BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Bank merupakan lembaga keuangan yang menerima simpanan dan membuat pinjaman serta sebagai lembaga perantara interaksi antara pihak yang kelebihan dana dan kekurangan dana (Mishkin, 2009). Bank memiliki peranan penting dalam menggerakkan perekonomian di sebuah negara. Ada dua hal yang menjadi alasan mengapa bank memiliki peranan penting bagi perekonomian yaitu bank sebagai lembaga transmisi, yaitu bank menyediakan sistem pembayaran dalam perekonomian dan bank sebagai lembaga intermediasi yaitu bank memberikan kredit kepada peminjam yang mengalami kesulitan dalam memperoleh dana ( Insukindro 1993 ; 25 ). Fungsi bank sebagai lembaga intermediasi khususnya dalam penyaluran kredit mempunyai peranan penting bagi pergerakan roda perekonomian secara keseluruhan dan memfasilitasi pertumbuhan ekonomi. Dimana pada level ekonomi makro bank merupakan alat dalam menetapkan kebijakan moneter sedangkan pada level mikro ekonomi bank merupakan sumber utama pembiayaan bagi para pengusaha maupun individu (Konch, 2000 dalam Renniwaty 2012). Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga ( UU No. 7
Tahun 1992). Kredit merupakan jalur dimana sektor perbankan memainkan peranan pentingnya dalam menggerakkan perekonomian karena melalui pemberian kredit sektor riil dapat berkembang. Kredit sering digunakan untuk mendorong produksi barang dan jasa, untuk tujuan investasi atau pembangunan ekonomi misalnya untuk pembuaan pabrikpabrik baru, alat-alat produksi baru
dan sebagainya (Faried dan Soetatwo
1992;8). Selain digunakan sebagai pembiayaan investasi, kredit juga sering digunakan sebagai sumber utama pembiayaan konsumsi. Berdasarkan jenis penggunaannya, bank membagi kredit menjadi 3 jenis yaitu kredit modal kerja, kredit investasi dan kredit konsumsi. Penyerapan kredit yang diberikan bank umum memiliki tren meningkat dan semakin besar pada periode 2008 hingga 2014. Hal ini dapat dilihat dari tabel 1.1 berikut ini : Tabel 1.1. Pemberian Kredit Tahun 2008-2014 Jenis Penggunaan
Posisi (Miliar Rp)* 2008
2009
2010
Kredit Modal Kerja
684.672
703.002
880.208 1.068.676 1.316.689 1.585.659 1.757.449
Kredit Investasi
255.900
297.939
348.518
464.262
591.425
798.157
Kredit Konsumsi
367.117
436.989
537.118
667.155
799.748
909.058 1.013.666
Total Kredit
2011
2012
2013
2014
903.194
1.307.689 1.437.930 1.765.844 2.200.094 2.707.862 3.292.874 3.674.308
Sumber : Statistik Perbankan Indonesia (SPI)
Penyaluran kredit dari tahun 2008 sampai 2014 berdasarkan tabel 1.1 di atas mengalami peningkatan setiap tahunnya pada ketiga jenis kredit yaitu kredit modal kerja, kredit investasi dan kredit konsumsi. Dari total kredit, kredit investasi merupakan kredit yang paling sedikit jumlahnya apabila dibandingkan dengan kredit modal kerja dan kredit konsumsi, tetapi jika dilihat dari pertumbuhan kredit dari tahun 2008 sampai tahun 2014, kredit investasi memiliki pertumbuhan yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan kredit modal kerja maupun kredit konsumsi. Hal ini dapat dilihat dari grafik berikut ini : Gambar 1.1 Laju Pertumbuhan Kredit Tahun 2008-2014
Pertumbuhan Kredit 40.0
Pertumbuhan (%)
35.0 30.0 25.0 Kredit Modal Kerja
20.0
Kredit Investasi
15.0
Kredit Konsumsi
10.0
Total Kredit
5.0 0.0 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Tahun
Sumber : Statistik Perbankan Indonesia (SPI)
