaran Udara
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 82
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Pencemaran udara umumnya terjadi akibatnya meningkatnya konsentrat korbon dioksida dan zat lainnya di udara. Zat-zat tersebut umumnya bersumber dari asap baik dari pabrik industri, kendaran bermotor, serta asap dari pembakaran lainnya. Kabupaten Bima merupakan salah satu daerah agraris dengan jumlah petani mencapai 70%, dan tidak terdapat industri-industri besar, sehingga keadaan udara di Kabupaten Bima masih dibawah batas normal. 3.1.8. Limbah Industri Keberadaan industri – industri di Kabupaten Bima baik yang berskala kecil atau menengah tidak dapat dipisahkan dengan limbah yang dihasilkannya seperti limbah domestik, limbah industri atau limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), di Kabupaten Bima secara umum air limbah masih dikelola secara tradisionil, bahkan di beberapa lokasi belum dikelola samasekali (belum terdapat saluran). Buangan air kotor/limbah rumah tangga pada umumnya dibuang ke saluran lingkungan permukiman tanpa pengolahan terlebih dahulu. 3.1.9. Limbah Medis Limbah medis di Kabupaten Bima lainnya dihasilkan oleh Rumah Sakit Umum Daerah dan Puskesmas. Penanganan limbah medis sama sekali belum ditangani dengan baik, buangan air limbah pada umumnya langsung dialirkan pada selokan dan dibuang pada lubang peresap tanpa diolah terlebih dahulu sehingga
bisa
mengakibatkan
pencemaran
air
tanah
dan
lingkungan.
Sementara itu limbah (sampah) yang dihasilkan oleh Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bima, karena letaknya masih dalam wilayah Kota Bima maka proses pengangkutannya dibantu oleh mobil sampah kota bima. Pihak RSUD menyediakan penampungan kemudian diangkut oleh petugas kebersihan dengan truk sampah ke tempat penampungan akhir Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 83
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
3.2. Pengelolaan Limbah Cair Sistem
pembuangan
air
limbah
harus
dipisahkan
dengan
sistem
pembuangan air hujan, namun sering dijumpai limbah dari rumah tangga dibuang ke dalam sistem pembuangan air hujan yang dapat mengakibatkan polusi/ pencemaran lingkungan hidup. Sarana pembuangan limbah Kabupaten Bima dapat dibedakan menjadi pembuangan limbah manusia dan pembuangan limbah rumah tangga. Pembuangan limbah manusia menggunakan sarana berupa jamban keluarga, MCK atau bentuk-bentuk sarana lainnya. Sedangkan pembuangan limbah rumah tangga langsung dialirkan ke saluran drainase lingkungan, sungai dan tempat terbuka (halaman,kebun,sawah,dll). Akan tetapi dibeberapa tempat khususnya di daerah pelosok Kabupaten Bima masih dijumpai masyarakat yang buang tinja di tempat yang tidak semestinya seperti di gunung, kebun, sungai, selokan, pinggir pantai,dll Dengan demikian maka perlu adanya perencanaan mengenai pengolahan air limbah pada wilayah Kabupaten Bima. Pengolahan air limbah direncanakan dengan menggunakan sistem setempat atau sistem terpusat agar tidak mencemari daerah tangkapan air/ resapan air baku. Saat ini Sistem Pengelolaan Air Limbah permukiman di Kabupaten Bima dilakukan dengan Sistem pengelolaan air limbah setempat (On-Site Sistem) yaitu sistem penanganan air limbah domestik yang dilakukan secara individual dan/atau komunal dengan fasilitas dan pelayanan dari satu atau beberapa bangunan, yang pengolahannya diselesaikan secara setempat atau di lokasi sumber. Sedangkan sistem off-site atau dikenal dengan istilah sistem terpusat atau sistem sewerage, yaitu sistem yang menggunakan perpipaan untuk mengalirkan air limbah dari rumah-rumah secara bersamaan dan kemudian dialirkan ke IPAL tidak ada di Kabupaten Bima sehingga sistem ini kurang populer dikalangan masyarakat Bima.
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 84
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Pengelolaan air limbah yang kurang baik menyebabkan sumber wabah penyakit dan menimbulkan pencemaran Lingkungan, seperti pencemaran air, tanah dan pengaruh langsung yang sering dirasakan ialah mengganggu segi estetika yaitu timbulnya bau dan pemandangan yang buruk. Disamping itu, masih kurangnya tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya sanitasi/jamban dan masih banyak masyarakat buang air besar ( BAB ) disembarang tempat seperti sungai, kebun, halaman rumah, merupakan masalah yang timbul di masyarakat saat ini. Upaya penanganan pengelolaan Air Limbah di Kabupaten Bima belum maksimal dilaksanakan karena belum adanya Instalasi Pengolahan Air limbah serta Dasar Hukum juga belum ada, sehingga masih banyak ditemukan kendala dan masalah yang terjadi antara lain dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : Tabel 3.11 Permasalahan Limbah Cair dan Upaya Penanganan Kabupaten Bima Tahun 2007
No
Aspek Pengelolaan Air Limbah
Permasalahan yang dihadapi
(1)
(2)
(3)
A.
Kelembagaan : - Bentuk Institusi - Dasar hukum pembentukan institusi - SDM
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
(4)
(5)
Kinerja belum memadai
(6)
Kinerja dipacu memperjelas tupoksi yg ada
Belum efektif
B. Teknis Operasional : 1. Perencanaan Ketersediaan dokumen perencanaan Belum tersedia (MasterPlan,FS, DED) 2. Sanitasi Sitem On-Site : a Pembangunan Baru : - MCK
Yang sdh dilaku-kan
Tindakan Yg sdg Yang dilaku- direncanakan utk kan dilakukan
Penang gung Jawab (7)
Dinas PU Kabupat en Bima
Diberdayakan dgn pelatihan
-
Terbatas, tdk Pemb. MCK dipelihara tersebar di
-
Penyediaan dokumen perencanaan (Master Plan, FS, DED)
Dinas PU Kabupat en Bima
-
Penambahan Dinas SAB & Sarana PU Page 85
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
- Jamban Keluarga dan Septicktank/Cubluk
- Septicktank Komunal - PS Sanitasi berbasis Masyarakat
E.
-
Kabupat en Bima dan Instansi terkait lainnya
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
- IPLT
Belum Ada
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Sosialisasi PHBS & Pemb. SAB dan Sanitasi
Sanitasi yg sehat, serta penyuluhan ttg PHBS, sehingga masy. Lebih sadar akan pentingnya Sarana Sanitasi
-
Belum tersedia
- Tarif Retribusi - Mekanisme penarikan Retribusi - Realisasi penerimaan Retribusi - Lain – lain Peraturan Per-uu an - Kelayakan Pakai - Penerapan Sanksi - Lain – lain Peran serta Masy. dan Swasta : - Kampanye/Penyuluhan
Kec.
Pemb. Sanitasi melalui Proyek berbasis masy, spt WSLIC-2, dll
- Truk Tinja
- Lain – lain b Rehabilitasi dan Peningkatan Kapasitas : - Truk Tinja - IPLT - Lain – lain c Operasi dan Pemeliharaan : - Truk Tinja - IPLT C. Pembiayaan : - Sumber-sumber Pembiayaan - Alokasi APBD
D.
serta kurang SAB msh byk masy BAB di Sembarang tmpat krn kurang pengetahuan ttg PHBS -
2011
Tebatas Tidak ada
Partisipasi masy. krn
Peren. disesuaikan dg dana yg ada -
-
-
-
Pengadaan Truk Pemkab Tinja Bima Pemb. IPLT Dinas PU -
Dana disesuaikan dgn kebutuhan Pemkab Bima -
-
Pemkab Bima dan Dinas Page 86
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
kesibukan sbg petani,dll Kurang Sosialisasi
- Keterlibatan Swasta - Partisipasi aktif Masyarakat - Lain – lain Sumber Data : RPIJM Kabupaten Bima 2010-1014
-
2011
Terkait -
-
-
-
3.2.1. Landasan Hukum/Legal Operasional Landasan Operasional sistem penanganan limbah cair (tinja) adalah Undang-undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4377), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4161) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699), Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419), PP No.82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air PP Nomor 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan B3 PP Nomor 18 tahun 1999 jo PP No.85 tahun 1999 tentang Pengelolaan LB3 Peraturan Daerah Kabupaten Bima No.6 Tahun 2011 tentang pengelolaan ar minum dan penyehatan lingkungan berbasis masyarakat (AMPL-BM) Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 87
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Peraturan Daerah No.06 Tahun 2011 sampai saat ini baru sampai tahap sosialisasi dan menunggu Peraturan Bupati sebagai aturan pelaksananya 3.2.2. Aspek Institusional Mengacu pada peraturan yang berlaku selama ini, belum ada aturan secara implisit mengenai sistem pengelolaan limbah cair di kabupaten Bima, tapi dengan lahirnya Perda No.07 Tahun 2011 tentang AMPL maka Lembaga atau dinas yang berkaitan dengan penanganan limbah cair di Kabupaten Bima adalah Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Kesehatan diatur secara umum. Berdasarkan ketentuan Perda tsb bahwa : - Dibentuk kelompok Kerja AMPL-BM ditingkat Kabupaten dan Kecamatan - Bertugas mengkoordinasikan perencanaan, pelaksanaan dan monitoring serta evaluasi terkait dengan operasionalisasi kebijakan - Sebagai pengelola AMPL-BM ditingkat desa maka dibentuk kelompok pengelola AMPL-BM tingkat desa 3.2.3. Cakupan Pelayanan Prasarana dan sarana pengelolaan limbah cair di Kabupaten Bima masih terbatas pada skala rumah tangga saja, baik yang diperuntukan bagi tempat pembuangan limbah(tinja) manusia maupun untuk pembuangan limbah rumah tangga, sedangkan untuk skala yang lebih besar/ luas seperti IPAL dan IPLT belum ada. Termasuk dalamnya tempat-tempat usaha rata-rata belum memiliki sarana pengolah limbah terutama pada industri kecil dan industri rumah tangga. Hal ini tidak jarang menimbulkan rasa ketidaknyaman bagi masyarakat terutama sekitar areal usaha Data yang menggabarkan tentang cakupan pelayanan penanganan limbah cair di Kabupaten Bima dapat dilihat dalam tabel di bawah ini
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 88
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Tabel 3.12 Cakupan Pelayanan Air Limbah Sistem On – Site Kabupaten Bima Tahun 2010 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Puskesmas Sape Lambu Wera Ambalawi Wawo Langgudu Palibelo Belo Woha Bolo Madapangga Monta Parado Donggo Soromandi Sanggar Tambora Pai Ngali Lambitu
Jumlah
Jaga/ MCK
Cakupan
10.014 7.134 4.547 3.239 4.003 6.529 5.957 3.115 10.519 9.520 6.021 6.876 2.010 4.098 2.674 2.577 1.323 473 2.604 1.151 94.384
76,07 82,23 74,84 56,97 95,04 88,55 88,54 87,80 87,67 87,64 85,09 79,84 87,24 81,10 77,26 75,07 67,50 42,84 85,80 83,53 81,55
Keterangan
Sumber Dinkes Kabupaten Bima,2010
Berdasarkan data di atas bahwa tolok ukur perhitungan jumlah jamban MCK, jaga permanen, semi permanen dan cubluk) berdasarkan jumlah Puskesmas yang ada di Kabupaten Bima (20 Puskesmas) sehingga diperoleh cakupan sanitasi (jamban) sisten on site mencapai 81,55. Tingganya cakupan sanitasi (jamban) di Kabupaten Bima sebagai akibat dari adanya intervensi berbagai program seperti WSLIC-2 Paket F, WSLIC Paket G (STBM), Unicef, dll. Akan tetapi sarana sanitasi yang ada masih banyak yang belum memenuhi standar kesehatan karena dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan kurangnya kesadaran masyarakat pengguna. Berdasarkan hasil Inspeksi sanitasi, bahwa sarana sanitasi (jamban) yang memenuhi standar kesehatan mencapai 54,7 % dari total sarana yang terbangun, sehingga perlu segera diintervensi agar tidak menimbulkan efek negatif bagi lingkungan.
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 89
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
3.2.4. Aspek Teknis dan Teknologi 3.2.4.1.Sistem terpusat/offsite system Sanitasi sistem off-site atau dikenal dengan istilah sistem terpusat atau sistem sewerage, yaitu sistem yang menggunakan perpipaan untuk mengalirkan air limbah dari rumah-rumah secara bersamaan dan kemudian dialirkan ke IPAL. Biasanya sistem off site diterapkan pada kawasan - Kepadatan > 100 org/ha - Bagi kawasan berpenghasilan rendah dapat menggunakan sistem septik tank komunal (descentralised water treatment) dan pengaliran dengan konsep
perpipaan
shallow
sewer.
Dapat
juga
melalui
sistem
kota/modular bila ada subsidi tarif. Bagi kawasan terbatas untuk pelayanan 500–1000 sambungan rumah disarankan menggunakan basis modul. Sistem ini hanya menggunakan 2 atau 3 unit pengolahan limbah yg paralel. Off site system belum pernah dibangun di Kabupaten Bima sehingga istilah ini tidak populer dikalangan masyarakat
3.2.4.2 Sistem setempat/onsite system Sanitasi sistim on-site atau dikenal dengan sistem sanitasi setempat yaitu fasilitas sanitasi individual seperti septik tank atau cubluk, akan tetapi yang biasa kita temukan dimasyarakat kabupaten Bima banyak dari sarana tsb dalam waktu tertentu bisa mencemari air tanah karena lubang pembuangan tinja tidak kedap air. Sistem on site ini idealnya diterapkan pada: -
Kepadatan < 100 org/ha
-
Kepadatan > 100 org/ha sarana on site dilengkapi pengolahan tambahan seperti kontak media dengan atau tanpa aerasi
-
Jarak sumur dengan bidang resapan atau cubluk > 10 m
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 90
2011
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
-
Instalasi pengolahan lumpur tinja minimal untuk melayani penduduk urban > 50.000 jiwa atau bergabung dengan kawasan urban lainnya
3.2.5. Peran serta Masyarakat dan Jender dalam Penanganan Limbah Cair Peran masyarakat dan jender dalam penangan limbah cair selama ini cenderung sifatnya personal artinya tidak diatur secara sistematis dalam kelembagaan formal.
namun demikian lewat Sanitarian Puskesmas sedang
diterapkan sistem “Sanitation Marketing Plan” yaitu sebuah program pemasaran sanitasi yang dimotoring oleh STBM kabupaten Bima. Program pemasaran sanitasi ini sementara masih dalam tahap uji coba di mana menjalin kerja sama pihak swasta (person)
yang peduli dengan pembangunan sanitasi dengan
menyiapkan paket jamban yang terjangkau bagi masyarakat pedesaan dengan sistem cash dan kredit. Capaian hasil kegiatan Sanitasi Marketing Plan (SMP) Kabupaten Bima sebagimana terlihat dalam tabel di bawah ini: Tabel 3.13 Jumlah Jamban Berdasarkan Hasil Kegiatan sanitasi Marketing Plan Program STBM di Kabupaten Bima Tahun 2010 No. 1
1 2 3 4 5 6 7
Kecamatan
Desa
2
Ambalawi Wera Madapangga Woha Bolo Sape Belo
Jumlah Jamban
Keterangan
4
5
3
Tolowata Nunggi Dena Pandai Tambe Parangina Cenggu
10 Unit 5 unit 150 unit 11 unit 12 unit 3 unit 5 Unit
Sumber: Dinkes Kabupaten Bima,2010
Dengan potensi dan karakteristik masyarakat Kabupaten Bima yang heterogen merupakan aset dalam upaya
meningkatkan kesadaran dan
kepedulian terhadap lingkungan. Sejak 10 tahun terakhir
Pemerintah
Kabupaten Bima dan kemudian didukung oleh segenap elemen masyarakat telah menerapkan satu program yaitu Program Jumat Bersih, di mana setiap hari jumat masyarakat melakukan gerakan bersama dalam rangka operasi Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 91
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
kebersihan lingkungan yang dimotoring oleh seluruh Kepala Desa dalam menggerakkan seluruh warganya agar perduli dengan lingkungan. Kemudian peran serta wanita dalam penanganan limbah cair dan limbah rumah tangga sangat diperlukan karena mereka keseharian yang berurusan dengan dapur dan sampah/ limbah, wanita menyadari akan pentingnya membuang limbah itu pada tempatnya atau mengumpulkannya ke tempat penampungan kemudian di buang ke tempat nya Dengan
adanya
kesadaran
dari
ibu-ibu
rumah
tangga
dengan
tidak
sembarangan membuang limbah itu juga bagian dari peran jender dalam menjaga kebersihan dan pengelolaan limbah rumah tangga. Sisi lainnya disadari bahwa banyak sarana sanitasi yang dibangun baik oleh Pemerintah maupun non Pemerintah tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya dan terkesan tidak terawat, hal ini menunjukan rendahnya peran serta masyarakat dalam hal pemeliharaan sarana. 3.2.6. Permasalahan Dari uraian permasalahan diatas dapat disimpulkan hal-hal sebagai beikut: 1. Kurangnya perhatian serta sosialisasi peraturan perundang-undangan mengenai sistem pengelolaan air limbah. 2. Belum adanya Study dan Master Plan Sistem Pengelolaan Air Limbah. 3. Kurangnya Sumber Dana APBD II mengakibatkan kurangnya ketersediaan data pada SKPD terkait 4. Kebiasaan dan Kesadaran Masyarakat yang relatif rendah tentang pentingnya bak pengolahan air limbah di setiap rumah tangga. Persepsi dari sebagian masyarakat yang menganggap sarana sanitasi air limbah belum menjadi kebutuhan yang mendesak. Sebagian masyarakat lebih mudah
membuang
limbahnya
ke
saluran/
sungai
atau
karena
keterbatasan ekonominya belum mampu menyediakan sarana sanitasi sendiri. Untuk itu, bagaimana menurunkan tingkat pencemaran tersebut atau setidaknya mempertahankan kondisi perairan yang ada agar tidak Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 92
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
tercemar
2011
dan yang lebih penting lagi mencegah penyebaran penyakit
melalui air (waterborne desease) sehingga masyarakat aman dari sebaran penyakit yang berbasis lingkungan. 5. Mengingat
terbatasnya
kemampuan,
masih
banyak
masyarakat
menggunakan WC yang belum memenuhi standar kesehatan 6. Masih bercampurnya fungsi saluran drainase dengan fungsi pembuangan air limbah (saluran air limbah rumah tangga menyatu dengan saluran drainase) 7. Tidak ada standarisasi tempat penampungan limbah yang berwawasan lingkungan 8. Belum ada data yang akurat terhadap jumlah septic tank yang memenuhi standar teknis dan yang tidak 9. Belum terbangunnya IPLT 10. Belum ada IPAL
11. Belum ada sistem pengolahan percontohan air limbah komunal (skala perumahan, pasar tradisional, dll) 12. Belum terbangunnya saluran khusus untuk limbah pabrik (mencemari lingkungan) Usulan dan Prioritas Pengelolaan Air Limbah Usulan beberapa program Pengelolaan Air Limbah di Kabupaten Bima yang meliputi 1. Studi dan Master Plan Penataan Pengelolaan Air Limbah pada Wilayah Pengembangan (WP) Bima Bagian Tengah. 2. Detail Desain Pengelolaan Air Limbah, melalui skala prioritas Tahun Pertama, Tahun ke 2 dan Tahun ke 3 3. Pelaksanaan Fisik Pengelolaan Air Limbah melalui skala prioritas Tahun Pertama, Tahun ke 2 dan Tahun ke 3 4. Supervisi Pengelolaan Air Limbah melalui skala prioritas Tahun Pertama, Tahun ke 2 dan Tahun ke 3. 5. Pemantauan O&P secara berkala Pengelolaan Air Limbah Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 93
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
3.3. Pengelolaan Persampahan (Limbah Padat) Sampah adalah benda padat yang timbul dari kegiatan manusia yang dibuang karena tidak dipergunakan atau tidak diinginkan lagi oleh pemiliknya. Permasalahan
sampah
timbul
disebabkan
oleh
beberapa
faktor,
yaitu
pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan penduduk, pola konsumsi masyarakat dan perilaku penduduk, aktivitas fungsi kota, kepadatan penduduk dan bangunan, serta kompleksitas problem transportasi. Faktorfaktor tersebut disamping mempengaruhi jumlah timbulan sampah juga berpengaruh terhadap komposisi sampah. Berdasarkan sumbernya sampah dapat dibedakan atas sampah domestik (rumah tangga), sampah institusional (sekolah, kantor, dll.), sampah komersial (pasar, toko, dll.), sampah industri, sampah aktivitas perkotaan (penyapuan jalan, lapangan, dll.), sampah rumah sakit, sampah pertanian dan peternakan, sampah konstruksi, dsb. Sedangkan komposisi sampah secara umum meliputi sampah organik, kertas, logam, kaca, tekstil, plastik/ karet, dsb. Pengelolaan sampah pada dasarnya bertujuan untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dengan jalan penyingkiran sampah sehingga berkurang volume dengan banyaknya. Pengelolaan sampah meliputi elemen penyimpanan di tempat-tempat penghasil sampah, pengumpulan di tempat pembuangan sementara dan depo-depo sampah, pengangkutan sampah ke tempat-tempat pembuangan akhir, pemanfaatan kembali atau daur ulang, dan pengolahan/ pemusnahan. Sarana pengolahan sampah diantaranya adalah truk pengangkut sampah, transfer depo, tempat pembuangan sementara (TPS),
incinerator, tungku pembakar, dan tempat pembuangan akhir (TPA). Pengelolaan sampah di Kabupaten Bima menerapkan sistem pengolahan sampah dengan pola 3R atau Pengurangan (reduce), Penggunaan kembali (reuse), dan Daur ulang (recycle), guna mengatasi masalah sampah pada masa mendatang yang diprediksi akan terus bertambah.
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 94
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Sistem pengolahan sampah 3R tersebut, akan dilakukan pengolahan sampah sesuai jenisnya. Seperti, untuk jenis sampah organik akan diolah menjadi pupuk kompos. Sedangkan, jenis sampah plastik dan logam akan diolah kembali. Tujuannya adalah untuk mengurangi tumpukan sampah yang nantinya dibuang ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Dalam
memperlancar
sistem
pengolahan
sampah
tersebut,
akan
menentukan lokasi yang sesuai dengan persyaratan kriteria teknis lingkungan. Persyaratan tersebut antara lain, pemenuhan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan, upaya pengelolaan lingkungan, pemantauan lingkungan. Penyediaan tempat pengolahan sampah pola 3R dapat mengurangi masalah sampah yang terus menumpuk. Sebab, jika tidak demikan dapat menimbulkan masalah lingkungan. Manajemen Pengelolaan persampahan di Kabupaten Bima saat ini belum dikelola dengan baik sehingga tidak bisa ditampilkan data-data mengenai persampahan itu sendiri, baik dari segi sarana- prasarana pengangkut maupun TPA dan TPS nya "Sistem pengolahan ini akan diterapkan setelah perpindahan Pemerintahan Kabupaten Bima ke Woha. Sedangkan pembiayaan akan diusahakan melalui bantuan dari Departemen Pekerjaan Umum dan melalui Pemprovinsi Nusa Tenggara Barat maupun bantuan lain yang legal. Dalam jangka pendek pengelolaan sampah di Kabupaten Bima adalah dengan penyediaan Tempat Pembuangan sementara (TPS) dan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). 3.3.1. Landasan Hukum/Legal Operasional 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. 2. Undang Undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 95
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
3. Undang Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan 4. Undang
Undang
Nomor
2
Tahun
1992
Tentang
Perumahan
dan
Permukiman 5. Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. 6. Undang Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air 7. Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah 8. PP Nomor 16 Tahun 2005 tentang Sistem penyediaan Air Minum 9. PP Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Amdal 10. PP Nomor 18 jo 85/1999 Tentang Limbah B3 11. Undang-undang No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah 12. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Pengelolaan Persampahan Sebaran lokasi dan kriteria TPS, dan/atau TPA ditentukan berdasarkan persyaratan dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah melalui SNI Nomor 03-3241-1994 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA Sampah, dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya. Kondisi saat ini penyebaran penduduk di Kabupaten Bima tidak begitu merata. Sebagian besar masyarakat tinggal di daerah pusat kota. Sehingga jika peletakan TPS didasarkan pada luas wilayah, hal ini tidak menguntungkan. Terutama karena di daerah pedesaan yang masih memiliki lahan kosong cukup luas, masyarakat biasanya membuang sampah di lahan-lahan kosong tersebut. Untuk itu alternatif ke dua yaitu peletakan TPS berdasarkan jumlah timbulan sampah untuk wilayah yang dilayani. Pemilihan dan penetapan lokasi lahan sebagai calon lokasi tempat pembuangan sampah (TPA) harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu kriteria regional, kriteria penyisih, dan kriteria penetapan sebagai berikut : 1. Kriteria regional meliputi:
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 96
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Kondisi Geologi, yaitu tidak dibenarkan berlokasi di atas suatu holocene fault atau berdekatan dengan daerah yang mempunyai sifat bahaya geologi yang dapat merusak fasilitas TPA. Daerah yang dianggap tidak layak adalah daerah formasi batu pasir, batu gamping, atau dolomit berongga dan batuan berkekar lainnya (jointed rocks). Kondisi Hidrogeologi, yaitu lokasi TPA tidak boleh terletak di tempat yang mempunyai muka air kurang dari 3 meter, tidak boleh mempunyai kelulusan tanah lebih besar dari 10 cm/det serta harus berjarak lebih dari 100 meter terhadap sumber air minum di hilir aliran. Lereng, yaitu lokasi TPA tidak boleh terletak pada bukit dengan lereng tidak stabil dan akan dinilai layak apabila terletak di daerah landai yang agak tinggi, bekas tambang terbuka dengan kemiringan 0-20%. Tidak layak di daerah dengan depresi yang berair, lembah rendah dan tempat yang berdekatan dengan air permukaan dengan kemiringan alami lebih besar dari 20%. Tata Guna Tanah, yaitu TPA yang digunakan untuk sampah organik tidak boleh terletak di radius 3.000 meter dari landasan lapangan terbang untuk pesawat turbo jet dan 1.500 meter untuk landasan pesawat lain, karena akan menarik kehadiran burung. Selain itu, tidak boleh terletak di wilayah peruntukan bagi lokasi sarana dan daerah lindung perikanan, satwa liar, dan pelestarian tanaman. Daerah Banjir, yaitu lokasi TPA berada di daerah banjir dengan daur 25 tahun. 2. Kriteria penyisih dilakukan dengan mengikuti Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA (SNI T-11-1991-03), yang melakukan pembobotan berdasarkan kesesuaian iklim, utilitas yang tersedia, lingkungan biologis, kondisi tanah, hidrogeologis, dan tata guna lahan. 3. Kriteria penetapan merupakan kriteria berkaitan dengan kewenangan instansi terkait untuk menetapkan lokasi terpilih sesuai dengan kebijakan dan ketentuan setempat yang berlaku. Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 97
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
3.3.2. Aspek Institusional Di dalam struktur pemerintahan Kabupaten Bima, urusan kewenangan pengelolaan sanitasi yang meliputi sub sektor pengelolaan sampah berada dalam Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) yaitu Dinas Pekerjaan Umum dan Badan lingkungan Hidup. 3.3.3. Cakupan Pelayanan Pengelolaan persampahan di Kabupaten Bima ini belum ada penanganan oleh pemerintah, baik dari sisi kelembagaan dan penyediaan sarana dan prasarana persampahan. Selama ini penanganan persampahan masih dikelola sendiri secara individual oleh masyarakat mulai dari pewadahan sampai pembuangan. Walaupun sebenarnya institusi pemerintah yang mempunyai tugas yang berkaitan dengan persampahan sudah ada, namun program yang dilakukan belum menyentuh bidang persampahan. Pelayanan kebersihan untuk kabupaten Bima saat ini relative masih rendah, hal ini dilihat dari luas layanan kebersihan yang hanya mencakup di daerah Perkotaan saja, dari 18 (dua belas) Kecamatan yang ada baru 4 (empat) kecamatan yang bisa terlayani, dengan prosentase cakupan untuk tahun 2006 sebesar 1,0% terhadap jumlah penduduk terlayani persampahan dan Tahun 2007 sebesar 1,5 % terhadap jumlah penduduk terlayani persampahan. Sedangkan
untuk
Daerah/kecamatan
yang
berada
diluar
empat
kecamatan tadi, baru dapat terlayani sebagian kecil saja bahkan ada daerah yang belum sama sekali tersentuh pelayanan, tentunya hal ini akan menjadi suatu bahan acuan bagi Pemerintah Pusat maupun Daerah, Serta Peran serta Masyarakat dan Dunia usaha/Swasta untuk terus mengangkat masalah Kebersihan lingkungan khususnya pelayanan persampahan sebagai Isu Central. Dengan meningkatnya jumlah penduduk, perkembangan teknologi serta meningkatnya taraf hidup masyarakat cenderung menyebabkan bertambahnya Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 98
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
volume sampah yang dihasilkan dengan karakteristik lebih bervariasi, sehingga perlu pengelolaan sampah yang lebih baik dan tepat. Dengan demikian maka institusi pemerintah harus segera memulai penanganan sampah agar tidak menjadi gangguan bagi lingkungan pada masa yang akan datang. Kondisi Sistem Sarana dan Prasarana Pengelolaan Persampahan Yang Ada (Aspek Teknis) 1. Teknik Operasional Pengelolaan persampahan Timbulan
sampah
di
Kabupaten
Bima
selain
berasal
dari
daerah
permukiman (sampah rumah tangga) serta sampah yang berasal dari pertokoan, hotel, pasar, restoran, sekolah, jalan dan sebagainya. Dari data yang diperoleh dari Kantor-kantor Kecamatan sebagai pengelola kebersihan dan hasil pengamatan di lapangan tahun 2007, timbulan Sampah Kabupaten Bima secara keseluruhan pada saat ini adalah sebesar 1266,96 m3/hari. Berdasarkan wilayah administrasi kecamatan baru 4 kecamatan (Kecamatan Woha, Bolo, Monta dan Sape) yang memiliki truk angkutan sampah dengan pelayanan pengelolaan sampah di Kabupaten Bima sampai dengan Tahun 2007 baru mencapai 45,3 M3 /hari. Sedangkan kecamatan lainnya yang tidak memiliki sarana angkutan sampah, pengelolaannya masih dibuang di sembarang tempat atau dibakar. Upaya pengurangan sampah melalui kegiatan 3R (reduce, reuse, recyle) sudah dilakukan di Kecamatan Sape dengan kapasitas 10 m3/hari dengan luas lahan 100 m2. 2. Daerah Pelayanan dan Kondisi Spesifik Daerah pelayanan masih pada kawasan – kawasan tertentu disekitar Ibukota Kecamatan-kecamatan (IKK) dan dibuang di TPS-TPS yang ada karena belum memiliki TPA sampah. Juga masih terbatasnya sarana pengangkutan (truk) sampah. Sehingga tingkat pelayanan masih rendah Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 99
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
hanya meliputi wilayah perkotaan di kecamatan-kecamatan.
