BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menjadi dewasa, dalam segi fisik, kognitif, sosial ataupun emosional. Masa remaja dibagi menjadi 3 subfase, yaitu; masa remaja awal (11-14 tahun), masa remaja pertengahan (15-17 tahun) dan masa remaja akhir (18-20 tahun). Batasan karakteristik masa ini sulit ditentukan, salah satu tandanya adalah tampaknya pertumbuhan seks sekunder pada umur 11-12 tahun, dan berhenti ketika pertumbuhan tubuh pada usia 18-20 tahun (Wong, 2008). Perubahan yang terjadi pada remaja yang cukup banyak, akan memicu terjadinya stres pada remaja. Selain itu, ada juga tekanan dari teman sebaya serta banyaknya keterlibatan orang dewasa dan mengandung risiko kesehatan remaja. Beberapa risiko kesehatan tersebut antara lain adalah tindakan mencoba hubungan seksual, menggunakan obat-obatan, alkohol dan rokok, serta adanya tekanan untuk melakukan aktivitas fisik yang potensial membahayakan (Wong, 2008). Menurut penelitian Komalasari (2000), ada beberapa alasan seorang remaja memiliki perilaku merokok. Secara umum, menurut Lewin (dalam Komalasari, 2000), perilaku merokok merupakan fungsi dari lingkungan dan individu, yang berarti bahwa perilaku merokok, selain disebabkan oleh faktor diri seseorang, juga disebabkan karena faktor lingkungan. Salah satu aspek perkembangan psikososial remaja adalah berupaya menemukan jati diri. Namun, bila upaya tersebut tidak berjalan sesuai dengan harapan masyarakat, maka sebagian remaja akan
1
2
melakukan
perilaku merokok sebagai kompensasi. Menurut Brigham (dalam
Komalasari, 2000), perilaku merokok bagi remaja merupakan perilaku simbolis, yaitu, simbol dari kematangan, kekuatan, kepemimpinan, dan daya tarik terhadap lawan jenis. Kondisi yang paling banyak menyebabkan perilaku merokok pada remaja adalah ketika remaja mengalami stres dan ketika berkumpul dengan teman sebaya. Kondisi stress akan memicu perilaku merokok dengan tujuan memperoleh efek fisiologis yang menyenangkan. Menurut Byrne dan Mazanov (dalam Ham, 2007), tingginya tingkat stres berhubungan dengan perilaku merokok remaja. Oleh karena itu, disarankan bahwa pencegahan merokok dan intervensi untuk berhenti merokok seharusnya juga mencakup manajemen stres. Ketika remaja berkumpul dengan teman sebaya, perilaku merokok merupakan upaya untuk dapat diterima di lingkungannya. Menurut Brigham (dalam Komalasari, 2000), remaja tidak mau disebut dengan sebutan pengecut. Merokok bagi remaja juga merupakan sebuah simbol kejantanan. Berdasarkan data WHO, diketahui bahwa dari jumlah perokok yang ada di dunia, sebanyak 30% adalah remaja. Meskipun telah didokumentasikan bahwa rokok berhubungan dengan penyakit pernafasan dan penyakit kardiovaskuler pada usia pertengahan, setiap hari sekitar 4.000 anak di Amerika berusia 12-17 tahun mencoba merokok untuk pertama kalinya (Pillitteri, 2010). Menurut data Riset Kesehatan Dasar atau RISKESDAS (2013), untuk perokok remaja berumur 15-19 tahun, prevalensinya 18,3% dan perokok anak berumur 10-14 tahun, prevalensinya 1,4%. Prevalensi perokok pada anak sekolah usia 13-15 tahun
3
Global Youth Tobacco Survey atau GYTS (2009) adalah 30,4% anak sekolah pernah merokok (laki-laki : 57,8% dan perempuan : 6,4%). Menurut data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012 (SDKI), untuk remaja dengan usia 1519 tahun, sebanyak 8,9% perokok wanita dan sebanyak 74,4% perokok laki-laki. Seseorang yang telah memiliki kebiasaan merokok sejak usia yang lebih muda akan cenderung memiliki risiko kematian yang lebih besar. Berhenti merokok lebih awal, akan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan seseorang (CDC, 2006). Sebuah penelitian menunjukkan bahwa seseorang yang mulai berhenti merokok dan konsisten pada saat berusia 30 tahun, kemungkinan penyakit akan menurun dan kematian dapat dicegah (Doll, et al., 1990). Banyak perokok memiliki keinginan untuk berhenti merokok, namun beberapa di antaranya mengalami kesulitan dalam proses berhenti merokok tersebut. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sekitar 70% perokok ingin berhenti merokok, namun hanya sekitar 3% yang berhasil (Syafiie, 2009). Menurut Helman (dalam Ardini, 2012), keberhasilan berhenti merokok karena kesadaran diri sebanyak 76%, karena sakit sebanyak 16% dan karena tuntutan profesi sebanyak 8%. Menurut hasil penelitian Syafiie (2009), motivasi berhenti merokok berasal dari beberapa sumber, misalnya perubahan cara pandang seseorang dari sebuah agama menjadi pemaknaan, atau dari sebuah tekanan sakit fisik dengan risiko kematian apabila seseorang tidak menghentikan perilaku merokoknya. Menurut Nanguzgambo (2008), beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang untuk berhenti merokok adalah : kondisi sakit, saran tenaga kesehatan, saran dari