Dari grafik di atas dapat dilihat, kredit investasi memiliki rata-rata pertumbuhan paling tinggi yaitu mencapai 25,6 persen selama periode tahun 2008 hingga 2014. Sedangkan jenis kredit modal kerja dan kredit konsumsi masing-
masing memiliki rata-rata pertumbuhan 18,9 persen dan 20,2 persen. Total jumlah kredit yang disalurkan bank umum menurut jenis pengguna memiliki pertumbuhan rata-rata sebesar 20,6 persen. Berdasarkan jumlahnya, baik ketiga jenis kredit memang mengalami peningkatan setiap tahunnya, namun apabila dilihat dari laju pertumbuhannya besarnya berfluktuatif dari tahun ke tahun dan mengalami penurunan di tahun 2014. Padahal kredit terutama kredit investasi sangat dibutuhkan bagi negara yang sedang membangun seperti Indonesia. Kredit investasi diharapkan mampu mendorong pendapatan nasional yang akhirnya dapat meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi. Jumlah kredit investasi dapat dipengaruhi beberapa faktor. Menurut Ditria (2008), Faktor yang dapat mempengaruhi permintaan dan pemberian kredit oleh perbankan, bisa dari faktor bank itu sendiri seperti risk appetite terhadap suatu sektor, tingkat kredit macet, kurangnya modal, dan sebagainya ataupun juga volatilitas variabel makro seperti tingkat suku bunga, nilai tukar rupiah, ekspor dan faktor lainnya. Berikut ini tabel indikator makro dari tahun 2008 hingga 2014: Tabel 1.2. Indikator Makroekonomi di Indonesia dari Tahun 2008-2014 Indikator Makro Pertumbuhan PDB % Inflasi % Ekspor (Juta USD ) Nilai Tukar ( RP/USD ) Suku Bunga Kredit Investasi%
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 6,1 4,6 6,2 6,5 6,2 5,8 5,1 11,1 2,8 7 3,8 4,3 8,4 8,36 137.020 116.510 157.779 203.496 190.031 182.551 176.292 9.692 10.408 9.087 8.776 9.358 10.445 11.840 2,42
8,33
6,96
6,37
7,12
4,8
Sumber : Laporan Perekonomian Indonesia (BI), SPI, BPS Pertumbuhan PDB Indonesia pada periode 2008 hingga 2014 rata-rata berada di level 5,7 persen, namun pada tahun 2009 pertumbuhan PDB hanya
5,65
mencapai 4,6 persen. Hal ini dikarenakan dampak dari krisis perekonomian global yang mencapai puncaknya pada triwulan ketiga tahun 2008. Kondisi ini mengakibatkan stabilitas moneter dan sistem keuangan pada triwulan I 2009 masih mengalami tekanan berat, sementara pertumbuhan ekonomi masih dalam tren menurun akibat kontraksi ekspor barang dan jasa yang cukup dalam (Laporan Perekonomian Indonesia 2009 ) Bank Indonesia dapat menjalankan peranannya sebagai otoritas moneter, salah satu caranya yaitu dengan mengubah tingkat suku bunga acuannya. Ketika perekonomian dalam keadaan inflasi tinggi dan melemahnya nilai tukar, Bank Indonesia akan menaikkan tingkat suku bunga acuan (BI rate), dan sebaliknya. Naik turunnya suku bunga acuan tersebut akan mempengaruhi baik tingkat suku bunga tabungan maupun suku bunga kredit perbankan. . Ekspor di tahun 2009 tercatat memiliki pertumbuhan negatif yaitu -14,9 persen dari 137.020 juta USD di tahun 2008 dan hanya 116.510 juta USD di tahun 2009. Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun itu sebagian besar ditopang oleh kegiatan konsumsi domestik, baik konsumsi rumah tangga maupun konsumsi Pemerintah. Berbagai cara dilakukan untuk meredam dampak krisis dan diarahkan untuk menjaga stabilitas makro ekonomi. Di awal tahun 2009, Pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk menurunkan harga BBM bersubsidi untuk premium dan solar. Hal ini berpengauh positif pada inflasi yang kemudian menyebabkan inflasi yang rendah dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 2,7 persen.
