BAB I PENDAHULUAN
I.1
LATAR BELAKANG MASALAH Ketika seseorang akan melakukan sesuatu hal, pasti orang tersebut memiliki hal-hal tertentu
yang
mempengaruhi
dalam
dirinya
untuk
bertindak.
Sesuatu
yang
mempengaruhi seseorang dalam bertindak itu yang disebut dengan motif. Motif merupakan hal atau unsur yang dapat menggerakkan, memberikan suatu rangsangan maupun hasrat yang besar di dalam diri, keinginan serta suatu dorongan yang berpengaruh di dalam ia melakukan sesuatu. Atau dengan kata lain motif ialah kekuatan yang menjadi dasar atau penentu perilaku dari masing-masing orang. 1 Dengan demikian ketika seseorang akan melakukan sesuatu, di dalam dirinya terjadi gerakan dari jiwa dan jasmani yang kemudian menghasilkan suatu dorongan. Dorongan tersebut yang disebut sebagai motif atau istilah dalam bahasa Inggrisnya yaitu driving force yang menjadi penggerak untuk manusia dalam bertindak, dengan adanya suatu tujuan tertentu (AS’AD, 1981: 44). Kata motif itu sendiri berasal dari bahasa Inggris, motive yang berarti alasan, sebab, daya (peng) gerak.2 Motif atau penyebab, ada dalam setiap tindakan manusia di setiap bidang kehidupan antara lain: bidang ekonomi, sosial, politik, termasuk juga di dalamnya pendidikan dan agama. Ketika seseorang, terlebih bagi seorang anak yang telah diberi stimulus dalam hal ini berupa ajaran-ajaran agama yang diwariskan atau diajarkan, maka warisan berupa ajaran tersebut dapat menjadi motif dalam tindakan yang dilakukan. Terkait dengan hal tersebut, proses dalam mewariskan atau mengajarkan jika dilihat dari ilmu Pendidikan Agama Kristen (PAK) dikenal dengan istilah “tugas transmisi”, yakni usaha sadar 1 2
Sunaryo, Psikologi untuk Keperawatan, (Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2004), 135. John M.Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1982), 386. 1
maupun tidak untuk mewariskan identitas kultural agar tetap terpelihara untuk generasigenerasi berikutnya.3 Dalam keluarga pada umumnya tugas transmisi bagi anak, dilakukan oleh keluarga. Hal ini sesuai dengan paradigma dunia pendidikan yakni keluarga menjadi sumber pendidikan yang utama, karena ketika seorang anak tumbuh dan berkembang maka tempat belajar yang paling awal ialah keluarga. Keluarga yang sangat berperan penting ialah kedua orang tua, sebagai orang yang terdekat dengan kehidupan anak, yang mampu memberikan segala pengetahuan dan kecerdasan intelektual. Melihat hal itu, maka keluarga menjadi fungsi pendidikan. 4 Realita demikian telah banyak ditemui di dalam keluarga-keluarga, namun ada hal berbeda ditemukan di salah satu keluarga yang tinggal di wilayah Ambarawa, tepatnya di kelurahan Tambakrejo. Keluarga tersebut ialah keluarga Bpk. Naryoto, yang memiliki seorang istri dan dikaruniai empat orang anak. Keluarga ini berlatarbelakang kebatinan Jawa atau yang lebih dikenal dengan sebutan Kejawen. Kebatinan itu sendiri adalah segala sesuatu yang manusia rasakan di dalam dirinya paling dalam, yang selaras juga dengan apa yang dipikirkannya. 5 Hal tersebut tentunya dapat terjadi pada siapa saja dan di setiap tindakan yang dilakukan oleh manusia. Oleh karena itulah Kejawen disebut juga sebagai kebatinan Jawa, karena memiliki inti yakni mencari dan memperoleh ketenangan jiwa dan menghindari konflik yang berisfat kekerasan. 6 Kejawen merupakan satu dari berbagai kepercayaan yang ada di Indonesia, dengan salah satu cirinya ialah tertanam
3 4
5
6
Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK, (Bandung: Jurnal Info Media, 2007), 1. Ny. Y. Singgih D. Gunarsa dan Singgih D. Gunarsa, Psikologi untuk keluarga, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995), 1-2. Javanese2000, “Kontroversi Kebatinan-Spiritual dan Agama” dalam http://sites.google.com/site/thomchrists/welcome-to-my-website, diunduh pada hari Sabtu, 17 Maret 2012 pkl 11.20 WIB. David Samiyono, “Agama Suku dan Kebatinan, Kejawen,” bahan kuliah dalam mata kuliah Agama Suku dan Kebatinan tanggal 2 Maret 2010. 2