4
keluarga, pengaruh media, takut terhadap serangan jantung dan kanker paru, peduli terhadap kesehatan anak, merasa terbebani dengan perilaku merokok, dipandang rendah oleh masyarakat, jari menjadi kekuningan dan karena kondisi hamil. Menurut penelitian Turner dan Mermelstein (2004), ada 2 alasan yang menyebabkan remaja ingin berhenti merokok, yaitu alasan ekstrinsik (menghemat uang; keinginan dari orangtua, pasangan dan teman-teman; adanya hukuman jika merokok; dan kesulitan dalam mendapatkan rokok) dan alasan intrinsik (khawatir terhadap kesehatan, ingin berprestasi di bidang olahraga, tidak menyukai bau rokok yang melekat di badan, adanya noda di gigi dan jari, tidak suka disebut sebagai perokok, tidak mendapatkan kenikmatan merokok seperti yang dipikirkan, merokok membuat badan merasa sakit dan tidak menyukai dirinya sendiri saat merokok). Selain itu, dalam penelitian tersebut ada alasan lain yang tidak disebutkan. Keberhasilan dalam proses berhenti merokok tergantung dari penyebab merokok, lamanya menjadi perokok, banyaknya rokok yang dihisap, dan kuatnya gejolak yang dialami. Bukan merupakan hal yang mudah ketika seseorang ingin berhenti merokok, terutama apabila seseorang tersebut termasuk perokok berat dengan lama dan dosis yang tinggi, sehingga perlu usaha yang lebih keras untuk berhenti merokok (Syafiie, 2009). Peningkatan kesadaran, baik pengetahuan maupun pemahaman, perubahan persepsi, pertimbangan keuntungan berhenti merokok dan kerugian merokok merupakan upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesadaran diri sebelum dapat berhenti merokok (Syafiie, 2009). Keuntungan yang dapat
5
dirasakan oleh seseorang yang berhenti merokok antara lain: jarang terkena penyakit atau sembuh dari penyakit, tidak mudah mengantuk, aktivitas sehari-hari menjadi teratur, hilangnya perasaan kecewa dalam diri dan meningkatnya prestasi. Hasil wawancara dengan beberapa siswa di SMA N 1 Cawas pada tanggal 11 Maret 2014 dan tanggal 08 April 2014, mendapatkan data masih ada siswa perokok di SMA ini dan beberapa dari perokok tersebut telah berusaha mengurangi konsumsi rokok setiap harinya. Salah satu siswa merupakan siswa tidak merokok, 2 siswa merupakan remaja yang telah berhasil melakukan perubahan perilaku merokok menjadi tidak merokok, dan 1 siswa masih menjadi perokok aktif. Kedua siswa yang telah berhasil melakukan perubahan perilaku merokok, mereka mengatakan bahwa mereka berhenti merokok karena kemauan diri sendiri dan dari dukungan teman dekat. Mengingat semakin mudanya usia remaja yang mencoba merokok pertama kali serta begitu banyaknya alasan remaja untuk mencoba merokok, penting dilakukan sebuah penelitian tentang pengalaman perubahan perilaku berhenti merokok, dengan harapan setelah diketahui informasi dari penelitian ini, bermanfaat untuk mengurangi remaja yang memiliki perilaku merokok. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian studi fenomenologi tentang pengalaman perubahan perilaku berhenti merokok, tahap action dan maintenance berdasarkan Transtheoritical Theory pada remaja.
6
B. Rumusan Masalah Semakin meningkatnya prevalensi perokok pada remaja, dan sulitnya perokok untuk dapat berhenti merokok, namun ada perokok yang berhasil berhenti merokok, didapatkan masalah penelitian sebagai berikut : Bagaimanakah pengalaman perubahan perilaku berhenti merokok tahap tahapan action dan maintenance berdasarkan Transtheoritical Theory pada remaja di SMA N 1 Cawas?
C. Tujuan Penelitian 1.
Tujuan umum Mengetahui pengalaman perubahan perilaku berhenti merokok tahap action dan maintenance berdasarkan Transtheoritical Theory pada remaja di SMA N 1 Cawas.
2.
Tujuan khusus a. Mengetahui karakteristik perilaku merokok pada siswa di SMA N 1 Cawas. b. Mendeskripsikan tahapan action yang dilalui remaja saat melakukan upaya perubahan perilaku berhenti merokok. c. Mendeskripsikan
upaya
yang
dilakukan
remaja
untuk
kelanggengan perilaku berhenti merokok atau tahap maintenance.
menjaga
7
D. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat praktis a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan tentang manfaat berhenti merokok terhadap kesehatan. b. Memberikan penguatan tentang pentingnya menjaga kelanggengan perilaku tidak merokok pada remaja serta memberikan apresiasi kepada remaja, sehingga dapat meningkatkan motivasi untuk tetap menjaga kelanggengan perilaku tersebut.
2.