2011
Pelayanan
persampahan sampai tahun 2007 baru dapat mengangkut sampah sekitar 45,3 M3/hari atau sekitar 3,55% dari seluruh timbulan sampah yang ada di Kabupaten Bima. 3. Prasarana dan Sarana Berdasarkan data yang ada bahwa volume sampah yang dihasilkan dari sumber sampah yaitu rumah tangga, pasar dan pertokoan setiap hari sebanyak 1266,96 m3 diangkut dengan menggunakan truk dan dibuang di tempat pengumpulan sampah sementara. Sementara itu jumlah tempat pengumpulan sampah sementara yang ada sebanyak 10 unit dan truk 5 unit sedangkan transfer depo dan pewadahan belum tersedia. Data yang ada di Kabupaten Bima saat ini adalah data tahun 2007 mengenai sistem pelayanan persampahan, akan tetapi tampilannyapun tidak lengkap sebagaimana tertera dalam tabel di bawah ini : Tabel 3.14 Sistem Pelayanan Persampahan di Kabupaten Bima Tahun 2007 No. 1.
2.
Uraian
Satuan
Volume
Ket.
Sistem Pengelolaan Sampah di Kabupaten Bima khususnya di 18 kecamatan saat ini adalah pembuangan sampah secara langsung di atas tanah logok atau diatas tanah datar ( Open Dumping )
-
-
-
1,5 % m3/hari
86 m3 1124
-
m3/hari m3/hari m3/hari m3/hari m3/hari
62 24 86 -
-
Rp/thn Rp/thn Rp/thn
300.000.000 -
-
-
-
-
Pengelolaan
Teknik Operasional a. Cakupan pelayanan b. Perkiraan timbunan sampah c. Timbunan sampah yang terangkut - Permukiman - Non Permukiman - Total d. Kapasitas pelayanan TPA e. Kapasitas pelayanan pengumpulan sampah
3.
Pembiayaan Biaya Pengelolaan - Pengumpulan sampah - Pengolahan sampah - Pendapatan retribusi
4.
Hukum dan Peraturan Hukum dan Peraturan yang berkaitan dengan masalah pengelolaan sampah sampai saat ini belum dibuat.
Sumber Data : RPIJM 2010-1014 Kabupaten Bima
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 100
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Tabel 3.15 Sistem Pelayanan Persampahan di Kabupaten Bima Tahun 2007 No.
Uraian
Satuan
1.
Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk Pendapatan Penduduk Rata-rata Tata Guna Lahan : Komersil/Perkantoran/Perdagangan Daerah Permukian Fasilitas Umum Dan Lain-lain Topografi dan Geologi Permeabilitas Tanah Air Tanah : Tinggi muka air tanah Pemanfaatan Kualitas Air Permukaan : Debit Pemanfaatan Kualitas Kilmatologi : Arah angin Curah hujan rata-rata Kesehatan : Tiga penyakit paling dominant terkait dengan kondisi sanitasi yang buruk Kejadian khusus terkait sampah
410.682 86 Orang Org/Ha
2. 3.
4. 5. 6.
7.
8. 9.
Sumber Data : RPIJM Kabupaten Bima Tahun 2010-1014
Ket.
Diare, malaria, tipus.
3.3.4. Aspek Teknis dan Teknologi 3.3.4.1.Tempat Penampungan Sementara (TPS) Data mengenai Tempat Penampungan Sementara
(TPS) di
Kabupaten Bima saat ini belum tersedia, yang ada hanya gambaran singkat tahun 2007 saja, akan tetapi jelasnya metode pembuangan sampah yang masih banyak digunakan saat ini oleh mayarakat adalah metode “Open Dumping” ( pembuangan sampah langsung diatas tanah logok atau diatas tanah datar ). Dan pada umumnya masyarakat memusnahkan sampah dengan cara dibakar sehingga volume sampah yang harus diangkut ke tempat pembuangan relative kurang. Cara ini disamping memerlukan tanah luas juga kurang memenuhi syarat kesehatan serta mempunyai resiko lingkungan tinggi. Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 101
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Karena belum ada pengelolaan di bidang persampahan maka kondisi sistem sarana dan prasarana pengelolaan persampahan yang dilakukan oleh pemerintah belum tersedia, hanya pewadahan yang diadakan sendiri oleh masyarakat yang pada umumnya tidak layak. 3.3.4.2.Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Saat ini Kabupaten Bima belum memiliki TPA karena Ibukota Kabupaten masih menyatu dengan Kota Bima yang dimekarkan beberapa tahun yang lalu sehingga TPA yang ada sebelumnya sekarang menjadi miliknya Kota Bima. 3.3.5. Peran serta Masyarakat dan Jender dalam Pengelolaan Sampah Peran serta masyarakat sangat penting dalam pengelolaan persampahan. Peran serta masyarakat tersebut antara lain adalah dengan melakukan hal-hal sebagai berikut : 1) Membersihkan lingkungan rumah sendiri, pekarangan dan perkebunan masing-masing 2) Membersihkan jalan dan lingkungan sekitarnya serta tidak membuang sampah di sembarang tempat 3) Menyediakan tong sampah atau kantong-kantong sampah 4) Kegiatan ibu-ibu PKK 5) Siswa dengan pramukanya Dalam penanganan pengelolaan persampahan di Kabupaten Bima peran serta masyarakat
bisa dikatakan masih kurang karena tingkat kesadaran
masyarakat yang masih rendah. Hal ini juga dikarenakan sarana dan prasarana pendukung seperti mobil sampah, TPS dan TPA yang kurang tersedia sehingga terkesan peran serta masyarakat dalam pengelolan persampahan masih sendirisendiri Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 102
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
3.3.6. Permasalahan dalam Pengelolaan Sampah Permasalahan dalam pengelolaan persampahan di Kabupaten Bima, dapat dikelompokkan dalam beberapa aspek, sbb: Tabel 3.16 Permasalahan Pengelolaan Sampah No.
Aspek
Permasalahan
Ket.
- Pengaturan mengenai persampahan belum efektif 1.
2.
Dasar Hukum (Kebijakan)
Pendanaan
berlaku, meskipun saat ini Kabupaten Bima telah memiliki Perda No.6 pengelolaan ar minum dan penyehatan lingkungan berbasis masyarakat (AMPL-BM) Penerapan sanksi hukum masih sulit diterapkan karena terbatasnya anggaran untuk pelaksanaannya serta tingkat koordinasi antar instansi terkait lemah. Dukungan APBD II, APBD I dan APBN terhadap masalah persampahan cukup rendah
- Tempat Pemrosesan Akhir persampahan di Kabupaten 3.
Teknis Operasional
-
4.
Sosial
-
Bima belum ada, sehingga dapat memicu pembuangan sampah bukan pada tempatnya Penanganan sampah sampah sifatnya masih dilakukan sendiri-sendiri dan belum dikoordinir dengan baik meskipun dibeberapa kecamatan telah disiapkan beberapa sarana pendukungnya. Jumlah TPS belum merata tersebar diseluruh kecamatan karena beberapa alasan, diantaranya; lahan yang dijadikan TPS tidak tersedia Beberapa kecamatan dalam pengelolaan persampahannya hanya menimbun dan membakar saja serta adapula yang membuangnya disembarang tempat spt kesungai, selokan, jalan, taman, dsb. Masih rendahnya kesadaran dan kepedulian masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan seperti membuang sampah tidak pada tempatnya Adanya anggapan di masyarakat bahwa pengelolaan persampahan merupakan tanggung jawab pemerintah daerah.
- Retribusi persampahan belum jalan seiring dengan kurangnya sarana transportasi pengangkutan sampah
5.
Kelembagaan
- Perhatian semua komponen dalam pengelolaan sampah -
Sumber :RPIJM,2010 - 2014
baik pemerintah sebagai pengambil kebijakan, dunia usaha maupun masyarakat relatif rendah Pendidikan perilaku membuang sampah sejak dini di lingkungan sekolah dan rumah
3.4. Pengelolaan Drainase Drainase lingkungan direncanakan untuk : Pertama, untuk mengalirkan air hujan dan mencegah genangan yang terlalu lama dan merupakan upaya preventif terhadap banjir. Kedua, mencegah agar air hujan tidak terlalu lama Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 103
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
menggenangi badan jalan yang akan memperpendek umur jalan. Memperlancar pergerakan sehingga menjamin kegiatan ekonomi berjalan sebagaimana mestinya. Pada dasarnya, sudah banyak pembangunan saluran drainase di Kabupaten Bima yang tersebar di 18 Kecamatan dan 168 Desa. Namun sejalan dengan perkembangan kota dan pemekaran
wilayah serta kurangnya
kesadaran masyarakat membuat saluran drainase yang telah terbangun menjadi tidak berfungsi, bahkan ada yang beralih fungsi menjadi tempat pembuangan sampah, sehingga kapasitas saluran tidak mampu menampung air limpahan, khususnya pada curah hujan tinggi mengakibatkan terjadinya penyumbatan pada titik – titik tertentu khususnya pada kawasan padat penduduk dan kemiringan (slope) rendah. Disamping itu, permasalahan yang muncul saat ini diakibatkan juga oleh proses sedimentasi yang cukup serius pada sungai sebagai buangan akhir dan sebagian besar saluran belum dilengkapi dengan bangunan tanggul dan yang paling penting faktor tingkat pemeliharaan yang rendah dan sistem pengaliran belum terarah/tidak terpadu (saluran persil–tersier–sekunder hingga ke saluran induk/primer). Kabupaten Bima pada umumnya memiliki drainase yang baik (tidak tergenang), pengaruh pasang surut hanya seluas 7 Ha (0,002%) dari luas wilayah. Kondisi tergenang terus menerus dijumpai hanya seluas 287 Ha (0,066%), itupun dikarenakan belum tersedianya saluran drainase yang memadai dan merata di seluruh wilayah. (Sumber: RTRW Kabupaten Bima tahun 2005). 3.4.1. Landasan Hukum/Legal Operasional Pengaturan tentang rencana program investasi infrastruktur Sub Bidang Drainase mengacu kepada Keputusan Menteri Pekerjaan Umum nomor 239/KPTS/1987 tentang Fungsi Utama Saluran Drainase sebagai drainase kota dan fungsi utama sebagai pengendalian banjir. Selain itu harus memperhatikan Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 104
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
keterpaduan pelaksanaannya dengan prasarana dan sarana kota lainnya (persampahan, air limbah, perumahan dan tata bangunan serta jalan kota), sehingga dapat meminimalkan biaya pelaksanaan, biaya operasional dan pemeliharaan. Program dan kegiatan Sub-Bidang Drainase bertujuan untuk mencapai masyarakat hidup sehat dan sejahtera dalam lingkungan yang bebas dari genangan. Dalam Perencanaan
Sistem Drainase
Perkotaan,
tidak
lepas
dari
perencanaan kota itu sendiri. Beberapa peraturan telah ada dan perlu diperhatikan dalam membuat Rencana Induk, agar tidak timbul hal-hal yang bertentangan. Beberapa peraturan yang yang penting dan telah dibuat di Kabupaten Bima antara lain : 1. Rencana Detail Tata Ruang Ibu Kota ( RDTR ) dan sebagian Rencana Teknik Ruang Ibukota ( RTR ) Kabupaten Bima, 2. Rencana Detail Tata Ruang Ibukota Kecamatan ( RDTRK ) di 4 ( Empat ) Kecamatan yang ada di Kabupaten Bima. Dalam penyusunan Rencana Induk Drainase haruslah mengacu pada peraturanperaturan tersebut agar tidak menyimpang atau berbenturan dengan rencana induk lainnya. Aturan secara umum mengenai AMPL Kabupaten Bima yang di dalamnya juga memuat tentang drainase adalah 1. Peraturan Daerah Kabupaten Bima No.6 Tahun 2011 tentang pengelolaan ar minum dan penyehatan lingkungan berbasis masyarakat (AMPL-BM) 2. Rancangan Peraturan Bupati Bima tentang petunjuk teknis pelaksanaan Perda Kabupaten Bima No.6 Tahun 2011 tentang pengelolaan AMPL-BM 3.4.2. Aspek Institusional Penanganan drainase di Kabupaten Bima dikelola oleh Bidang Cipta Karya Dinas pekerjaan Umum
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 105
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
3.4.3. Cakupan Pelayanan Pertumbuhan penduduk dan kepadatan penduduk dikabupaten Bima yang cepat menimbulkan tekanan terhadap ruang dan lingkungan untuk kebutuhan perumahan kawasan jasa/industri yang selanjutnya
menjadi kawasan
terbangun. Kawasan perkotaan yang terbangun memerlukan adanya dukungan prasarana dan sarana yang baik yang mejangkau kepada masyarakat berpenghasilan menengah dan rendah. Perkembangan perumahan dan permukiman yang sangat pesat sering kurang terkendali dan tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang maupun konsep pembangunan yang berkelanjutan, mengakibatkan banyak kawasankawasan rendah yang semula berfungsi sebagai tempat parkir air (retarding pond) dan bantaran sungai dihuni oleh penduduk. Kondisi ini akhirnya meningkatkan volume air permukaan yang masuk ke saluran drainase dan sungai. Hal-hal tersebut di atas membawa dampak rendahnya kemampuan drainase mengeringkan kawasan terbangun, dan rendahnya kapasitas seluruh prasarana pengendali banjir (sungai, polder-polder, pompa-pompa, pintu-pintu pengatur) untuk mengalirkan air ke laut. Beberapa
misi
yang
di
kabupaten
Bima
ditempuh
untuk
dapat
mewujudkan visi penanganan drainase adalah: -
Membina penyelenggaraan pelayanan prasarana dan sarana drainase untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat
-
Membina pelaksanaan pembangunan dan mengembangkan prasarana dan sarana penyehatan lingkungan permukiman mendukung pencegahan pencemaran lingkungan
-
Mendorong peningkatan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah dan masyarakat yang efektif dan efisien dan bertanggungjawab
-
Mendorong terciptanya pengaturan berdasarkan hukum yang dapat diterapkan pemerintah dan masyarakat untuk membangun pengelolaan pembangunan penyehatan lingkungan permukiman
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 106
2011
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
-
Mendorong
peningkatan
kemampuan
pembiayaan
menuju
ke
arah
kemandirian -
Mendorong peran serta aktif masyarakat dalam proses pembangunan prasarana dan sarana drainase
-
Mendorong peningkatan peran dunia usaha, perguruan tinggi melalui penciptaan iklim kondusif bagi pengembangan prasarana dan sarana penyehatan lingkungan permukiman
Secara umum kondisi saluran yang ada di beberapa Desa/Kecamatan di Kabupaten Bima dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3.17 Kondisi Saluran yang Ada Kabupaten Bima Tahun 2007 Nama Jalan/Lokasi Saluran
No
Panjan g (m)
Dimensi (m) Tinggi
Lbr
3
4
1. Kec.Bolo,Sape& Woha
3850 M
2.
Ds.Mpuri Madapangga
3.
Luas
Cath ment Area
Jml Pend
Konstruksi Kondisi Saluran Per Sal. ma Tana B S R nen h 8 9 10 11 12
5
( Ha ) 6
7
50
60
-
-
√
-
-
√
-
400 M
50
60
-
-
√
-
-
√
-
Ds.Taloko – Sanggar
448 M
50
60
-
-
√
-
-
√
-
4.
Ds.Rade Madapangga
700 M
50
60
-
-
√
-
√
-
-
5.
Ds. Rato Kec. Bolo
509 M
50
60
-
-
√
-
√
-
-
6.
Ds. Ncera Kec. Belo
261 M
50
60
-
-
√
-
√
-
-
7.
Depan Kantor Camat
192 M
50
60
-
-
√
-
√
-
-
336 M
50
60
-
-
√
-
√
-
-
452 M
50
60
-
-
√
-
√
-
-
131 M
50
60
-
-
√
-
√
-
-
1
2
Bolo 8.
Ds. Ngali Kec. Belo
9.
Ds. Wadukopa Kec. Soromandi
10
Ds. Maria Kec. Wawo
Sumber Data : RPIJM Kabupaten Bima Tahun 2010-1014
3.4.4. Aspek Teknis dan Operasional Fungsi Drainase Perkotaan secara umum diuraikan sebagai berikut; -
Mengeringkan
bagian
wilayah
kota
dari
genangan
sehingga
tidak
menimbulkan dampak negatif. Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 107
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
-
Mengalirkan air permukaan ke badan air penerima terdekat secepatnya.
-
Mengendalikan kelebihan air permukaan yang dapat dimanfaatkan untuk persediaan air dan kehidupan akuatik.
-
Meresapkan air pemukaan untuk menjaga kelestarian air tanah (konservasi air).
-
Melindungi prasarana dan sarana yang sudah terbangun
Berdasarkan fungsi layanan sistem drainasi dibagi menjadi 3 yang meliputi; a) Sistem drainase lokal : Yang termasuk sistem drainase lokal adalah saluran awal yang melayani suatu kawasan kota tertentu seperti komplek permukiman, areal pasar, perkantoran, areal industri dan komersial. Sistem ini melayani areal kurang dari 10 ha. Pengelolaan sistem drainase lokal menjadi tanggung jawab masyarakat, pengembang atau instansi lainnya. b) Sistem drainase utama : Yang termasuk dalam sistem drainase utama adalah saluran drainase primer, sekunder, tersier beserta bangunan pelengkapnya yang melayani kepentingan sebagian besar warga masyarakat. Pengelolaan sistem drainase utama merupakan tanggung jawab pemerintah kota. c) Pengendalian banjir (Flood Control) : Adalah
ruas
sungai
yang
melintasi
wilayah
kota
yang
berfungsi
mengendalikan aliran air sungai, sehingga tidak mengganggu masyarakat dan dapat memberikan manfaat bagi kegiatan kehidupan manusia. Pengelolaan/pengendalian banjir merupakan tugas dan tanggung jawab dinas pengairan (Sumber Daya Air). Dan berdasarkan fisiknya sistem drainasi dibagi menjadi: a) Sistem saluran primer : Adalah saluran utama yang menerima masukan aliran dari saluran sekunder. Dimensi saluran ini relatif besar. Akhir saluran primer adalah badan penerima air. b) Sistem saluran sekunder : Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 108
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Adalah saluran terbuka atau tertutup yang berfungsi menerima aliran air dari saluran tersier dan limpasan air dari permukaan sekitarnya, dan meneruskan air ke saluran primer. Dimensi saluran tergantung pada debit yang dialirkan. c)
Sistem saluran tersier : Adalah saluran drainase yang menerima air dari saluran drainase lokal. Pembangunan sistem drainase perkotaan perlu memperhatikan fungsi drainase
sebagai
prasarana
kota
yang
dilandaskan
pada
konsep
berwawasan lingkungan. Konsep ini antara lain berkaitan dengan usaha konservasi sumber daya air, yang pada prinsipnya adalah mengendalikan air hujan supaya lebih banyak meresap ke dalam tanah yang dan tidak banyak terbuang sebagai aliran permukaan antara lain dengan membuat bangunan resapan buatan, kolam retensi dan penataan lansekap. 1. Rencana Induk Rencana induk sitem drainase perkotaan adalah perencanaan menyeluruh sistem drainase pada satu wilayah perkotaan, untuk perencanaan 25 tahun. Lingkupnya adalah sistem drainase utama saja yang berada dalam satu daerah administrasi kota/perkotaan. 2. Studi Kelayakan Studi kelayakan sistem drainase perkotaan adalah perencanaan sistem drainase pada satu atau lebih daerah pengaliran air, untuk waktu perencanaan 5 atau 10 tahun. Lingkupnya diarahkan pada daerah prioritas yang telah ditentukan dalam rencana induk drainasse perkotaan. Kajian yang dilakukan meliputi kelayakan teknis, kelayakan keuangan/sosial ekonomi, kelayakan kelembagaan seta kelayakan lingkungan. 3. Perencanaan Teknis Perencanaan teknis dibuat untuk daerah prioritas yang telah mempunyai studi kelayakan atau rencana kerangka (outline plan). Jangka waktu Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 109
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
perencanaan untuk 2 sampai 5 tahun. Rencana teknis harus membuat persyaratan teknis dan gambar teknis, kriteria perencanaan dan langkahlangkah perencanaan konstruksi sistem drainase perkotaan. 4. Prinsip-Prinsip Utama Beberapa prinsip utama yang harus diletakkan sebagai dasar pembangunan sistem drainase perkotaan, antara lain :
Kapasitas sistem harus mencukupi, baik untuk melayani air hujan yang akan dialirkan ke badan penerima air (laut, sungai) atau diresapkan ke dalam tanah. Bilamana kapasitas tidak mencukupi, maka sistem akan menemui kegagalan dan terjadilah banjir atau genangan. Untuk mencapai kapasitas sistem yang memadai, dilakukan berdasarkan prinsip hidrologi dan hidrolika
Tata
letak
sistem
memenuhi
kriteria
perkotaan
dan
memiliki
kesempatan untuk perluasan sistem. Dalam pelaksanaannya harus diperhatikan segi hidraulik dan tata letak dalam kaitannya dengan prasarana lain.
Stabilitas sistem harus terjamin, baik dari segi struktural, keawetan sistem dan kemudahan dalam operasi dan pemeliharaannya. Dalam pelaksanaannya
diperlukan
prinsip-prinsip
struktural
yang
harus
dipenuhi, termasuk bentuk struktur yang memudahkan operasi dan pemeliharaan.
Mengalirkan secara gravitasi, sistem drainase perkotaan sedapat mungkin menggunakan sistem pengaliran secara gravitasi, mengingat cara ini lebih ekonomis dalam pengoperasian dan pemeliharaannya
Minimalisasi pembebasan tanah, pengembangan sistem drainase perkotaan harus diusahakan mencari jalur terpendek ke badan penerima air. Hal ini agar pembebasan tanah dapat ditekan sekecil mungkin. Pembangunan, peningkatan, dan pemeliharaan jaringan drainase selama
ini cukup intensif di wilayah Kabupaten Bima, terutama di pinggir jalan-jalan Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 110
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
utama, saluran drainase sebagiannya merupakan saluran irigasi yang berfungsi untuk mengairi sawah, dan ada juga saluran irigasi beralih fungsi sebagai saluran drainase. Saluran drainase untuk saat ini berfungsi sebagai penggelontor saluran/ drainase kota pada daerah permukiman penduduk tetapi tidak efektif karena sedimentasi pada saluran drainase cukup banyak maka sulit apabila hanya digelontor saja sehingga harus dibersihkan secara langsung. Sedimentasi saluran dan tersumbatnya saluran drainase oleh sampah, mengakibatkan timbulnya genangan air di beberapa titik jalan pada saat musim hujan, yaitu meliputi kawasan Kec. Sape, Woha, Tambora dan Kec. Ambalawi 3.4.5. Peran serta Masyarakat dan Jender dalam Pengelolaan Drainase Lingkungan Drainase di Kabupaten Bima rata-rata bermasalah, yang dalam hal ini disebabkan karena diantaranya pengaruh sedimentasi saluran, timbunan sampah dan sebagiannya bila datang hujan pada saat air laut pasang, maka saluran drainase tak bisa mengalir secara lancar ke sungai dan bahkan meluap sehingga mengakibatkan banjir di mana-mana. Hal itu diperparah dengan budaya buang sampah yang masih rendah membuat drainase penuh dengan sampah. Peran serta masyarakat didalam mendukung penanganan Drainase hanya dilakukan pada saat tertentu saja seperti jumat bersih, hari ulang tahun kemerdekaan Bangsa Indonesia yang kegiatannya dilakukan secara gotong royong dengan membersihkan saluran yang ada. Peran masyarakat yang lain datang dari anak-anak mahasiswa yang melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN), kampanye kebersihan lingkungan saat posyandu, kader desa siaga, dll. Para kader Posyandu dan Kader Desa Siaga bisa diharapkan banyak untuk memberikan bimbingan terhadap masyarakat khususnya para ibu rumah tangga didalam hal memberikan informasi betapa pentingnya kegiatan menjaga Saluran Drainase yang telah ada. Apabila Kegiatan ini dapat berjalan sesuai Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 111
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
dengan yang diharapkan maka porsentasi kualitas kesehatan masyarakat dapat meningkat, termasuk dalamnya menjaga dan memelihara sarana yang dibangun. Peran serta masyarakat/ pihak swasta dalam penanganan drainase masih terbatas, terutama pada lingkungan perumahan sendiri-sendiri. Sehingga diharapkan semua pemilik kepentingan/ pemangku kebijakan melakukan kesepakatan/ kesediaan untuk aktif dalam pembangunan organisasi pengelola/ pemeliharaan saluran drainase perkotaan ini, seperti: lembaga masyarakat (Karang taruna, PKK dll). 3.4.6. Permasalahan Pada dasarnya, sudah banyak pembangunan saluran drainase di Kabupaten Bima yang tersebar di 18 Kecamatan dan 148 Desa. Namun sejalan dengan perkembangan kota dan pemekaran
wilayah serta kurangnya
kesadaran masyarakat membuat saluran drainase yang telah terbangun menjadi tidak berfungsi, bahkan ada yang beralih fungsi menjadi tempat pembuangan sampah, sehingga kapasitas saluran tidak mampu menampung air limpahan, khususnya pada curah hujan tinggi mengakibatkan terjadinya penyumbatan pada titik – titik tertentu khususnya pada kawasan padat penduduk dan kemiringan ( slope ) rendah. Disamping itu, permasalahan yang muncul saat ini diakibatkan juga oleh proses sedimentasi yang cukup serius pada sungai sebagai buangan akhir dan sebagian besar saluran belum dilengkapi dengan bangunan tanggul dan yang paling penting faktor tingkat pemeliharaan yang rendah dan system pengaliran belum terarah/tidak terpadu ( saluran persil–tersier–sekunder hingga ke saluran induk/primer ). Adapun permasalahan secara jelasnya dapat diuraikan dibawah ini:
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 112
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
3.4.6.1. Alih Fungsi Lahan Akibat
kebutuhan
lahan
yang
sangat
besar
untuk
pengembangan
permukiman, sering kurang terkendali, tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang maupun konsep pembangunan berkelanjutan. Akibatnya banyak kawasan-kawasan rendah yang semula berfungsi sebagai tempat parkir air (“retarding pond”), lahan basah (“wet land”) seperti rawa-rawa, situ-situ, embung dan lain-lain ditimbun sehingga merubah keseimbangan pola tata air. Hal-hal tersebut di atas akan berdampak rendahnya kemampuan sistem drainase untuk mengeringkan kawasan terbangun dan rendahnya kapasitas seluruh prasarana pengendali banjir (sungai, folder-folder, pompa dan pintupintu pengatur) untuk mengalirkan air hujan ke badan air. Permasalahan tersebut di atas tentunya perlu diminimalisasi dengan produk pengaturan yang mengatur pembangunan di areal lahan basah (“wet land”).
3.4.6.2. Belum adanya Ketegasan Fungsi Sistem Drainase Permasalahan drainase masih sering dijumpai di kota-kota berkaitan dengan kualitas air yang dialirkan. Selama ini belum ada kejelasan apakah fungsi saluran drainase untuk sistem pematusan air hujan apakah juga untuk pembuangan air limbah dapur dan cuci (“grey water”), sementara fungsi dan karakteristik sistem drainase berbeda dengan sistem air limbah yang tentunya akan membawa masalah pada daerah hilir aliran. Apalagi kondisi ini akan diperparah bila ada sampah yang dibuang ke saluran akibat penanganan sampah secara parsial oleh pengelola sampah dan masyarakat.
3.4.6.3. Kelengkapan Perangkat Peraturan Aspek hukum yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan rencana penyediaan prasarana dan sarana drainase di daerah adalah: Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 113
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
- Keterlibatan, koordinasi dan peran serta instansi lain yang bertanggung jawab terhadap utilitas yang ada harus ditetapkan dalam suatu peraturan. Jalur, posisi dan kedalaman pipa-pipa gas, minyak, air bersih, listrik, telepon dan utilitas lainnya harus diketahui agar dapat saling menunjang kepentingan masing-masing. - Dalam penyusunan rencana pengelolaan prasarana dan sarana drainase, keterlibatan masyarakat dan swasta harus dapat dijelaskan. Kedudukan dan status mereka harus tertuang dalam peraturan daerah sehingga masyarakat dan swasta dapat mengetahui tugas, tanggung jawab dan wewenangnya. - Bentuk dan struktur organisasi, uraian tugas dan kualitas personil yang dibutuhkan dalam melaksanakan penanganan drainase harus dirumuskan dalam peraturan daerah. - Peraturan
daerah
mengenai
ketertiban
umum
yang
menyangkut
penanganan drainase perlu disiapkan, seperti pencegahan pengambilan air tanah secara besar-besaran, pembuangan sampah di saluran, pelarangan pengurugan dan penggunaan daerah resapan air (wetland), termasuk sanksi yang diterapkan.
3.4.6.4 Penanganan Drainase Belum Terpadu Pembangunan sistem drainase utama dan lokal yang belum terpadu terutama pada sistem drainase yang dibangun oleh swasta/pengembang yang tidak selaras dengan pembangunan drainase makro yang lingkupnya lebih luas dari wilayah tersebut. Hal itu disebabkan karena tidak adanya Master Plan sebagai acuan pengembangan drainase Adapun Permasalahan dan Upaya penanganan yang dilakukan oleh Pemda Kabupaten Bima saat ini dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 114
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Tabel 3.18. Permasalahan dan Upaya Penanganan Kabupaten Bima Tahun 2007 No
Aspek Pengelolaan Drainase
Permasalah an yang dihadapi
1
2
3
A.
Yang sudah dilak. 4
Tindakan Yang Yang sdg direncanak dilak. an utk dilak 5
6
Penangg ung Jawab 7
Kelembagaan : - Bentuk Institusi
-
- Dasar hukum pembentukan institusi - SDM
B.
