BAB I PENDAHULUAN o Latar Belakang The Federal Reserve disingkat the Fed merupakan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) yang merupakan gabungan dari bank sentral yang ada di negaranegara bagian AS. Seperti bank sentral Indonesia, The Fed memiliki tugas utama mengontrol suplai uang tunai dolar AS.Selain itu, The Fed juga mengatur ribuan bank swasta di seluruh AS dan juga memberika n pinjaman darurat kepada mereka, jika bank swasta itu mengalami kekurangan uang tunai. S ebelum memahami tapering off, sebaiknya kita memahami dulu sikap The Fed ketika membu at keputusan membeli obligasi di pasar keuangan. Keputusan membeli obligasi inilah kemudi an disebut pasar sebagai pelonggaran kuantitatif atau quantitative easing (QE). Seperti bank s entral lainnya, the Fed mengelola perekonomian AS dengan cara menaikkan atau menurunka n suku bunga acuan. Namun, Fed tak tidak bisa menurunkan suku di bawah nol, di mana tela h dipertahankan selama hampir lima tahun. Jadi, the Fed mencoba cara lain guna merangsang ekonomi AS, dengan cara memompa uang langsung ke dalam sistem keuangan. Caranya adalah, the Fed mengeluarkan uang untuk membeli obligasi jangka panjang , baik itu obligasi berupa surat utang AS dan obligasi kredit perumahan. Harapannya adalah, uang itu kemudian bisa digunakan oleh perusahaan untuk keperluan lainnya. Sebab, sedikit saja perubahan yang dilakukan The Fed, bisa mengundang respons pasar, tak hanya di AS tetapi juga bagi pasar di seluruh dunia. Yang jelas The Fed ingin kembali dalam kondisi normal, alias tak ada lagi program pembelian obligasi atau menyuntik dollar ke sistem keuangan ekonomi AS.
A. B. C. D. E.
1.2 Rumusan Masalah Apa pengertian quantitative easing dan tapering off ? Bagaimana mekanisme Quantitative Easing ? Apa tujuan kebijakan Quantitative dan tapering off ? Bagaimana dampak dari kebijakan Quantitative Easing dan Tapering Off Bagaimana antisipasi pemerintah dalam menghadapi Quantitative Easing dan Tapering Off ?
BAB II
PEMBAHASAN
Quantitative Easing adalah kebijakan moneter yang dilakukan bank sentral suatu negara dengan cara menciptakan uang baru(obligasi) yang digunakan untuk membeli sejumlah aset finansial dari bank umum.idenya, kas bank umum tersebut menerimanya sebagai aset dan dapat disalurkan ke peminjam dengan harapan bahwa dengan mempermudah kredit, suku bunga akan turun sehingga konsumen dan pelaku usaha akan meminjam untuk menggerakan roda perekonomian. Perbedaannya: kalau qualitative easing menyiratkan pada kualitas aset yang dibeli atau tertuju pada aset-aset tertentu.sedangkan quantitative easing menyiratkan pada seberapa banyak bank sentral mengeluarkan uang untuk menyeimbangkan suku bunga turun. Kebijakan Quantitative Easing bertujuan untuk meningkatkan jumlah uang beredar sehingga The Federal Reserve menurunkan tingkat bunga acuan dan membeli kembali obligasi pemerintah (US Treasury bills) serta membeli sekuritas hipotek yang menjadi salah satu penyebab krisis (Mortgage-backed Security) kepada para investor pemegang sekuritas hipotek tersebut pada bank-bank investasi dan perusahaan asuransi pemegang sekuritas hipotek. adanya kemungkinan aliran modal yang mengalir ke negara-negara emerging market. Latar belakang QE amerika serikat Runtuhnya Lehman Brothers menjadi awal dimulainya krisis di Amerika Serikat pada tahun 2008. Lehman Brothers merupakan salah satu bank investasi terbesar di Amerika Serikat bersama dengan Goldman Sachs, Morgan Stanley, Bear Stearn, dan Merrill Lynch. Pada bulan September 2008, Lehman Brothers secara resmi menyatakan bangkrut. Bank-bank investasi besar lainnya