BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang indah dan menyenangkan. Menurut Monks (2001) remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak ke masa dewasa yang ditandai dengan perkembangan fisik, seperti pertumbuhan organ tubuh, perkembangan seksual yang ditandai dengan munculnya ciri-ciri kelamin primer dan sekunder, serta perkembangan sosial yang ditandai dengan makin berkurangannya ketergantungan pada orang lain. Menurut Sarwono (2002) masa remaja merupakan periode yang penuh gejolak emosi tekanan jiwa sehingga remaja mudah berperilaku menyimpang dari aturan dan norma sosial yang berlaku dikalangan masyarakat. Selama masa perkembangan, remaja juga mengalami berbagai perubahan. Salah satu tugas perkembangan tersulit masa remaja adalah menyesuaikan diri terhadap pengaruh lingkungan sosial. Menurut Hurlock (1999) pengaruh teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga. Bila anggota kelompok mencoba minum alkohol, obat-obatan terlarang
atau
merokok,
maka
remaja
cenderung
mengikutinya
tanpa
memperdulikan perasaan mereka sendiri. Menurut Sarwono (2009) pengaruh sosial dapat memberikan dampak positif dan negatif terhadap perilaku individu. Individu dapat mengikuti aturan-aturan yang ada lingkungan sosial lingkungan sosial bukan hanya hal-hal positif saja.
1
Namun, individu juga terpengaruh oleh lingkungan sosial untuk melakukan perilaku negatif, seperti konformitas pada perilaku tawuran. Fenomena permasalahan konformitas pada perilaku tawuran terbukti dalam penelitian Soekaji, dkk. (dalam Sarwono, 2009). Tawuran terjadi karena siswasiswa baru suatu SMU mewarisi tradisi perkelahian dan mendapat tekanan kakakkakak kelas. Pada tahun 1996 akibat tawuran pelajar ada 73 orang mengalami luka ringan, 19 luka berat, dan 13 orang meninggal serta kerusakan-kerusakan fasilitas lainnya. Menurut Komnas Perlindungan anak (dalam Liputan 6 Sore, 2012) diungkapkan bahwa peristiwa tawuran antar pelajar pada tahun 2012 seJabotabek mengalami
peningkatan yaitu ada
127 kasus tawuran dan
mengakibatkan 26 pelajar meninggal. Permasalahan lain akibat perilaku konformitas terbukti dari hasil penelitian Sumarlin (2012) yang berjudul “Perilaku Konformitas Pada Remaja Yang Berada Di Lingkungan Peminum Alkohol “.Remaja yang berada dilingkunganpeminum memiliki
gambaran
konformitas
compliance
karena
pernah
melakukan
sesuatuwalaupun itu bertentangan dengan hati nurani dan tidak dapat menolak ajakan sesuatu daritemannya dengan tujuan agar bisa diterima oleh temantemannya. Acceptance seperti adanyatekanan dari kelompok untuk melakukan sesuatu. Akibat dari minum-minuman alkohol diantaranya adalah mandul, penyakit jantung dan kehabisan uang. Menurut Cialdini & Gold Stein (dalam Taylor, 2009) konformitas adalah tendensi untuk mengubah keyakinan atau perilaku seseorang agar sesuai dengan perilaku orang lain. Contoh dari perilaku konformitas yaitu remaja lebih suka
2
mengenakan baju seperti orang lain dalam kelompok sosial, karena mengikuti trens busana terbaru. Menurut Sears, dkk. (1999) apabila seseorang menampilkan perilaku tertentu karena orang lain juga menampilkan perilaku tersebut disebut konformitas. Menurut Wall, dkk. (dalam Santrock, 2002) konformitas dapat bersifat positif dan negatif. Bentuk konformitas negatif adalah menggunakan bahasa jorok, mencuri, merusak dan mengolok-olok orang lain. Sedangkan bentuk konformitas positif yaitu konformitas yang dilakukan berdasarkan keinginan untuk terlibat dalam dunia teman sebaya, seperti berpakaian seperti teman-teman dan keinginan untuk meluangkan waktu dengan anggota suatu klik. Konformitas tidak hanya sekedar bertindak sesuai dengan tindakan yang dilakukan oleh orang lain tetapi juga berarti dipengaruhi oleh bagaimana seseorang bertindak. Meyrs (2012) menjelaskan konformitas adalah perubahan atau kepercayaan agar selaras dengan orang lain. Permasalahan konformitas negatif juga dialami oleh siswa kelas XII Tata Boga 2 SMKN 1 Salatiga. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru BK sekitar 50% siswa dikelas XII Tata Boga 2 sering melanggar tata tertib akibat dari pengaruh teman dan memiliki masalah dalam pergaulan. Untuk memperoleh fakta mengenai permasalahan konformitas negatif yang dilakukan siswa, penulis menyebarkan skala sikap dari teori Sears, dkk. (1999) dikelas XII Boga 2 SMKN 1 Salatiga yang berjumlah 25 siswa. Tabel 1.1. berikut ini merupakan pengolahan hasil penyebaran skala sikap konformitas:
3
Tabel 1.1.Hasil penyebaran skala sikap konformitas negatif di kelas XII Tata Boga 2 SMKN 1 Salatiga Kategori Sangat Tinggi Tinggi Rendah Sangat Rendah Total
Interval 140-115 114-88 87-62 61-35
Frequensi 3 13 7 2 25
Present% 12 % 52 % 28 % 8% 100 %