Kinerja sesuai dgn Tupoksi yg ada
-
-
-
-
-
Member dayakan SDM yg ada
Teknis Operasional :
1.
Perencanaan
2.
Peningkatan/Pembanguna n Saluran Baru
a
b
Ketersediaan dokumen perencanaan (Master Plan, FS, DED)
Dinas PU Pembinaan & Pelatihan lebih lanjut
Belum tersedia mengingat lokasi tersebar di 18 Kecamatan & Ibukota Kabupaten masih dalam taraf pembahasan
Penyediaan Dokumen perencanaan di masingmasing Ibukota Kecamatan
PemkabBi ma & Dinas PU Kabupate n Bima
Pemasangan Turap
- Turap kayu - Turap beton/beton bertulang - Batu kali/batu bata
Pemeliharaan Pelengkap -
c
Pengembang an Tupoksi
Bangunan
Gorong-gorong Pintu Air Pompa Talang Jembatan Waduk
Pembuatan Resapan
Pemkab Bima & Instansi Terkait
Kurang pemeliharaan oleh masy pengguna
Sumur
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Kering/daera h resapan air kurang Belum diberdayakan oleh masy
Penghijauan Pemb. Sumur resapan oleh proyek berbasis masy.
Masyarak at -
-
Page 115
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
3. a
b
c
d
4. a
b
c
C.
D.
E.
Operasi dan Pemeliharaan Rutin
Pengerukan Saluran - Primer - Sekunder - Tersier
Tidak ada
-
-
Pemasangan Turap
- Turap kayu - Turap beton/beton bertulang
Pemeliharaan Saluran - Primer - Sekunder - Tersier
Pemeliharaan Pelengkap
Bangunan
- Gorong-gorong - Pintu Air - Pompa - Talang - Jembatan - Waduk Rehabilitasi Saluran dan Bangunan
Pemasangan Turap
- Turap kayu - Turap beton/beton bertulang - Batu kali/batu bata
Rehabilitasi Saluran - Primer - Sekunder - Tersier
Rehabilitasi Pelengkap
Bangunan
- Gorong-gorong - Pintu Air - Pompa - Talang - Jembatan - Waduk Pembiayaan : - Sumber – sumber pembiayaan - Alokasi APBD Peraturan/Per-uu-an : - Kelayakan pakai - Penerapan sanksi
Tidak ada
-
-
Pengerukan Saluran Pemasangan Turap
Dinas terkait
Semua Pihak
Hanya oleh pem saja, kurang dukungan masy & pd saat musim kering, byk drainase beralih fungsi sbg tempat sampah
-
-
Kurang pemeliharaan oleh masy pengguna
Semua Pihak
-
-
-
-
-
-
Pemasangan Turap
Dinas PU
-
Rehab. Saluran yg rusak
-
Peningk./ Rehabilitasi saluran
-
Rehab. Banguna n Pelengk ap
-
Peningkatan Fungsi bangunan pelengkap
Dinas PU
Pemkab Bima
Sesuai Dana yg tersedia
-
Penambahan Alokasi Dana
-
-
-
-
Kurang
-
-
-
Terbatas
Peran Serta Masy. : - Kampanye/Penyuluhan - Keterlibatan Swasta - Partisipasi Aktif Masyarakat
2011
Penyuluhan
Pemkab Bima & semua Pihak
Sumber Data: RPIJM Thn 2010-2014 Kabupaten Bima
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 116
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
3.5. Penyediaan Air Bersih Ketersediaan air bersih yang sehat sangat dibutuhkan masyarakat. Pada Tahun 2005 perusahaan yang menangani air bersih atau air minum di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Barat umumnya dan Kabupaten Bima khususnya adalah Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Di Kabupaten Bima ada 2 ( dua ) daerah perkotaan yang kondisi air tanah dangkal dan air tanah sedangnya relatif baik (kualitas dan kuantitas) yaitu Kota Bolo Sila, Woha dan 2 (dua) kawasan perkotaan yang kondisi air tanah dangkal dan air tanah sedangnya relatif tidak baik yaitu Kota Sape dan Belo. Dari Jumlah IKK yang ada 5 ( lima ) IKK yang kondisi umum air tanah dangkal dan air tanah sedangnya relatif baik dan 2 (dua) IKK yang kondisi umum air tanah dangkal dan air tanah sedangnya relatif tidak baik, Pada wilayah pedesaan ada 101 desa yang kondisi umum air tanah dangkal dan air tanah sedangnya relatif baik
dan 49 desa yang kondisi umum air tanah
dangkal dan air tanah sedangnya relatif tidak baik. Secara umum di Kabupaten Bima kondisi air tanah dalamnya relatif baik kecuali beberapa daerah ROP dengan kualitas dan kuantitas ( debit air relatif kecil dan kebanyakan didaerah pesisir airnya payau) . Seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan air bersih dan sehat, jumlah air bersih yang telah disalurkan kepada masyarakat atau konsumen pada Tahun 2009 sebanyak 1.747.608 m3 dengan nilai sebesar Rp. 5.047.057.877,- Rata-rata pemakaian air adalah 152 m3. Tahun 2009, jumlah pelanggan PDAM adalah sebanyak 10.808. Sebanyak 94,18% dari jumlah pelanggan tersebut adalah rumah tempat tinggal, sisanya adalah badan sosial, rumah sakit, tempat ibadah, perusahaan/industri, umum dan instansi pemerintah. Kebutuhan air yang makin meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan berkembangnya ragam pemanfaatan air perlu menjadi bahan Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 117
2011
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
pemikiran dan mendapat perhatian lebih serius secara dini. Hal ini terkait dengan ketersediaan air yang semakin menipis bersamaan dengan makin berkurangnya jumlah mata air di satu sisi, dan makin berkurangnya pohonpohon besar yang merupakan pendukung persediaan air. Untuk lebih jelasnya penggunaan air di Kabupaten Bima Tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel di bawah ini Tabel 3.19. Banyaknya dan Nilai Air Minum yang Disalurkan Melalui PDAM dirinci Menurut Jenis Pelanggan Tahun 2009 Air yang Disalurkan Banyaknya (m3) Nilai/ Value
No.
Jenis Pelanggan
Banyaknya Pelanggan
1
2
3
4
5
1. 2.
Rumah Tempat Tinggal Hotel dan Obyek Wisata Badan Sosial, Rumah Sakit, Tempat Ibadah Perusahaan/lndustri& Pertokoan Umum Instansi Pemerintah Lain-lain Susut/Hilang dalam Penyaluran
10.808 -
1.530.918 -
3.967.122.053 -
211
48.893
100.725.685
200 139 116 2 -
49.509 53.302 42.493 22.493 -
438.024.234 61.069.842 194.535.262 285.580.801 -
11.476
1.747.608
5.047.057.877
3. 4. 5. 6. 7. 8.
Jumlah
Sumber : Bima Dalam Angka Tahun 2010
Berdasarkan data PDAM Kabupaten Bima Tahun 2010 maka prosentasi pelayanan air minum oleh PDAM Kabupaten Bima mencapai 15,59 % artinya 84,41 % masyarakat Kabupaten Bima menggunakan sistem di luar PDAM seperti SGL, SPT, Sumur pompa Listrik, mata air dan sumber air bersih lainnya.
3.5.1. Landasan Hukum/Legal Operasional 1. Peraturan Daerah Kabupaten Bima No.6 Tahun 2011 tentang pengelolaan air minum dan penyehatan lingkungan berbasis masyarakat (AMPL-BM) 2. Rancangan Peraturan Bupati Bima tentang petunjuk teknis pelaksanaan Perda Kabupaten Bima No.6 Tahun 2011 tentang pengelolaan AMPL-BM 3. Undang Undang No 6 Tahun 1969 tentang Perusahaan Daerah. Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 118
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
4. Undang Undang No 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. 5. PP No 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistim Air Minum. 6. Keputusan Menteri Negara Otonomi Daerah No 8 Tahun 2000
tentang
Pedoman Akutansi PDAM. 7. Peraturan
Menteri Dalam Negeri no 2 Tahun 2007 tentang Organ dan
Kepegawaian PDAM 8. Perda no 4 Tahun 1994 tentang Ketentuan pokok Badan Pengewas,Direksi & Kepegawaian PDAM 9. Kepts
Menteri Dalam Negeri No 35 Tahun 2005 tentang Tata Cara
Penyusunan Tarif Air Minum. 10. Keputusan Menteri Dalam Negeri No 20 Tahun 2002 tentang Asset yang dipisahkan.
3.5.2. Aspek Institusional Penyediaan air minum dengan sistim perpipaan gravitasi dan non gravitasi di Kabupaten Bima secara kelembagaan biasa menjadi tanggung jawab PDAM Kabupaten Bima, akan tetapi ada juga sebagiannya mendapatkan dana bantuan dari beberapa program seperti WSLIC-2 (Dinkes), Unicef (Bappeda), dll. Sementara itu sistem air non perpipaan pada umumnya dibangun dan dikelola secara individual dan bahkan ada juga secara bersama-sama oleh masyarakat desa. Kemudian mengenai Kualifikasi SDM Bagian Produksi PDAM Kabupaten Bima sebagimana tertera pada tabel di bawah ini :
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 119
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Tabel 3.20. Jumlah & Kualifikasi SDM Bagian Produksi PDAM Kabupaten Bima
No.
Nama Pegawai/Staff
Umur(Tahun)
Jabatan
Pendidikn Formal/Non Formal
Masa Kerja
1
2
3
4
5
6
STM
26
D3 AKATIRTA
11
1
Ramadhan
49
Kabag Produksi
2
M. Ikbal Sa’ala
30
Kasie Laboratorium
3
Muhammad M. Ali
49
Operator IPA Nungga
SMA
26
4
Sularto
49
Operator Pompa Raba Kodo
SMA
25
5
M Sobri
44
Operator Pompa Raba Kodo
SMA
20
6
Husniati
41
Operator Pompa Penatoi
SMA
20
7
Muhammad Firdaus
41
Operator Pompa Sakuru
SMA
9
8
Sumardin
38
Operator Pompa Naru Sape
SMA
10
9
Irwan Gunawan
29
Operator Pompa Jatiwangi
SMA
8
10
Damrin
29
Operator Pompa Wawo
SMA
8
11
Rifai
37
Operator IPA Nungga
SMA
5
12
Baharudin
39
Operator Pompa Monta
SMP
14
13
Dastrriyono
40
Operator Pompa Cenggu
SMP
12
14
Mahdin
44
Operator Instalasi Oi Si’i
SD
10
15
Abdul Latif
46
Operator IPA Nungga
SD
5
Sumber Data : PDAM Kabupaten Bima
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 120
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
3.5.3. Cakupan Pelayanan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) merupakan pedoman untuk pengembangan sarana dan prasarana, serta pelayanan dan penyediaan kebutuhan air minum. Perencanaan dan pembangunan prasarana dan sarana air minum dilakukan berdasarkan atas prioritas
pembangunan kebutuhan
masyarakat terhadap air minum yang mendesak. Sistem sarana dan prasarana air minum yang dikembangkan di Kabupaten Bima menggunakan sistem perpipaan yang dikelola oleh PDAM Kabupaten Bima dan yang dikelola oleh masyarakat serta sebagian non perpipaan pada kawasan perdesaan.
Kondisi
topografi
Kabupaten
Bima
memungkinkan
untuk
pembangunan jaringan perpipaan air minum dengan menggunakan sistem gravitasi, selain efektif dan efisien sistem ini mudah dalam operasionalisasi dan pemeliharaannya. Sistem pengaliran air minum ini digunakan untuk pelayanan kepada masyarakat dalam memenuhi kebutuhan air. Pembangunan sarana air minum yaitu dengan membangun bangunan penangkap mata air/sumber air (broncaptering) berupa bak penampung untuk menangkap dan melindungi mata air dari pencemaran air yang kemudian dialirkan ke bak pembagi dan disalurkan ke hidran umum (HU) yang selanjutnya dimanfaatkan oleh masyarakat dengan mengambil air dari hidran umum tersebut. Cakupan pelayanan PDAM Kabupaten Bima berdasarkan profil tahun 2010 sebagaimana dalam dabel di bawah ini :
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 121
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
TABEL 3.21 CAKUPAN PELAYANAN PDAM BIMA TAHUN 2009 No
Wilayah
Luas Wilayah
1
2
3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Sape Belo Bolo Palibelo Langgudu Monta Wawo Wera Madapangga Sanggar Woha Kota Bima
618,65 76,18 101,41 76,15 283,18 451 225,27 647,5 189,09 720 75,25 222,25
Jumlah
HU
Jml Jiwa Yg dilayani
% Cakupan Pelayanan Thd Estimasi
% Cakupan Pel. Thd Penddk Adm
Keterangan
7
8
9
10
11
12
54.676 10.955 31.218 16.758 10.299 17.000 12.604 12.934 19.266 6.750 29.397 88.529
382 60 567 477 260 563 1.036 548 378 58 1.665 5.343
2 31 5 1 19 11 9 4 13 44
2.148 306 5.992 2.433 1.826 2.971 7.184 3.895 2.828 696 9.792 31.649
3,93 2,79 19,19 14,52 17,73 17,48 57,00 30,11 14,68 10,31 33,31 35,75
2,64 1,58 14,43 10,26 6,13 9,02 40,60 14,12 10,20 6,04 24,39 25,17
316.434
11.337
139
71.719
19,75
12,66
Jml Pddk Adm
Jml Pddk Wil Pelayanan
Estimasi 80% (Jiwa)
SR
4
5
6
81.373 19.342 41.526 23.715 29.786 32.931 17.692 27.575 27.729 11.528 40.146 125.766
68.345 13.694 39.022 20.947 12.874 21.250 15.755 16.167 24.083 8.437 36.746 110.662
488.111
395.542
Sumber Data : PDAM Tahun 2010 Rasio SR : 1 SR = 5.1 JIWA Rasio HU : 1 HU = 100 JIWA
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 122
2011
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
PETA AREA PELAYANAN PDAM KABUPATEN BIMA
IKK SANGGAR : 11.632 Jiwa : 46 Unit : 4 Unit : 3.90%
P.SANGEANG
IKK BOLO Penduduk SR HU % Pelayanan
: 41.900 Jiwa : 571 Unit : 29 Unit : 14.88%
IKK WERA WERA DONGGO
KOTA BIMA Penduduk SR HU % Pelayanan
Penduduk SR HU % Pelayanan
: 123.908 Jiwa : 5.247 Unit : 41 Unit : 36.53%
: 27.825 Jiwa : 550 Unit : 10 Unit : 21.50%
AMBALAWI
SANGGAR BOLO
RABA BIMA
P.KOMODO
Penduduk SR HU % Pelayanan
WAWO IKK MADAPANGGA Penduduk SR HU % Pelayanan
IKK MONTA Penduduk SR HU % Pelayanan
DOMPU
: 27.980 Jiwa : 387 Unit : 22 Unit : 12.12%
Penduduk SR HU % Pelayanan
MONTA
SAPE
WOHA BELO
SIMPASAI
IKK PARADO : 33.230 Jiwa : 504 Unit : 1 Unit : 16.54 %
MADAPANGGA
Instalasi Pengolahan Air DAM PELAPARADO
PALI BELO
IKK SAPE
LANGGUDU
Penduduk SR HU % Pelayanan
: 8.861 Jiwa : 103 Unit : 1 Unit : 11.03%
: 50.349 Jiwa : 404 Unit : 3 Unit : 4.06 %
PARADO
Daerah pelayanan yang mendapat suplay air dari SPAM Dam Pelaparado
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
IKK PALIBELO
IKK WOHA
Penduduk SR HU % Pelayanan
Penduduk SR HU % Pelayanan
: 23.929 Jiwa : 406 Unit : - Unit : 13.11 %
IKK BELO : 40.508 Jiwa : 1.716 Unit : 12 Unit : 31.78 %
Penduduk SR HU % Pelayanan
: 19.517 Jiwa : 64 Unit : - Unit : 9.52 %
Page 123
IKK LANGGUDU
IKK WAWO
Penduduk SR HU % Pelayanan
Penduduk SR HU % Pelayanan
: 30.055 Jiwa : 272 Unit : 6 Unit : 13.18 %
: 17.853 Jiwa : 956 Unit : 15 Unit : 54.92 %
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Beberapa bentuk Instalasi Pengolahan Air oleh PDAM Kabupaten Bima, sebagaimana terlihat pada gambar di bawah ini: Gambar 3.1
INSTALASI PENGOLAHAN AIR NUNGGA KOTA BIMA Gambar 3. 2
INSTALASI PENGOLAHAN AIR PELAPARADO Gambar 3.3
INSTALASI PENGOLAHAN AIR DIWUMORO SAPE Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 124
2011
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
TABEL 3.22. CAKUPAN AIR BERSIH KABUPATEN BIMA TAHUN 2010
No
Puskesmas
1
2
Cakupan penduduk yang dilayani SAB Jumlah
Cakupan (%)
3
4
1
SAPE
44.919
82,32
2
LAMBU
26.857
77,81
3
WERA
20.841
81,13
4
AMBALAWI
17.180
89,75
5
WAWO
13.818
84,59
6
LANGGUDU
22.125
80,63
7
PALIBELO
20.875
82,39
8
BELO
9.541
79,54
9
WOHA
30.780
69,78
10
BOLO
38.273
87,61
11
MADAPANGGA
24.347
84,40
12
MONTA
26.448
75,95
13
PARADO
8.078
87,85
14
DONGGO
14.160
72,70
15
SOROMANDI
10.025
73,34
16
SANGGAR
10.756
79,66
17
TAMBORA
7.309
82,50
18
PAI
3.318
70,06
19
NGALI
10.487
84,96
20
LAMBITU
4.395
75,44
364.532
80,28
Jumlah
Sumber: Dinkes Kabupaten Bima
Cakupan air bersih kabupaten Bima Tahun 2009 sebesar 78,63 % dan pada
tahun 2010 sebesar 80,28 % dari total penduduk atau meningkat
sebesar 1,65 %, termasuk di dalamnya yang dilayani oleh PDAM Kabupaten Bima. Akan tetapi dari hasil inspeksi sanitasi oleh Dinkes Kabupaten Bima, sarana air bersih yang
memenuhi syarat 71,52% dan SAB yang tidak
memenuhi syarat sebesar 28,48 %. 3.5.4 Aspek Teknis dan Operasional Dalam rangka pelayanan air bersih pemerintah Kabupaten Bima telah menempuh dua sistem, yaitu : Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 125
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
3.5.4.1. Sistem Non Perpipaan
Pelayanan air bersih dengan sistem non perpipaan adalah sistem pemenuhan kebutuhan air yang diperoleh langsung dari sumbernya, tanpa melalui jaringan penyalur/ pipa. Sumber air bersih non perpipaan berasal dari air tanah yang dimanfaatkan melalui pembuatan sumur gali (SGL), sumur pompa tangan (SPT) dan sumur pompa listrik (SPL). Selain itu juga dapat diperoleh
dari
air
pemukaan
(sungai
dan
mata
air)
yang
dimanfaatkan langsung oleh masyarakat dengan cara mengambil langsung dari sumbernya. Sumber
air
bersih
dari
non
perpipaan
adalah
dari
alam,
maka
ketersediannya sangat bergantung pada kondisi alam. Oleh karena itu, proyeksi pemenuhannya tidak dapat diperhitungkan, hanya dengan cara melestarikan sumberdaya alam yang ada. Pencanangan upaya pelestarian alam dapat dijadikan usaha yang tepat untuk menjaga kelangsungan sumberdaya air agar dapat memenuhi kebutuhan akan air bersih bagi masyarakat 3.5.4.2.Sistem Perpipaan Selain sistem non perpipaan, kebutuhan air bersih di Kabupaten Bima dipenuhi dengan sistem perpipaan. Pelayanan air bersih dengan sistem perpipaan adalah sistem pemenuhan kebutuhan air bersih yang diperoleh melalui sistem jaringan yang dikelola dan didistribusikan (dalam hal ini adalah PDAM Kabupaten Bima). Dalam mendukung sistem pelayanan jaringan air bersih di Kabupaten Bima terdapat banyak sumber air yang dapat digunakan sebagai suplai air bersih untuk kebutuhan masyarakat, sumber air yang tersedia di Kabupaten Bima yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan penduduk terhadap air bersih meliputi :
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 126
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Tabel 3.23. Sumber AIR PDAM Kabupaten Bima JENIS SUMBER AIR BAKU NO
PDAM
1
2
MA
SB
AP
MAP
3
4
5
6
KAPASITAS Terpasang Produksi
JENIS INTAKE
JENIS TRANSMISI
JENIS JENIS PENGOLAHAN RESERVOIR AIR
STATUS
KET 14
(Ltr/dtk)
(Ltr/dtk)
7
8
9
10
11
12
13
60 6
43 3
Gallery Broncapt
Gravitasi Gravitasi
Pengolahan lkp SPL
Ground Ground
Aktif Aktif
A PDAM Kabupaten Bima 1 KOTA - IPA Nungga - Oi' Si'i
√ √
- Penaraga
√
5
5
Sumur
Perpompaan
-
Elevated
Aktif
- Sadia - Jatiwangi - Penatoi
√ √ √
3.5 4 10
3.5 4 10
Sumur Sumur Sumur
Perpompaan Perpompaan Perpompaan
-
Elevated Elevated Elevated
Aktif Aktif Aktif
- Kodo II
√
5
0
Sumur
Perpompaan
-
Elevated
Belum Dikelola
√
5
0
Sumur
Perpompaan
-
Elevated
Belum Dikelola
√ √
10 0 40
8 0 0
Sumur Sumur Sumur
Perpompaan Perpompaan Gravitasi Pengolahan lkp
Elevated Elevated Ground
Aktif Rusak Rusak
12
10
Sumur
Perpompaan
-
Elevated
Aktif
5 5
3 4
Broncapt Broncapt
Gravitasi Gravitasi
SIPAS SIPAS
Ground Ground
Aktif Aktif
5
5
Sumur
Perpompaan
-
Elevated
Aktif
- Santi 2 IKK Kecamatan Sape - Naru Sape - Sangia - IPA Sumi Kecamatan Wawo - Maria Wawo Kecamatan Wera - Tawali Wera - Ntoke Wera Kec. Palibelo - palibelo
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
√ √ √ √ √
Page 127
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
- Nata
2011
√
5
0
Sumur
Perpompaan
-
Elevated
Belum Aktif
√
2.5
2.5
Sumur
Pompa
-
Elevated
Aktif
- Rabakodo
√
11
11
Sumur
Pompa
-
Elevated
Aktif
- Kalampa
√
4
3
Sumur
Pompa
-
Elevated
Aktif
√ √
3.5 3
3.5 3
Sumur Sumur
Pompa Pompa
-
Elevated Elevated
Aktif Aktif
Pengolahan Lengkap Pengolahan Lengkap
Ground
Belum Aktif
Ground
Belum Aktif
Kecamatan Belo - Cenggu Kecamatan Woha
Kecamatan Monta - Tangga - Sakuru Kec. Parado - IPA Pelaparado
√
50
0
Sumuran
Gravitasi
- IPA Kanca
√
10
0
Gallery
Gravitasi
10 0
8 0
Sumur Sumur
Perpompaan Perpompaan
-
-
Aktif Rusak
5 5
4 0
Broncap Broncap
Gravitasi Perpompaan
SIPA SIPA
Elevated -
Aktif Belum Aktif
√
5
5
gallery
Gravitasi
SIPA
Ground
Aktif
√
7
5
gallery
Gravitasi
SIPA
Elevated
Aktif
377
301444
Kecamatan Bolo - Rato - Kananga Kara
√ √
Kec. Madapangga - Madapangga - Mada Bure Kec. Sanggar
√
- Sori Taloko
√
Kec. Langgudu - Sori Na'e JUMLAH Sumber Data : PDAM Kabupaten Bima
Keterangan : MA= Mata Air, SB=Sumur Bor, AP= Air Permukaan, MAP= Mata Air Pom Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 128
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
3.5.5 Permasalahan Permasalahan mendasar yang dihadapi oleh Pemerintah Kabupaten Bima (PDAM) dalam pengelolaan dan pelayanan air pada masyarakat : Unit Pengambilan Air Baku 1. Kurangnya sosialisasi tata guna air dan cenderung
hanya dimanfaatkan
untuk sektor pertanian sehingga berakibat PDAM tidak bisa memanfaatkan air baku secara optimal sesuai porsinya. Terutama pada air baku jenis mata air, air permukaan dan bendung. 2. Fluktuasi debit antara musim hujan dan musim kemarau cukup tajam 3. Masih terdapat adanya penebangan hutan secara liar yang berakibat pada berkurangnya daerah daerah tangkapan air. Unit Pengolahan / Produksi 1. SDM pada unit pengolahan /produksi, terutama pada level operator kurang memadai, 2. Jumlah Pegawai sudah tidak memenuhi rasio terhadap jumlah pelanggan yaitu
1,4 : 100, seharusnya 0.8 : 100 ( 0,8 pegawai melayani 100
pelanggan) 3. Tingkat
pendapatan
lebih
rendah
daripada
pembiayaan
Sample
pengelolaan PDAM Kabupaten Bima dalam tahun 2009, hasil perbandingan Pendapatan dan Pembiayaan pada tahun 2009, PDAM Kabupaten Bima merugi sebesar Rp. 2.303.224.444,4. Kurangnya kapasitas produksi air akibat terbatasnya perolehan air baku. 5. Biaya produksi air relatif tinggi,terutama pada unit unit
produksi yang
menggunakan sistem perpompaan. ( Tarif Dasar Air belum mencapai BEP ) Unit Distribusi / Pelayanan 1. gnya pipa pipa untuk pelayanan. 2.
60 % Water meter pelanggan sudah melebihi umur teknis dan berdampak padTerdapat pipa dan water meter yang telah melewati umur teknis,
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 129
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
terutama pada pipa jenis ACP dan GIP
2011
yang berakibat pada tingginya
angka kebocoran. 3. Kurangnya water meter untuk distribusi air dan katup katup pengatur air. 4. Masih kurana kurangnya akurasi angka penjualan air, tingginya angka kebocoran air dan berpengaruh pada pendapatan 5. As Build Drawing/Gambar tata laksana tidak lengkap
3.6. Komponen Sanitasi Lainnya 3.6.1. Penanganan Limbah Industri Industri-industri yang ada di Kabupaten Bima masih dikategorikan ke dalam industri kecil/ menengah yang tentu limbah yang dihasilkannya pun belum begitu menimbulkan efek yang besar bagi masyarakat dan lingkungan. Dalam realitas penanganan limbahnya belum tertangani dengan baik, dan hal ini akan menjadi masalah jika tetap dibiarkan tanpa ada upaya penanganan dengan mempertimbangkan segi lingkungan. Data mengenai keadaan limbah industri dan penanganannya di SKPD terkait Kabupaten Bima belum ada, karena kebanyakan industri dimaksud berada di Kota Bima yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Bima.
3.6.2. Penanganan Limbah Medis 3.6.2.1 Jenis Limbah dan Penanganannya Tabel 3.24. Jenis Limbah dan Penanganannya Kegiatan Yang No.
Menghasilkan Limbah/Cemaran
1 1
2 Kamar
Jenis Limbah
Asal Sumber
Penanganan
4
5
3 Mandi
Cair
dan Washtafel
Kegiatan BAK,
BAB
dan
Septik Tank
Pencucian
tangan 2
Apotik
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Padat
Pembungkus obat dan
Dikumpulkan pada tempat
Page 130
2011
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
kerdus
bekas
pengepakan obat
khusus (dimanfaatkan kembali). Yang tidak bisa dimanfaatkan di kumpulkan kemudian
pada
TPS
diangkut
yang
2
kali
seminggu bekerja sama dengan Dinas
Kebersihan
dan
Pertamanan Kota Bima 3
Pencucian Alat
Cair
Ruang
IGD,
Operasi
Ruang
Unit Pengelolaan Limbah Cair
dan
Laboratorium
Sumber: Data DPPL RSUD Kabupaten Bima 2009.
3.6.2.2 Kualitas Air Limbah Untuk mengetahui kualitas air limbah pada saluran drainase Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Bima ini dilakukan pengambilan sampel pada tanggal 19 Mei 2009 dan selanjutnya diuji di Balai Laboratorium Kesehatan Mataram dan diperoleh hasil pada tabel 3.21. berikut ini. Tabel 3.25. Hasil Pemeriksaan Kualitas Air limbah RSUD Kabupaten Bima. Batas Maksimum Air Limbah No
Parameter
Metode
Rumah Sakit Kep. 58/MEN
Hasil
LH/12/1995 1
I.
II.
2
3
4
5
1. Suhu
SNI-06-2413-1991
Suhu Udara ≤ 30° C
28,4 °C
2. Kekeruhan
SNI-06-2413-1991
-
4,25 NTU
SNI-06-6989-11-2004
6,0-9,0
7,17
2. BOD5
SNI-06-2503-1991
75
23 mg/L
3. COD
APHA 5520 C 2005
100
52 mg/L
4. TSS
SNI-06-2413-1991
30
258 mglL
5. TDS
SNI-06-2413-1991
-
755 mg/L
6. Zat Organik
SNI-06-2506-1991
-
9,46 mg/L
Fisika
Kimia Organik 1. pH
Sumber: Data DPPL RSUD Kabupaten Bima 2009.
Berdasarkan data pada tabel 2.7. diketahui bahwa parameter-parameter yang diuji tersebut masih dibawah Nilai Ambang Batas yang telah Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 131
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
ditetapkan mengacu pada Kep. 58/MEN LH/12/1995. Kecuali untuk parameter kimia organik yaitu TSS yang melebihi baku mutu yang ditetapkan. Hal ini diperkirakan kondisi pengelolaan septik tank belum memadai. 3.6.2.3.Kualitas Air Sumur Bor Sebagai bahan acuan kualitas air sumur bor yang digunakan untuk aktifitas kantor clan rumah sakit, maka dilakukan pengambilan sampel air dekat ruang radiologi yang kemudian dilakukan uji laboratorium kualitas air sumur bor bekerjasama dengan Balai Laboratorium Kesehatan Mataram. Adapun hasilnya pada tabel berikut ini. Tabel 3.26. Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Sumur Bor RSUD Kabupaten Bima. No
Parameter
Metode
Kelas I
2
3
4
1
I.