dan perusahaan asuransi yang bergerak dibidang sekuritas di Amerika Serikat mengalami kesulitan likuiditas . Krisis yang terjadi berawal dari macetnya pinjaman hipotek yang sudah diubah menjadi produk investasi di pasar saham. Sistem yang lama mempunyai alur yaitu peminjam hipotek membayar kepada pemberi pinjaman. Namun, pada sistem pembayaran hipotek yang baru menjadi lebih rumit. Peminjam membayar pinjaman hipotek kepada pemberi pinjaman kemudian pemberi pinjaman hipotek menjual kembali hipotek pada bank-bank investasi dan bank-bank investasi menggabungkan hipotek dengan berbagai pinjaman kemudian dibuat sebuah produk investasi yang menciptakan derivatif rumit yang disebut Collateralized Debt Obligation (CDO). Kerugian yang dialami menjadi semakin besar ketika peminjam hipotek tidak dapat membayar pinjamannya. CDO yang telah diciptakan dijual kepada para investor di seluruh dunia sehingga saat peminjam hipotek membayar hipotek mereka, uang yang dibayarkan masuk ke seluruh investor di seluruh dunia. Ketika para peminjam hipotek tidak mampu membayar pinjaman mereka maka akan berdampak luas tidak hanya kepada pemberi pinjaman tetapi juga kepada bank-bank investasi dan juga kepada investor yang membeli CDO.
Dampak yang terjadi dan kerugian yang ditimbulkan dari macetnya pembayaran hipotek semakin besar dengan jatuhnya harga CDO di pasar saham. Krisis yang terjadi membuat kondisi perekonomian Amerika Serikat menjadi tidak stabil. Tingkat pengangguran
meningkat dari 5% di awal tahun 2008 menjadi 7,8% di awal tahun 2009. Tingkat pengangguran terus meningkat hingga menjadi 10% pada bulan Oktober 2009. Selain tingkat pengangguran yang meningkat, perubahan persentase tahunan Gross Domestic Product (GDP) Amerika Serikat mengalami penurunan bahkan negatif. Perubahan Persentase Tahunan GDP Amerika Serikat Henry Paulson sebagai Sekretaris Keuangan Amerika Serikat dan Ben Bernanke sebagai gubernur The Federal Reserve melalui kongres yang sudah diadakan memutuskan untuk memberikan bailout sebesar US$ 700 miliar kepada bank-bank investasi yang bermasalah. Bailout tersebut diperlukan untuk mengantisipasi dampak keuangan yang lebih besar akibat tidak berjalannya sistem keuangan di dalam perekonomian Amerika Serikat. Bailout sebagai salah satu kebijakan fiskal Amerika Serikat dimaksudkan dapat mengembalikan kepercayaan dari masyarakat setelah bank-bank investasi mengalami kesulitan likuiditas pada tahun 2008.Kesulitan likuiditas sempat dialami bank investasi di Amerika Serikat salah satunya bank investasi Bear Stearn yang menyatakan kehabisan uang pada tanggal 16 Maret 2008. Bantuan likuiditas dari pemerintah Amerika Serikat membantu bank-bank investasi ini mengurangi kesulitan keuangan yang dialami. Dengan demikian, dana bantuan dari pemerintah Amerika Serikat dapat digunakan untuk mengurangi resiko akibat kerugian jatuhnya saham di pasar modal dari pembelian CDO dan memperkuat likuiditas dari bank-bank investasi. Setelah memberikan bailout pemerintah Amerika Serikat memberlakukan kebijakan perekonomian longgar(Quantitative Easing). Kebijakan perekonomian longgar ini diharapkan mampu mengurangi tekanan pada perekonomian Amerika Serikat setelah mengalami krisis dan tingkat pengangguran yang meningkat. Kebijakan longgar yang dilakukan untuk memperbaiki perekonomian Amerika Serikat secara makro dengan memangkas pajak dan memberlakukan kebijakan Quantitative Easing.Kebijakan Quantitative Easing diberlakukan untuk membenahi perekonomian Amerika Serikat dengan meningkatkan jumlah uang yang beredar. The Federal Reserve harus memberlakukan kebijakan untuk