Berdasarkan tabel 1.1. dapat dijelaskan dari 25 siswa dikelas XII Tata Boga 2, hasil yang diperoleh setelah penyebaran skala sikap konformitas yaitu terdapat16 siswa yang memiliki masalah konformitas negatif dengan kategori konformitas negatif sangat tinggi dan tinggi. Perilaku konformitas negatif dapat membuat siswa melakukan hal yang menyimpang, sulit menemukan identitas dirinya, dan menggantungkan dirinya pada orang lain. Hal tersebut akan menghambat siswa mencapai perkembangan optimal. Menurut Joyce(dalam www.dailypsychology.net.) konformitas dapat mengakibatkan remaja terpengaruh untuk melakukan perilaku negatif seperti merokok, minum-minuman keras, dan melakukan kekerasan. Semua itu dilakukan agar diterima dalam suatu kelompok. Selain itu konformitas juga berpengaruh pada identitas dirinya dan mengakibatkan seseorang sulit mendefinisikan dirinya karena semua hal yang dilakukan mengikuti hal-hal yang sedang tren. Hasil penelitian Hadijah (2010) menyimpulkan bahwa konformitas dapat mempengaruhi indentitas seseorang. Menurut Hurlock (1999) overconformity membuat remaja kehilangan indentitas dirinya. Diener (dalam Sears, dkk., 1999) deindividualisasi terjadi apabila pribadi digantikan oleh suatu identitas dengan tujuan dan tindakan kelompok. Individu menjadi kurang memperhatikan nilai-
4
nilai dan perilakunya sendiri, dan lebih memusatkan diri pada kelompok dan situasi. Dengan demikian konformitas dapat berpengaruh terhadap identitas diri. Menurut Winkel (2004) sosiodrama merupakan dramatisasai dari persoalanpersoalan yang dapat timbul dalam pergaulan dengan orang lain, tingkat konflikkonflik yang dialami dalam pergaulan sosial. Sosiodrama bersifat kegiatan pedagogik dan bertujuan membantu pihak peran maupun para penyaksi untuk lebih menyadari seluk beluk pergaulan sosial dan membantu mereka meningkatkan kemampuan bergaul dengan orang lain secara wajar dan sehat. Menurut Bennett (dalam Romlah, 2001) sosiodrama adalah permainan peranan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah sosial yang timbul dalam hubungan antar manusia.Sosiodrama dapat digunakan sebagai strategi intervensi dalam rangka memecahkan masalah konformitas negatif yang dialami siswa. Menurut Muthoharoh (dalam http://alhafizh.wordpress.com) kelebihan dari teknik sosiodrama antara lain membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi, dan siswa dapat memetik butir-butir hikmah dengan penghayatan siswa sendiri setelah bermain sosiodrama. Penelitian tentang sosiodrama dan konformitas sebelumnya dilakukan oleh Nurhayati (2011) yang berjudul “Teknik Sosiodrama Untuk Mengurangi Konformitas Yang Berlebihan Pada Siswa.Pra-Eksperimen terhadap Siswa kelas X-8 Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Cileunyi Tahun Ajaran 2010/2011”. Hasil perhitungan post-test menggunakan uji-t menunjukkan skor t-hitung 2,467
5
sedangkan t-tabel sebesar 1,980. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah teknik sosiodrama dapat digunakan untuk mengurangi konformitas yang berlebihan. Penelitian Hendrayani (2010) yang berjudul “Penggunaan Teknik Assertive Training Dalam Mereduksi Overconformity Terhadap Kelompok Teman Sebaya Pada Siswa SMA (Penelitian Tindakan terhadap Siswa Kelas XI SMAN 7 Bandung Tahun Ajaran 2010/2011)”. Hasil post test menunjukkan t-hitung 7,8 dan t-tabel 1,740. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa teknik assertive training dapat digunakan untuk mereduksi overconformity terhadap kelompok teman sebaya pada siswa SMA. Melihat kenyataan masalah konformitas yang dialami siswa dan akibat dari perilaku konformitas negatif, maka penulis akan mengkaji ulang signifikansi teknik sosiodrama dalam mengurangi konformitas negatif siswa kelas XII Tata Boga 2 SMKN 1 Salatiga tahun pelajaran 2012/2013. 1.2. Rumusan Masalah Apakah teknik sosiodrama dapat mengurangi secara signifikan konformitas negatif siswa kelas XII Tata Boga 2 SMKN 1 Salatiga? 1.3. Tujuan Mengetahui signifikansi teknik sosiodrama dalam mengurangi konformitas negatif siswa kelas XII Tata Boga 2 SMKN 1 Salatiga tahun pelajaran 2012/2013. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Secara Teoritis: Apabila dalam penelitian ini ditemukan hasil bahwa sosiodrama dapat mengurangi secara signifikan konformitas negatif siswa kelas XII Tata
6
Boga 2 SMKN 1 Salatiga tahun pelajaran 2012/2013, maka temuan ini sejalan dengan hasil penelitian Nurhayati (2011) yang menyatakan bahwa teknik sosiodrama dapat mengurangi konformitas berlebihan. Dan jika temuan ini tidak terbukti ada pengurangan yang signifikan konformitas negatif siswa kelas XII Tata Boga 2 SMKN 1 Salatiga tahun pelajaran 2012/2013, maka temuan ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Nurhayati (2011). 1.4.2. Secara Praktis: Dapat menjadi bahan masukan bagi guru BK untuk menggunakan strategi intervensi dalam rangka memecahkan masalah konformitas negatif yang dialami siswa dengan menggunakan teknik sosiodrama
7