paradigma bahwa semua system kepercayaan yang ada adalah sama.7 Kesamaan antara kepercayaan dan agama terjadi karena tidak adanya definisi yang valid untuk menjelaskan perbedaan dari kedua hal tersebut. Hal itu terjadi karena memiliki tujuan yang sama, yaitu mengajar manusia untuk melakukan kebaikan dan mengenal sosok yang memiliki kekuatan melebihi manusia, yang secara umum dikenal dengan sebutan Yang Maha Kuasa atau Pencipta. Agama dan kepercayaan berfungsi sebagai sarana untuk mencapai tujuan, yaitu Tuhan. Sedangkan yang menjadi sifat dari aliran kebatinan ialah keterbukaan. Dengan demikian aliran kebatinan yang dianut oleh pak Nari memiliki keterbukaan kepada hal-hal yang berada di luar kebatinan mereka, baik dalam hal paradigma, termasuk juga terbuka terhadap system kepercayaan yang lain. Kebatinan terbagi ke dalam lima jenis yakni Paguyuban Sumarah, Bratakesawa, Pangestu, Paryana Suryadipura dan salah satunya Sapta Darma8. Jenis yang terakhir inilah yang dianut oleh Bpk.Naryoto. Figur pak Nari cukup dikenal dikalangan masyarakat sekitar tempat tinggalnya, hingga di luar dari kelurahan Tambakrejo. Ia dikenal sebagai seorang dalang dalam pewayangan, yang tentunya memiliki kekuatan supranatural melalui ritual-ritual yang wajib dilakukan sebelum ia akan memainkan wayang. Ritual yang dilakukannya tersebut terkait dengan unsur yang pasti ada di dalam setiap jenis kebatinan, termasuk Sapta Darma. Oleh karena itu ia menjadi laris, masyarakat yang mengenal, banyak memanggilnya untuk memainkan wayang. Tidak hanya sebatas dalam bidang kesenian, masyarakat membutuhkan jasanya dalam menerawang kesuksesan serta penyakit. Kemampuan yang demikian merupakan hasil dari kekuatan gaib yang dimilikinya. 7
8
Nahwan, “CIRI-CIRI KEBATINAN SECARA UMUM”, dalam http://nahwanz.blogdrive.com/archive/133.html, diunduh pada hari Sabtu, 17 Maret 2012 pkl 10.12 WIB. Jenis kebatinan yang mengajarkan cara memperoleh kelepasan dengan wajib bersujud dan melaksanakan 7 kewajiban atau amal suci, yaitu: setia kepada Pancasila Allah, jujur dan harus menjalankan UUD negaranya, turut serta membantu negara, menolong tanpa pamrih, hidup berdasarkan kekuatan diri sendiri, harus sopan dalam bermasyarakat dan percaya bahwa dunia tidak abadi. 3
Berakar dari hal itu, masyarakat memiliki penilaian tentang dirinya selayaknya seorang dukun. Dengan profesinya tersebut, banyak keuntungan yang ia terima, yaitu nama yang terkenal. Selain itu juga dengan seringnya dipanggil untuk menjadi dalang, memiliki kaitan erat dengan pendapatannya yang meningkat, dan itu mempengaruhi kehidupan ekonomi dari keluarga tersebut. Profesi dari sang ayah tersebut ternyata tidak mempengaruhi keempat anaknya untuk berprofesi serupa dengan pak Nari, termasuk di dalam mengikuti kepercayaan yang selama ini dianut. Hal itu terbukti dengan anak keempat dari keluarga Bpk Naryoto ini justru mengambil keputusan untuk aktif di dalam kegiatan gereja. Sikap tekun dan aktif dalam beribadah maupun mengikuti kegiatan-kegiatan gereja yang ada pada diri anak tersebut, dimulai ketika ia masih kecil. Hal itu nyata dalam ia mengikuti IMPA (Ibadah Minggu Pelayanan Anak) dan kegiatan-kegiatan Sekolah Minggu yang ada. Kawasan tempat tinggal keluarga Bpk. Naryoto tersebut tidak jauh dari salah satu gereja, yakni GPIB ATK, dan kawasan wilayah tersebut termasuk di dalam sektor Tambakrejo. Sehingga anak keempat dari keluarga Bpk. Naryoto ini mengikuti IMPA dan kegiatankegiatan Sekolah Minggu di jemaat tersebut. Perbedaan kepercayaan antara ayah dan anak keempat ini terus berlangsung beberapa waktu. Hingga pada tahun 2010, seluruh keluarga Bpk. Naryoto telah resmi menjadi Kristen. Jemaat gereja setempatlah yang melayani mereka mengikuti Baptisan Kudus dan Peneguhan Sidi, sebagai tanda bahwa mereka telah mengaku percaya kepada Yesus Kristus, dan menjadi bagian di dalam jemaat GPIB ATK, sektor Tambakrejo. Melihat hal ini, ada indikasi bahwa pak Nari berpindah agama disebabkan anak keempatnya. Keputusan yang dilakukan oleh pak Nari beserta keluarga di dalam berpindah keyakinan, atau yang dikenal dengan istilah konversi agama, mengakibatkan perubahan beberapa hal dalam kehidupannya. Nampak bahwa ketika seseorang mengambil suatu 4