mengatasi krisis dan memulihkan roda perekonomian dengan memberlakukan kebijakan Quantitative Easing. Dampak QE yang lebih besar adalah Amerika Serikat Sebab sebagian dana QE dari The Fed itu juga mengalir ke pasar keuangan di berbagai negara, termasuk pasar modal di Indonesia.Secara sederhana, aksi the Fed yang selama ini telah menyuntikkan sekitar 4 milyar USD setiap hari ke pasar AS sejak November 2010 tidak dipungkiri telah menjadi sumber likuiditas di pasar modal dan telah mendorong penguatan pasar modal tidak hanya di Amerika tapi juga dibelahan dunia lainnya.4 milyar USD atau hampir 35 trilyun rupiah perhari adalah jumlah uang yang sungguh besar. Oleh karena itu dengan berakhirnya program pelonggaran moneter dari bank sentral AS tersebut, pasar harus berusaha bertahan dengan likuiditas yang berkurang drastis. Dampak langsung dari program Quantitative Easing tersebut secara langsung dapat terlihat pada pergerakan Bursa utama AS dalam 3 tahun terakhir dana yang diperoleh bank-bank investasi dari pembelian obligasi dan sekuritas berpotensi mengalir ke negara-negara berkembang yang mempunyai pertumbuhan ekonomi dan tingkat bunga yang tinggi. Bank-bank investasi yang bergerak di pasar modal mempunyai dana lebih untuk bisa berinventasi di pasar modal tidak terkecuali di negera-negara yang mempunyai pertumbuhan ekonomi dan tingkat bunga yang tinggi NO 3 Pengetian Tappering Off Kepala Ekonom PT
Bank Internasional Indonesia (BII), Juniman, menilai tapering off merupakan upaya Amerika melindungi kepentingan perekonomian negeri tersebut dan dunia. Bila stimulus tidak dikurangi dalam jangka panjang, inflasi Amerika berpotensi melaju secara berlebihan (higher inflation).Tapering adalah pengurangan pembelian obligasi oleh Federal Reserve (The Fed, bank sentral Amerika). Jadi awalnya, dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi, The Fed mencetak uang Dollar dalam jumlah tertentu untuk kemudian disalurkan ke masayarkat, dengan cara membeli obligasi yang diterbitkan perusahaan-perusahaan. Kebijakan ini dikenal dengan istilah quantitative easing (QE). Dengan meningkatnya uang beredar di masyarakat, maka diharapkan tingkat konsumsi dll juga akan meningkat, yang pada akhirnya menumbuhkan perekonomian. Jumlah uang baru yang dicetak dan disalurkan mencapai US$ 80 milyar setiap bulannya, atau ada juga yang bilang US$ 85 milyar. The Fed tidak bisa terus menerus menyalurkan uang sebanyak itu ke pasar, karena bisa menyebabkan inflasi dan melemahkan nilai mata uang US Dollar itu sendiri. Jadi setelah mencapai batas tertentu, penyaluran uang tersebut harus dikurangi, dan inilah yang dimaksud dengan tapering. Kenapa disebut tapering? Ya karena tujuannya untuk ‘mengistirahatkan’ perekonomian setelah sebelumnya didorong untuk ‘berlatih’ terus menerus. Berlatih untuk apa? Untuk bisa bertumbuh. Ketika perusahaan/masyarakat Amerika menerima duit dari The Fed, maka itu bukan berarti perekonomian secara otomatis bisa langsung tumbuh lagi, melainkan masyarakat harus memutar uang tersebut untuk konsumsi, investasi dll, kemudian baru perekonomian akan tumbuh. Upaya masyarakat dalam ‘memutar’ uang itulah, seperti contohnya pengusaha yang segera membangun pabrik setelah memperoleh pinjaman bank, yang bisa dianalogikan sebagai ‘latihan’ untuk tujuan untuk meningkatkan taraf hidup mereka sendiri, dan pada akhirnya menumbuhkan perekonomian negara secara keseluruhan.Jadi sedikit berbeda dengan kenaikan BI Rate dimana tujuannya adalah untuk mengurangi jumlah uang Rupiah yang beredar, tapering ini bertujuan untuk mengurangi kenaikan dari jumlah uang Dollar yang