Fisika 1. Temperatur
II
Baku Mutu PP 82 Th 2001 Kelas Kelas Kelas II III IV 5
6
7
Hasil 8
SNI-06-2413-91 Devisiasi 3 Devisiasi 3 Devisiasi 3 Devisiasi 28,3 OC 5 SNI-06-2413-91 5 TCU SNI-06-2413-91 0,65 NTU SNI-06-2413-91 Kapodt SNI-06-2413-91 Tdk Berasa
2. Warna 3. Kekeruhan 4. Bau 5. Rasa Kimia Anorganik SNI-06-6989-111. pH 2004 SNI-06-24802. NO3-N 1991 SNI-06-24T93. NH3-N 1991 APHA 4500 N02 4. N02-N B 2005 SNI-06-24825. Fluorida 1991 APHA 4500 CI 6. Khlorida 2005 APHA 3500 Fe B 7. Besi 2005 APHA 3500 B 8. Mangan 2005 APHA 2340 C 9. Kesadahan CaCO3 2005
6-9
6-9
6-9
5-9
6,45
10
10
20
20
0,03 mgll
0,5
-
-
-
< 0,02 mgA.
0,06
0,06
0,06
-
10,008 mgA.
0,5
1,5
1,5
-
0,3 mglL
600
-
-
-
3,30 mgA.
0,3
-
-
-
(0,03 mgA.
0,1
-
-
-
(0,042 mgA.
-
-
-
-
38,0 mgA.
Sumber: Data DPPL RSUD Kabupaten Bima 2009.
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 132
2011
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
3.6.2.4. Air Limbah Kimia Tabel 3.27 Air Limbah Rumah Sakit Tanggal Uji :19 - 05 - 2009 NO
PARAMETER
METODE
BATAS MAKSIMUM AIR LIMBAH RUMAH SAKIT KEP-58 / MEN LH / 12 / 1995
HASIL
2
3
4
5
1. Suhu
SNI-06-2413-1991
Suhu Udara ≤ 30°C
28,4° C
2. Kekeruhan
SNI-06-2413-1991
-
4,25 NTU
1. pH*
SM-06-6989-11-2004
6,0 - 9,0
7,17
2. BOD5
SNI-06-2503-1991
75
23 mg / L
3. COD
APHA 5520 C 2005
100
52 mg / L
4. TSS
SNI-06-2413-1991
30
258 mg / L
5. TDS
SNI-06-2413-1991
-
755 mg / L
6. Zat Organik
SNI-06-2506-1991
-
9,46mg / L
1
I
II
FISIKA
KIMIA ORGANIK
Sumber: Data DPPL RSUD Kabupaten Bima 2009.
3.6.2.5.Limbah Padat Limbah padat (sampah) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bima terbagi menjadi 2 yaitu sampah medis dan non medis dengan pembagian sebagai berikut. Sampah Medis : Sampah yang dihasilkan berasal dari ruang ruang
pengobatan/
tindakan,
ruang
perawatan
pasien, clan
ruang
bedah/operasi. Sampah Non Medis Sampah yang dihasilkan berasal dari kantor/administrasi, dapur, halaman dan taman.
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 133
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Tabel 3.28 Air Limbah Rumah Sakit
NO
PARAMETER
METODE
BATAS MAKSIMUM AIR LIMBAH RUMAH SAKIT KEP-58/ MEN LH/ 112/ 1995
1
2
3
4
5
SNI-06-2413-1991
Suhu Udara ≤ 30 °c
28,6°C
1. pH*
SNI-06-2413-1991
6,0-9,0
7,53
2. BOD5
SNI-06-2503-1991
75
17,1mg / L
3. COD
APHA 5520 C 2005
100
31mg / L
4. TSS
SNI-06-2413-1991
30
224mg / L
5. NH3 Bebas
SNI-06-2479-1991
0,1
12,Emg / L
6. Phospat ( P04 )
APHA 4500 P 2005
2
1,44mg ! L
I
FISIKA Suhu
II
HASIL
KIMIA ANORGANIK
Sumber: Data DPPL RSUD Kabupaten Bima 2009.
3.6.3. Kampanye PHBS Tabel 3.29 JUMLAH KEGIATAN PENYULUHAN KESEHATAN KABUPATEN BIMA TAHUN 2010
NO
KECAMATAN
PUSKESMAS
1
2
3
1 2 3 4 5 6
Donggo Lambitu Soromandi Woha Ambalawi Wera
7 8 9 10 11 12
Sape Lambu Wawo Langgudu Bolo Madapangga
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Donggo Lambitu Soromandi Woha Ambalawi Wera Pai Sape Lambu Wawo Langgudu Bolo Madapangga
PENYULUHAN KESEHATAN JUMLAH SELURUH JUMLAH KEGIATAN KEGIATAN PENYULUHAN PENYULUHAN KELOMPOK MASSA
JUMLAH
4
5
6
396 108 300 470 312 328 84 647 360 204 504 621 372
5 4 5 4 4 3 3 7 5 6 6 5 7
401 112 305 474 316 331 87 654 365 210 510 626 379 Page 134
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
13
Belo
14 15 16 17 18
Palibelo Monta Parado Sanggar Tambora
Belo Ngali Palibelo Monta Parado Sanggar Tambora
Sub. Jumlah I 1 Dinas Kesehatan Kabupaten 2 Rumah Sakit JUMLAH (KAB/KOTA) Sumber: Subdin Promkes Dikes Kabupaten Bima
2011
156 156 312 347 156 120 96
4 4 7 3 5 5 3
160 160 319 350 161 125 99
6049
95
6144
Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa kegiatan kampanye PHBS selama ini lebih diarahkan pada penyuluhan kesehatan pada kelompok masyarakat dan massa, di mana kegiatan ini merupakan kerja sama antara Dinkes dan puskesmas setempat. Secara keseluruhan pada 18 kecamatan total kegiatan penyuluhan yang diarahkan pada kelompok masyarakat sebanyak 6049, sedangkan yang diarahkan pada massa berjumlah 95 kali kegiatan. Sementara itu kecamatan yang paling banyak melakukan penyuluhan di Kabupaten Bima adalah kecamatan Sape TABEL 3.30. CAKUPAN DESA SIAGA AKTIF KABUPATEN BIMA TAHUN 2010 NO
KECAMATAN
JUMLAH DESA
1
2
3
RUMAH TANGGA DESA SIAGA POSKESDES POLINDES AKTIF 4
POSYANDU
5
6
7
7
33
1
Donggo
8
2
7
2
Lambitu
5
5
2
2
9
3
Soromandi
6
5
5
5
25
4
Woha
15
8
6
6
47
5
Ambalawi
6
6
4
4
26
6
Sape
3
3
29 +7
7
Wera + Pai
17
4
13
13
56
8
Lambu
12
4
5
5
30
9
9
4
4
17
12
9
5
5
44
9
Wawo
10
Langgudu
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
9+2
8+2
Page 135
2011
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
11
Bolo
0
8
8
53
10
10
6
6
32
4
2
2
2
13
6+2
6+2
28 + 12
12
12
Madapangga
13 14
Belo Palibelo + Ngali
15
Monta
12
0
7
7
31
16
Parado
5
5
2
2
14
17
Sanggar
6
6
3
3
10
5
4
4
14
94
94
530
9+4
9+4
18
Tambora 5 Jumlah 168 (Kab/Kota) Sumber: Subdin Promkes Dinkes Kab Bima
113
TABEL 3.31. CAKUPAN DESA SIAGA AKTIF KABUPATEN BIMA TAHUN 2010 NO
KECAMATAN
1
2
JUMLAH DESA
RUMAH TANGGA BENTUK AKTIF
CAKUPAN DESA SIAGA AKTIF
3
4
5
6
1
Donggo
8
8
2
Lambitu
5
5
2 5
25% 100%
3
Soromandi
6
6
5
83%
4
Woha
15
15
8
53%
5
Ambalawi
6
6
6
100%
6
Sape
9
9
8
89% 24%
7
Wera
17
17
4
8
Lambu
12
12
4
33%
9
Wawo
9
9
9
100%
10
Langgudu
12
12
9
75%
11
Bolo
12
12
0
0%
12
Madapangga
10
10
10
100%
13
Belo
4
4
2
50%
14
Palibelo
9
9
9
100% 0%
15
Monta
12
12
0
16
Parado
5
5
5
100%
17
Sanggar
6
6
6
100%
18
Tambora
5
5
5
100%
162
97
60%
Jumlah (Kab/ Kota) 162 Sumber: Subdin Promkes Dinkes Kabupaten Bima
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 136
2011
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
3.7. Pembiayaan Sanitasi Kabupaten Bima Dalam kurun 5 tahun terakhir (2006-2010), besaran Realisasi APBD Kabupaten Bima menunjukan relatif meningkat. Di tahun 2006 tercatat besaran realisasi belanja daerah sebesar Rp. 417.781.609.108,- sedangkan tahun 2010 sebesar
Rp.613.187.516.772,-
artinya
ada
kenaikan
mencapai
Rp.195.405.907.664 atau sekitar 20% diantaranya dialokasikan untuk belanja tidak
langsung
pembangunan
69% sebesar
sisanya 31%
dan
dialokasikan terjadi
untuk
devisit
belanja
langsung
anggaran
mencapai
Rp.5.600.000.000,Selengkapnya mengenai komposisi pendapatan dan realisasi Anggaran Belanja Daerah Kabupaten Bima dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 137
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
TABEL 3.32. : RINGKASAN ANGGARAN DAN REALISASI PENDAPATAN DAERAH TAHUN ANGGARAN 2006-2010 No. Urut
Uraian
1
2
1. 1.1 1.2 1.3
2.1 2.2
-Pendapatan Asli Daerah -Dana Perimbangan -Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah
2006
2007
2008
2009
2010
2006
2007
2008
2009
2010
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
21.116.852.714
20.344.945.210
17.059.351.137
20.023.918.876
23.052.319.479
19.169.052.677
22.047.568.329
18.859.351.137
20.023.918.876
23.052.319.479
399.008.824.778
477.817.048.997
540.890.062.306
534.554.600.314
529.461.370.327
398.507.860.231
464.740.286.911
530.890.062.306
534.554.600.314
529.461.370.327
104.696.200
42.046.023.833
12.346.023.833
92.540.151.332
60.673.826.966
104.696.200
17.981.091.405
30.304.561.633
92.540.151.333
60.673.826.966
420.230.373.692
540.208.018.040
570.295.437.276
647.118.670.522
613.187.516.772
417.781.609.108
504.768.946.645
580.053.975.076
647.118.670.523
613.187.516.772
264.643.246.066
247.475.103.107
304.972.500.403
371.676.780.402
425.753.806.013
258.969.192.547
254.219.531.342
324.912.557.808
371.676.780.402
425.753.806.013
152.923.972.333
280.905.314.935
272.114.936.873
286.866.890.120
193.033.710.759
142.051.087.977
235.868.793.302
273.745.212.559
286.866.890.120
193.033.710.759
417.567.218.399
528.380.418.042
577.087.437.276
658.543.670.522
618.787.516.772
401.020.280.524
490.088.324.644
598.657.770.367
658.543.670.522
618.787.516.772
2.663.155.294
11.827.599.998
(6.792.000.000)
(11.425.000.000)
(5.600.000.000)
16.761.328.584
14.680.622.001
(18.603.795.291)
(11.424.999.999)
(5.600.000.000)
BELANJA DAERAH -Belanja Tidak Langsung -Belanja Langsung Jumlah Belanja Surplus/ Defisit
3.
Realisasi
PENDAPATAN DAERAH
Jumlah Pendapatan 2.
Anggaran
PEMBIAYAAN DAERAH
3.1
-Penerimaan Pembiayaan
136.844.706
14.098.173.290
13.117.000.000
13.300.000.000
6.500.000.000
136.844.706
14.098.173.290
24.203.795.291
13.300.000.000
6.500.000.000
3.2
-Pengeluaran Pembiayaan
2.800.000.000
14.075.000.000
6.325.000.000
1.875.000.000
900.000.000
2.800.000.000
10.575.000.000
5.600.000.000
1.875.000.000
900.000.000
(2.663.155.294)
23.173.290
6.792.000.000
11.425.000.000
5.600.000.000
(2.663.155.294)
3.523.173.290
18.603.795.291
11.425.000.000
5.600.000.000
Pembiayaan Neto
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 138
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
3.3
-Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berkenaan (SILPA)
(0)
11.850.773.288
0
0
2011
0
Sumber Data : Bagian Keuangan Setda Bima
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 139
14.098.173.290
18.203.795.291
(0)
1
0
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
3.7.1. Kondisi Keuangan Daerah Kabupaten Bima TA. 2010
Tabel 3.33. Struktur APBD No 1. 1.1 1.1.1 1.1.2 1.1.3 1.1.4 1.2 1.2.1 1.2.2 1.2.3 1.3 1.3.1 1.3.2 1.3.3 1.3.4 1.3.5 1.3.6 2. 2.1 2.1.1 2.1.2 2.1.3 2.1.4 2.1.5 2.1.6 2.1.7 2.1.8 2.2 2.2.1 2.2.2 2.2.3
Uraian PENDAPATAN DAERAH Pendapatan Asli Daerah Pajak Daerah Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah Dana Perimbangan Dana Bagi Hasil Pajak/ Bagi Hasil Bukan Pajak Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah Hibah Dana Darurat Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya Dana Penguatan Desentralisasi Fiskal dan Percepatan Pemb. Daerah Jumlah BELANJA DAERAH Belanja Tidak Langsung Belanja Pegawai Belanja Bunga Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Bagi Hasil Kepada Provinsi/ Kabupaten/ Kota dan Pemerintahan Desa Belanja Bantuan Keuangan Kepada Provinsi/ Kabupaten/ Kota Dan Pemerintah Desa Belanja Tidak Terduga Belanja Langsung Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Angaran
Realisasi
23,127,319,479.00 1,968,922,479.00 10,318,841,800.00
23,052,319,479.00 1,968,922,479.00 10,318,841,800.00
2,145,000,000.00
2,070,000,000.00
8,694,555,200.00 532,066,932,019.00 25,913,171,019.00 449,582,361,000.00 56,571,400,000.00 63,979,492,882.00 0.00 0.00
8,694,555,200.00 529,461,370,327.00 23,307,609,327.00 449,582,361,000.00 56,571,400,000.00 84,512,177,800.00 60,673,826,966.00 0.00 0.00
10,123,039,182.00
13,920,426,966.00
0.00
0.00
15,856,453,700.00
8,753,400,000.00
38,000,000,000.00
38,000,000,000.00
619,173,744,380.00
613,187,516,772.00
425,753,806,013.00 378,295,243,690.00 0.00 0.00 12,004,110,000.00 13,059,800,000.00
425,753,806,013.00 378,295,243,690.00 0.00 0.00 12,004,110,000.00 13,059,800,000.00
21,194,652,323.00
21,194,652,323.00
0.00 1,200,000,000.00 198,982,438,367.00 0.00 0.00 0.00
0.00 1,200,000,000.00 193,033,710,759.00
Page 140
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
Jumlah Surplus/ Defisit 3. 3.1 3.1.1 3.1.2 3.1.3 3.1.4 3.1.5 3.1.6 3.2 3.2.1 3.2.2
3.2.3 3.2.4
PEMBIAYAAN DAERAH Penerimaan Pembiayaan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya (SILPA) Pencairan Dana Cadangan Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang dipisahkan Penerimaan Pinjaman Daerah Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman Penerimaan Piutang Daerah Pengeluaran Pembiayaan Pembentukan Dana Cadangan Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah - PT. Bank NTB - PD. Wawo -PDAM - BPR - LKP - BPR - Pesisir - LKP Nipa, Maria dan Sanggar - KSO Merpati Pembayaran Pokok Utang Pemberian Pinjaman Daerah
Pembiayaan Neto Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun 3.3 Berkenaan (SILPA) Sumber data : Hasil Analisa Pokja AMPL-BM Kabupaten Bima
2011
624,736,244,380.00 (5,562,500,000.00)
618,787,516,772.00 (5,600,000,000.00)
6,500,000,000.00
6,500,000,000.00
6,500,000,000.00
6,500,000,000.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00 0.00 0.00 937,500,000.00 0.00
0.00 0.00 0.00 900,000,000.00 0.00
937,500,000.00
900,000,000.00
0.00 0.00
0.00 0.00
5,562,500,000.00
5,600,000,000.00
0.00
0.00
a. Jumlah Dana DAK : Alokasi dan Realiasi Untuk progranm kegiatan AMPL tahun 2010 dukungan Dana
Alokasi Khusus
(DAK) di Kabupaten Bima mencapai Rp. 56.571.400.000., Sebagaian besar dana tersebut untuk pembiayaan kegiatan di bidang kesehatan, pendidikan dan pekerjaan umum. Realisasi dana mencapai 100 % b. Jumlah Dana DAU : Alokasi dan Realiasai (PU, Kesehatan, Pendidikan, dlll) Untuk progranm kegiatan AMPL tahun 2010 dukungan Dana
Alokasi Umum
(DAU) di Kabupaten Bima mencapai Rp. 449. 582.361.000., Realisasi mencapai 100 %. Sebagaian besar
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
(70 %) digunakan untuk belanja tidak langsung
Page 141
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
(Rutin). Sisanya digunakan untuk belanja pembangunan (belalanja langsung) yang meliputi : belanja pegawai, belanja barang, dan belanja modal. c.
Target dan Realisasi PAD Pendapatan Asli Daerah yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan llain lain pendapatan asli daerah yang syah
target tahun 2010 sebesar Rp. 23.127.319.479. Ralisasi
sebesar 100%
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 142
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Tabel 3.34 SUMBER PEMBIAYAAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN KABUPATEN BIMA TAHUN 2010 RINCIAN ANGGARAN (Rp) SUMBER BIAYA
Dinas Kesehatan
BAPPEDA
BUMD
1
2
3
4
APBN Murni (Tugas pembantuan. Dekonsentrasi, BOK dll) APBD kabupaten/kota murni Donor/hibah (Unicef) Rumah tangga/swadaya masyarakat Sumber Non-pemerintah lainnya Total
212.050.000
1.205.000.000
Dinas Kesehatan 5
Dinas Kimpraswil
BPMD
Badan Lingkungan Hidup/BAPE DALDA
Sumber nonpemerintah lainnya
Rumah tangga/masy arakat
Total
6
7
8
9
10
11
4.335.900.000
163.200.000,00
81.571.000,00 2.130.432.575,35
2.478.094.850
8.231.044.850
10.000.000,00 613.121.000,00
2.998.324.575,35
1.290.208.000,00 2.106.798.000,00 286.413.000,00
3.397.006.000
12.168.312,00
2.324.537.800,00 13.356.000,00
212.050.000,00 2.944.821.000,00
2.118.966.312,00 81.571.000,00 6.466.332.575,35
2.488.094.850,00 613.121.000,00
13.356.000,00
Sumber Data : Hasil Analisa Pokja AMPL-BM Kabupaten Bima
Jadi total anggaran yang dialokasikan bagi pembiayaan kegiatan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2010 sebesar Rp.17.262.850.537,35. Dana tersebut bersumber dari : APBN Murni, APBD Kabupaten Bima, Negara Donor (Hibah), swadaya masyarakat dan sumber non pemerintah lainnya, dan pengalokasiannya tersebar pada berbagai Dinas instansi baik Pemerintah maupun non Pemerintah.
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 143
2.623.119.112,00 13.356.000,00
2.324.537.800,00
17.262.850.537,35
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
3.7.2. Hasil Analisa Belanja Publik Berdasarkan hasil penelusuran terhadap data data belanja publik bidang AMPL tahun 2010, kegiatan AMPL tersebar pada beberapa instansi terkai, yaitu Dinas Kesehatan, Dinas PU, BPMDes, Bappeda, Badan Lingkungan Hidup. Disamping itu pada beberapa kegiatan terdapat peranserta masyarakat melalui kontribusi langsun berupa tenaga kerja, material lokal dan lokasi pembangunan sarana,
maupun
uang
penggunaan/pemakaian
tunai
–
terutama
sebagai
iuran
atas
jasa pelayanan air minum dari Perusahaan daerah
(PDAM). Lokasi kegiatan sersebar pada seluruh wilayah kabupaten Bima (18 Kecamatan, 168 Desa). Sumber pendanaan sebagaian besar berasal dari dana pusat (DAU, DAK). Selanjutnya beberapa kegiatan bersumber dari bantuan/hibah luar negeri (negara/lembaga
donor),
APBD
Kabupaten,
dan
kontribusi/swadaya
masyarakat. Tabel 3.35. Program/kegiatan bidang AMPL Tahun 2010, sbb : No
Program/Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Dukungan Fasilitator Masyarakat program WES Pelatihan Tukang Desa program WES Pelatihan Badan Pengelola sarana AMPL Desa Lokakarya penyusunan Silabus PHBS Dukungan Pokja AMPL – Rakor dan Monev reguler Lokakarya penyusunan NSPM pelaksanaan tugas Pokja AMPL Refres pemicuan CLTS - Bappeda Dukungan WES bantuan UNICEF TA. 2010 – Bappeda (APBD Kab) Dukungan PNPM PISEW TA. 2010 – Bappeda (APBD Kab) Pembangunan sarana air minum perpipaan grafitasi desa sari, desa panda, desa teta, desa bumi pajo Pembangunan sarana air minum program WES TA. 2010 (partisipasi masyarakat) Program Penyehatan Lingkungan Bimtek UKS dan Penjaringan Anak Sekolah Kegiatan STBM WSLIC 2 Penyediaan Biaya Operasional & Pemeliharaan WSLIC 2 Pertemuan Penyusunan RLT STBM WSLIC 2
11 12 13 14 15 16
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Jumlah dana 97.800.000 8.390.000 38.845.000 38.250.000 19.300.000 15.400.000 3.580.000 24.000.000 130.000.000 654.448.000 289.834.000 18.005.000 8.661.000 212.050.000 30.551.000 13.356.000 Page 144
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
17 18 19 20
21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Refresh Pemicuan CLTS - Dikkes Rapat Persiapan Kampanye Cuci Tangan Pakai Sabun Pelaksanaan Kampanye Cuci Tangan Pakai Sabun Dana Pendukung Bantuan Unicef – Dikes (APBD Kab) Pembangunan MCK program PNPM-MP di kec Sape, Sanggar dan Lambu Pembangunan Drainase program PNPM-MP di Kec Lambu dan sanggar dan Belo Peningkatan Air Bersih dan Perpipaan Bantuan PNPM-MP Desa Ntoke Kec. Wera Pembangunan sarana air minum (Pompa Tangan) Bantuan PNPMMP Desa Boro Kec. Sanggar Pembangunan Sumur Bor/SGD Desa Piong Kec. Sanggar Pembangunan Sarana Air Bersih di 15 Desa di 8 Kecamatan Bantuan Dana DAK Dana Pendukung Program Pembangunan Sarana Air Bersih (APBD Kabupaten) Pembangunan Drainase dan MCK di 44 Desa di 9 Kec program PNPM PISSEW Dana Pendukung program PNPM-PISSEW - Dinas PU (APBD Kab) Pembangunan MCK di 6 Desa di 5 Kec (Dana DAK) Dana Pendukung Program Pembangunan MCK (APBD Kab) Pembangunan IPAL di 5 Desa di 4 Kec (Dana DAK) Dana Pendukung Program Pembangunan IPAL (APBD Kabupaten) Dana Pendukung Progran Unicef - Dinas PU (APBD Kab) Kontribusi masyarakay/Iuran masyarakat pengguna jasa pelayanan air minum PDAM Pembangunan sarana air bersih desa Maria Utara, wawo (bantuan PDT/APBN) Pembangunan sarana air bersih desa Maria Utara, wawo (kontribusi masyarakat) Penyediaan sarana prasarana pengolahan persampahan Konservasi sumberdaya air dan g pengendalian kerusakan sumber air Pembangunan sarana sanitasi/jamban keluarga (swadaya masyarakat) Pembangunan sarana air minum dan sanitasi program PNPM Perdesaan (kontribusi masyarakat)
2011
3.580.000 2.090.000 12.420.000 22.904.000 1.157.691.400 943.316.750 213.191.800 95.990.100 134.008.600 873.950.000 70.000.000 4.335.900.000 454.200.000 353.100.000 34.310.000 300.000.000 30.000.000 10.000.000 2.118.966.312 1.205.000.000 286.423.000 297.330.000 315.791.000 1.968.600.000 66.103.000
Sumber data : Hasil Analisa Pokja AMPL-BM Kabupaten Bima
3.7.2.1 Sumber pembiayaan Sumber pembiayaan program AMPL terdiri dari : Pemerintah (pusat dan daerah); Non pemerintah (negara/lembaga donor, kontribusi masyarakat, dan sumber lainnya) Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 145
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Tabel : 3.36 Sumber pembiayaan
Sumber Biaya
Rincian Anggaran (Rp)
SB.1 Pemerintah SB.1.1 Pemerinta Pusat SB.1.1.1 APBN Murni (Tugas pembantuan. Dekonsentrasi, BOK dll) SB.1.3 Pemerintah Kabupaten/Kota SB.1.3.1 APBD kabupaten/kota murni SB.2 Non Pemerintah SB.2.1 Donor/hibah (Unicef) SB.2.4 Rumah tangga/swadaya masyarakat SB.2.5 Sumber Non-pemerintah lainnya
Total
%
11,229,369,425.35 8,231,044,850.00 8,231,044,850.00 2,998,324,575.35 2,998,324,575.35 6,033,481,112.00 3,397,006,000.00 2,623,119,112.00 13,356,000.00
65.05 47.68 47.68 17.37 17.37 34.95 19.68 15.20 0.08
17,262,850,537.35
100.00
Sumber data : Hasil Analisa Pokja AMPL-BM Kabupaten Bima
Pembiayan sebagian besar
dari Pemerintah (65.05%). Sebesar 47% dari
pemerintah pusat melalui dana DAU dan DAK serta dana dana dekosentrasi lainnya. Pemerintah Kabupaten melalui dana APBD Kabupaten Sebesar 17, 37%. Pembiaya dari non pemerintah total sebesar Rp. 6.033.480.112 (34,95%), dimana bantuan/hibah dari negara/lembaga donor berperan cukup besar yaitu 19,58%
(Rp. 3.387.005.000), bahkan lebih besar dari kemampuan
APBD Kabupaten Bima yang sebesar Rp. 2.996.338.575. (17,37%). Demikian pula Kontribusi masyarakat sebesar Rp. 2.623. 119.112 (15,20%) sangat membantu keterbatasan kemampuan pemerintah daerah. Peran sumber-sumber non pemerintah lainnya selain yang disebut diatas masih sangat terbatas, hanya Rp. 13.355.000 (0,06%) Tabel diatas menunjukan sumber pembiayaaan dari pemerintah
daerah
sangat terbatas. Pemerintah daerah Kabupaten Bima masih mengandalkan – terutama
dukungan
dana
pemerintah
pusat,
maupun
bantuan
negara/lembaga donor. 3.7.2.2 Pengelolaan anggaran Anggaran AMPL di Kabupaten Bima dikelola oleh : Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 146
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Pemerintah (Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten) Rumah tangga/masyarakat Non pemerintah lainnya
Tabel : 3.37 Pengelolaan anggaran
Pengelola Anggaran
Rincian Anggaran (Rp)
PA.1 Pemerintah PA.1.2 Pemerintah Propinsi PA.1.2.2 Dinas Kesehatan PA.1.3 Pemerintah Kabupaten/Kota PA.1.3.1 BAPPEDA PA.1.3.10 BUMD PA.1.3.2 Dinas Kesehatan PA.1.3.3 Dinas Kimpraswil PA.1.3.5 BPMD PA.1.3.7 Badan Lingkungan Hidup/BAPEDALDA PA.2 Pemerintah Non Pemerintah PA.2.4 Sumber non-pemerintah lainnya PA.3 Rumah tangga/masyarakat
Grand Total
%
14,924,956,737.35 212,050,000.00 212,050,000.00 14,712,906,737.35 2,944,821,000.00 2,118,966,312.00 81,571,000.00 6,466,332,575.35 2,488,094,850.00 613,121,000.00 13,356,000.00 13,356,000.00 2,324,537,800.00
86.46 1.23 1.23 85.23 17.06 12.27 0.47 37.46 14.41 3.55 0.08 0.08 13.47
17,262,850,537.35
100.00
Sumber data : Hasil Analisa Pokja AMPL-BM Kabupaten Bima
Tabel 28.4.
diatas menunjukan, bahwa pengelolaan anggaran AMPL di
Kabupaten Bima hampir semuanya dikelola oleh pemerintah (86,46%). Pengelolaan
oleh
Pemerintah
kabupaten
mencapai
85%
(Rp.
14.712.906.787) dari total anggaran sebesar Rp. 17.262.850.537,35. Masyarakat mengelola anggaran sebesar Rp. 2.324.537.800. Sisanya dikelola oleh pemerintah provinsi sebesar 212.050.000 (1,28%) dan pengelola non pemerintah lainnya sebesar Rp. 13.396.000 (0,08%) Di kabupaten Bima, SKPD pengelola terbesar anggaran AMPL adalah Dinas PU, yaitu sebesar Rp. 6.466.332.575 (37,45%), dari total dana yang dikelola pemerintah kabupaten. Selanjutnya Bappeda 17,06% (Rp. 2.944.821.000), BPMDes 12,27% (Rp. 2.118.966.312), Dinas Kesehatan mengelola anggaran kabupaten hanya sebesar Rp. 81.571.000 (0,47%), lebih kecil dibanding yang dikelola oleh pemerintah provinsi di kabupaten Bima, yaitu sebesar Rp. 212.050.000. Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 147
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Masyarakat di kabupaten Bima mengelola anggaran AMPL hanya sebesar Rp. 13,47% (Rp. 2.324.537.800), dibanding yang dikelola oleh pemerintah sebesar Rp. 14.924.956.737 (86,46%) dari total anggaran AMPL kabupaten Bima tahun 2010 sebesar Rp. 17.262.850.637.
