BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kosmetik telah menjadi bagian kehidupan manusia sejak zaman dahulu.
Kosmetik berasal dari kata Yunani “kosmein” artinya berhias. Kosmetik digunakan secara luas baik untuk kecantikan maupun untuk kesehatan. Masyarakat di zaman Mesir Kuno sudah memanfaatkan merkuri pada abad ke 18. Dunia kedokteran memakai merkuri sebagai obat sifilis, tapi sekarang semua bahan obat dokter yang mengandung merkuri sudah ditinggalkan karena merkuri adalah logam berat yang berbahaya bagi kesehatan (BPOM, 2003). Data arkeologi juga menunjukkan bahwa masyarakat pada waktu itu menggunakan berbagai bahan alami untuk mengawetkan jasad manusia yang telah meninggal, agar tetap utuh sehingga tidak mengganggu penampilan dalam perjalanan jauh yang dilakukannya kemudian. Dalam sejarah, kosmeteologi memang tidak dapat dipisahkan dari ilmu kedokteran. Para tabib yang saat itu ahli kesehatan yang dapat mengobati penyakit dan juga ahli dalam membuat sediaan kosmetika untuk kecantikan, terutama bagi para wanita. Oleh karena itu kekuasaan para tabib pada saat itu setara dengan para menteri Negara dewasa ini.Sejarah mengenai kosmeteologi di Indonesia telah di mulai jauh sebelum zaman penjajahan Belanda, namun tidak ada catatan yang jelas mengenai hal tersebut yang dapat dijadikan pegangan. Legenda yang ada dapat diperkirakan adanya usaha dan cara untuk meningkatkan kecantikan dengan kosmetika tradisional. Baru pada pertengahan abad ke-17 terbit buku De Indiae Untriusquere Naturall et Medica (Jacobus Rontius) yang mengupas beberapa
1 Universitas Sumatera Utara
obat dan kosmetika tradisional yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, disusul dengan Catalogus Horti Academici Ludguno Batavi (1687) dan lainnya (Wasitaatmadja, 1997). Sehat dalam arti luas adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial.Kulit sehat berarti kulit yang tidak menderita suatu penyakit, baik penyakit yang mengenai kulit secara langsung ataupun penyakit dalam tubuh yang secara tidak langsung mempengaruhi kesehatan kulitnya. Penampilan kulit sehat dapat dilihat dari struktur fisik kulit berupa warna, kelenturan, tebal dan tekstur kulit. Berbagai faktor yang mempengaruhi penampilan kulit sehat, misalnya umur, ras, iklim, sinar matahari serta kehamilan. Seiring berjalannya waktu pemakaian kosmetik bertambah yaitu untuk mempercantik diri, mengubah rupa, menutupi kekurangan dan menambah daya tarik dengan keharuman kulit. Sesuai dengan perkembangan zaman, bentuk kosmetik semakin praktis dan mudah digunakan. Bahan yang dipakai dalam kosmetik, dahulu diramu dari bahan-bahan alami yang terdapat disekitarnya, tetapi sekarang kosmetik dibuat manusia tidak hanya dari bahan alami tetapi juga bahan sintetik untuk maksud meningkatkan kecantikan. Keinginan manusia untuk menjadi cantik ataupun tampan adalah faktor utama yang mendorong manusia menggunakan kosmetik pemutih wajah (BPOM, 2008). Saat ini jenis kosmetika yang banyak digunakan masyarakat khususnya para wanita adalah produk bleaching cream yang lebih dikenal sebagai krim pemutih. Hal ini dikarenakan produk tersebut dapat memutihkan dan menghaluskan kulit wajah dalam waktu singkat. Dibeberapa Negara di Afrika, efek samping kosmetik sudah merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sulit diatasi. Di Swedia selama lima 2 Universitas Sumatera Utara
tahun 1989-1994 dilaporkan 191 kasus efek samping kosmetik dari 253 jenis kosmetik, dengan pelembab menjadi golongan tersering menimbulkan efek samping kosmetik, sedang pengharum merupakan bahan yang sering menimbulkan reaksi alergi. Di daerah Sub Sahara seperti Mali, dan Senegal, penggunaan pemutih kulit mencapai 25% pada wanita dewasa, juga pada pria. Bahan pemutih yang digunakan antara lain hidrokinon, superpoten kortikosteroid, bahan kaustik dan sabun yang mengandung merkuri. Produk tersebut di oleskan keseluruh tubuh sekali atau dua kali sehari sampai beberapa tahun dan mudah didapat dipasaran dengan harga yang murah. Sedangkan di Belanda survey menemukan sebesar 12,2% pemakai kosmetik mengeluh pernah menderita efek samping kosmetik.(Djajadisastra, 2005). Angka kejadian efek samping kosmetik juga cukup tinggi terjadi di Indonesia, terbukti dengan selalu di jumpainya kasus efek samping kosmetik pada praktek seorang dermatologi. Reaksi efek samping kosmetik yang terjadi disebabkan karena penambahan bahan aditif untuk meningkatkan efek pemutih, disamping karena penggunaan jangka panjang pada area yang luas pada tubuh, di iklim yang panas dan lembab yang kesemuanya meningkatkan absorbsi melewati kulit. Penelitian yang dilakukan oleh YPKKI (Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia) pada bulan april tahun 2002 terhadap 27 produk pemutih wajah dan anti kerut yang beredar di pasaran, ternyata kebanyakan dari produk tersebut masih dalam kategori obat. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dari 20 merek yang dijadikan sampel yang diteliti menunjukkan ada lima merk kosmetik pemutih wajah yang telah terdaftar tetapi masih mengandung merkuri, meskipun kadarnya kecil. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen 3 Universitas Sumatera Utara