beredar (jadi The Fed tetap menyalurkan/menambah jumlah uang Dollar yang beredar masyarakat, hanya saja jumlah penambahannya yang dikurangi). Namun kekhawatiran pasar tetap sama: Jika jumlah uang yang beredar berkurang, maka artinya tidak ada uang baru yang bisa dibelanjakan, dan itu bisa menghambat perekonomian. Alhasil ketika BI Rate dinaikkan, IHSG langsung jatuh. Demikian pula jika nanti tapering jadi diberlakukan, maka Dow Jones bisa jatuh juga. Dan jika Dow udah jatuh, biasanya IHSG akan ikut terseret turun.Tapi apakah kejatuhan/penurunan indeks saham tersebut terjadi untuk jangka waktu yang cukup panjang ataukah hanya sementara. Nah maka dari hal itulah BI,Pemerintah,LPS,dan OJK yang mempunyai untuk mencegah terjadi hal tersebut berikut peranannya masing-masing setiap lembaga. Peran pemerintah dalam mengantisipasi risiko tersebut dengan mengeluarkan empat paket kebijakan. Paket pertama, kebijakan untuk memperbaiki defisit transaksi berjalan dan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika (USD). Paket ini diarahkan untuk mendorong ekspor dengan cara pemberian intensif dan keringanan pajak bagi industri yang sebagian produksinya berorientasi ekspor. Kemudian menurunkan impor migas dan mendorong pengembangan sumber energi alternatif serta menetapkan pajak lebih tinggi bagi mobil built
up dan barang impor bermerek. Paket kedua, berisi kebijakan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi. Salah satunya, memastikan agar defisit APBN tetap sebesar 2,38 % dan pembiayaan aman. Paket ketiga, berisi kebijakan untuk menjaga daya beli masyarakat. Caranya, mengubah tata niaga daging sapi dan hortikultura dari semula impor berdasarkan kuota menjadi impor dengan mengandalkan harga. Paket keempat, berisi kebijakan mempercepat investasi. Pemerintah akan mengefektifikan sistem layanan terpadu satu pintu perizinan investasi. Pemerintah juga akan mempercepat revisi peraturan daftar negatif investasi (DNI), mempercepat investasi di sektor berorientasi ekspor dengan memberikan insentif, serta percepatan renegosiasi kontrak karya pertambangan. Selain itu, pemerintah juga akan berupaya untuk mempercepat pelaksanaan proyek- proyek infrastruktur strategis. OJK terus mencermati pergerakan indeks pasar saham dan melakukan langkah-langkah antisipasi yang diperlukan. Diantaranya relaksasi peraturan tentang pembelian kembali saham yang dikeluarkan emiten atau perusahaan publik. BI fokus pada upaya menjaga stabilitas ekonomi makro dan meningkatkan BI rate. BI menerbitkan sejumlah kebijakan moneter guna meningkatkan pasokan valas secara lebih efektif dan dalam rangka pendalaman pasar uang berupa peningkatan koordinasi fiskal dan moneter dengan pemerintah, dan berbagai upaya untuk menjaga laju inflasi serta menurunkan defisit neraca transaksi berjalan. LPS melakukan pengawasan terhadap gejolak bursa saham dengan berkoordinasi dengan Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai otoritas pasar modal. “Kami sudah memiliki SOP dan manajemen protokol jika terjadi penurunan indeks sampai batas tertentu. Dan juga ada beberapa kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI) untuk menjaga ketahanan makro ekonomi.Pertama, pemerintah menyiapkan contingency policy seperti Bond Stabilization Framework untuk mencegah massive capital flight. Ke dua, Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) tenor satu tahun guna meyakinkan investor khususnya mengenai pendanaan jangka pendek. Ketiga, financial deepening di pasar keuangan domestik sehingga kepemilikan asing tidak terlalu dominan terhadap bursa saham dan obligasi Indonesia. Ke