Manfaat ilmiah Memberikan bahan untuk pengembangan pendekatan remaja dengan perilaku merokok untuk mengubah perilaku menjadi tidak merokok.
E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai studi fenomenologi tentang pengalaman perubahan perilaku merokok pada remaja, menurut pengetahuan peneliti, belum pernah dilakukan oleh peneliti lain. Namun, ada beberapa penelitian yang berkaitan dengan merokok, perubahan perilaku dan remaja yang pernah diteliti, antara lain : 1. Rini, tahun 2010, dengan judul “Pengaruh Pemberian Informasi akan Bahaya Rokok oleh Institusi Pendidikan Formal (Sekolah) terhadap Perilaku Merokok Anak Usia Sekolah di Kota Yogyakarta”, dengan menggunakan jenis penelitian deskripsi analitik (non-eksperimental) dengan rancangan potong-lintang. Jumlah subjek 2.154 siwa SMP dan SMA di Yogyakarta. Hasil penelitian tersebut adalah tidak terdapat korelasi yang signifikan antara pemberian
8
informasi akan bahaya rokok dengan pola perilaku merokok siswa. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan ini adalah perilaku merokok anak usia sekolah. Perbedaannya pada jenis penelitian, yaitu penelitian tersebut menggunakan jenis kuantitatif (non-eksperimental), sedangkan pada penelitian ini menggunakan jenis kualitatif (studi fenomenologi). 2. Prabandini, tahun 2010, dengan judul “ Perubahan Perilaku Merokok Remaja Sekolah Menengah Pertama dan Sederajat di Kota Semarang”. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan diskusi kelompok terarah. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas 2 di 12 SMP dan sederajat di Kota Semarang yang telah mengikuti penyuluhan mengenai kawasan tanpa rokok (KTR) dan bahaya merokok oleh Dinas Kesehatan Semarang. Pengambilan sampel dengan metode purposive sampling. Hasil penelitian adalah tidak ada perbedaan, baik dari pengetahuan, sikap, keyakinan normatif maupun kehendak mengenai perilaku merokok. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan ini adalah perubahan perilaku merokok remaja dan jenis penelitian kualitatif. Perbedaannya pada umur remaja, dalam penelitian tersebut menggunakan sampel remaja sekolah menengah pertama, sedangkan pada penelitian ini akan menggunakan remaja sekolah menengah atas. 3. Ham dan Lee, tahun 2007 dengan judul “Use of the Transtheoritical Model to Predict Stage of Smoking Cessation in Korean Adolescents”. Pengambilan data dilakukan dengan cross-sectional pada 300 siswa putra di SMK teknik di wilayah metropolitan di Korea. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program berhenti merokok yang dikembangkan dengan Transtheoritical Model dapat
9
membantu remaja dalam kemajuan tingkatan berhenti merokok, sehingga menjadi penting untuk memasukkan informasi yang digunakan untuk membantu menghentikan perilaku merokok. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan ini adalah berhenti merokok dan remaja. Perbedaannya pada jenis penelitian, yaitu penelitian tersebut menggunakan metode kuantitatif dengan pengambilan data cross-sectional, sedangkan penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan wawancara. 4. Lizam, tahun 2009 dengan judul “Meningkatkan Sikap Positif terhadap Perilaku Tidak Merokok dan Kecenderungan untuk Berhenti Merokok melalui Pelatihan Kecerdasan Emosional pada Siswa SMA di Kabupaten Aceh Barat Daya-NAD”. Penelitian dilakukan dengan quasi experimental dengan rancangan dan pre-test dan post test dengan control design. Besarnya sampel adalah 43 untuk kelompok intervensi dan 41 untuk kelompok kontrol. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan melalui pelatihan kecerdasan emosional ternyata mampu meningkatkan sikap positif terhadap perilaku tidak merokok dan kecenderungan untuk berhenti merokok pada remaja. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan ini adalah perilaku tidak merokok. Perbedaannya pada jenis penelitian,
penelitian tersebut
menggunakan quasi experimental, sedangkan penelitian yang dilakukan ini menggunakan studi fenomenologi. Penelitian yang dilakukan ini mengangkat sesuatu yang baru yang dikembangkan dari penelitian sebelumnya. Penelitian yang dilakukan ini lebih menggali pengalaman remaja dalam perubahan perilaku merokok. Penelitian
10
terdahulu telah banyak menggali perilaku merokok pada remaja mulai dari motivasi merokok, faktor yang mempengaruhi perilaku merokok dan berbagai intervensi yang dapat dilakukan untuk perubahan perilaku merokok. Dengan adanya penelitian ini, akan didapat informasi baru tentang perubahan perilaku merokok pada remaja, mulai dari motivasi remaja dalam perubahan perilaku, tahapan yang dilalui dalam upaya perubahan perilaku merokok serta upaya yang dilakukan remaja untuk menjaga kelanggengan perubahan perilaku perokok. Dengan demikian, informasi tersebut dapat digunakan untuk pendekatan pada remaja perokok untuk dapat melakukan perubahan perilaku dari merokok menjadi tidak merokok dan cara mempertahankan untuk tetap tidak merokok.