Pada Tabel 28.3, dari sisi sumber pembiayaan – masyarakat berkontribusi hampir sama besar besarnya dengan pemerintah kabupaten Bima dalam kegiatan AMPL, tetapi pada Tabel 28.4, dari sisi pengelolaan masyarakat mengelola jauh lebih kecil dibanding yang dikelola oleh pemerintahi 3.7.2.3 Penyelenggaran pelayanan Pelayanan bidang AMPL di kabupaten Bima diselenggarakan oleh : Pemerintah ( pemerintah kabupaten) Rumah tangga/masyarakat Non pemerintah lainnya Tabel : 3.38. Penyelenggaran pelayanan
Penyelanggara Pelayanan
Rincian Anggaran (Rp)
PL.1 Pemerintah PL.1.3 Pemerintah Kabupaten/Kota PL.1.3.1 BAPPEDA PL.1.3.2 Dinas Kesehatan PL.1.3.3 Dinas Kimpraswil PL.1.3.5 BPMD PL.1.3.7 Badan Lingkungan Hidup/BAPEDALDA PL.1.3.10 BUMD PL.2 Nom Pemerintah PL.2.4 Sumber non-pemerintah lainnya PL.3 Rumah tangga/Masyarakat
Total
%
14,924,956,737.35 12,805,990,425.35 1,897,278,000.00 311,711,000.00 7,495,785,575.35 2,488,094,850.00 613,121,000.00 2,118,966,312.00 13,356,000.00 13,356,000.00 2,324,537,800.00
86.46 74.18 10.99 1.81 43.42 14.41 3.55 12.27 0.08 0.08 13.47
17,262,850,537.35
100.00
Sumber data : Hasil Analisa Pokja AMPL-BM Kabupaten Bima
Tabel diatas menujukan : 86% pelayanan bidang AMPL
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 148
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
di kabupaten Bima diselenggarakan oleh pemerintah. Dinas PU kabupaten Bima sebagai intitusi penyelenggara pelayanan terbesar yaitu menyerap dana pelayanan sebesar Rp. 7.495.785.575 (43,42%), kemudian BPMDes sebesar
Rp.
2.488.099.850
menyelenggarakan Penyelenggaraan
(14.41%).
pelayanan pelayaan
hanya
oleh
Sedangkan 1,80%
masyarakat
Dinas
(Rp. sebesar
Kesehatan
311.771.000). 13,47%
(Rp.
2.324.537.800). Cukup besar dibanding institusi pemerintah Kabupaten Bima : Dinas kesehatan maupun BLH. Tingginya penyelenggaraan pelayanan yang dilakukan oleh masyrakat, menunjukan semakin besarnya peran langsung masyarakat kegiatan peningkatan AMPL, hal ini antara lain dimungkinkan kecenderungan
berbagai program
pemberdayaan
terkait dengan
yang anggarannya
dikucurkan langsung ke masyarakat masyarakat.
3.7.2.4 Jenis kegiatan
Pada pokoknya jenis kegiatan yang dilksanakan terdiri dari : Kegiatan tidak langsung (kegiatan yang terkait dengan manajerial , penguatan kapasitas, maupun pengawasan dan evaluasi) Kegiatan langsung (kegiatan yang langsung berkaitan dengan pengadaan dan pemenuhan kebutuhan masyarakat di bidang AMPL)
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 149
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Tabel : 3.39. Jenis kegiatan
Jenis Kegiatan
Rincian Anggaran (Rp)
JK.1 Kegiatan Tidak Langsung JK.1.1 Manajerial dan koordinasi JK.1.2 Peningkatan kapasitas personil (pendidikan dan pelatihan) JK.1.3 Perencanaan dan penganggaran program JK.1.4 Monitoring dan pelaporan JK.1.5 Evaluasi JK.1.6 Peningkatan Kesejahteraan Pegawai JK.1.8 pengembangan sistem informasi manajemen JK.2 Kegiatan Langsung JK.2.1 Promosi dan penyuluhan JK.2.8 Pemberdayaan masyarakat untuk air bersih JK.2.9 Pemberdayaan masyarakat untuk sanitasi JK.2.11 Penanganan persampahan JK.2.13 pembangunan infrastruktur JK.2.16 Kegiatan langsung lainnya
Total
%
1,024,213,000.00 723,907,000.00 45,520,000.00 21,300,000.00 202,170,000.00 13,356,000.00 3,260,000.00 14,700,000.00 16,238,637,537.35 53,491,000.00 39,215,000.00 4,335,900,000.00 297,330,000.00 8,914,744,225.35 2,597,957,312.00
5.93 4.19 0.26 0.12 1.17 0.08 0.02 0.09 94.07 0.31 0.23 25.12 1.72 51.64 15.05
17,262,850,537.35
100.00
Sumber data : Hasil Analisa Pokja AMPL-BM Kabupaten Bima
Dari total anggaran AMPL tahun 2010 sebesar Rp. 17.262.850.537, sebesar 94,07% (16.238.637.537) merupakan kegiatan kegiatan langsung , yaitu : terbesar adalah pembangunan insfrastruktur AMPL 8.914.740.225),
kemudian
kegiatan
sebesar 51,64% (Rp.
pemberdayaan
masyarakat
untuk
sanitasi 25,12% (Rp. 4.335.900.000). Pemberdayaan masyarakat untuk air bersih hanya sebesar 0,23% (Rp. 39.215.000). Kegiatan-kegiatan tidak langsung yang seperti manajemen program, penguatan kapasitas, pengawasan kualitas, pengembangan sistim informasi, dan peningkatan kesejahteraan pegawai hanya mendapat porsi anggaran sebesar
Rp. 1.024.213.000 (5,98%). Porsi terbesar penganggaran untuk
kegiatan tidak langsung adalah kegiatan
manajerial dan koordinasi
program, selanjutnya kegiatan monitoring dan pelaporan
sebesar Rp.
202.170.000 (1,17%). Terkecil adalah untuk peningkatan kesejahteraan pegawai, sebesar Rp. 3.260.000 (0,02%)
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 150
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
Tabel 3.37 diatas
menujukan, bahwa
2011
penganggaran AMPL
masih
didominasi untuk kegiatan/pembangunan sarana fisik yang tidak diimbangi dengan kebijakan penganggaran untuk pemeliharaan dan keberlanjutan sarana. Kegiatan pemberdayaan masyarakat untuk
sanitasi tidak proposional
dikaitkan dengan persoalan kebutuhan masyarakat akan air bersih. Kegiatan pembersayaan masyaarakat untuk air bersih hanya 0,23% (Rp. 39.215.000), sedangkan
pemberdayaan masyarakat untuk sanitasi menyerap 25,12%
(Rp.4.335.900.000) dari total anggaran. 3.7.2.5 Mata anggaran Kegiatan AMPL tahun 2010, dapat kelompoka ke dalam beberapa mata anggaran : Mata anggaran , yaitu : Mata anggaran Ivestasi Mata anggaran Operasional Dan mata anggaran untuk pemeliharaan Tabel : 3.40. Mata anggaran
Mata Anggaran MA.1 Investasi Beberapa AMPL yang dilaksanakan tahun 2010 : MA.1.2 Bangunan/kontruksi MA.1.3 Pengadaan alat-alta MA.2 Operasional MA.2.1 Gaji MA.2.1.2 Gaji Pegawai non pemerintah MA.2.2 Honorarium MA.2.1.1 Honorarium PNS MA.2.2.2 Honorarium non PNS MA.2.3 Bahan habis pakai, obat-obatan/bahan kimia MA.2.4 Perjalanan MA.2.5 Akomodasi MA.2.6 Utilities (telepon, listrik, air) MA.2.7 Biaya opersional lainnya MA.3 Pemeliharaan MA.3.3 Pemeliharaan alat-alat (termasuk perbaikan dan suku cadang)
Total
Rincian Anggaran (Rp)
%
13,634,665,275.35 13,294,635,275.35 340,030,000.00 3,601,075,262.00 17,830,000.00 17,830,000.00 450,725,350.00 437,185,350.00 13,540,000.00 166,913,220.00 650,533,680.00 156,475,700.00 2,126,716,312.00 31,881,000.00 27,110,000.00 27,110,000.00
78.98 77.01 1.97 20.86 0.10 0.10 2.61 2.53 0.08 0.97 3.77 0.91 12.32 0.18 0.16 0.16
17,262,850,537.35
100.00
Sumber data : Hasil Analisa Pokja AMPL-BM Kabupaten Bima
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 151
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Anggaran untuk kegiatan yang bersifat investasi mendapat porsi paling besar : 78,98% (Rp. 13.364.665.275), yaitu untuk pembangunan sarana fisik, dan pengadaan alat-alat. Untuk biaya operasional sebesar Rp. 3.601.075.262 (20,86%), sedangkan mata anggaran untuk pemeliharaan teralokasi hanya sebesar Rp.27.110.000 (0,16%) dari total dana sebesar Rp. 17.262.850.537. Dari Tabel 28.7 diatas menunjukan ada pengalokasian yang tidak proposional, dan tidak sejalan dengan
kebijakan
bahwa progrm
pembangunan AMPL harus berkelanjutan sehingga dapat memberi manfaat yang optimal bagi masyarakat. Biaya pemeliharaan yang sedikit dikhawatirkan sejumlah sarana yang dibangun tidak akan terpelihara dengan baik, sehingga mempegaruhi usia dan keberlanjutan kwalitas sarana yang dibangun.
3.7.2.6 Jenis Program
Jenis program yang dilaksanakan terdiri dari : Program air bersih dan air minum Program penyehatan lingkungan Program yang terkait capacity building
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 152
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Tabel 3.41. Jenis Program
Jenis program
Rincian Anggaran (Rp)
PR.1 Program Air Bersih dan Air Minum 6,650,970,387.35 PR.1.1 Peningkatan akses air bersih 2,118,966,312.00 PR.1.2 Peningkatan kualitas air bersih/air minum 315,791,000.00 PR.1.5 Pembangunan sarana air bersih 4,127,846,075.35 PR.1.6 Penyediaan Dana penunjang kegiatan pembangunan Air Bersih 84,867,000.00 PR.1.7 Penyediaan Prasarana dan Sarana Air Minum bagi Masyarakat Berpenghasilan rendah 3,500,000.00 PR.2 Program Penyehatan Lingkungan 10,031,738,150.00 PR.2.1 Pembangunan drainase 943,316,750.00 PR.2.2 Penanganan/pengolahan persampahan 297,330,000.00 PR.2.4 Peningkatan akses jamban 3,129,871,400.00 PR.2.5 Gerakan cuci tangan serta pembinaan dan pengawasan kualitas sanitasi makaan/minuman dan bahan 14,510,000.00 pangan PR.2.23 Dana Pendukung Operasional kegiatan PNPM-PISEW 593,400,000.00 PR.2.25 Penataan Lingkungan Pemukiman Penduduk Perdesaan 5,053,310,000.00 PR.3 Program yang menyangkut capacity building 580,142,000.00 PR.3.1 Administrasi dan manajemen 174,601,000.00 PR.3.4 Capacity buiding 148,987,000.00 PR.3.5 Pengawasan (monitoring dan evaluasi) 232,554,000.00 PR.3.6 Program capacity building (penunjang) lainnya 24,000,000.00
Total
17,262,850,537.35
% 38.53 12.27 1.83 23.91 0.49 0.02 58.11 5.46 1.72 18.13 0.08 3.44 29.27 3.36 1.01 0.86 1.35 0.14
100.00
Sumber data : Hasil Analisa Pokja AMPL-BM Kabupaten Bima
Program peningkatan sanitasi atau penyehatan lingkungan mendapat alokasi anggaran lebih besar, sebesar 58,11% (Rp. 10.091.738.150). Program air bersih dan air minum mendapat anggaran lebih sedikit, yaitu sebesar Rp. 6.650.970.378 (38,53%). Sedangkan program peningkatan capacity building hanya sebesar Rp. 580.142.000 (3,36%). Tabel 28.8 diatas menunjukan,
bahwa kegiatan peningkatan kapasitas,
kurang mendapat perhatian yang sesuai dengan semangat bahwa STBM merupakan suatu gerakan, yang harus ditunjang dengan skill/kapasitas kelembagaan dan masyarakat yang berkualitas.
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 153
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
3.7.2.7 Jenjang Kegiatan Program/ kegiatan AMPL di kabupaten Bima tahun 2010, dilaksanakan pada jenjang Provinsi, Kabupaten, Kecamatan maupun Desa.
Tabel 3.42 Jenjang Kegiatan
Jenjang kegiatan
Rincian Anggaran (Rp)
JJ.2 Provinsi JJ.3 Kabupaten JJ.4 Kecamatan JJ.5 Desa/Kelurahan/masyarakat
232,365,000.00 1,350,671,500.00 195,508,500.00 15,484,305,537.35
Grand Total
% 1.35 7.82 1.13 89.70
17,262,850,537.35 100.00
Sumber data : Hasil Analisa Pokja AMPL-BM Kabupaten Bima
Porsi terbesar dari belanja AMPL tahun 2010 Desa/masyarakat, yaitu
89,70% atau
berada pada jenjang
sebesar Rp. 15.484.305.537, dari
total dana tahun 2010 sebesar Rp. 17.262.850.357. pada jenjang pemerintah kabupaten hanya sebesar Rp. 1.350.671.500 (7,82%) Tabel 37 diatas sudah menunjukan bahwa belanja AMPL di Kabupaten Bima tahun 2010
dilaksanakan dan melibatkan rakyat paling bawah (tingkat
desa). Sejalan dengan kebijakan “pengentasan kemiskinan”, masyarakat miskin menjadi prioritas pembangunan.
3.7.2.8 Penerima manfaat Dari sisi penerima manfaaat, belanja publik bidang AMPL di Kabupaten Bima terdiri dari : Sarana dan prasarana umum/sosial kemasyarakatan; Rumah tangga/masyarakat; Instansi pemerintah
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 154
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Tabel 3.43. Penerima manfaat
Penerima manfaat
Rincian Anggaran (Rp)
PM.2 Sarana dan prasarana umum/sosial kemasyarakatan PM.3 Rumah tangga/masyarakat PM.4 Instansi pemerintah
Grand Total
%
943,316,750.00 12,174,862,400.00 4,144,671,387.35
5.46 70.53 24.01
17,262,850,537.35
100.00
Sumber data : Hasil Analisa Pokja AMPL-BM Kabupaten Bima
Penerima manfaat terbesar adalah rumah tangga/masyarakat, yaitu sebesar 70,53% (Rp. 12.174.862.400). Instansi pemerintah sebesar 24% (Rp. 4.144.671.387) Tabel diatas menunjukan, bahwa masyarakat/rumah tangga
sebagai
sasaran pembangunan AMPL sudah mendapat porsi pelayanan yang maksimal. Porsi instansi pemerintah lebih besar dari penerima manfaat sarana daan prasaraan umum, karena dalam rangka tugas tugas pelayanan kepada masyarakat yang harus dilaksanakannya.
3.7.3 Permasalahan Pembiayaan Sanitasi Kabupaten Bima Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bima dalam pembiayaan pengelolaan sanitasi adalah sebagai berikut: 1. Kurangnya perhatian Pemerintah dan sektor swasta dalam penanganan sanitasi. Untuk menunjang penanganan sanitasi di kota, selama ini masih sangat tergantung oleh alokasi dana pemerintah yang sangat terbatas, sedangkan sektor swasta belum banyak berperan. Padahal penanganan sanitasi sebenarnya bukan hanya melulu diemban oleh pemerintah akan tetapi swasta memiliki kewajiban turut serta dalam penanganan sanitasi kota. Kedepan perlu di dorong peran serta sektor swasta dalam pembiayaan pengelolaan sanitasi melalui skema-skema kerjasama yang ideal antara pemerintak dengan para pelaku usaha.
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 155
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
2. Proporsi dana untuk sanitasi dalam struktur belanja langsung APBD sangat minim. Hal ini terkait dengan besaran APBD Kabupaten Bima sendiri yang masih relative kecil dan sumber pendapatannya masih sangat tergantung dari Dana Alokasi Umum yang dianggarkan oleh Pemerintah Pusat, sedangkan kontribusi PAD masih amat sangat kecil dimana berdasarkan data terakhir tahun 2010 hanya sebesar 3,76% dari total APBD. Sementara disisi lain Pemerintah Kabupaten Bima dihadapkan dengan begitu kompleksnya permasalahan pembangunan dan begitu banyaknya urusan pemerintahan yang harus diemban sehingga pelaksanaan pembangunan dilakukan sesuai prioritas yang telah disusun dalam dokumen perencanaan daerah 3. Dokumen perencanaan sanitasi
yang komprehensif belum ada
sehingga arah kebijakan masih multi sektor. Berdasarkan pengalaman pelaksanaan pembangunan selama ini, masalah pembiayaan
sanitasi
sebenarnya
harus
muncul
sejak
dari
proses
perencanaan, akan tetapi yang terjadi kurangnya sinkronisasi program antar berbagai sektor, sehingga belum ada tahapan dan target yang jelas kedepan sebagai acuan dalam penyusunan pembiayaan sanitasi. Kondisi saat ini cukup sulit mengukur besaran pembiayaan dalam struktur APBD dengan program dan kegiatan yang tidak terstruktur dengan baik. 4. Dukungan masyarakat dalam penanganan sanitasi masih rendah. Banyak sekali sarana air bersih dan sanitasi yang telah dibangun selama ini untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan layanan air bersih dan sanitasi, baik oleh pemerintah maupun non pemerintah, akan tetapi tidak sedikit sarana yang dibangun tersebut jadi monumen belaka. Hal ini menunjukan rendahnya dukungan masyarakat dalam hal kepemilikan sarana, sehingga ke depan perlu dibangun strategi yang mampu membangkitkan rasa kepedulian masyarkat yang tinggi terhadap sarana yang dibangun.
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 156
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
BAB IV RENCANA PROGRAM PENGEMBANGAN SANITASI YANG SEDANG BERJALAN 4.1. Visi dan Misi Sanitasi Kota. 4.1.1. Visi Pembangunan AMPL Kab. Bima Melalui Lokakarya AMPL Tahun 2007 disepakati visi pembangunan sektor AMPL berbasis masyarakat di Kabupaten Bima adalah: “Terpenuhinya Kebutuhan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL)
masyarakat Kabupaten Bima Tahun 2015” Kata “Terpenuhinya kebutuhan AMPL” menunjukkan pembangunan AMPL akan mampu mencapai kondisi masyarakat yang sehat sebagai salah satu syarat tercapainya kesejahteraan masyarakat yang ditandai dengan terpenuhinya kebutuhan air minum
80 % dan penyehatan lingkungan (sanitasi dasar) 85%
dari total kebutuhan masyarakat sampai dengan Tahun 2015.
Didalamnya
terkandung upaya untuk mencapai kondisi tersebut dengan kemampuan sendiri dari sisi pengelolaan baik fisik maupun non fisik dengan tetap mengutamakan kualitas hasil pembangunan yang dicapai. Sejalan dengan hal tersebut, salah satu target Millenium Development Goals (MDGs),
adalah
mengurangi
separuh
proporsi
penduduk
tanpa
akses
berkelanjutan pada air minum yang aman dan sanitasi dasar sebelum akhir 2015. Dengan angka dasar cakupan Air minum (air bersih yang dapat diolah untuk menjadi air minum) Tahun 2009 sebesar 51,8%, maka diharapkan sampai dengan Tahun 2015 dapat dicapai target cakupan air minum (bersih) sebesar 80%. Sementara itu cakupan jamban keluarga per tahun 2009 adalah sebanyak 85.713 atau sebesar 73,69%. Dengan demikian sampai dengan tahun 2015 target yang ingin dicapai adalah 95%.
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 157
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
4.1.2. Misi Pembangunan AMPL Misi yang dicanangkan dalam melaksanakan pembangunan AMPL adalah: 1. Memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana air minum dan sanitasi yang memadai. 2. Mengubah perilaku masyarakat untuk hidup bersih dan sehat 3. Mengupayakan
terpenuhinya
kebutuhan
pasokan
air
baku
secara
berkelanjutan untuk layanan air minum 4. Memperkuat kapasitas pengelola sarana AMPL di tingkat masyarakat (KPP/UPS) 4.2. Strategi Penanganan Sanitasi Kota. Strategi penanganan sanitasi di Kabupaten Bima dapat dirumuskan sebagai berikut: 1.
Pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat
2.
Meningkatkan pelayanan persampahan
3.
Meningkatkan kapasitas dan fungsi drainase kota
4.
Meningkatkan
sarana
dan
prasarana
lingkungan
perumahan
dan
permukiman di wilayah Kabupaten Bima 5.
Berkurangnya luas dan lama genangan air yang disebabkan banjir dan rob.
6.
Meningkatkan
kualitas
dan
kuantitas
penanganan
pengendalian
pencemaran dan kerusakan lingkungan. 7.
Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan.
8.
Meningkatkan kualitas kesehatan lingkungan kawasan permukiman.
9.
Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Setelah mengetahui kondisi eksisting kualitas sanitasi dan kesehatan lingkungan di setiap kawasan, melalui beberapa studi, untuk kemudian menetapkan prioritas penanganan sanitasi di tiap-tiap kawasan tersebut.
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 158
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Penetapan strategi penanganan sanitasi ini melalui tahapan-tahapan yaitu: Analisis faktor Lingkungan Internal dan Eksternal Kabupaten Bima berkaitan dengan potensi dan kendala pengembangan penanganan Sanitasi kota; Menyusun beberapa alternatif strategi yang dapat dikembangkan di Kabupaten Bima Menetapkan strategi sanitasi jangka menengah Kabupaten Bima Strategi penanganan sanitasi ini mencakup beberapa strategi sektoral dan subsektor seperti drainase lingkungan, drainase kota, persampahan, air limbah, keterlibatan swasta, monev dan penganggaran/kemampuan pembiayaan. 4.3. Rencana Peningkatan Pengelolaan Limbah Cair/Domestik 1.
Penerapan program pemasaran sanitasi / sanitation marketing plan dalam penanganan masalah limbah cair Kab. Bima
2.
Pemerintah Kab. Bima perlu membuat off site system (Sewerage System) untuk pengelolaan air limbah.
3.
Membangun dan perbaikan MCK Komunal lingkungan dengan basis masyarakat
4.
Pemanfaatan tinja sebagai biogas sehingga dapat menjadi sumber energi alternatif pengganti bahan bakar untuk masyarakat
5.
Pembangunan Instalasi Pengolahan Limbah terpadu (IPLT) sebagai bagian dari upaya penanganan sanitasi yang aman terhadap lingkungan
6.
Pendanaan untuk pengelolaan Lumpur tinja dapat ditingkatkan sehingga bisa diminimalisir permasalahan lingkungan sebagai akibat dari buruknya penanganan limbah cair
4.3.1. Sistem Terpusat (Offsite System) Sampai saat ini Kabupaten Bima belum memiliki sistim pengolahan limbah cair rumah tangga dengan sistim terpusat (off site). Melihat dari implementasi Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 159
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Sistim terpusat di kota lain misalnya maka ke depan perlu dipikirkan untuk dapat menyediakan cakupan pelayanan penanganan air limbah rumah tangga maupun air limbah industri dengan Sistim terpusat. Mungkin tidak terpusat pada satu tempat, namun terpusat dalam skala kecamatan atau beberapa kecamatan sebagai percontohan. Sehingga setiap bagian wilayah kota dapat ditempatkan satu Sistim terpusat. Walaupun Sistim ini akan jauh lebih mahal namun Sistim terpusat ini memiliki keunggulan yaitu kemudahan terutama dalam kontrol penanganan, monitor dan evaluasi.
4.3.2. Sistem Sanimas Sistim sanimas yang dikenalkan pertama-tama di Indonesia ini akan menjadi terkenal ke seluruh dunia karena PBB akan mengadopsi Sistim ini kepada 124 negara anggota-nya, karena dinilai cukup sukses dan mudah untuk replikasi. Sistim ini digunakan untuk pengolahan limbah rumah tangga yang dilakukan oleh masyarakat pada wilayah tertentu, mengelola sanitasi secara bersamasama. Disebut juga pengolahan limbah yang berbasis pada masyarakat (SANIMAS) yaitu dengan membuat pengolah limbah rumah tangga secara komunal. Meskipun Sistim ini belum pernah diuji coba di Kab. Bima namun pengalaman daerah lain menunjukan bahwa kesulitan implementasi di masyarakat adalah kendala ketersediaan lahan, terutama di permukiman kumuh perkotaan, termasuk pada kawasan pinggiran sungai.
Sehingga pilihan strategi untuk
meningkatkan kualitas sanitasi, khususnya untuk pengelolaan limbah tinja, memerlukan penanganan yang terpadu, yaitu penataan kawasan. Pada kawasan
yang
sering
tergenang,
tidak
menutup
kemungkinan
untuk
menyediakan sanimas dua lantai, dimana lantai satu digunakan untuk penempatan tangki septik sedangkan lantai dua untuk fasilitas toilet. Model ini sudah diterapkan di kawasan pesisir pantai di Jakarta. 4.3.3. Sistim Setempat (Onsite System) Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 160
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Pelayanan air limbah di kawasan permukiman akan menggunakan system on-
site dengan septic tank, sehingga diperlukan dalam pengelolaannya truk tangki tinja untuk mengangkut lumpur tinja ke instalasi IPLT. Untuk memperkirakan kebutuhan pelayanan air limbah ini dipergunakan beberapa standar sebagai berikut: -
Volume tinja domestik (perumahan) Daya tampung 1 unit truk tinja Tingkat pelayanan
= =
65 ltr/jiwa/thn atau 0,000015 ltr/jiwa/hari 8 m3
=
80%
Berdasarkan standar tersebut, maka perkiraan kebutuhan septiktank dan jumlah tangki truk tinja yang diperlukan adalah Tabel 4.1 Perkiraan Kebutuhan Truk Tangki Tinja untuk Perumahan Swadaya Tahun 2009 dan 2014 2010 No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Kecamatan
Wera Ambalawi Wawo Sape Lambu Langgudu Lambitu Belo Palibelo Woha Monta Parado Madapangga Bolo Donggo Soromandi Sanggar Tambora Jumlah
2014
Kebutuhan Septiktank
Kebutuhan Truk Tinja kapasitas 2m3
Kebutuhan Septiktank
Kebutuhan Truk Tinja kapasitas 2m3
735 1.853 3.932 3.810 1051 588 3.351 1.281 1.949 1.704 3.390 1.634 422 835 541 547 1.487 1.420
0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 1 0 0 0 0
972 1.881 4.977 3.981 1.732 978 4.430 1.685 2.955 1.860 4.980 2.204 541 1.272 589 582 1.702 1.914
0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1
22.649
6
28.649
11
Sumber : hasil perhitungan dan analisis, 2007
Dari asumsi-asumsi di atas, maka dapat diperkirakan pula bahwa setiap harinya total volume limbah domestik yang masuk ke IPLT adalah sejumlah volume Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 161
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
lumpur tinja per harinya. Selain itu dapat diperkirakan pula bahwa Kabupaten Bima hingga tahun 2013 membutuhkan 10 unit truk tangki tinja (asumsi truk tangki tinja dapat mengangkut volume 8 m3). Sistim pembuangan air kotor, pada prinsipnya terbagi atas dua macam Sistim: pertama Sistim pembuangan mandiri (individual system), yang dikenal dalam bentuk septic tank dan sejenisnya. kedua Sistim pembuangan bersama (communal system), yang dikenal dalam bentuk: WC.Umum (MCK), saluran pembuangan (sewerage system), septic tank individual dengan peresapan ke sumur peresapan dan sejenisnya. Kondisi yang ada di Ibukota Kabupaten Bima masih menggunakan Sistim yang pertama dan sebagian penduduk juga masih memanfaatkan aliran air yang lain. Rencana penanganan pembuangan air kotor di Ibukota Kabupaten Bima ini bisa dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: a. Air Kotor dari Kamar Mandi, Dapur dan Cucian Besarnya volume buangan diperkirakan sebesar 80% dari kebutuhan air bersih rumah tangga. Dengan demikian dapat diperkirakan volume limbah cair/air kotor di Ibukota Kabupaten Bima adalah sebagai berikut: Air kotor ini dibuang ke sumur peresapan pada masing-masing rumah, setelah melalui bak pengendap/alat penyaring pada masing-masing rumah. Bak
pengendap/alat
penyaring
ini
diperlukan
agar
bahan-bahan
padat/kotoran (sisa-sisa makanan, pasir dan lain-lain) yang terbawa air kotor bisa tertahan di bak pengendap tersebut. b. Air Kotor dari WC/kakus. Air kotor ini disalurkan ke tanki septik, kemudian dialirkan ke sumur peresapan. Pada penggunaan sumur peresapan, volume/ukuran dan konstruksi tanki septik harus benar-benar bisa memproses air kotor selama 3 hari sebelum dialirkan ke sumur peresapan. Jarak sumur peresapan dengan sumur sumber air bersih harus dijaga agar air bersih tidak tercemar oleh air Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 162
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
kotor. Jarak ini tergantung pada arah aliran air tanah dan jenis tanahnya, bila arah aliran air kotor dari sumur peresapan menuju ke sumber airbersih maka jarak harus semakin jauh. Untuk tanah yang mengandung pasir jarak antara sumur peresapan dan sumber air bersih relatif bisa lebih dekat. Pada umumnya jarak minimum yang paling aman adalah 10 m. Untuk daerah pemukiman yang sudah padat, nantinya dapat digunakan Sistim peresapan bersama dengan kapasitas pelayanan tiap sumur peresapan untuk 10 keluarga. Sementara pencanangan pengelolaan limbah cair pada Wilayah Kabupaten Bima dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 4.2 Pencanangan Pengelolaan Limbah Cair Kabupaten Bima NO.
BWK
Lingkungan
Penduduk Tahun 2007
Air Limbah
1
BWK1
1,1
0
-
1,2 1,3
3,027 6,675
339,024 747,600
1,4
13,133
1,470,896
1,5 1,6 Jumlah
13,409 331 36,575
1,501,808 37,072 4,096,400
2,1
892
99,904
2,2 2,4 2,5
4,123 4,013 2,713
461,776 449,456 303,856
2,6
3,249
363,888
Jumlah 3,1 3,2 3,3 3,4 3,5 Jumlah
20,798 4,857 448 311 2,888 8,504
2,329,376 543,984 50,176 34,832 323,456 952,448
Jumlah
65,877
7,378,224
2
3
BWK2
BWK3
Bangunan Pengolahan
Waduk Penampungan
4 Unit
1.200 m3
2 Unit
700 m3
1 Unit
300 m3 2.200 m3
Sumber :RPIJM,2010-2014
c.