empat, optimalisasi dana hasil ekspor sehingga defisit perdagangan membaik ke depannya. Ke lima, mempercepat hilirisasi industri sehingga kinerja ekspor dapat meningkat dengan nilai tambah. Bank Indonesia terus mengantisipasi kebijakan pengurangan stimulus moneter (tapering off) Amerika Serikat, meski beberapa kebijakan sudah dilakukan sejak Mei lalu. Bank Indonesia memperkirakan tapering off Amerika Serikat paling cepat dilakukan pada Maret 2014. Perry Warjiyo, Deputi Gubernur Bank Indonesia, mengatakan isu tapering mulai bergulir Mei lalu, sehingga Bank Indonesia melakukan berbagai antisipasi termasuk diantaranya kenaikan suku bunga acuan (BI Rate). Perry mengatakan BI setiap bulan memantau dan mengevaluasi kebijakan yang telah dikeluarkan. “Kebijakan yang dilakukan saat ini berdasarkan asumsi tapering off dilakukan September
2013, yang kemudian mundur Desember dan sekarang kita perkirakan kemungkinan besar mulai Maret tahun depan,” tuturnya. Beberapa kebijakan yang dilakukan Bank Indonesia untuk mengantisipasi tapering off diantaranya menaikkan BI Rate, memperkuat second line of defence. Perry mengatakan kebijakan second line of defence sudah dilakukan, yaitu kerja sama antar bank sentral di kawasan baik secara multilateral maupun bilateral. Langkah ini dilakukan untuk menghadapi gejolak global. Kerja sama ini perlu terus diperkuat karena ketidakpastian kondisi ekonomi global dapat dengan cepat menurunkan kinerja eksternal. Beberapa kerja sama yang sudah dilakukan dalam bentuk bilateral diantaranya dengan China, Jepang dan Korea, sedang kerja sama multilateral berbentuk Chiangmai Initiative sebesar US$ 240 miliar. “Kita tidak bisa bicara cukup atau tidaknya kebijakan yang dikeluarkan karena data itu harus dievaluasi dari bulan ke bulan dan itu akan menjadi bahan assesment secara rutin di rapat Dewan Gubernur BI,” tuturnya. Perry memperkirakan tapering off akan dilakukan secara bertahap selama tahun 2014 dan Amerika Serikat baru melakukan perpindahan kebijakan paling cepat 2015. Lana Soelistianingsih, Kepala Ekonom PT Samuel Asset Management, mengatakan kebijakan tapering off kemungkinan besar tidak dilakukan pada tahun ini, paling cepat kuartal III tahun depan. Pasalnya, posisi Bernanke sebagai Gubernur The Fed sudah memasuki masa akhir sehingga kemungkinan besar tidak akan mengambil keputusan yang akan merusak citranya, jika ternyata tapering off dilakukan dan memperburuk Amerika Serikat. Sementara itu Janet Yellen, calon kuat penganti Bernake yang menyatakan bahwa pengangguran Amerika sebesar 7,3% masih terlalu tinggi dan mencerminkan ekonomi berjalan “jauh” dari potensinya, menandakan sikap mengulur waktu dalam mengambil tindakan meskipun saat ini kondisi ekonomi Amerika sudah jauh lebih baik. “Paling tidak jika Yellen terpilih, maka tapering off tidak akan dilakukan di kuartal I 2014 karena jika ekonomi Amerika semakin memburuk, maka citranya akan memburuk,” tuturnya. Lebih lanjut Lana mengatakan kerja sama bilateral swap dan Chiangmai Initiative yang telah dilakukan Bank Indonesia telah cukup untuk mengantisipasi jika terjadi capital outflow, karena dananya cukup besar. Meski demikian, jika BI melakukan kerja sama bilateral atau multilateral kembali dengan negara kawasan untuk mengantisipasi kondisi global tidak masalah. “Masih bisa kalau regional akan melakukan kerja sama swap bersama-sama, ini bentuk kerja sama ekonomi dan hubungan politik,” tuturnya. Sementara, Fauzi Ichsan, Kepala Ekonom PT Standard Chartered Indonesia, mengatakan kemungkinan BI Rate akan kembali naik lagi tahun depan untuk mengantisipasi tapering off.