Tekanan inflasi inti yang melemah juga dipengaruhi oleh menurunnya ekspektasi inflasi. Penurunan ekspektasi inflasi antara lain dipengaruhi oleh kecenderungan apresiasi nilai tukar, perlambatan kegiatan ekonomi serta perkembangan positif pada inflasi kelompok administered dan kelompok volatile food. (Laporan Perekonomian Indonesia , 2009). Pada tahun 2010 perekonomian indonesia terus membaik , hal ini ditunjukkan oleh pertumbuhan PDB yang mencapai 6,2 persen. Pertumbuhan PDB tidak lepas dari pengaruh ekspor yang melaju pesat hingga 157.779 Juta USD atau tumbuh 35,4 persen dari tahun 2009. Selain karena ekspor, pertumbuhan juga ditopang oleh investasi yang semakin membaik. Seiring membaiknya perekonomian global, harga komoditas mengalami peningkatan sehingga inflasi ikut meningkat yaitu 7 persen. Hal ini kemudian menimbulkan perspektif positif akan indonesia sehingga nilai tukar rupiah menguat 3,8 persen menjadi Rp 9.087 per dolar AS. Fluktuasi variabel-variabel makroekonomi di dalam perekonomian diduga memiliki keterkaitan dengan jumlah kredit investasi. Tidak dapat dipungkiri bahwa akhir-akhir ini fenomena makro yang terjadi di Indonesia adalah tingkat inflasi yang relatif tinggi dan nilai tukar rupiah yang terus terdepresiasi. Gambar 1.2 Pergerakan Inflasi Tahun 2008-2014
Inflasi 12 10 8 6
Inflasi
4 2 0 2006
2008
2010
2012
2014
2016
Sumber : Bank Indonesia (BI) Gambar 1.3 Pergerakan Nilai Tukar Riil (Rp/USD) Tahun 2008-2014
Kurs(Rp/USD) 30000 25000 20000 15000
Kurs(Rp/USD)
10000 5000 0 2006
2008
2010
2012
2014
2016
Sumber : Bank Indonesia (BI)
Dari gambar 1.2 dan 1.3 menunjukkan fenomena makro di Indonesia yaitu tingkat inflasi yang relatif tinggi dan nilai tukar yang terdepresiasi pada periode 2008-2014. Mulai tahun 2009 inflasi mengalami tren yang menurun hingga tahun 2012. Setelah itu tingkat inflasi kembali merangkak naik hingga tahun 2014. Lain
halnya dengan inflasi, sejak tahun 2008 hingga 2014 nilai tukar riil (Rp/USD) terus menerus mengalami tren yang menaik yang artinya nilai tukar rupiah terus terdepresiasi. Ditengah keadaan yang sedemikian, laju pertumbuhan kredit investasi juga menurun. Untuk mengetahui apakah tingkat inflasi yang relatif tinggi dan rupiah yang terdepresiasi merupakan suatu ganjalan bagi kredit investasi, maka diperlukan analisis keterkaitan antara tingkat inflasi dengan kredit investasi dan keterkaitan antara nilai tukar dengan kredit investasi.
1.2 Rumusan Masalah
Keterkaitan antara tingkat inflasi dengan kredit investasi dan keterkaitan antara nilai tukar dengan kredit investasi menarik banyak perhatian banyak pengamat dan peneliti, terutama pada negara yang sedang melakukan pembangunan. Banyak penelitian yang menganalisis keterkaitan antara variabel makro dengan kredit, variabel makro yang kerap digunakan dan menjadi banyak sorotan adalah inflasi dan nilai tukar.