Limbah cair dari Industri Limbah cair yang berasal dari industri diwajibkan untuk menyediakan Sistim pengolahan air limbah sebelum dibuang ke sungai atau saluran yang berada
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 163
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
di wilayah perencanaan. Industri yang berskala besar sebelum beroperasi harus menyertakan dokumen Amdal maupun UKL/UPL, agar tidak terjadi penurunan daya dukung lingkungan di Ibukota Kabupaten Bima. 4.4. Rencana Peningkatan Pengelolaan Sampah (Limbah Padat). Rencana penempatan lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Ibukota Kabupaten Bima terletak di Desa Keli dengan luas 5,986 Ha Pola pelayanan persampahan yang cukup sesuai adalah dengan menggunakan pola pengumpulan dan pengangkutan secara komunal, dengan tingkat pelayanan minimal 75%. Beberapa standar yang digunakan dalam menghitung volume timbunan sampah akibat berkembangnya kegiatan permukiman antara lain: Tingkat pelayanan
= 75% - 90%
Timbulan sampah domestik
= 2,28 ltr/jiwa/hari
Gambaran volume timbunan sampah sebagai akibat berkembangnya kegiatan permukiman dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel. 4.3 Perkiraan Kebutuhan Pelayanan Persampahan untuk Perumahan Swadaya Tahun 2010 dan 2014 No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Kecamatan
Wera Ambalawi Wawo Sape Lambu Langgudu Lambitu Belo Palibelo Woha Monta Parado Madapangga Bolo Donggo Soromandi
2010 TPS Gerobak Truk Kontaine Sampak Terbuka r Besi 1m3 7 m3 10 m3 1 0 0 2 1 0 6 3 1 6 3 1 2 1 0 0 0 0 6 3 1 2 1 0 3 2 0 2 1 0 6 3 1 2 2 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Dump Truck 8 m3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2014 TPS Armroll Gerobak Truk Dump Armroll Kontainer Truck Sampah Terbuk Truck Truck Besi 10 m3 1m3 a 7 m3 8 m3 10 m3 10 m3 0 2 0 0 0 0 0 2 2 0 0 0 0 8 5 2 1 0 0 6 3 2 1 0 0 2 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7 3 2 1 0 0 2 2 0 0 0 0 5 2 1 0 0 0 2 2 0 0 0 0 8 5 2 1 0 0 3 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Page 164
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
No.
17 18
Kecamatan
Sanggar Tambora Jumlah
2010 TPS Gerobak Truk Kontaine Sampak Terbuka r Besi 1m3 7 m3 10 m3 2 1 0 2 1 0 43 22 4
Dump Truck 8 m3 0 0 0
2011
2014 TPS Armroll Gerobak Truk Dump Armroll Kontainer Truck Sampah Terbuk Truck Truck Besi 10 m3 1m3 a 7 m3 8 m3 10 m3 10 m3 0 2 1 0 0 0 0 3 2 0 0 0 0 54 30 9 4 0
Sumber : Hasil Perhitungan Dan Analisis, 2007
Tabel. 4.4 Proyeksi Jumlah TPA dan TPS Tahun 2031 NO 1 2 3 8 9 4 10 5 6 7 11 12 13 14 15 16 17 18
KECAMATAN
TPS
Wawo Sape Lambu Langgudu Lambitu Monta Parado Woha Belo Palibelo Bolo Madapangga Donggo Soromandi Sanggar Tambora Wera Ambalawi Jumlah
TPA
17 54 21 22 10 22 10 60 22 25 34 20 16 12 12 10 21 12 400
1
1
1
1 1 5
Sumber : Hasil Rencana, 2010
Tabel 4.5 Rincian Proyeksi Jumlah TPS Tahun 2016 Kebutuhan TPS Tahun 2016 No
1
Kecamatan
Ambalawi
Jumlah Penduduk 17,588
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Jumlah KK 3,518
3 Kg/KK
Industri (10%-50%)
Perkantoran (10%-60%)
Sosial Ekonomi (10%-60%)
Jumlah
10,553
2,111
1,055
1,055
14,774
TPS/ 1500 Kg
Page 165
10
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
2
Belo
24,570
4,914
14,742
4,423
2,948
5,897
28,010
19
3
Bolo
39,709
7,942
23,825
8,339
3,574
7,148
42,886
29
4
Donggo
16,315
3,263
9,789
2,937
2,937
3,916
19,578
13
5
Lambitu
6,088
1,522
4,566
2,283
2,740
2,740
12,328
8
6
Lambu
38,876
6,479
19,438
1,944
972
3,888
26,241
17
7
Langgudu
39,578
6,596
19,789
3,958
1,979
1,979
27,705
18
8
Mada Pangga
30,964
6,193
18,578
1,858
1,858
2,787
25,081
17
9
Monta
34,493
6,899
20,696
2,070
2,070
2,070
26,905
18
10
Palibelo
24,133
4,827
14,480
7,240
3,620
5,792
31,132
21
11
Parado
8,868
1,774
5,321
2,128
2,128
2,660
12,238
8
12
Sanggar
12,038
2,408
7,223
3,611
2,167
2,167
15,168
10
13
Sape
57,503
11,501
34,502
15,526
6,900
10,351
67,279
45
14
Soromandi
8,859
1,772
5,315
2,658
3,189
3,189
14,352
10
15
Tambora
12,622
2,524
7,573
3,029
757
757
12,117
8
16
Wawo
16,468
3,294
9,881
3,952
2,964
3,952
20,750
14
17
Wera
30,026
6,005
18,016
4,504
1,802
1,802
26,123
17
18
Woha
45,479
9,096
27,287
10,915
15,008
21,830
75,040
50
JUMLAH
464,180
90,525
271,574
83,484
58,668
83,978
497,704
332
Sumber Data RTRW Thn 2011-2031
Sebaran lokasi dan kriteria TPST, dan/atau TPA ditentukan berdasarkan persyaratan dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah melalui SNI Nomor 03-3241-1994 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA Sampah, dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya. Kondisi saat ini penyebaran penduduk di Kabupaten Bima tidak begitu merata. Sebagian besar masyarakat tinggal di daerah pusat kota. Sehingga jika peletakan TPS didasarkan pada luas wilayah, hal ini tidak menguntungkan. Terutama karena di daerah pedesaan yang masih memiliki lahan kosong cukup luas, masyarakat biasanya membuang sampah di lahan-lahan kosong tersebut. Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 166
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Untuk itu alternatif ke dua yaitu peletakan TPS berdasarkan jumlah timbulan sampah untuk wilayah yang dilayani.
4.5. Rencana Peningkatan Pengelolaan Saluran Drainase Lingkungan. Hingga Tahun 2013, diperkirakan Kabupaten Bima membutuhkan tambahan jaringan drainase sepanjang 433,74 Km, yang terletak di kedua sisi jaringan jalan. Secara rinci per kecamatan mengenai prediksi kebutuhan tambahan pelayanan drainase permukiman dijelaskan dalam Tabel 4.5. Tabel 4.6 Perkiraan Kebutuhan Jaringan Drainase untuk Perumahan Swadaya Tahun 2010 dan 2014 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Kecamatan Wera Ambalawi Wawo Sape Lambu Langgudu Lambitu Belo Palibelo Woha Monta Parado Madapangga Bolo Donggo Soromandi Sanggar Tambora Jumlah
2010 2014 Panjang Luas Saluran Panjang Luas Saluran Saluran (km) (ha) Saluran (km) (ha) 6,35 0,38 8,72 0,52 12,53 0,75 13,81 0,83 30,32 1,82 43,77 2,63 30,10 1,81 32,81 1,97 9,51 0,57 11,32 0,68 3,88 0,23 4,78 0,29 27,51 1,65 37,30 2,24 9,81 0,59 14,85 0,89 17,49 1,05 23,55 1,41 12,04 0,72 14,60 0,88 29,90 1,79 41,80 2,51 14,34 0,86 18,04 1,08 2,22 0,13 3,41 0,20 6,35 0,38 8,72 0,52 3,41 0,20 3,89 0,23 3,47 0,21 3,82 0,23 11,87 0,71 13,02 0,78 10,20 0,61 17,14 1,03 241,30 14,46 315,35 18,92
Sumber : hasil perhitungan dan analisis, 2007 RP4D
Rencana dalam mengatasi penambahan limpasan air hujan pada Bagian Wilayah Kota (BWK), maka diperlukan adanya kolam – kolam penampungan yang berfungsi melindungi wilayah terbangun (permukiman, pusat perkantoran) dan Sistim
drainase
wilayah
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
secara
terpadu
(polder/bendungan
pengendali).
Page 167
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Kebutuhan kolam penampungan disesuaikan dengan kondisi topografi wilayah dengan dengan hasil hitungan berikut. Tabel 4.7 Kebutuhan Kolam Penampungan (Bendali) Wilayah
BWK 1
BWK 2
Lingkungan
CH
Koeff
Durasi
Qlimp
D
Luas Bendali
(m2)
(mm/hari)
Run Off
(jam)
(mm3/jam)
(m)
(m2)
1.2
2,021,473.66
70.1875
0.3
3
5320.5818
0.5
10,641.16
1.3
2,855,555.94
70.1875
0.3
3
7515.9125
0.5
15,031.82
1.4
3,387,175.80
70.1875
0.3
3
8915.1526
0.5
17,830.31
1.5
3,100,806.20
70.1875
0.3
3
8161.4188
0.5
16,322.84
1.6
2,241,697.39
70.1875
0.3
3
5900.2176
0.5
11,800.44
2.1
4,155,400.71
70.1875
0.3
3
10937.145
0.5
21,874.29
2.2
2,762,963.69
70.1875
0.3
3
7272.2068
0.5
14,544.41
2.3
2,164,377.10
70.1875
0.3
3
5696.7082
0.5
11,393.42
2.4
1,200,844.93
70.1875
0.3
3
3160.6614
0.5
6,321.32
Pusat Perkantoran
BWK 3
Luas lahan
500,000.00
70.1875
0.3
3
1316.0156
0.5
2,632.03
2.5
3,765,749.73
70.1875
0.3
3
9911.571
0.5
19,823.14
2.6
2,490,663.79
70.1875
0.3
3
6555.5049
0.5
13,111.01
3.1
7,053,809.64
70.1875
0.3
3
18565.847
0.5
37,131.69
Sumber : Hasil Analisis, 2007
Keterangan: CH : Curah Hujan D : Kedalaman kolam penampungan (Bendali = Bendungan pengendali) 4.5.1 Kebijakan Pengembangan Drainase Untuk membuat suatu program dan prioriatas pembangunan saluran drainase, terlebih dahulu harus dilihat kebijakan Rencana Umum Tata Ruang. Saluran drainase air hujan secara fisik sebagian sudah hanya kondisi dan kemampuan menyalurkan air hujan masih perlu ditingkatkan lagi. Pada umumnya menyalurkan air hujan masih perlu ditingkatkan lagi. Pada umumnya saluran drainase air hujan bercampur juga dengan saluran air limbah rumah tangga. Selain saluran – saluran air tersebut, saluran drainase kota juga memanfaatkan saluran irigasi yang kemudian dibuang ke sungai. Dengan demikian pengembangan jaringan drainase air hujan perlu didukung oleh kebijaksanaan sebagai berikut : Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 168
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Perlindungan terhadap sungai – sungai yang mengalir di wilayah kota sebagai saluran induk tempat penampungan air hujan dari semua jaringan drainase primer kota, sehingga perlu dijaga kelestariannya. Saluran drainase yang mempunya
pungsi koleksi bila digunakan pula
sebagai saluran irigasi yang mempunyai fungsi distribusi, dan sebaliknya harus memenuhi syarat – syarat teknis yang dapt ditetapkan oleh pihak – pihak berwenang. Perlu
dibuat
Outfall
yang
lebih
banyak
menuju
sungai
dengan
mempertimbangkan topografi wilayah, sehingga air hujan secepatnya tersalurkan ke sungai dan memperkecil kemungkinan terjadinya genangan. Pembangunan dan pengembangan jaringan drainase harus mampu mengallirkan air hujan dengan sesuai kapasitas Saluran Drainase yang telah ada ditingkatkan fungsinya menjadi lebih baik. Dengan mempertimbangkan hal – hal pokok seperti tersebut diatas, maka strategi pengembangan jaringan drainase air hujan adalah : 1. Perlindungan terhadap sungai yang berfungsi sebagai saluran drainase induk dilakukan dengan jalan menggunakan wilayah sungai sebagai satuan wilayah pengelolaan dengan memandang pengelolaan sungai diwilayah kota harus memperhatikan dan merupkan bagian dari pengelolaan wilayah sungai dari hulu hingga hilir beserta lingkungannya sebagai satu kesatuan system. 2. Pembangunan dan pengembangan saluran drainase yang berfungsi pula sebagai saluran harus tetap memiliki fungsi utama saluran pemutusan kawasan dengan tetap menjamin saluran tersebut memiliki akses drainase yang jelas, yang dilengkapi dengan katup – katup pengatur pemutusan, serta mengutamakan pola alur saluran yang menuju sungai sebagai saluran induk sependek mungkin. 3. Pembangunan pengembangan saluran drainase, termasuk peningkatan saluran drainase yang telah ada mempertimbangkan prinsip – prinsip bahwa : Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 169
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Saluran harus di buat sependek mungkin agar mampu menyalurkan air hujan secepatnya mungkin ke saluran pembuangan.
Saluran dihindakan kerusakannya akibat adanya erosi dan kecepatan maksimum aliran didalam badan saluran.
Saluran harus terjamin bersih dengan konstruksi yang memiliki mekanisme “SELF CLEANING”
pada kecepatan minimum baik pada
daerah slope maupun datar.
Saluran harus mampu menampung kapasitas air hujan pada periode ulang banjir yang diperkirakan dengan melihat kapasitas drainase terakhir sesuai dengan situasi pembangunan dan kepadatan daerah permukiman.
Sistim drainase pada khususnya diarahkan dengan menggunakan pola sebagai berikut : 1. Air limpasan mengalir secara gravitasional dari catchment area ke saluran – saluran drainase, baik itu saluran drainase lahan, perkotaan maupun drainase jalan. Dari saluran – saluran tersebut air dialirkan secara gravitasional ke badan penerima air (sungai). Sistim ini dapat diberlakukan untuk daerah yang berada cukup jauh dari badan penerima air, misalnya daerah permukiman, perkotaan, perdagangan dan lain – lain. 2. Untuk daerah sekitar sungai, air limpasan dapat mengalir secara langsung ke badan penerima air ( sungai ). 5.1.2
Prioritas Pembangunan Saluran Drainase Kabupaten Bima
Hasil Review Master Plan Sistim Drainase Tahun 2002, yang mencakup analisis layout, analisis hidrologi serta analisis hidrolika dan perencanaan, memberikan kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut : 1. Saluran alami yang dijadikan sebagai penerima debit limpasan adalah saluran irigasi yang terdapat di daerah perencanaan. 2. Analisis layout saluran drainase menghasilkan peta – peta sebagai berikut : Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 170
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
1). Peta dasar a. Peta saluran drainase eksisting skala 1 : 20000 b. Peta daerah genangan, skala 1 : 20000 2). Peta Review Master Plan, skala 1 : 15000 Dari Peta in dibuat pula peta per zona : a. Peta Review Master Plan Zona 1, b. Peta Review Master Plan Zona 2, c.
Peta Review Master Plan Zona 3.
3). Analisis Hidrolika dan Perencanaan Teknis mencakup saluran drainase, gorong – gorong dan Embung. Hasil evaluasi dimensi saluran drainase pada Master Plan Sistim Drainase Kabupaten Bima 2002 menunjukkan :
Dimensi saluran di awal atau permulaan saluran, sesuai dengan debit air hujan yang melimpas kedalam salruan tersebut.
Dalam mendesain gorong – gorong ini harus diperhatikan agar dimensi tepat dengan debit air yang melewatinya, agar itdak terjadi arus berbalik Backflow kearah hulu saluran yang disebabkan oleh dimensi gorong – gorong lebih kecil dari debit air yang masuk.
Embung Gerunung yang berfungsi untuk penggelontoran, untuk tidak diperlukannya penggelontoran pada saluran drainase, sebab pada perencanaan saluran drainase telah ditetapkan standar kecepatan minimum dan kemiringan saluran minimum sehingga air di saluran tersebut selalu mengalir, sehingga terjadi pembersihan saluran secara alami oleh aliran air (self cleaning)
5.1.3 Usulan dan Prioritas Program Sub-Bidang Drainase 1.
Master Plan Drainase
2.
Peningkatan sarana dan prasarana drainase
3.
Pembuatan SIG dan pemetaan jaringan drainase
4.
Sosialisasi
peraturan
perundangan
untuk
menggugah
kesadaran
masyarakat 5.
Pelaksanaan Fisik Pembangunan Sistem Drainase
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 171
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
6.
2011
Pengawasan Fisik Pembangunan Sistem Drainase
4.6. Rencana Pembangunan Penyediaan Air Minum. Kebutuhan air bersih didasarkan pada jumlah penduduk yang akan dilayani, yaitu diasumsikan yang akan menjadi pelanggan PDAM untuk kebutuhan sebesar 100% dari jumlah penduduk. Apabila prakiraan jumlah penduduk yang akan menjadi pelanggan air bersih dari PDAM adalah untuk tiap tahap (5 tahun) berturut-turut 40%, 60%, 80% dan 100%, maka dapat diketahui debit air bersih yang dibutuhkan sebagai berikut: Jumlah penduduk tahun 2012
= 40.331 jiwa
Jumlah penduduk tahun 2017
= 54.111 jiwa
Jumlah penduduk tahun 2022
= 61.275 jiwa
Jumlah penduduk tahun 2027
= 68.860 jiwa Tabel 4.8
Kebutuhan Air Bersih di Ibukota Kabupaten Bima Tahun 2012-2027
NO
1
BWK Lingkungan
BWK1
Kebutuhan Air
1,1
3
BWK2
BWK3
889,938 1,962,450
10,3 liter/det 22,71 liter/det
1,4
3,861,102
44,69 liter/det
3,942,246 97,314 10,753,050.00 262,248
2,2 2,3 2,4 2,5
1,212,162 1,707,552 1,179,822 797,622
14,03 liter/det 19,76 liter/det 13,66 liter/det 9,23 liter/det
2,6
955,206
11,05 liter/det
6,114,612.00 1,427,958 131,712 91,434 849,072
70,77 liter/det 16,53 liter/det 1,52 liter/det 1,06 liter/det 9,83 liter/det
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Pipa Transmisi Air Bersih
Dia 350 mm
250-350 mm
45,63 liter/det 1,13 liter/det 124,4 liter/det
2,1
Jumlah 3,1 3,2 3,3 3,4
Pipa Transmisi Air Baku Instalasi Produksi
Bak Penampung
-
1,2 1,3 1,5 1,6 Jumlah 2
Bangunan Pengambil Air Baku
1200 m3
3,04 liter/det Dia 300 mm
200-300 mm
700 m3
Dia 200 mm
150-200 mm
Page 172
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
3,5 Jumlah
2,500,176.00
Jumlah
19,367,838.00
28,94 liter/det
2011
300 m3
Sumber: Hasil analisis, 2007
Untuk menjaga ketersediaan sumber daya air yang berkelanjutan di wilayah Kabupaten Bima perlu dilakukan pendistribusian rencana penggunaan air. Penggunaan air terbesar di wilayah Kabupaten Bima adalah untuk irigasi pertanian, disamping untuk pemenuhan kebutuhan air bersih dan pariwisata. Kebutuhan air untuk irigasi pertanian dipenuhi oleh ketersediaan air permukaan dan bendungan dengan rencana distribusi penggunaan dapat dilihat pada tabel di bawah ini Tabel 4.9 Rencana Penggunaan Mata Air di Wilayah Kabupaten Bima No
Nama Sumber Mata Air
1
Mada Oi Soli
Lokasi Desa
Kecamatan
Debit (L/dtk)
Tonda
Madapangga
150
Pertanian
Penggunaan
2
Oi Tede
Campa
Madapangga
57
Pertanian
3 4 5 6 7 8 9 10
Oi Beringin Oi Madapangga Oi Ntana Oi O’o Mada Oi Rora Oi Mudu Oi Tampuro Oi Po’on
Madapangga Madapangga Donggo Donggo Donggo Donggo Sanggar Sanggar
15 175 5 1 15 17 200 25
Pertanian Pertanian dan Air Minum Pertanian Air Minum Pertanian Pertanian Kelautan Pertanian
11
Oi Nanga Na’E
Tambora
2000
Kelautan
12 13 14 15 16 17 18
Sori Panihi Oi Wo’bo Oi Fanda Oi Ntoke Oi Pai Diwu Moro Oi Pela
Monggo Ndano Bajo O’o Padende Mbawa Piong Piong Labuan Kananga Kawinda Nae Maria Talapiti Ntoke Pai Dalam Rato Pelaparado
Tambora Wawo Ambalawi Wera Wera Lambu Monta
350 10 37 55 65 1 1
Air Minum dan Kelautan Permandian/ Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian
19
Oi So Wuwu
Tolo Uwi
Monta
7
Pertanian
20
Oi Rade
Rade
Madapangga
21
Oi Kala Tembaju
22
Oi Toloribo
23
Oi Roko
Tangga
24
Oi Ngawu
Sie
Monta
1
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Woha
30
Woha
20
Monta
2
Page 173
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
Lokasi Desa
Kecamatan
Debit (L/dtk)
Oi Sori Kadi
Diha
Monta
4
26
Oi Panas
Parado
Monta
4
27
Oi Kambu’u
Monta
30
28
Oi Karano
Belo
3
29
Keke
Belo
30
Oi Mada Karumbu
Langgudu
20
31
Oi Kalo Rupe
Langgudu
20
No
Nama Sumber Mata Air
25
32
Oi Labolo
33
Oi Rora Kecil
34
Oi Nanga Kai
35
Oi Ncoha
36
Oi Monca
37
Oi Mada Masa
Donggo
75
Padende
Donggo
50
Bolo
15
Woro
Madapangga
5
Donggo
5
Kawinda
Sape
15 25
38
Oi Witi
Sangia
Sape
39
Jo Nangga
Parangina
Sape
40
Oi Jangka
Parangina
Sape
41
Oi Ro’o
Bala
Wera
15
42
Oi Wadukinda
Wawo
20
43
Oi Fo’o
Wawo
20
44
Oi Ncinggi
Sape
10
Boke
2011
Penggunaan
Sumber : Dinas PU Hasil Rencana, 2007
4.6.1 Langkah-langkah Pemecahan Masalah: Dalam rangka meminimalisir berbagai permasalahan air minum khususnya di bawah tugas dan tanggung jawab PDAM Bima, langkah-langkah penangananya adalah sebagai berikut : Menekan tingkat kehilangan air dengan menurunkan angka kebocoran secara bertahap dari 49% menjadi 20% melalui kegiatan revisi/Pergantian jaringan pipa, terutama pada pipa-pipa yang telah melampaui umur teknis diwilayah pelayanan Merevisi dan mengganti water meter pelanggan yang rusak. Mengganti water meter produksi air dan menambah water meter distribusi Menyesuaikan ratio pegawai dan pelanggan melalui perluasan penambahan jaringan pipa Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 174
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
pelayanan dan penambahan sambungan rumah. 4.6.2 Hasil-hasil yang ingin dicapai : Dari realisasi kegiatan yang diuraikan dalam langkah langkah pemecahan masalah maka akan diperoleh, minimal angka kehilangan air dapat diselamatkan sebesar 1.599.978 M3 dan bila disuplai kepelanggan maka akan dapat menghasilkan nilai jual sebesar Rp. 4.377.539.808,- pertahunnya, sehingga dalam setiap tahunnya PDAM Kabupaten Bima dapat memenuhi kewajibannya ( PAD dan Kewajiban lainnya ) Untuk pengembangan pelayanan PDAM Kabupaten Bima telah mengupayakan penambahan kapasitas produksi dan jaringan distribusi utama, melalui dana APBN pada Sistim Penyediaan Air Minum (SPAM) Pelaparado (Wilayah Pelayanan Kec. Monta, Kec. Woha, Kec. Belo,Kec. Palibelo) dan IKK Parado dengan kapasitas produksi 50 lt/dtk dan 10 lt/dtk. Guna pengoptimalan pemanfaatan Sistim air minum tersebut diatas, diharapkan Pemerintah Daerah dapat memberikan dukungan pendanaan untuk pemasangan pipa pelayanan dan Sambungan Rumah. 4.6.3. Peran Serta Masyarakat. Upaya
meningkatkan
peran
serta
masyarakat
dan
swasta
dalam
penyelenggaraan SPAM di Kabupaten Bima dilakukan melalui : Diperkotaan dengan melaksanakan sosialisasi tentang keberadaan PDAM dan air minum termasuk komponen komponen perangkat Pengelolaan air minum kepada semua pihak sehingga diharapkan akan tumbuh rasa kesadaran dan kepedulian terhadap mata rantai pengelolaan air minum, Memberikan peluang pada swasta untuk menjadi Mitra Kerja Sama. Diperdesaan dengan membentuk kelompok kelompok pelayanan air minum yamg dikelola oleh masyarakat sendiri. Pada saat ini sudah terdapat pelayanan
air
minum
8 Kelompok masyarakat yang mengelola
pedesaan
dari
hasil
pembangunan
oleh
pemerintah/NGO. Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 175
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
4.6.4 Saran-saran Untuk merealisasikan kegiatan Penyehatan PDAM Kabupaten Bima, diperlukan dukungan dari berbagai pihak, terutama Pemerintah Daerah dan DPRD Kabupaten Bima menyangkut pendanaan kegiatan: 1. Revisi dan pergantian water meter pelanggan 2. Optimalisasi sistim dan perluasan cakupan pelayanan. 3. Penambahan kapasitas produksi Pendanaan kegiatan pembangunan dalam item 1. 2. 3 tersebut diatas dapat dikoordinasikan melalui program RPIJM
dalam rangka meraih dukungan
pendanaan APBD II, APBD I dan APBN. Selengkapnya permasalahan air minum yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bima, adalah sebagimana tertera di bawah ini :
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 176
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Tabel 4.10 Permasalahan Air Minum Kab. Bima ISU STRATEGIS
Tujuan Strategis
Kurangnya jumlah sumber air bersih / minum dan buruknya kualitas air. Jumlah SAB 37.550 unit yang memenuhi syarat 29.094 unit, tidak memenuhi syarat 8.452 unit
melestarikan/m engoptimalkan sumber air yang ada. -Perbaikan kualitas air - perbaikan sarana air bersih.
Pembangunan Terwujudnya AMPL tidak / pembangunan kurang AMPL yang melibatkan berbasis masyarakat masyarakat.
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Sasaran - Penambahan SAB Pada tahun 2015 untuk 25,23 % penduduk. -Rehabilitasi SAB 8.452 unit. Perbaikan kualitas air bersih untuk 29,094 unit SAB
Kebijakan Strategis Penyelamatan sumber daya air, Optimalisasi sumber air yang telah ada. Pembangunan/rehab ilitasi SAB dan perbaikan kualitas air bersih.
Program Strategis
Kegiatan Strategis
1. Konservasi lahan di wilayah tangkapan air. (pemetaan lokasi tangkapan air, dimana saja) 2. Inventarisasi sumbersumber air baru Perlindungan sumber mata air. 3. Pembangunan/rehabilit asi SAB 4. Perbaikan kualitas air bersih.
1. Penghijauan dan konservasi lahan didareah tangkapan mata air. 2. Pembinaan sosial- ekonomi masyarakat di sekitar kawasan hutan, termasuk kelembagaannya. 3. Pembangunan/rehaabilitasi sarana air bersih 4. Perbaikan kualitas air bersih 5. Pembinaan badan pengelola sarana air bersih 6. Peningkatan peran serta masyarakat sekitar kawasan tangkapan air dalam upaya konservasi (untuk mengurangi penebang hutan secara liar) 1. Operasionalisasi Kebijakan Nasional AMPL berbasis masyarakat ; 2. Revitalisasi dan mengembangkan lembagalembaga desa dan/ atau membangun lembaga baru untuk mengakomodasi partisipasi dan aspirasi masyarakat.
Prosentase Peningkatan Peran 1. Peningkatan kesadaran masyarakat terlibat aktif masyarakat masyarakat akan dalam proses dalam pembangunan perlunya memecahkan pembangunan masalah secara AMPL setiap tahun bersama. meningkat secara 2. Penguatan signifikan. Kelembagaan tingkat desa dalam pengelolaan sarana prasana AMPL 3. Penerapan mekanisme Page 177
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
pembangunan partisipatif sesuai kebutuhan desa
Keterbatasan kemampuan ekonomi dan kesadaran masyarakat sehingga swadya masyarakat rendah
Meningkatkan kemampuan masyarakat sehingga mampu berswadaya dalam melaksanakan pembangunan di sektor AMPL
Teknologi tidak Penerapan tepat guna, teknologi tepat Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Pada tahun 2015 masyarakat mampu swadayadalam pembangunan dan pengelolaan sarpras AMPL
Peningkatan upaya pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan AMPL
1. Inventarisasi potensi ekonomi masyarakat desa 2. Pelatihan keterampilan untuk meningkatkan kapasitas dan kreatifitas masyarakat. 3. Sosialisasi dan advokasi AMPL 4. Menciptakan kesempatan kerja 5. Menumbuhkan semangat keswadayaan masyarakat
Pada tahun 2015 teknologi AMPL
Peningkatan upaya penelitian,
-
Pendataan jenis teknologi yang Page 178
3. Inventarisasi dan evaluasi terhadap kinerja lembaga lembaga desa. 4. Menyusun peraturan di tingkat Kabupaten, Kecamatan, dan Desa, mengenai pembangunan AMPL-BM. 1. Pendataan dan kajian potensi ekonomi 2. Melakukan kajian sektor andalan desa/ kecamatan. 3. Melakukan kajian potensi SDM’ 4. Memberikan pelatihan sesuai kebutuhan 5. Melakukan sosialisasi dan advokasi AMPL 6. Memciptakaan / memperluas jaringan pemasaran. 7. Memberikan pelatihan untuk mendidik dan/atau meningkatkan kualitas produksi barang. 8. Pelatihan/ penyuluhan mengenai motivasi dan semangat kerja keras dan semangat ke swadayaan. 1. Kajian / evaluasi ketepatan jenis teknologi yang telah
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
sarana tidak guna. berkelanjutan.
sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan serta kondisi masyarakat desa
pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna sektor AMPL
2011
diterapkan Pengembangan teknologi pengolah air - Mencari/ mengembangkan teknologi alternatif. - Peningkatan kemampuan SDM masyarakat. -
Sumber : PDAM Kab. Bima Tahun 2011
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 179
diterapkan selama ini. 2. Supporting masyarakat umum/ aparat pemerintah untuk melakukan inovasi dan/ atau mengembangkan teknologi alternatif. 3. Pelatihan teknis untuk mengoperasikan sarana air minum yang dibangun termasuk kecakapan praktis melakukan perbaikan kerusakan. 4. Pelatihan menyeluruh mengenai pengelolaan sarana air bersih.