Kesehatan RI (BALITBANG DEPKES RI) telah melakukan penelitian kandungan merkuri dalam rambut pemakai krim pemutih kulit dan diperoleh kadar merkuri dengan jumlah relatif tinggi (LITBANG DepKes RI, 2002). Berdasarkan PERMENKES RI No.445/MENKES/PER/V/1998 tentang Bahan, Zat warna, Substratum, Zat Pengawet dan Tabir Surya pada kosmetik, yang menyatakan bahwa Raksa dan Senyawanya Dilarang Digunakan dalam kosmetik. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No.17 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. Hk.03..1.23.07.11.6662 Tahun 2011 tentang Persyaratan Cemaran Mikroba dan Logam Berat dalam Kosmetika, yang menyatakan kadar logam merkuri tidak lebih dari 1 mg/kg atau 1 mg/L (1 bpj). Absorpsi kosmetik melalui kulit terjadi karena kulit mempunyai celah anatomis yang dapat menjadi jalan masuk zat-zat yang melekat di atasnya. Dampak dari absorpsi ini ialah efek samping kosmetik yang dapat berlanjut menjadi efek toksik kosmetik. Pemakaian merkuri dalam krim pemutih dapat menimbulkan berbagai hal, mulai dari perubahan warna kulit yang pada akhirnya dapat menyebabkan bintik-bintik hitam pada kulit, alergi, iritasi kulit serta pemakaian dengan dosis tinggi dapat menyebabkan kerusakan permanen otak, ginjal, dan gangguan perkembangan janin bahkan paparan jangka pendek dalam dosis tinggi juga dapat menyebabkan muntah-muntah, diare dan kerusakan paru-paru serta merupakan zat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker) pada manusia (BPOM, 2006). Produk Kosmetik khususnya krim malam yang berfungsi sebagai krim pemutih wajah banyak beredar di Kota Medan, ada yang berasal dari Klinik 4 Universitas Sumatera Utara
Kecantikan maupun yang di jual bebas di pasaran. Hasil pengawasan Badan POM RI pada tahun 2014 dan 2015 dibeberapa provinsi salah satunya di Kota Medan, ditemukan 27 merek kosmetik yang mengandung bahan yang di larang digunakan dalam kosmetik yaitu : Merkuri (Hg), Hidroquinon > 2%, zat warna Rhodamin B dan Merah K.3, 15. Penggunaan merkuri dalam krim pemutih dikarenakan merkuri memiliki aktivitas untuk menghambat kerja enzim tirosinase yang berperan dalam proses pembentukan melanin. Melanin adalah pigmen coklat tua yang dihasilkan oleh melanosit dan disimpan dalam sel-sel epidermis kulit yang mempunyai fungsi sebagai pelindung epidermis dan dermis dari bahaya radiasi ultraviolet (Harahap, 2000). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Fina (2006), terhadap 10 sampel kosmetik krim pemutih produksi China ditemukan adanya kadar merkuri (Hg) dengan kadar (dalam ppm) yang bervariasi, yaitu : TJ (11,74), QL (17,60), RDL (0,11), QY (24,11), CM (68,70), TS (13,30), MY (24,60), IL (22,68), DL (22,61), dan NS (37,80). 1.2
Perumusan Masalah Kosmetik yang mengandung merkuri khususnya krim malam yang
dimanfaatkan sebagai krim pemutih dapat membahayakan kesehatan bagi masyarakat yang menggunakannya. Maka berdasarkan hal tersebut perumusan masalah yang ada yaitu belum diketahui ada tidaknya kandungan merkuri pada sediaan krim malam dari klinik kecantikan dan yang di jual bebas di Kota Medan Tahun 2015.
5 Universitas Sumatera Utara
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1
Tujuan Umum Untuk mengetahui keberadaan merkuri (Hg) pada sediaan krim malam yang
ada di klinik kecantikan dan yang di jual bebas di Kota Medan Tahun 2015. 1.3.2 1.
Tujuan Khusus
Untuk mengetahui komposisi zat pada kemasan krim malam yang ada di klinik kecantikan dan yang di jual bebas di Kota Medan Tahun 2015.
2.
Untuk mengetahui karakteristik krim malam yang ada di klinik kecantikan dan yang di jual bebas di Kota Medan Tahun 2015
3.
Untuk mengetahui keberadaan merkuri (Hg) pada sediaan krim malam yang ada di klinik kecantikan dan yang di jual bebas di Kota Medan Tahun 2015.
4.
Untuk mengetahui kandungan merkuri (Hg) pada sediaan krim malam yang ada di klinik kecantikan dan yang di jual bebas di Kota Medan di bandingkan dengan Permenkes RI No.445/Menkes/Per/V/1998 dan Peraturan Kepala BPOM RI No.17 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. Hk.03..1.23.07.11.6662 Tahun 2011.
1.4 Manfaat Penelitian 1.
Sebagai informasi kepada masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam memilih kosmetik dan produk kecantikan lainnya, khususnya krim pemutih wajah
2.
Sebagai informasi kepada masyarakat agar memilih produk kosmetik yang sudah teregistrasi oleh BPOM
3.
Memperluas pengetahuan masyarakat akan bahaya dari pemakaian krim pemutih wajah yang mengandung merkuri (Hg) 6 Universitas Sumatera Utara
4.
Dapat memberikan masukan bagi pihak pemerintah dalam mengawasi produk kosmetik, khususnya krim pemutih wajah yang beredar di masyarakat
7 Universitas Sumatera Utara