Fauzi mengatakan jika Amerika melakukan tapering off aliran modal asing keluar (capital outflow) dari negara berkembang akan cukup drastis. “Ini memang pilihan pahit, karena Indonesia mempunyai defisit transaksi berjalan yang sifatnya struktural karena harga komoditas tidak naik pesat,” tuturnya. Fauzi memperkirakan tapering off kemungkinan dilakukan pada semester I 2014, dan BI Rate diperkirakan naik sebesar 50 basis poin pada tahun depan. Dampak Kebijakan QE bagi Indonesia Banyaknya dana yang dialirkan ke pasar tidak sebanding dengan kemampuan perekonomian untuk menyerap. Hal ini terjadi karena perputaran pasar uang bergerak lebih cepat dari sektor riil itu sendiri. Hal ini salah satunya diakibatkan karena perlambatan perekonomian dunia dari 3,1% di tahun 2011 menjadi 2,5% di tahun 2012. Akibatnya banyak dana yang tidak terserap atau yang biasa dikenal dengan liquidity excess. Dana yang menganggur ini memicu investor untuk mengalirkannya ke surat utang di negara emerging market seperti Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari penguatan indeks saham. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terus membaik tentu saja menjadi daya tarik bagi investor. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai angka 6% per tahunnya. Aliran investasi asing ini jika masuk ke sektor riil tentu saja akan memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia. Capital inflow ini harus diwaspadai oleh Bank Indonesia. Yang ditakutkan adalah bila dana ini lebih banyak di sektor portofolio ataupun saham. Bagi Indonesia sendiri adanya QE akan menyebabkan capital inflow yang cukup tinggi karena kita menawarkan pengembalian yang lebih tinggi dibandingkan negara Eropa dan Amerika Serikat. Dampak buruknya hal ini dapat memicu inflasi. Banyaknya arus modal yang masuk ini akan mengapresiasi rupiah sehingga apabila tidak ditanggulangi maka akan berdampak pada ekspor Indonesia. Selain itu, derasnya arus investasi yang masuk dikhawatirkan hanya akan membanjiri pasar uang. Hal ini terjadi karena aset sektor keuangan meningkat tanpa diikuti secara seimbang oleh sektor riil atau yang dulu kita kenal dengan bubble economy. Ketika perekonomian Amerika Serikat semakin membaik, kemungkinan terjadinya capital flight tidak dapat dihindari lagi. Mengingat dampak masa depan adanya capital inflow tersebut, Bank Indonesia memberlakukan beberapa kebijakan guna membatasi investasi asing yang berlebih yang bersifat hedge funds. Diantaranya:
Kebijakan vostro account atau pembatasan besaran saldo harian utang luar negeri bank jangka pendek yang bertujuan untuk mengelola capital inflow. Memperpanjang batas minimal tenor untuk promissory notes dan deposito berjangka. Penurunan BI rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,75 persen pada awal Februari 2012.
Tentu saja Bank Indonesia tidak dapat berdiri sendiri untuk melakukan pembatasan ini. Diperlukan bauran kebijakan dengan kebijakan fiskal juga. Bauran kebijakan tersebut tentu saja dengan melihat kesiapan perekonomian sektor riil untuk menyerap hot money ini.