Disatu sisi kredit investasi merupakan kredit yang sangat dibutuhkan bagi negara-negara yang sedang dalam tahap pembangunan seperti indonesia, karena kredit investasi merupakan kredit yang bersifat produktif yang diharapkan mampu meningkatkan laju perekonomian. Akan tetapi dilain pihak, kredit investasi yang dilakukan dalam perekonomian yang tingkat inflasinya relatif tinggi dan nilai
tukar yang terdepresiasi seperti yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini merupakan sebuah keprihatinan tersendiri.
Upaya melihat keterkaitan antara kredit investasi dengan fenomena makro yang di alami Indonesia saat ini dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan menjadi rumusah masalah pada penelitian ini. Apakah akan ada ganjalan kredit investasi tersebut dalam keadaan yang sedemikian, untuk itu diperlukan analisis yang menggunakan alat analisis Vector autoregressive (VAR), karena dengan VAR akan dapat diketahui apakah keterkaitan antara variabel tersebut tejadi di Indonesia.
1.3 Pertanyaan Penelitian Adapun Pertanyaan penelitian yang hendak dijawab adalah : 1. Apakah ada keterkaitan antara inflasi dengan kredit investasi? 2. Apakah ada keterkaitan antara nilai tukar dengan kredit investasi?
1.4 Pembatasan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan tujuan yang telah diuraikan diatas, maka masalah yang akan dikaji pada penelitian ini dibatasi pada inflasi dan nilai tukar riil rupiah terhadap dollar Amerika dengaan jumlah kredit investasi riil bank umum di Indonesia pada periode Januari 2008 sampai dengan Desember 2014 (data bulanan).
1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, maka tujuan penelitian adalah: 1. Menganalisis bagaimanakah respon jumlah kredit investasi bank umum terhadap kenaikan tingkat inflasi 2. Menganalisis bagaimanakah respon jumlah kredit investasi bank umum terhadap depresiasi nilai tukar 1.6 Manfaat Penelitian
Hasil studi empiris dari penelitian ini dapat diharapkan dapat memberi manfaat untuk : 1. Bagi penulis, penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan menganalisis dan mengidentifikasi realisasi dinamika dalam dunia perbankan khususnya dalam kredit investasi perbankan 2. Dapat menjadi literatur bagi penelitian-penelitian selanjutnya guna menganalisa variabel-variabel makro yang memperngauhi kredit yang diberikan oleh perbankan. 3. Dapat menjadi bahan
informasi dan masukan tambahan dalam
perencanaan strategis dalam merencanakan kebijakan makro terkait inflasi dan nilai tukar.
1.7 Sistematika Penulisan
Penulisan dalam
penelitian ini terbagi menjadi beberapa bagian yang
terdiri dari :
Bab I
: Pendahuluan Bab ini berisi mengenai latar belakang, perumusan masalah,
tujuan
penelitian,
manfaat
penelitian,
pembatasan penelitian dan sistematika penulisan. Bab II
: Tinjauan Teori dan Penelitian Sebelumnya Dalam bab ini akan diuraikan mengenai berbagai dasar teori yang melandasi penelitian
ini, dan juga akan
dipaparkan studi maupun literatur, dan bahan-bahan yang dijadikan pendukung analisis. Selain itu dipaparkan juga model penelitian, hipotesis penelitian dan alat analisis. Bab III
: Hasil dan Pembahasan Bab ini akan memaparkan tentang statistik deskriptif dari data yang digunakan dalam penelitian, tahapan-tahapan analisis, hasil analisis yang dilakukan serta pembahasan mengenai hasil yang diperoleh.
BAB IV
: Penutup
Pada bab ini akan dipaparkan suatu kesimpulan mengenai hasil pembahasan pada bab sebelumnya serta membuat saran untuk penelitian selanjutnya.