keputusan, maka ia secara aktif telah mengendalikan kehidupannya. Dikatakan demikian karena pilihan-pilihan yang telah dibuat, atau yang telah menjadi keputusan tersebut, akan membantu seseorang dalam menentukan masa depannya (M.Manullang, 1986: 1). Melihat hal tersebut maka ketika keluarga Bpk. Naryoto memutuskan untuk berpindah menjadi pemeluk agama Kristen, mereka telah menimbang konsekuensi yang akan muncul setelah pengambilan keputusan. Pertimbangan adalah salah satu unsur yang perlu dilakukan ketika individu mengambil keputusan, karena di dalam satu keputusan yang diambil, pasti memiliki dampak yang tidak menyenangkan atau kehilangan keuntungan yang berharga.9 Terdapat kemungkinan bahwa dampak yang tidak menyenangkan, yang harus diterima oleh pak Nari ialah berkurangnya permintaan menjadi dalang dalam pertunjukkan wayang, yang di dalamnya tersirat dampak yaitu berkurangnya penerimaan dan solidaritas di dalam kelompok masyarakat. Tentu saja itu berpengaruh pada pendapatannya, yaitu menjadi berkurang. Dengan demikian konversi agama adalah tindakan yang radikal, yang dapat menimbulkan berbagai kerugian di dalam diri seseorang yang melakukannya. Kerugian yang timbul tersebut dapat mencakup berbagai bidang kehidupan, yaitu sosial, politik dan ekonomi. Melihat realita konversi agama dari yang menganut Sapta Darma menjadi penganut agama Kristen, yaitu Bpk. Naryoto, oleh karena itu penulis tertarik untuk mengetahui dan menyelidiki faktor-faktor sebenarnya yang mempengaruhi konversi agama dilakukan. Oleh karena itu penulis mengangkatnya ke dalam skripsi dengan judul: Konversi Agama dari Sapta Darma ke Kristen (Studi kasus Mengenai Faktor Penyebab Terjadinya Konversi Agama Bpk. Nariyoto di Tambakrejo, Ambarawa) 9
M.Manullang, Pedoman Praktis Pengambilan Keputusan, (Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 1986), 11 &
19. 5
I.2
Batasan Masalah dan Definisi Operasional A. Batasan Masalah Melihat bahwa permasalahan diatas terkait dengan ranah psikologi yang cakupannya luas, oleh karena itu penulis memfokuskan masalah yang ada pada: faktor-faktor yang menyebabkan Bpk.Nariyoto yang diikuti oleh keluarga dalam mengambil keputusan untuk berpindah agama menjai Kristen. Dalam kasus ini Kristen diwakili oleh gereja setempat, yakni GPIB ATK.
B. Definisi Operasional Konversi agama adalah proses yang menjurus kepada penerimaan suatu sikap keagamaan yang dapat berlangsung secara perlahan-lahan atau juga secara tiba-tiba.10
I.3
Rumusan Masalah Dalam penulisan skripsi ini, penyusun merumuskan masalah yang akan diteliti, yakni: Apa yang menjadi faktor-faktor penyebab Bpk.Naryoto melakukan konversi agama dari Sapta Darma menjadi Kristen?
I.4
Tujuan Penulisan Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: Menjelaskan hal-hal yang menjadi faktor penyebab Bpk.Naryoto melakukan Konversi Agama dari Sapta Darma menjadi Kristen.
I.5
10
Manfaat
Robert H.Thouless, Pengantar Psikologi Agama, (Jakarta: Rajawali Pers, 1992), 189. 6
Dengan adanya penelitian ini maka memiliki manfaat, yakni: 1.
Menegaskan adanya hubungan yang erat antara Ilmu yang mempelajari jiwa atau perilaku manusia (psikologi) dan agama dalam hal ini Kekristenan, yaitu motif atau faktor penyebab dan konversi agama (Kristen).
2.
Memberikan kontribusi pengetahuan bahwa tidak hanya orang tua yang dapat menjadi penggerak dalam mengajarkan dan mewariskan ajaran-ajaran Kekristenan di dalam sebuah keluarga, melainkan anak juga mampu menjadi salah satu penggeraknya.