Data Aliran Investasi Asing Di Indonesia Tahun
2007 2008 2009 2010 2011 2012 Average
Investasi Sektor Riil/Direct Investment
6,928 9,318 4,877 13,771 19,241 19,853 12,331
Investasi Portfolio (saham & obligasi) 9,981 3,059 10,480 15,713 4,996 14,661 9,815 Saham
3,559 322
787
2,132 (326) 1,698 1,362
Obligasi
6,422 2,736 2,736 13,582 5,322 12,963 7,294
Investasi lainnya
(289) 3,446 3,794 3,987 4,954 6,123 3,669
Total
16,620 15,823 19,151 33,471 29,191 40,637 25,816
Secara umum, investasi asing yang masuk lebih banyak ke sektor riil dalam 6 tahun terakhir. Adapun investasi yang masuk ke sektor portfolio lebih banyak dialokasikan ke arah obligasi (debt investment). Jika memang investasi asing ini lebih banyak dialirkan ke arah spekulasi maka seharusnya akan mendongkrak IHSG. Tidak dapat dipungkiri pada tahun 2011, IHSG mencapai titik tertingginya yaitu 4.193,44. Akan tetapi bila dilihat IHSG secara keseluruhan selama 7 tahun terakhir, maka dapat dilihat bahwa aliran dana ini lebih banyak ke arah investasi long only. Secara umum dapat diambil kesimpulan sederhana bahwa investasi asing yang masuk ke Indonesia lebih banyak bersifat long only karena IHSG memang mengalami kenaikan tetapi tidak pesat. Jika memang lebih banyak investasi yang bersifat hedge funds maka ketika tapperring off QE III ini akan menurunkan IHSG secara tajam. Dampak tappering off Kebijakan QE bagi Perekonomian Indonesia Mengutip dari tulisan Fauzi Ichsan, Managing Director Standard Chartered Bank, memperkirakan ada beberapa dampak dari penghentian QE tahap III dari The Fed ini:
Kemungkinan The Fed tidak akan terlalu terburu-buru menghentikan QE karena pertumbuhan ekonomi AS yang masih rentan; Penghentian QE tahap I (2010) dan QE tahap II (2011) hanya bersifat temporer terhadap pasar uang; The Fed bukanlah satu-satunya bank sentral yang menerapkan QE, tetapi juga ada BoJ yang juga menerapkan QE sehingga penghentian QE secara tiba-tiba justru akan mengapresiasi Dollar AS terlalu kuat sehingga melemahkan ekspor Amerika Serikat sendiri; Suku bunga US Dollar kemungkinan akan tetap rendah sehingga bukan opsi yang menarik bagi investor;
Penghentian QE menandakan perbaikan ekonomi Amerikan Serikat yang merupakan 20% PDB dunia sehingga dapat memacu perekonomian global secara keseluruhan.Walaupun begitu, adanya tappering off kebijakan QE oleh The Fed ini perlu diwaspadai oleh Bank Indonesia. Diperlukan adanya langkah dari Bank Indonesia dan pemerintah untuk mencegah adanya capital flight secara masif. Adapun langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah maupun Bank Indonesia antara lain:
Memberikan insentif fiskal pada investor asing yang ingin melakukan reinvestasi FDInya di Indonesia berupa penundaan dan pengurangan pajak; Penjagaan defisit transaksi berjalan oleh Bank Indonesia pada kisaran 2,5%-2,7% terhadap PDB; Peningkatan infrastruktur, perbaikan kepastian hukum, perbaikan administrasi dan pelayanan publik, dan penciptaan iklim investasi yang kondusif;
Pengalihan modal ke sektor riil misalnya mendorong perusahaan untuk melakukan aksi korporasi seperti IPO, penawaran umum terbatas saham (right issue), maupun penerbitan obligasi untuk membiayai belanja modal perusahaan. Mengapa antisipasi ini penting? Beberapa bulan terakhir dapat dilihat adanya fenomena turunnya indeks pasar saham di negara emerging market tersebut. Sejak awal Juni 2013 indeks pasar saham Indonesia telah turun 10%, Filipina 12%, Thailand 11%, China 10%, dan Korea Selatan 9%. Aksi jual saham dan surat utang secara besar-besaran di Asia menyebabkan penguatan dolar terhadap sejumlah mata uang Asia. Selain itu bursa saham Asia juga melemah. Bursa saham Indonesia jatuh 1,1% (47,03 poin) pada level 4.171,41. Bursa Tokyo ditutup turun 0,44 % (59,16 poin) ke level 13.365,17. Bursa saham Seoul turun 0,98 % (18,34 poin) ke level 1.849,12. Kemudian bursa saham Sydney turun 0,48 % (24,3 poin) ke level 5.075,7. Bursa saham Shanghai turun 0,28 % (5,84 poin) ke level 2.067,12. Apabila hal ini tidak segera ditanggulangi maka akan memberikan dampak kepada perekonomian Indonesia. Apalagi ditambah dengan twin deficit Indonesia. Walaupun kita telah menaikkan harga BBM, akan tetapi dampak dari kenaikan tersebut belum dapat dirasakan sekarang.