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
4.7.1 Pemahaman Kebijakan Pembangunan harus mampu mengubah perilaku masyarakat untuk hidup bersih dan sehat : - Penyuluhan / sosialisasi PHBS kepada masyarakat oleh pihak terkait - Penanaman kebiasaan masyarakat untuk berperilaku PHBS ; - Sebagian masyarakat belum bisa melaksanakan perilaku hidup sehat dan bersih sehingga dibutuhkan suatu upaya dengan cara menanamkan kebiasaan hidup bersih dan sehat memberikan contoh hidup sehat sejak dini dan mensosialisasikan kepada masyarakat sehingga meningkatkan kebersihan lingkungan dan meningkatkan kehidupan masyarakat ; Kendala yang dihadapi : - Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup bersih & sehat ; - Kurangnya sosialisasi pemerintah tentang perilaku hidup bersih dan sehat oleh pemerintah ; - Sulitnya mengubah perilaku masyarakat untuk PHBS Upaya untuk mengatasi kendala : - Penyuluhan PHBS ; - Pembuatan aturan agar masyarakat bertanggungjawab; - Pengadaan sarana pendukung PHBS baik secara swadaya maupun lewat dana APBD II, I, APBN dan BLN 4.7.2 Hambatan dan Solusi Penyuluhan Kesehatan (Promkes) A. Hambatan 1. Sumber dana APBD II sangat minim sehingga program kegiatan khususnya PHBS tidak jalan berdampak pada rendahnya cakupan 2. Keterbatasan kemampuan penyuluh pada tenaga penyuluh kesehatan Puskesmas Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 180
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
3. Jabatan fungsional penyuluh hingga kini belum diberdayakan sehingga berdampak pada kinerja petugas 4. Sarana pendukung penyuluhan (media cetak & elektronik ) masih sangat terbatas terutama di Puskesmas serta belum mendekati standar sebagai bagian dari kegiatan promosi kesehatan daerah (Kepmenkes no. 114 tentang promosi kesehatan daerah) 5. Sampai tahun 2010 kegiatan-kegiatan promkes
(PHBS) ditingkat
Puskesmas sangat rendah karena anggaran program nyaris terpakai habis untuk kegiatan kuratif dan rehabilitasi seperti persalinan dan posyandu 6. Peran badan usaha dan pihak swasta sangat diharapkan lebih optimal untuk mendukung kegiatan promosi kesehatan di wilayah Kab. Bima dengan segala bentuk dan strateginya 7. PHBS di wilayah Kab. Bima baru dilaksanakan pada tatanan rumah tangga, sementara 4 tatanan lainnya (tatanan institusi, pendidikan, tatanan tempat kerja, tatanan sarana kesehatan, tatanan tempat umum) belum optimal 8. Kemitraan dengan LSM dan instansi lain (pemerintah maupun swasta) yang terkait program PHBS belum berkesinambungan hanya bersifat insidentil pada kegiatan-kegiatan tertentu 9. Kegiatan program kurang fokus dan sulit dievaluasi pada semua tatanan B. Solusi 1. Perlu diadakan pendidikan dan pelatihan promosi kesehatan bagi tenaga promosi Puskesmas 2. Adanya
komitmen
berupa
dukungan
anggaran
bagi
terpenuhinya
anggaran bagi Primkes (cetak maupun elektronik) baik untuk promkes kabupaten maupun promkes tingkat puskesmas, termasuk juga bagi terselenggaranya kegiatan PHBS pada 4 tatanan yang nyaris belum tersentuh oleh program
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 181
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
3. Sudah saatnya komitmen yang mendukung upaya promotif dan prefentif tidak hanya pada tatanan teoritis tetapi betul-betul direalisasikan 4. Kesinambungan program yang terfokus agar mendapat perhatian lebih dan prioritas kegiatan lebih diarahkan pada promotif sehingga dapat meminimalisir
terjadinya
berbagai
insiden
penyakit
yang
berbasis
lingkungan.
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima
Page 182
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Tabel 4.11 STRATEGI PENYEHATAN LINGKUNGAN KAB. BIMA Issue Strategis
Tujuan Strategis
Masih kurangnya
Meningkatkan
kesadaran
Sasaran
Kebijakan Strategis
Program Strategis
Pada tahun
1 . Peningkatan
1. Penyadaran
derajat
2015 derajat
kesadaran
masyarakat untuk
kalangan murid sekolah di tingkat sekolah
masyarakat untuk
kesehatan
kesehatan
masyarakat untuk
hidup bersih dan
dasar dan rumah tangga.
hidup bersih dan
masyarakat dan
masyarakat
hidup sehat
sehat ;
sehat
meningkatnya
meningkat dan
kesehatan
lingkungan
penyehatan
lingkungan
menjadi sehat
lingkungan
2 . Peningkatan upaya
2. Penyehatan lingkungan
Kegiatan Strategis 1. Pendidikan hidup bersih dan sehat di
2. Pembekalan PHBS pada perguruan Tinggi untuk program pengabdian masyarakat. 3. Penyusunan kurikulum muatan lokal hidup bersih dan sehat ; 4. Sosialisasi PHBS ; 5. Pembangunan klinik sanitasi di seluruh wilayah kerja Puskesmas ; 6. Stimulasi pembangunan prasarana dan sarana sanitasi lingkungan ; 7. Stimulasi pembangunan rumah sehat.
Sarana dan prasarana sanitasi dasar kurang memadai
Tersedianya/ tercukupinya sarana sanitasi dasar yang memadai
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
sanitasi dasar lingkungan tertata dengan baik
1. Peningkatan pembangunan sarana dan prasarana sanitasi dasar 2. Peningkatan pemantauan kualitas pembangunan
Penataan sanitasi dasar lingkungan kumuh.
Page 183
1. Pembangunan sarana dan prasarana sanitasi dasar 2. Melakukan monitoring dan evaluasi pembangunan sarana sanitasi dasar dengan melibatkan masyarakat. 3. Melakukan pemeliharaan sarana sanitasi dasar yang telah ada oleh masyarakat . 4. Rehabilitasi sarana dan sanitasi dasar yang kurang layak.
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
sarana sarana sanitasi dasar yang telah ada.
5. Pemanfaatan dan pemeliharaan sarana yang ada oleh masyarakat.
Penyehatan Lingkungan belum menjadi prioritas utama pembangunan kesehatan
Meningkatnya perhatian pemerintah terhadap Kesling
Mempromote program pembangunan keslink kedalam renstra.
Peningkatan anggaran pembangunan kesehatan lingkungan
Pembangunan sarana dan prasarana penyehatan lingkungan
1. Sosialisasi dan memberikan pendidikan mengenai kesling kepada masyarakat. 2. Pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan sarana kesling. 3. Revitalisasi aktifitas dan fungsi lembaga yang menangani masalah kesling. 4. Akselerasi pengembangan dan pertumbuhan lembaga yang menangani keslink seprti : klinik keslink, bengkel keslink. 5. Advokasi program AMPL di tingkat pengambil kebijakan pembangunan daerah.
Pengelolaan
Terwujudnya
Mewujudkan
Peningkatan dukungan
Pembangunan
pengelolaan
pengelolaan
kebijakan pemerintah
sarana dan
sampah
sampah yang
daerah terhadap
prasarana
memenuhi
pengelolaan
persampahan
standar
persampahan
1. Pembentukan lembaga pengelolaan sampah dari tingkat kabupaten sampai tingkat desa. 2. Menyusun peraturan tentang sistim pengelolaan sampah. 3. Pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan sampah. 4. Penerapan tekhnologi dalam pengelolaan sampah
sampah
yang
kurang memadai
optimal
yang
kesehatan Sumber : Bag. Promkes Dinkes 2011
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
Page 184
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
BAB V INDIKASI PERMASALAHAN DAN OPSI PENGEMBANGAN SANITASI Pembangunan sanitasi membutuhkan pendekatan yang cocok dan sesuai dengan kondisi daerah setempat, hal ini dimaksudkan agar dapat menetapkan isu-isu sanitasi yang memungkinkan untuk dilaksanakan dan type pembangunan sanitasi yang akan diprogramkan. Perencanaan sanitasi skala kota yang terkoordinasi bertujuan untuk membentuk kerangka kerja yang berkelanjutan bagi perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi yang terkoordinasi dan pro-poor melalui penyusunan kebijakan yang efektif dan terkoordinasi, penguatan kelembagaan, perencanaan strategis dan peningkatan kesadaran. Sebagai langkah awal perencanaan strategis sektor sanitasi, Pokja AMPL-BM Kabupaten Bima akan menyusun Buku Putih yang akan memetakan kondisi sanitasi saat ini. Dokumen ini mencakup tidak hanya profil sanitasi kabupaten, fasilitas yang ada, cakupan dan penyediaan layanan serta informasi mengenai kelembagaan dan keuangan tetapi juga analisis awal mengenai pemetaan area berisiko dan penetapan kawasan urban, peri-urban, dan rural. Penilaian area berisiko ini diperlukan untuk pemilihan dan pelaksanaan intervensiintervensi yang diperlukan oleh pemerintah kabupaten dalam menetapkan usulan prioritas program/kegiatan. Kesalahan untuk menciptakan sebuah proses penentuan area yang menjadi target kegiatan telah banyak menyebabkan pendanaan bagi pembangunan sektor sanitasi tidak dapat digunakan secara efektif bagi area-area yang memiliki tingkat risiko sanitasi tinggi. Sementara itu, penetapan area sebagai kawasan urban, peri-urban dan rural dilakukan untuk memberikan arahan zona pelayanan dan pemilihan teknologi saat penyusunan rencana strategi sanitasi kota/kabupaten (SSK) dan rencana tindak. 5.1 Area berisiko Tinggi dan Permasalahan Utamanya 5.1.1. Area beresiko berdasarkan data Ehra Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
Page 185
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Study EHRA (Environmental Health Risk Assessment) atau Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan dilaksanakan untuk mendapatkan data yang akurat dan valid tentang kondisi sanitasi saat ini baik ditingkat kota/ kabupaten, kecamatan maupun desa, atau merupakan sebuah studi yang bertujuan untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku-perilaku yang mempunyai resiko pada kesehatan masyarakat. Perolehan data langsung ditingkat desa memiliki beberapa keuntungan antara lain : 1) Program
pembangunan
sanitasi
dapat
mengakomodasi
perbedaan-
perbedaan yang muncul antar desa, sehingga pendekatan yang diterapkan dapat disesuaikan, 2) Pembangunan sanitasi dapat memiliki tolok ukur yang dapat diuji oleh masyarakat atau pemangku kepentingan (stakeholder) di tingkat desa, yang dengan mudah mengobservasi pencapaian pembangunan. Hal ini dapat digunakan dalam proses advokasi, baik ke tingkat lebih tinggi (kabupaten atau kecamatan) ataupun secara horizontal pada sesama warga atau pemangku kepentingan di tingkat desa. Studi EHRA mendalami kondisi sanitasi dan perilaku yang berhubungan dengan sanitasi di tingkat rumah tangga. Hal yang ingin diketahui mencakup akses dan kondisi sarana sanitasi yang telah ada, antara lain air bersih, jamban, air buangan dan saluran pembuangan air, serta sampah/ limbah padat. Studi EHRA juga mengamati perilaku anggota rumah tangga dalam menggunakan fasilitas yang ada, dan mempelajari perilaku mereka dalam hubungannya dengan risiko kesehatan lingkungan. Apabila data kuantitatif yang terkumpul handal, maka data EHRA dapat membantu penentuan prioritas isu dalam penyusunan strategi sanitasi kota (SSK). Hal-hal yang diteliti dalam studi sanitasi ini mencakup : 1. Kondisi kesehatan meliputi : sistem penyediaan air, layanan pembuangan sampah, ketersediaan jamban dan saluran pembuangan limbah.
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
Page 186
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
2. Perilaku dengan higienitas dan sanitasi meliputi : Cuci tangan pakai sabun, buang air besar, pembuangan kotoran anak dan pembuangan sampah. Penanggungjawab dalam pelaksanaan study EHRA adalah Pokja AMPL-BM Kabupaten Bima, sedangkan liding sektornya adalah Dinas Kesehatan kab. Bima dan 20 Puskesmas. Hasil EHRA ini di harapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan Buku Putih Sanitasi dan Perencanaan pembangunan sanitasi di tingkat kabupaten, serta mampu mengakomodasi variable-variabel yang muncul dari kondisi sanitasi kabupaten pada 18 kecamatan dan 38 desa Area beresiko sanitasi di Kab. Bima ditentukan dengan cara pemberian skoring pada 38 desa di 18 Kecamatan melalui proses random sampling. Dari 38 desa yang menjadi lokasi study ehra tersebut dianggap mewakili 168 desa yang ada di Kab. Bima Hasil studi EHRA yang dipilih dan disepakati anggota Pokja AMPL-BM Kab. Bima sebagai indikator penentu area risiko sanitasi, yaitu: a. Kualitas dan kuantitas sumber air minum. b. Cuci Tangan Pakai Sabun pada 5 waktu penting dari Ibu yang memiliki balita. c.
Pembuangan sampah dengan melihat penerimaan layanan sampah dan pemilahan sampah.
d. Kondisi jalan depan rumah yaitu lebar jalan 1 m atau < 1 m e. Jamban dan BAB dengan melihat keamanan septik tank, keberadaan air dan keberadaan sabun. f.
Saluran air dan kebanjiran dengan melihat keberadaan saluran air, kondisi saluran air dan warna air.
g. Kotoran anak dengan melihat kemampuan anak menggunakan jamban dan keamanan penanganan kotoran anak.
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
Page 187
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Tabel 5.1 Area Berisiko Sanitasi Kabupaten Bima berdasarkan Data EHRA
Sumber Data : Hasil Kajian Ehra Pokja AMPL-BM Bima
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
Page 188
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Dari data tabel tersebut di atas diperoleh gambaran bahwa: jumlah desa dengan tingkat resiko sangat tinggi (skor 4) sebanyak 3 desa, kemudian desa dengan tingkat resiko tinggi (skor 3) sebanyak 5 desa, desa dengan tingkat resiko sedang (skor 2) sebanyak 17 desa, desa dengan tingkat resiko rendah (skor 1) sebanyak 13 desa, sedangkan desa yang tidak beresiko (skor 0) tidak ada. Jadi jumlah desa secara keseluruhan yang menjadi lokasi pelaksanaan study Ehra sebanyak 38 desa. TABEL 5.2 HASIL STUDY EHRA TERHADAP RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN KAB. BIMA Skor Resiko Desa Hasil Study Ehra No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Kecamatan
Sangat Tinggi (Skor 4)
MONTA
Tinggi (Skor 3)
1 1
BOLO
1
MADAPANGGA
1 1
2
Ket.
1
1 3
PALIBELO
3 1
1 3
LAMBITU SAPE
Tdk Beresiko (Skor 0)
1
BELO WAWO LANGGUDU
Rendah (Skor 1)
1
PARADO
WOHA
Sedang (Skor 2)
2 1
LAMBU
1
1
1
1
1
WERA
1
AMBALAWI
2
DONGGO SOROMANDI SANGGAR
1
TAMBORA
1
Jumlah
3
5
17
2 1 13
0
Sumber Data : Hasil Kajian Ehra Pokja AMPL-BM Bima, 2011
Berdasarkan hasil study Ehra bahwa desa dengan resiko sangat tinggi (skor 4) berada masing-masing di kecamatan Monta, Woha dan Sape, sedangkan desa dengan resiko tinggi (skor 3) masing-masing berada di kecamatan: Parado, Bolo, Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
Page 189
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Madapangga, Wawo dan kecamatan lambu, sementara itu desa dengan resiko sedang (skor 2) tersebar di 17 kecamatan dan desa dengan resiko rendah (skor 1) tersebar pada 13 kecamatan sebagaimana tertera pada tabel di atas, serta area yang tidak beresiko dengan (skor 0) tidak dijumpai di kab. Bima. Penyebab utama timbulnya risiko antar lain : 1. Kesadaran dan ketidak tahuan Masyarakat tentang kesehatan dan kebersihan lingkungan. 2. Ketersediaan Air Baku dan Kualitas air
untuk memenuhi kebutuhan hidup
akan air bersih masih rendah 3. Pengelolaan Limbah padat (sampah) yang masih belum memadai karena TPA di Kabupaten Bima belum ada 4. Masih banyak masyarakat yang BABS yaitu yang belum terlayani oleh sarana sanitasi (jamban) 5. Sarana Sanitasi dan Pembuangan Limbah cair (tinja) yang ada masih banyak yang belum memenuhi standar kesehatan 6. Pola Hidup Masyarakat yang kurang memperhatikan segi PHBS 7. Kondisi pemukiman yang kumuh dan tidak sehat
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
Page 190
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Peta 5.1 Area Berisiko berdasarkan Data EHRA
Sumber Peta : Hasil Kajian Ehra Pokja AMPL-BM Bima, 2011
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
Page 191
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
5.1.2. Area beresiko berdasarkan data Sekunder Data sekunder yang digunakan untuk menilai area beresiko berasal dari berbagai instansi/SKPD anggota Pokja AMPL-BM Kab. Bima. Data Sekunder ini menjadi indikator suatu area/wilayah beresiko sanitasi atau tidak. Indikator penilaiannya adalah: a. Kepadatan penduduk sebagai indikasi banyaknya limbah domestik dan sampah yang dihasilkan, sempitnya lahan, biasanya dihuni oleh masyarakat menengah ke bawah. b. Cakupan dan akses sarana air bersih baik layanan oleh PDAM maupun non PDAM, dibandingkan dengan total jumlah penduduk merupakan faktor terpenting beresiko tidaknya sanitasi di suatu Desa. c. Kemiskinan dalam suatu wilayah desa menjadi hal yang penting dalam menentukan resiko sanitasi, karena masyarakat yang tidak mampu akan lebih berpotensi tidak mampu mengatasi masalah sanitasi d. Kepemilikan jamban pribadi di masing-masing rumah tangga. Warga yang tidak memiliki akses terhadap jamban pribadi beresiko lebih besar terkena penyakit spt penyakit diare.
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
Page 192
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Tabel 5.3 Area Berisiko Sanitasi Kabupaten Bima berdasarkan Data Sekunder
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
Page 193
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
2011
Page 194
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
2011
Page 195
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Sumber Data : Hasil Kajian Data Sekunder Pokja AMPL-BM Bima, 2011
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
Page 196
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Berdasarkan tabel skor data sekunder tersebut di atas didapatkan hasil sebagai berikut: 1. Sebanyak 1 desa yaitu Desa Nisa Kecamatan Woha teridentifikasi beresiko sangat tinggi (skor tertinggi = 4), yaitu ditunjukkan dengan warna merah. 2. Wilayah desa dengan resiko tinggi (nilai 3) sebanyak 22 desa yaitu ditunjukkan dengan warna kuning. 3. Daerah dengan resiko sedang (nilai 2) teridentifikasi 115 desa yaitu ditunjukkan dengan warna hijau. 4. Jumlah desa dengan tingkat resiko sanitasi rendah (skor 1) teridentifikasi 30 Desa yaitu ditunjukkan dengan warna biru 5. Jumlah desa yang tidak beresiko sanitasi (skor 0) tidak ada di kab. Bima Penjelasan lebih lanjut sebagaimana tertuang pada tabel di bawah ini
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
TABEL 5.4 SKOR DATA SEKUNDER TERHADAP RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN KAB. BIMA Skor Resiko Desa Hasil Study Ehra Kecamatan Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Tdk Beresiko (Skor 4)
(Skor 3)
(Skor 2)
(Skor 1)
(Skor 0)
MONTA
-
-
8
4
-
PARADO
-
-
3
2
-
BOLO
-
-
9
3
-
MADAPANGGA
-
-
10
-
-
WOHA
1
-
13
1
-
BELO
-
-
7
1
-
PALIBELO WAWO
-
7
8 2
1 -
-
LANGGUDU
-
-
7
5
-
LAMBITU
-
5
-
-
-
SAPE
-
-
11
6
-
LAMBU
-
-
11
1
-
WERA
-
-
7
4
-
AMBALAWI
-
5
1
-
-
DONGGO SOROMANDI
-
5
8 1
-
-
SANGGAR
-
-
6
-
-
TAMBORA
-
-
3
2
-
Jumlah 1 22 115 30 Sumber Data : Hasil Kajian Data Sekunder Pokja AMPL-BM Bima, 2011
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
Ket.
0
Page 197
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Peta 5.2 Area beresiko Sanitasi Kab. Bima berdasarkan Data Sekunder
Sumber Peta: Hasil Kajian Data Sekunder Pokja AMPL-BM Bima,2011
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
Page 198
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
5.1.3. Area beresiko berdasarkan Persepsi SKPD Penilaian atau Persepsi stakeholders berasal dari penilaian secara subyektif masing-masing SKPD anggota Pokja AMPL-BM Kab. Bima terhadap kondisi sanitasi di setiap Desa. Penilaian dengan memberikan skoring mulai dari sanitasi tidak beresiko (nilai 1), sanitasi kurang beresiko (nilai 2), sanitasi resiko sedang (nilai 3), resiko sanitasi tinggi (nilai 4). Skoring terhadap setiap Desa itu berdasarkan pada prosentase data sekunder yang sebelumnya sudah dinilai indikatornya, yaitu a. Tingkat kepadatan penduduk dalam suatu wilayah berdasarkan penilaian kumulatif masing-masing SKPD b. Kemiskinan dalam suatu wilayah desa berdasarkan penilaian komulatif masing-masing SKPD c. Cakupan dan akses sarana air bersih baik layanan oleh PDAM maupun non PDAM, berdasarkan penilaian SKPD merupakan faktor terpenting beresiko tidaknya sanitasi di suatu Desa. Menurut SKPD, dari keseluruhan indikator, akses air bersih mendapatkan penilaian d. Cakupan dan akses jamban dan rumah tangga miskin atau kemiskinan sebagai faktor penting selanjutnya untuk menentukan sanitasi di suatu Desa beresiko atau tidak dengan memberikan penilaian SKPD di Kab. Bima yang memberikan penilaian terhadap resiko kesehatan lingkungan yaitu : 1. Kantor Bappeda 2. Badan lingkungan Hidup 3. Bagian Humas dan Protokol Setda Kab. Bima 4. Dinas Kesehatan 5. Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa 6. Dinas Kehutanan 7. Dinas Pekerjaan Umum 8. Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
Page 199
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Tabel 5.5 Area beresiko sanitasi Kab. Bima berdasarkan persepsi SKPD:
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
Page 200
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
2011
Page 201
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
Keterangan :
2011
Resiko Sangat Tinggi (skor 4) Resiko Tinggi (skor 3) Resiko Sedang (skor 2) Resiko Rendah (skor 1) Tidak Beresiko (skor 0)
Dari hasil penilaian subyektif SKPD terhadap resiko kesehatan lingkungan yang diukur berdasarkan indikator tersebut di atas dapat dijabarkan dalam tabel di bawah ini
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
Page 202
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
TABEL 5.6 HASIL PERSEPSI SKPD TERHADAP RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN KAB. BIMA No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Kecamatan
Skor Resiko Desa Hasil kesepakatan SKPD (jumlah) Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Tdk Beresiko
MONTA
1
11
-
-
-
PARADO
-
5
-
-
-
BOLO
-
12
-
-
-
MADAPANGGA WOHA
8
8 7
2 -
-
-
BELO
2
6
-
-
-
PALIBELO
-
8
1
-
-
WAWO
1
2
6
-
-
LANGGUDU
3
9
-
-
-
LAMBITU
-
5
-
-
-
SAPE
6
9
2
-
-
LAMBU WERA
2 -
10 10
1
-
-
AMBALAWI
-
6
-
-
-
DONGGO
-
7
1
-
-
SOROMANDI
5
1
-
-
-
SANGGAR
-
4
2
-
-
TAMBORA
-
5
-
-
-
Jumlah 28 125 15 0 Sumber Data : Hasil Kajian Persepsi SKPD Pokja AMPL-BM Bima, 2011
Ket.
0
Berdasarkan tabel tersebut di atas diketahui bahwa hasil kesepakatan SKPD : 1) Jumlah desa dengan tingkat resiko sangat tinggi (skor 4) disepakati 28 desa 2) Jumlah desa dengan tingkat resiko tinggi (skor 3) sebanyak 125 desa 3) Jumlah desa dengan tingkat resiko sedang (skor 2) sebanyak 15 desa 4) Jumlah desa dengan tingkat resiko rendah (skor 1) disepakati tidak ada 5) Jumlah desa yang tidak beresiko (skor 0) disepakati tidak ada
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
Page 203
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Peta 5.3 Area beresiko sanitasi Kab. Bima berdasarkan persepsi SKPD
Sumber Peta : Hasil Kajian Persepsi SKPD Pokja AMPL-BM Bima, 2011
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
Page 204
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Area Beresiko Kabupaten Bima berdasarkan persepsi SKPD, study Ehra, dan Data Sekunder Area beresiko Kab. Bima muncul berdasarkan hasil skoring dengan mendasarkan pada gabungan indikator dari berbagai data yang meliputi: o Data sekunder: tingkat kepadatan penduduk, jumlah rumah tangga miskin, daerah aliran sungai, daerah banjir, akses air bersih dan akses jamban o Studi EHRA, o Persepsi SKPD. Hasil akhir penilaian terhadap area berisiko untuk Kabupaten Bima yang telah ditetapkan oleh Pokja AMPL-BM setelah dilakukan serangkaian observasi (kunjungan lapangan) terhadap desa-desa yang dinilai tidak berisiko, kurang beresiko, resiko sedang, resiko tinggi dan resiko sangat tinggi, kemudian dipadukan dengan data-data hasil Persepsi SKPD tentang tingkat resiko suatu desa terhadap masalah kesehatan lingkungan dan kesimpulan data-data sekunder dari berbagai SKPD, maka melahirkan kesimpulan ahir area beresiko Kab. Bima. Pemetaan Desa berisiko dilakukan untuk mendapatkan 5 klasifikasi Desa, berdasarkan risiko sanitasi yang didasarkan pada data sekunder, informasi dari studi EHRA dan persepsi SKPD menjadi bahan masukan untuk menentukan hasil final Desa berisiko. Kemungkinan terdapat perbedaan dengan draf yang diperoleh, perbedaan inilah yang dijadikan bahan diskusi Pokja. Area berisiko tinggi adalah Desa, yaitu berdasarkan informasi yang tersedia, di mana desa tersebut memiliki potensi resiko terhadap kesehatan. Dengan demikian desa tersebut perlu intervensi untuk memperkecil potensi terjadinya kasus kejadian penyakit. Membandingkan informasi tentang risiko dan dampak yang ada di suatu Desa, hasilnya bisa memberikan tambahan informasi berguna tentang penyebab timbulnya kasus penyakit di Desa tersebut. Kategori area Kecamatan dan Desa berisiko berdasarkan data sekunder, studi EHRA dan Persepsi SKPD dari data yang didapat adalah 1. Kecamatan yang beresiko sangat tinggi meliputi Kecamatan Lambitu, Ambalawi dan Kecamatan Soromandi 2. Kecamatan yang beresiko tinggi meliputi kecamatan Monta, Parado, Bolo, Madapangga, Woha, Palibelo, Wawo, Langgudu, Sape, Lambu, Wera, Donggo, Sanggar dan Tambora 3. Kecamatan dengan resiko sedang meliputi kecamatan Belo
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
Page 205
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
4. Kecamatan dengan tingkat resiko rendah dan tidak beresiko tidak ada, selengkapnya sebagaimana tertera pada tabel di bawah ini :
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
Page 206
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Tabel 5.7 Area Beresiko Kabupaten Bima berdasarkan study Ehra, Data Sekunder dan persepsi SKPD
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
Page 207
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
2011
Page 208
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Sumber Data : Hasil Kajian Persepsi SKPD, Ehra,Data Sekunder Pokja AMPL-BM Bima, 2011
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
Page 209
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Grafik 5.1
Sumber Grafik: Hasil Kajian Persepsi SKPD, Ehra,Data Sekunder Pokja AMPL-BM Bima, 2011
Berdasarkan data tersebut di atas dan hasil Study Ehra, Persepsi SKPD dan Data Sekunder diketahui bahwa desa-desa di Kab. Bima dapat digambarkan: 1. 17 % daerah Kab. Bima (desa) dinyatakan resiko sangat tinggi (skor 4) 2. 54 % daerah Kab. Bima (desa) dinyatakan resiko tinggi (skor 3) 3. 26 % daerah Kab. Bima (desa) dinyatakan resiko sedang (skor 2) 4. 3 % daerah Kab. Bima dinyatakan (desa) resiko rendah (skor 1) 5. 0 % daerah Kab. Bima (desa) dinyatakan tidak beresiko (skor 0)
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
Page 210
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Peta 5.4 Area Beresiko Kabupaten Bima berdasarkan study Ehra, Data Sekunder dan persepsi SKPD
Sumber Peta: Hasil Kajian Persepsi SKPD, Ehra,Data Sekunder Pokja AMPL-BM Bima, 2011
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
Page 211
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Tabel 5.8 Kecamatan dan Desa berisiko tinggi dan sangat tinggi berdasarkan Data sekunder, Persepsi SKPD Dan EHRA No 1 2
Nama Kecamatan
Desa
Keterangan
Lambitu Soromandi
Kaboro,Teta, Kaowa Resiko sangat tinggi Wadukopa, Sai, sampungu Resiko sangat tinggi Rite, Talapiti, Tolowata, Resiko sangat tinggi 3 Ambalawi Mawu Tolotangga, Sie, Sakuru, Resiko tinggi Tolouwi, Wilamaci, Pela, 3 Monta tangga Baru Lere, parado rato, Kanca 4 Parado Resiko tinggi Sanolo, sondosia, Timu, Leu, Resiko tinggi 5 Bolo Kananga, nggembe, Tumpu Woro, Campa, Rade, Resiko tinggi Monggo, Ndano, bolo, Mada 6 Madapangga wau Tenga, Rabakodo, Samili, Resiko tinggi kalampa, Risa, Talabiu, 7 Woha waduwani, Penapali Roi, Dore, Nata, Ntonggu, Resiko tinggi 9 Palibelo Teke, Tonggondoa Tarlawi, Raba, Ntori, Resiko tinggi 10 Wawo Kambilo, Maria Utara Laju, doro O’o, Wawo Rada, Resiko tinggi 11 Langgudu Karumbu, Dumu Boke, Jia, Naru, Bugis, Resiko tinggi parangina, Sangia, Kowo, 12 Sape Tanah Putih Simpasai, sumi, Nggelu, Resiko tinggi Lambu, Hidirasa, Melayu, 13 Lambu Lanta Barat Ntoke, Pai, bala, Oi Tui, Resiko tinggi 14 Wera Wora, tadewa, Nanga Wera Rora, Palama, Mbawa, O’o, Resiko tinggi 15 Donggo Doridungga, Kala, Mpili Piong, Boro, Taloko 16 Sanggar Resiko tinggi Labuan Kananga, Oi Panihi, Resiko tinggi 17 Tambora Kawinda To’i Sumber Data : Hasil Kajian Persepsi SKPD, Ehra,Data Sekunder Pokja AMPL-BM Bima, 2011
Penyebab utama timbulnya risiko kesehatan pada kecamatan dan desa tersebut antar lain : 1. Tingkat pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang PHBS kurang 2. Kualitas dan kuantitas SAB belum mampu memberikan keamanan dan kenyamnan akan kebutuhan air bersih masyarakat Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
Page 212
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
3. Pengelolaan Limbah padat (sampah) yang masih belum memadai karena TPA di Kabupaten Bima belum ada 4. Masih banyak masyarakat yang BABS yaitu yang belum terlayani oleh sarana sanitasi (jamban) 5. Sarana Sanitasi dan Pembuangan Limbah cair (tinja) yang ada masih banyak yang belum memenuhi standar kesehatan, dan 6. Dibeberapa tempat kondisi pemukiman yang kumuh dan tidak sehat
5.1.4.