3.
Menjadi referensi di dalam mata kuliah Pendidikan Agama Kristen, juga bagi Fakultas Teologi UKSW untuk dapat memberikan pengajaran yang terkait dengan psikologi agama.
I.6
Metode Penelitian 1. Metode dan jenis Penelitan Terkait dengan judul yang akan diteliti, maka digunakan metode Kualitatif dengan jenis penilitian deskriptif. Metode yang digunakan adalah kualitatif, yakni penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Ini sering diterapkan dalam penelitian tentang kehidupan, riwayat, dan perilaku seseorang, di samping itu juga peranan organisasi, pergerakan sosial dan hubungan timbal balik.11 Sedangkan jenis penelitian deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi, yaitu gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fenomena yang diselidiki. Jenis deskriptif berusaha menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian, dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu.12
11
Anselm Strauss & Juliet Corbin, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif: Tata Langkah dan Teknik-teknik Teoritisasi Data, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), 4 12 Imam Suprayogo dan Tobroni, Metode Penelitian Sosial-Agama, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003), 136-137. 7
2. Lokasi Penelitian Penelitian ini difokuskan pada keluarga Bpk. Naryoto yang bertempat tinggal di desa Tambakrejo. Desa tersebut berada di Timur kota Ambarawa, jaraknya kurang lebih 18 Km dari kota Salatiga. Sawah-sawah dan rawa pening menjadikan masyarakat kebanyakan petani, dan sebagiannya adalah pegawai, pedagang, serta TNI. Selain profesi-profesi tersebut, ada juga beberapa yang berprofesi sebagai wirausaha (membuka warung) dan seniman, termasuk pak Nari.
3. Tekhnik Pengumpulan data a.
Data Primer dengan menggunakan tekhnik pengumpulan data antara lain: i. Observasi, yakni peneliti datang ke tempat penelitan untuk mengamati kegiatan yang dilakukan oleh keluarga Bpk. Naryoto, khususnya pak Nari dan anak keempatnya. ii. Wawancara mendalam, sehingga memperoleh data-data yang akurat. Pertanyaan yang diberikan kepada para informan tentunya tidak tersruktur, sehingga peneliti memperoleh data sebanyak-banyaknya. Hal tersebut dilakukan dengan membiarkan informan berbicara dengan leluasa dan mendalam tentang pokok penelitian. Informan yang akan diwawancarai ialah: Pak Nari sekeluarga (istri dan keempat anaknya), Pendeta, majelis atau jemaat GPIB ATK sektor Tambakrejo yang benar-benar mengetahui tentang permasalahan ini. Mereka dipilih untuk diwawancarai berdasarkan keaslian mereka sebagai saksi mata yang mengetahui kehidupan pak Nari sebelum menjadi orang Kristen, hingga
8
telah menjadi orang Kristen. Hal itu dilakukan agar informasi yang diperoleh bersifat akurat dan tepat yang tentunya dapat membantu hasil penelitian. b.
Data Sekunder Data sekunder diperoleh dengan menggunakan studi kepustakaan yang berkaitan dengan Pendidikan Agama Kristen (PAK), Psikologi kepribadian, Psikologi Agama, Sosiologi Agama, kebatinan Sapta Darma dan keluarga Kristen. Penulis juga membutuhkan data-data tertulis yang terdapat di artikel on line, karena dengan adanya data-data tersebut akan sangat membantu penulis memperoleh data yang lebih lengkap.
I.7
Garis Besar Penulisan Dalam menyusun skripsi ini penulis akan membagi dalam lima bab: Bab I
: Pendahuluan yang di dalamnya berisi latar belakang masalah, batasan masalah dan defenisi operasional, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat, metode penelitian.
Bab II
: Teori yang mendasari penulisan skripsi ini yaitu tentang teori Konversi Agama.
Bab III : Sapta Darma secara umum, baik dari sejarah singkat serta ajaran-ajarannya. Selain itu juga hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang menyebabkan Bpk.Nariyoto mengambil keputusan untuk berpindah agama menjadi Kristen. Kekristenan dalam kasus ini diwakili oleh gereja setempat, yakni GPIB ATK. Bab IV : Analisis Data terhadap faktor-faktor yang menyebabkan Bpk.Nariyoto mengambil keputusan untuk berpindah keyakinan. Analisa dilakukan dengan menggunakan teori yang ada di Bab II serta hasil penelitian yang terdapat
9
dalam Bab III. Selain itu juga terdapat refleksi dari kasus ini yang dikaitkan dengan teologi. Bab V : Kesimpulan akhir dan saran.
10