BAB III SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Latar belakang dilakukannya kebijakan QE oleh The Fed adalah subprime mortgage yang melanda Amerika Serikat tahun 2008. Perekonomian Amerika Serikat mengalami kelesuan sehingga memerlukan stimulus untuk menggerakan roda ekonominya. Akan tetapi dengan tingkat suku bunga yang memang sudah rendah, maka kebijakan QE dirasa perlu dilakukan. Dampak dari pemberlakuan QE adalah larinya arus modal investasi ke negara emerging market salah satunya adalah Indonesia. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi Indonesia yang selalu positif dalam kurun 6 tahun terakhir di rata-rata kisaran 6%. Selain itu kenaikan rating investasi Indonesia juga menjadi pemicunya. Kekhawatiran adanya capital inflow ini adalah investasi yang bersifat hedge funds sehingga Bank Indonesia dan pemerintah bekerja sama untuk melakukan pembatasan arus modal dan pengalihan investasi ke sektor riil untuk mendorong perekonomian jangka panjang. Pada bulan Juni 2013, The Fed mengumumkan akan dilakukannya tapperring off QE III. Hal ini memicu sentimen negatif dari pasar saham. Yang dikhawatirkan adalah adanya capital flight secara masif. Ditambah lagi, Indonesia yang sedang mengalami twin deficit sehingga akan memperburuk dampak dari tapperring off QE III ini.Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah untuk mencegah hal tersebut melalui bauran kebijakan antara kebijakan fiskal dan moneter. Bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve telah mengumumkan pengurangan stimulus (tapering off) yang akan dimulai Januari 2014. Nilai pengurangan stimulus sebesar US$ 10 miliar menjadi US$ 75 miliar per bulan dari sebelumnya US$ 85 miliar per bulan. Bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve telah mengumumkan pengurangan stimulus (tapering off) yang akan dimulai Januari 2014. Nilai pengurangan stimulus sebesar US$ 10 miliar menjadi US$ 75 miliar per bulan dari sebelumnya US$ 85 miliar per bulan. Rincian pengurangan, US$ 5 miliar untuk pembelian mortgage-backed securities (MBS) dan US$ 5 miliar untuk treasury securities. Hal ini menandakan bahwa perekonomian AS mulai pulih dari resesi terburuk sejak 1930 silam. Direktur Utama PT Bank Permata Tbk (PermataBank) David Fletcher bilang, dalam jangka pendek dan menengah, dampak tapering off akan membuat pasar Indonesia menjadi bergejolak alias volatil. Namun menurutnya, volatilitas yang ada pun hanya terasa sedikit. Untuk jangka panjang, tapering off akan membawa dampak baik bagi Indonesia. "Akan ada small volatility, tapi itu untuk jangka pendek dan menengah," kata David di Jakarta, Kamis (19/12).
David bilang, tapering off sudah diantisipasi. Bank Indonesia dan Pemerintah menurut David, telah mengambil langkah yang baik untuk mengantisipasi stabilitas terutama di pasar uang Indonesia. David bilang, dampak dipangkasnya stimulus moneter AS ini, sudah priced in kepada nilai tukar. "Semuanya sudah priced in. Kita sudah melihat dampaknya. Sejak dikeluarkannya pernyataan tersebut pagi tadi kita belum melihat adanya dampak pada rupiah," jelas David. Meski begitu, David mengimbau, agar industri perbankan memiliki basis modal yang kuat. Industri perbankan sebaiknya menempatkan penyaluran pembiayaan di sektor yang benar. Selain itu, industri perbankan juga harus memiliki tata kelola atau good corporate governance (GCG) yang baik. "Ekonomi masih akan berkembang. Kita harus meyakinkan bank menyalurkan kreditnya pada right growth opportunity. Saya yakin Indonesia akan tumbuh. Bank harus siap dengan pertumbuhan tersebut. Memang sekarang agak slow down, tapi ekonomi Indonesia masih kuat," ucap David meyakini.