Klasifikasi Desa
Dalam menentukan pilihan teknologi sanitasi yang akan diterapkan dalam suatu wilayah maka seluruh Desa akan diklasifikasi berdasarkan beberapa area, berdasarkan dokumen dari World Bank Policy Research Paper, dapat dijabarkan: o Urban, setiap Desa akan dikategorikan sebagai area urban bila kepadatan lebih dari 125 orang/Ha o Peri-urban, peri-urban bila kepadatan berkisar antara 25 – 125 orang/Ha o Rural, bila kepadatan kurang dari 25 orang/Ha. Hasil awal identifikasi area berdasarkan kepadatan populasi ini kemudian disesuaikan dengan pemanfaatan detail ruang Kabupaten Bima sebagaimana tercantum dalam RTRW Tahun 2011. Hasil akhir klasifikasi setiap desa sebagaimana disajikan dalam tabel di bawah ini:
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
Page 213
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Tabel 5.9 Hasil Klasifikasi Desa di Kabupaten Bima
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
Page 214
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
2011
Page 215
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
2011
Page 216
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
2011
Page 217
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Peta 5.5 Klasifikasi Desa di Kabupaten Bima
Sumber Peta : Hasil Kajian Klasifikasi Desa Pokja AMPL-BM Bima
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
Page 218
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
5.2 Kajian dan Opsi Partisipasi Masyarakat dan Jender di Area Prioritas. Untuk mendapatkan sebuah penilaian yang kredibel dan obyektif tentang kajian PMJK dibutuhkan data dan informasi yang valid, untuk itu diperlukan serangkaian survey dan observasi langsung yang terencana dan komprehensif terhadap kondisi partisipasi masyarakat, jender dan kemiskinan, permasalahan dan solusinya dalam
upaya penanganan sistem sanitasi skala kota beserta
prospek pengembangannya di masa yang akan datang. Penilaian tentang kondisi sanitasi masyarakat lewat PMJK di kab. Bima dilakukan dengan menggunakan pendekatan partisipatif yang mengadopsi
Methodology for Participatory Assessment (MPA). MPA atau MPA-PHAST di Kab. Bima pertama kali diperkenalkan oleh Program WSLIC-2 Tahun 2002, merupakan metodologi yang menjaring informasi secara partisipasi kepada masyarakat tentang peran serta dalam berbagai kegiatan pembangunan selama ini baik yang dibiayai oleh Pemerintah daerah, Pemerintah Pusat maupun bantuan luar. 5.2.1
Study PMJK
Keterlibatan jender dan partisipasi masyarakat miskin sangat penting dalam mengelola sanitasi. oleh karena itu dalam setiap proses pembangunan yang terkait dengan sanitasi salah satu aspek yang perlu diberdayakan adalah aspek jender dan kemiskinan. Hasil studi Pemberdayaan Masyarakat, Aspek Jender dan Kemiskinan (PMJK) menunjukkan
bahwa
kerlibatan
semua
unsur
masyarakat
termasuk
keseimbangan jender, dan masyarakat miskin dalam sebuah program lebih mendorong hasil yang maksimal. Pendekatan ini juga dinilai merupakan pintu peningkatan kapasitas masyarakat. Beberapa kelompok masyarakat seperti Gapotan dan kelompok Perempuan Usaha Kecil, kelompok masyarakat program PNPM dan Access menilai bahwa kelompok mereka telah diberdayakan terutama dalam proses perencanaan Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
Page 219
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
program, pelaksana serta monitoring dan evaluasi. Pada kelompok PNPM telah dilibatkan lebih jauh melalui kelompok pemakai dan pegguna sarana dan prasarana yang dibangun. Namun demikian hampir semua responden (30 responden) sepakat dari sisi kuantitas, khusus untuk program yang terkait dengan sanitasi yang telah ada dimasyarakat
masih
sangat
kurang,
ini
ditunjukkan
dengan
adanya
pembangunan MCK yang masih minim, sarana air bersih yang tidak memadai, saluran drainase yang tidak sampai pada daerah yang terpencil dan sistim pengolahan sampah yang belum memiliki manajemen persampahan mulai dari bak penampung sampah, hingga ke proses pengangkutan sampai ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
5.2.2
Analisa Study PMJK dengan Metodologi MPA
Tabel 5.10 Hasil Analisa Survei Partisipasi Masyarakat, Jender dan Kemiskinan (PMJK) dengan Metodologi MPA No
Tolls/ Alat
Temuan dan Analisa
Ladder 2 Perencanaan - Musyawarah Desa: dominan diikuti laki2, biasanya tdk dibayar dan tdk membutuhkan keahlian husus - Penyediaan bahan/ material: pada tahap ini, karena membutuhkan tenaga yg cukup maka biasa dilakukan oleh laki2 tp kadang dibantu perempuan kegiatan ini kadang dibayar & tdk membutuhkan keahlian husus Pelaksanaan - Pada tahap implementasi: pengerjaan MCK & SAB lainnya biasa dilakukan oleh tukang dibantu masyarakat sekitar sarana, dominan dilakukan laki2 karena pd tahap ini membutuhkan keahlian husus & Pemeliharaan - dibayar Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
Skoring DIV 10 skor 3 Yg akan dtg: Kesamaan hak & kesempatan antara lk2 dan perempuan dlm bekerja
DIV 11 skor 4 yg akan dtg: Baik lk2 maupun perempuan sama2 diberi hak utk Page 220
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Pada tahap ini: biasa yang berperan melakukan dlm membersihkan sarana adalah pekerjaan perempuan dan tdk dibayar. Akan dibayar tetapi jk SAB nya perpipaan gravitasi mk yg biasa membersihkan & merawat sekitar sumber mata air adalah laki2 dan tdk dibayar 2
3
Kontribusi Tenaga - Pekerjaan yg berat biasa dilakukan lk2 karena diyakini tenaganya lebih kuat spt: menggali sumur, mengangkat kayu, pikul pipa,dll sedangkan perempuan biasanya membantu lk2 dlm mengangkat material yg ringan dan menyiapkan konsumsi Material Lokal - Material yg biasa disiapkan masy spt: (in kind) batu, kerikil, pasir Uang(in cash) - Kontribusi berupa uang tunai biasa dikeluarkan masy jk sarana yg dibangun itu milik pribadi tp dipakai umum spt SGL Hak Suara & Dalam hal pengambilan keputusan di Pengambilan desa dlm berbagai kegiatan Keputusan pembangunan: ide prakarsa, jenis tehnologi, sosialisasi, tingkat pelayanan, operasi dan pemeliharaan dominan dilakukan oleh Kades, Kadus, Tomas sedangkan masyarakat miskin & perempuan kurang diberi kesempatan
yg
H3 skor 3, Yg akan dtg: masy diharuskan berkontribusi dlm jml yg sm agar tdk terjd kecemburuan sosial
VC 6 skor 5, Yg akan dtg semua hrs dilibatkan secara penuh krn sm2 mempunyai hak dan kesempatan berdasarkan hasl musyawarah mufakat desa
Sumber : Dikes Kesehatan,2011
Dari hasil studi PMJK yang didasarkan pada 3 kategori diatas Yaitu (Ladder 2, Kontribusi, Hak Suara & Pengambilan Keputusan) data yang diperoleh bahwa partisipasi masyarakat telah nampak dengan komposisi keterlibatan laki-laki dan perempuan adalah 7 : 3 dalam setiap aktivitas sanitasi baik yang berbentuk kontribusi tenaga, material lokal, maupun biaya serta kegiatan pengambilan keputusan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
Page 221
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Gambar 5.1 Peran Serta Masyarakat (Perempuan) dalam pengambilan keputusan
Sumber : Dokumentasi Kegiatan sarana Pengembangan Air Minum Bappeda Tahun 2010
Peran Serta Masyarakat dalam Kegiatan AMPL Dalam setiap pengambilan keputusan kegiatan pembangunan dominan
dilakukan
laki2
dari
perempuan, demikian pula Keterlibatan Orang miskin dalam setiap kegiatan AMPL yang dilakukan oleh pemerintah menunjukan perbandingan antara orang kaya dan orang miskin yaitu 4 : 6, ini menunjukan bahwa terjadi ketimpangan peran serta antara masyarakat berpenghasilan rendah dengan masyarakat mampu.
Sumber : Dokumentasi Kegiatan sarana Pengembangan Air Minum Bappeda Tahun 2010
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
Page 222
2011
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
5.3 Komunikasi untuk Peningkatan Kepedulian Sanitasi Sebagai salah satu komponen penyebarluasan informasi tentang sanitasi dan kesehatan lingkungan media elektronik seperti televisi dan radio harusnya memiliki andil
besar untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang
sanitasi dan kesehatan lingkungan. Hasil studi komunikasi dan pemetaan media di Kabupaten Bima menunjukan umumnya media massa (Radio, Koran dan TV lokal) yang berperasi di kabupaten Bima rata-rata berformat hiburan dengan segmentasi audiens atau sasaran audiencenya segala umur, dengan jangkauan siaran mencakup kabupaten dan kota di Pulau Sumbawa yaitu Kota Bima, Kabupaten Bima, Dompu, dan beberapa wilayah di Kabupaten Sumbawa serta mampu menjangkau beberapa wilayah di Propinsi NTT yaitu di Sumba bagian barat Para pelaku media sepakat bahwa dengan target audiens dan jangkauan siaran yang luas menjadikan media massa sangat potensial untuk menyebarluaskan informasi
terkait
dengan
sanitasi
dan
penyehatan
lingkungan
kepada
masyarakat. Namun demikian, keberpihakan media massa dalam hal penyediaan ruang (space/spot) yang diperuntukan khusus untuk meyiarkan program sanitasi dan penyehatan lingkungan masih kurang, dimana isu ini hanya diangkat “by order” oleh pihak pemerintah. Hanya media televisi lokal, BimaTV telah menyediakan ruang (space) khusus berupa talk show Dokter kita. Beberapa media massa menyebutkan pada prinsipnya telah menyediakan space untuk iklan layanan masyarakat untuk penyebarluasan informasi ataupun kampanye
tentang
sanitasi
dan
kesehatan,
tetapi
sejauh
ini
belum
dimanfaatkan. Menurut pihak penyelenggara media radio, tidak dimanfaatkannya space iklan ataupun program lainnya yang secara khusus menyiarkan informasi sanitasi dan kesehatan dikarenakan kurang respon positif dari pemerintah daerah untuk memanfaatkan media seperti hanya radio dan televisi dalam menyiarkan atau
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
Page 223
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
mensoalisakan informasi tentang sanitasi dan kesehatan. Sebenarnya pihak penyelenggara media sangat mengharapkan kerja sama dari pemerintah Selain itu, kurangnya kerja sama antara pemerintah daerah dengan beberapa media massa menyebabkan media tidak bisa memperoleh data yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Selama ini media massa biasanya mendapatkan data tentang sanitasi dan kesehatan dari literature yang tersedia di internet, serta hasil peliputan langsung di masyarakat 5.4 Keterlibatan Sektor Swasta dalam Layanan Sanitasi 5.4.1. Sektor Persampahan a. Pengepul Sampah Sampah-sampah yang ada saat ini biasanya berasal dari permukiman (rumah tangga) dan non permukiman (pasar, industri dan tempattempat/fasilitas umum lainnya). Akan tetapi sampah yang ada di Kab. Bima belum dapat diukur secara pasti volume sampah yang terkumpul pada TPS dan yang terangkut, karena TPA belum ada. Hasil studi keterlibatan swasta dalam
pengelolaan
mengindentifikasikan dibeberapa kecamatan
sanitasi terdapat
(sampah) 15
pengepul
di
Kabupaten
sampah
yang
Bima tersebar
di Kabupaten Bima, rata-rata mereka memulai
menjalankan usahanya sejak kurang lebih 20 tahun, memiliki jumlah personel 5-10 orang, peralatan yang dimiliki hanya berupa timbangan dengan kapasitas 500 kg, semua unit usaha ini tidak memiliki modal awal karena para pengusaha memulai usahanya dengan modal kepercayaan yang sudah terjalin lama dengan penyalur utama yang berada di Jawa Timur (Surabaya dan Banyuwangi). Dari hasil usaha ini rata-rata keuntungan yang diperoleh 5-10 juta tiap bulannya, dengan klasifikasi sampahnya sebagai berikut : •
Kategori I (besi Tua, Tembaga, Alumunium dan kuningan)
•
Kategori II (Plastik, Botol, Kaleng dan kertas)
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
Page 224
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Sampah yang dikumpulkan berasal dari 14 kecamatan (kecuali Sanggar dan Tambora), dan distribusinya langsung diantarkan pada pengepul, rata-rata pengepul sampah tidak memiliki usaha sampingan walaupun dalam sistim produksinya tidak ada proses daur ulang sampah, sehingga sampah yang akan dikirim keluar kota tersebut masih dalam bentuk semula. Beberapa responden sepakat bahwa koordinasi dan kemitraan usaha ini masih memerlukan dukungan dari Pemerintah. Persoalan yang timbul akibat kurangnya koordinasi dan kemitraan ini antara lain menurut rsponden adalah luasan lokasi usaha, karena setiap terjadi penumpukan sampah, maka secara langsung akan mendapatkan teguran dari pemerintah melalui teguran ringan berupa surat peringatan sampai pengangkutan barang bekas oleh Pol PP (Polisi Pamong Praja) yang diperintahkan oleh pihak kecamatan. Saat ini aturan yang diberlakukan oleh pemerintah daerah adalah harus menjaga kebersihan dan keindahan jalan dan lingkungan, barang tidak boleh menumpuk melebihi kapasitas hingga berserakan dijalan dan mengganggu tempat umum. Responden mengharapkan tersedianya Lokasi tersendiri yang terpisah dari permukiman agar kegiatan produksi mereka tidak mengganggu lingkungan sekitar, tersedianya sarana pengangkut yang memadai dan terjangkau agar barang bekas dapat diangkut dengan mudah keluar kota untuk dijual, tersedianya alat pengepres barang bekas agar bisa meminimalisasi ruang yang dibutuhkan untuk menampung barang bekas. b. Hotel Kondisi alam yang dimiliki oleh Kabupaten Bima seperti daerah pantai dan pegunungan cukup menarik perhatian para wisatawan luar maupun dalam negeri, hal ini ditunjukan dengan banyaknya jumlah hotel yang terbangun di Kabupaten Bima adalah 6 unit. Salah satu yang telah dibangun adalah Hotel Kalaki Beach yang baru berdiri selama satu tahun terakhir dengan penghasilan perbulannya adalah sebesar 20 Juta rupiah. Dengan melihat Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
Page 225
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
jumlah kamar dan rata-rata jumlah wisatawan yang datang dapat digambarkan bahwa kondisi persampahan yang ada telah melalui proses yang benar, mulai dari pengumpulan sampai pembuangan dengan sistim penampungan yang akan langsung di buang pada Bak sampah yang telah disiapkan oleh pemerintah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
Page 226
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Gambar 5.2 Kondisi Sanitasi Hotel Hotel Kalaki Beach
Sumber : Data Primer Bappeda 2011
Bak Sampah Berdasarkan data yang ada, kondisi sanitasi & air bersih dari dari hotel di Kab. Bima telah memenuhi syarat kesehatan, artinya ketersediaan bak sampah, SPAL , sarana jamban dinyatakan aman bagi lingkungan
Sumber air bersih yang digunakan oleh pihak hotel adalah berasal dari PDAM dengan metode menggunakan bak penampungan dengan kapasitas penampungan rata-rata 500 Liter, yang mampu mencukupi kebutuhan air bersih selama 3 hari.
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
Page 227
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
5.4.2 Sektor Limbah Cair Peluang bisnis sanitasi terutama limbah cair (jamban) sebenarnya cukup menarik karena masih banyak masyarakat yang belum terlayani oleh sarana sanitasi hususnya jamban, berdasarkan data yang ada dari sarana jamban yang terbangun masih banyak yang belum memenuhi standar kesehatan. Jadi peluang bisnis yang mungkin di lakukan di Kab. Bima adalah Pemasaran Sanitasi (Sanitation Marketing Plan). Keberadaan usaha lain dalam hal penangan limbah cair (jamban) di Kab. Bima seperti usaha penyedot tinja, pengolahan limbah cair ke dalam Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja ( IPLT ) belum ada. Program pemasaran sanitasi di Kab. Bima pertama kali diperkenalkan oleh Program Sanitasi Total berbasis Masyarakat (STBM) Tahun 2010, yang meliputi seluruh desa-desa eks WCLIC-2 (Tahun 2002-2007). Program pemasaran sanitasi ini cukup mendapat perhatian dari masyarakat di Kab. Bima karena langsung dimotoring oleh Sanitarian pada 20 Puskesmas yang ada di kab. Bima dan dikoordinir oleh Tim Sanitasi Dinas Kesehatan Kab. Bima. Tim Pemicu Sanitasi Kabupaten bersama dengan Tim pemicu di tingkat kecamatan dalam kegiatan kampanye Pemasaran sanitasi selalu bekerja sama dalam upaya membebaskan desa dan Kecamatan dari buang air besar sembarangan. Hal ini merupakan sebuah upaya bersama dalam memutus mata rantai penularan pernyakit yang berbasis lingkungan. Gambar : 5.3 Kegiatan Pemasaran Sanitasi Kab. Bima
Sumber Gambar : Dinkes Kab. Bima 2011
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
Page 228
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Program Pemasaran sanitasi yang ditawarkan kepada masyarakat memiliki beberapa tipe, akan sangat tergantung dari masyarakat dalam memilih tipe jamban yang dikehendaki sesuai dengan kemampuan, yaitu : Tipe ke- I yaitu WC Sehat Murah dengan harga Rp. 850.000,Tipe ke- II yaitu WC Ekonomis dengan harga Rp. 675.000,Tipe ke- III yaitu WC Tumbuh Sehat 1 dengan harga Rp. 497.000,Tipe ke- IV yaitu WC Tumbuh Sehat 2 dengan harga Rp. 375.000,Sumber dana saat ini terbatas pada dana pribadi Tim Sanitasi Kab. Bima (Dinkes) yang dikelola bersama-sama dengan Sanitarian Puskesmas setempat Mengenai model sanitasi (jamban ) yang ditawarkan pada masyarakat adalah sebagaimana tertera pada tabel berikut ini :
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
Page 229
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
Tabel 5.11 Paket Jamban Kegiatan Pemasaran Sanitasi
Sumber Data : Subdin P2PL Dinkes Kab. Bima, 2011
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
Page 230
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
“Model pembangunan jamban dalam program Pemasaran sanitasi di Kab. Bima” Gambar : 5.4, Sumber : Subdin PL Dinkes Kab. Bima, 2011
Agar tidak menimbulkan pencemaran bagi air tanah oleh tinja maka program pemasaran sanitasi menggunakan pasangan buis beton yang kedap air bg tempat penampung kotoran, dan dlm waktu tertentu akan dilakukan pengurasan oleh masyarakat pengguna. Harapannya : Adanya kepedulian pemerintah dan dunia usaha untuk bergerak dalam usaha layanan sanitasi (sedot tinja) karena saat ini di Kab. Bima belum ada usaha penyedotan tinja baik oleh swasta maupun Pemerintah umber : Subdin PL Dinkes Kab. Bima
Berdasarkan hasil survey EHRA , sebagian besar masyarakat Kabupaten Bima tidak memanfaatkan Tangki Septik (94 %) sehingga tingkat pencemaran tanah dan air tanah sangat besar resikonya, sedangkan yang menggunakan jamban septiktank sebesar 6 % dari total responden, selengkapnya sebagaimana pada grafik 5.2 berikut :
Sumber Data : Hasil Kajian Ehra Pokja AMPL-BM Bima 2011
Sebagian besar masyarakat Kab. Bima memanfaatkan jamban sederhana dan belum memenuhi standar kesehatan dalam BAB, sehingga rentan menimbulkan Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
Page 231
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
resiko lingkungan (pencemaran air permukaan, tanah dan udara). Penyebab utama dari keadaan tersebut adalah tingkat kesadaran masyarakat yang kurang dan ditambah dengan faktor ekonomi yang tidak mendukung. Usaha atau langkah-langkah lain yang perlu untuk dipikirkan oleh Pemerintah Kabupaten Bima dalam pengelolaan limbah cair domestik yang menyeluruh dan terintegrasi adalah :
Kerja sama dengan Pemerintah Kota Bima dalam pengurasan tangki septik, karena akibatnya memungkinkan terjadinya pencemaran air tanah, apalagi diketahui fakta bahwa sebagian masyarakat memanfaatkan sumur bor, SGL dan SPT sebagai akses untuk mendapatkan air bersih, jadi perlu menerapkan suatu strategi kampanye terkait pentingnya mengelola limbah cair domestik secara baik dan benar, dengan cara pengurasan tangki septik secara rutin/berkala sesuai dengan kapasitas lubang penampung kotoran
Diketahui bahwa perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa kuras tangki septik belum ada di Kab. Bima maka perlu ada upaya Pemerintah dalam menarik dunia usaha agar bergerak dan mulai merintis usaha penyedotan tinja.
Dukungan Pemerintah Kabupaten Bima dalam Strategi Pemasaran Sanitasi
(sanitation marketing plan) perlu lebih diprioritaskan karena lebih terjangkau oleh masyarakat yang tidak mampu baik dalam hal kebijakan maupun dalam penganggaran
Pembangunan Instalasi Pengolahan Limbah Terpadu (IPLT) di Kab. Bima sebagai bahan pencampur media tanam, atau dapat digunakan sebagai bahan campuran pupuk tanaman, dalam program penghijauan taman kota.
Membangun sinergi di antara semua pihak yang terkait dalam pengelolaan limbah cair, sehingga terbangun kepeduan yang sama dalam penanganan limbah cair di Kab. Bima
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
Page 232
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan Dokumen Buku Putih Sanitasi Kabupaten Bima merupakan gambaran kondisi faktual sanitasi saat ini dirangkum dari berbagai sumber yang meliputi; data sekunder dan data primer. Berdasarkan hasil rangkuman data tersebut maka dapat dirumuskan beberapa poin sebagai kesimpulan adalah sebagai berikut : 6.1.1 Sampah 1. Pengelolaan sampah di Kab. Bima terkendala dengan belum dibangunnya Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), sehingga sampah-sampah yang ada hanya diproses secara sederhana oleh masyarakat seperti dibakar, dikubur atau dibuang ditempat terbuka 2. Keterlibatan dunia usaha dalam pengelolaan limbah padat (sampah) di Kab. Bima belum terorganisir dengan baik, saat ini tempat pengepul sampah dominan ada di wilayah Kota Bima. 3. Cakupan pelayanan sampah di Kab. Bima belum mampu dihitung dengan tepat dari total volume sampah baik yang terangkut maupun tidak, karena data dari SKPD terkait belum ada. 4. Jumlah armada sampah yang ada saat ini sebanyak: 4 unit roda 4 yang melayani 4 kecamatan sedangkan 14 kecamatan lainnya tidak tersentuh sama sekali, sementara itu armada sampah roda 3 yang ada kurang efektif dijadikan sebagai pengangkut sampah. 6.1.2 Limbah Cair 1. Cakupan limbah cair (jamban) Kab. Bima yang memenuhi syarat kesehatan mencapai 54,7 %
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
Page 233
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
2. Pengelolaan air limbah domestik belum menggunakan sistem sewerage, baik skala perumahan/lingkungan ataupun skala kota. 3. Dalam penanganan bidang limbah cair di Kab. Bima tengah menerapkan program Sanitation Marketing Plan (SMP) yang merupakan salah satu program unggulan dari Program STBM 4. Pengelolaan limbah cair (tinja) di Kab. Bima mengalami kendala dengan belum tersedianya sarana dan prasarana pendukung seperti usaha penyedotan tinja baik dilakukan oleh pemerintah maupun swasta 5. Instalasi Pengelolaan Limbah Terpadu (IPLT) di Kabupaten Bima belum dibangun 6. Pendanaan bidang AMPL Tahun 2010 mencapai 0,44 % dari total biaya pembangunan Kab. Bima
6.1.3 Drainese 1. Drainase lingkungan belum menggunakan sistem sewerage sehingga dalam saluran drainase masih bercampur antara air hujan dengan air limbah rumah tangga (grey water). 2. Banyak saluran drainase yang kurang berfungsi karena pendangkalan sebagai akibat sedimentasi dan minimnya upaya pengerukan 3. Data cakupan drainase pada instansi terkait di Kab. Bima tidak lengkap sehingga kesulitan dalam akumulasi tingkat layanan saat ini
6.1.4 Sektor Air Minum & Sektor Lain 1. Cakupan pelayanan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Bima tahun 2009 mencapai 15,59 % 2. Cakupan air bersih secara keseluruhan Kab. Bima mencapai 71,52 % termasuk yang dilayani oleh PDAM 3. Sosialisasi sanitasi di sekolah belum berjalan optimal 4. Peran media dalam publikasi isu sanitasi di Kab. Bima relatif kecil Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
Page 234
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
5. Tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya PHBS relatif rendah 6. Kab. Bima memiliki 2 RSUD dan 20 Puskesmas, tapi belum memiliki insenerator sebagai penghancur sampah kimia rumah sakit 7. Kabupaten Bima telah menyusun regulasi tentang AMPL yaitu: - Perda Kab. Bima no. 7 Tahun 2011 tentang Pengelolaan AMPL -
Peraturan
Bupati Bima No.14 Tahun 2011 tentang Aturan Pelaksana
Pengelolaan AMPL 6.2. Rekomendasi Dari penjelasan yang dipaparkan pada bab-bab di atas, beberapa hal ditetapkan sebagai rekomendasi penanganan sanitasi di Kab. Bima, adalah sebagai berikut : 6.2.1 Sampah 1. Pembangunan
Tempat
Pemrosesan
Akhir
(TPA)
diharapkan
dapat
diprioritaskan dalam waktu yang tidak terlalu lama 2. Armada pengangkut sampah sacara bertahap diharapkan bisa menjangkau 18 kecamatan yang ada di Kab. Bima 3. Perlu dikembangkan pengelolaan sampah melalui program TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu). 4. Konsep pengelolaan sampah dengan 3R (Reduce, Reuse, Recycle) di Kab. Bima perlu diupayakan 6.2.2
Limbah Cair
1. Pemerintah Kab. Bima perlu membuat off site system (Sewerage System) untuk pengelolaan air limbah. 2. Pemerintah Kab. Bima perlu memprogramkan pembangunan Instalasi Pengolahan Limbah terpadu (IPLT) sebagai bagian dari upaya penanganan sanitasi yang aman terhadap lingkungan Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
Page 235
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
3. Dalam melepaskan masyarakat dari BABS diperlukan pengembangan program Sanitation Marketing Plan (SMP) 6.2.3
Drainase
1. Meningkatkan
kapasitas
pembiayaan
pembangunan
sarana
prasarana
drainase dan berbagai sumber pendanaan. 2. Peningkatan koordinasi dengan berbagai instansi, dunia usaha serta melibatkan peran serta masyarakat dalam penanganan drainase 3. Perlunya pengendalian tata guna lahan di kawasan hulu (konservasi) hingga hilir serta peningkatan aspek operasional dan pemeliharaan sungai dan drainase. 4. Keterpaduan penanganan dengan sektor terkait dalam hal : pengendalian banjir, air limbah dan persampahan 5. Integrasi perencanaan : Master Plan, Outline Plan Drainase dan Keterpaduan Sistem Makro & Mikro. 6. Mengupayakan adanya pengurangan tingkat genangan terutama pada musim hujan pada kawasan-kawasan rawan banjir 6.2.4
Sektor Air Minum & Sektor Lain
1. Dalam memperluas cakupan layanan air bersih, pemerintah Kab. Bima diharapkan adanya strategi pengembangan sistem SAB baik perpipaan gravitasi maupun non gravitasi serta SAB lainnya dalam memenuhi kebutuhan air minum bagi masyarakat 2. Pembangunan bidang air minum perlu diprioritaskan dengan pengalokasian anggaran yang memadai bagi terwujudnya Kab. Bima yang “Maja Labo Dahu” 3. Pembelajaran sanitasi sejak usia dini sedapat mungkin dapat digalakkan kepada anak-anak mulai ditingkat dasar 4. Peran Pemerintah dalam fasilitasi media masa (cetak, elektronik) dalam rangka sosialisasi sanitasi perlu ditingkatkan. Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
Page 236
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
2011
5. Promosi peluang usaha bidang sanitasi perlu dikembangkan oleh berbagai elemen, sehingga terjalin sinergisitas antara pemerintah dan swasta dalam penanganan sanitasi di Kab. Bima
Buku Putih Sanitasi Kab. Bima 2011
Page 237