BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Perbankan memiliki fungsi sebagai lembaga intermediasi yaitu menjadi
penghubung antara pihak yang kelebihan dana dan pihak yang membutuhkan dana. Salah satu upaya dari pelaku bisnis yang membutuhkan dana adalah dengan mengajukan kredit kepada perbankan dengan timbal balik berupa bunga (interest). Seiring berjalannya waktu, beberapa pihak menilai bahwa konsep bunga ini menimbulkan keresahan karena pihak bank akan mendapatkan keuntungan namun bukan dari sesuatu yang mereka usahakan. Kondisi tersebut dalam Islam dikategorikan sebagai riba. Imam Sarakhzi mendefinisikan riba sebagai tambahan yang disyaratkan dalam transaksi tanpa adanya padanan (‘iwad) yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut. Persetujuan dari banyak lembaga Islam internasional bahwa bunga dikategorikan sebagai riba telah ada sejak tahun 1965. Salah satu lembaga Islam nasional di Indonesia yaitu Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga telah mengeluarkan fatwa Nomor 1 Tahun 2004 bahwa bunga (interest) yang dikenakan dalam transaksi pinjaman (al-qardh) atau utang piutang (al-dayn), baik yang dilakukan oleh lembaga keuangan, individu maupun lainnya hukumnya adalah haram. Sebagai solusi atas permasalahan tersebut, lembaga keuangan syariah menggunakan sistem bagi hasil untuk setiap hubungan kerjasama antara bank dan nasabah yang membutuhkan dana untuk perkembangan bisnisnya. Salah satu bentuk
1
kerjasama bisnis yang dijalankan lembaga keuangan syariah dan cukup diminati masyarakat adalah akad musyarakah. Akad musyarakah adalah akad kerjasama yang didasarkan atas bagi hasil. Dalam akad ini, para mitra melakukan kontribusi dalam modal dan/atau kerja. Setiap adanya keuntungan dari akad musyarakah ini dibagi berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelum akad, dan jika mengalami kerugian akan ditanggung para mitra sesuai dengan proporsi modalnya masing-masing. Secara konsep, perbankan syariah memiliki 2 pilihan akad untuk jenis investasi yaitu akad musyarakah dan akad mudharabah. Perbedaan antar keduanya adalah dalam akad mudharabah pemilik dana menyediakan seluruh dana, dan pihak pengelola dana akan menjalankan bisnis. Jika ada keuntungan maka akan dibagi berdasarkan nisbah, dan jika mengalami kerugian maka akan sepenuhnya ditanggung pemilik dana selama kerugian tidak disebabkan oleh kelalaian pengelola dana. Hingga saat ini perkembangan dalam perbankan syariah di Indonesia baik dari segi nilai penyaluran pembiayaan dan pelaku lembaga keuangan syariah selalu mengalami peningkatan yang baik seiring dengan kesadaran dan ketertarikan masyarakat dengan konsep dan resistensi perbankan syariah terhadap fluktuasi sistem bunga. Hal ini menjelaskan bahwa perbankan syariah dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat dan tidak tertutup hanya bagi kaum muslim saja. Melalui UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang kemudian dijabarkan dalam PP No. 72 Tahun 1992, pemerintah memberi kesempatan bagi pelaksana perbankan syariah untuk berkembang. Salah satu wujud nyatanya adalah dengan didirikannya Bank Muamalat Indonesia oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 1991 sebagai bank syariah 2
pertama di Indonesia. Hingga tahun 1998 perbankan syariah belum mengalami perkembangan yang pesat. Berdasarkan kondisi tersebut, pemerintah mengeluarkan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang memberikan landasan hukum yang lebih kuat bagi perbankan syariah dan melalui UU No. 23 Tahun 1999 hingga UU No. 21 Tahun 2008, perbankan syariah telah mengalami peningkatan yang pesat hingga saat ini. Dalam kegiatan akuntansinya, setiap entitas termasuk institusi perbankan memerlukan suatu pedoman yang menjadi acuan agar stakeholder dapat memperbandingkan kinerja entitas yang satu dengan yang lainnya. Indonesia memiliki suatu lembaga yang berwenang dalam kegiatan ini yaitu Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) yang membuat SAK (Standar Akuntansi Keungan). Segala aturan akuntansi yang telah diterbitkan IAI harus dipatuhi oleh perbankan dan pelaku bisnis besar lainnya. Walaupun transaksi syariah telah berjalan sejak tahun 1992, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) hingga tahun 2002 belum menerbitkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang mengatur transaksi syariah. Berdasarkan peningkatan transaksi syariah yang cukup baik, IAI kemudian menerbitkan PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah yang dijadikan acuan dalam pelaporan bagi Bank Umum Syariah, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, dan Unit Usaha Syariah. Seiring berjalannya waktu dan semakin berkembangnya transaksi syariah di Indonesia, IAI kemudian menerbitkan PSAK bagi setiap akad transaksi syariah yang terdiri dari PSAK 101 tentang Laporan Keuangan Bank Syariah, PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah, PSAK 103 tentang Akuntansi Salam, PSAK 104 tentang 3
Akuntansi Salam, PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah, PSAK 106 tentang Akuntansi Musyarakah, PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah, PSAK 108 tentang Akuntansi Asuransi Syariah, PSAK 109 tentang Akuntansi Zakat, Infaq, dan Sedekah, dan PSAK 110 tentang Akuntansi Sukuk.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, penulis akan meneliti
mengenai penerapan akad pembiayaan musyarakah pada BPD DIY Unit Usaha Syariah yang kemudian akan dievaluasi kesesuaiannya dengan PSAK 106 tentang Akuntansi Musyarakah. Dalam penulisan ini, penulis hanya akan mengevaluasi dari pihak bank sebagai mitra pasif. Sesuai dengan latar belakang dan batasan penelitian yang telah di jelaskan, maka masalah pokok yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: Apakah perlakuan akuntansi yang diterapkan BPD DIY Unit Usaha Syariah mengenai akad musyarakah telah sesuai dengan PSAK 106 tentang Akuntansi Musyarakah?
1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: Mengidentifikasi kesesuaian penerapan akuntansi musyarakah pada Bank BPD DIY Unit Usaha Syariah dengan PSAK 106 tentang Akuntansi Musyarakah.
4
1.4
Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memberi manfaat kepada pihak-
pihak yang memiliki minat pada permasalahan yang dibahas. Pihak-pihak tersebut antara lain: 1. Bagi peneliti, dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan, pengalaman dalam perbankan syariah dan produk-produknya terutama pada akad musyarakah sehingga menambah wawasan mengenai masalah yang diteliti. 2. Bagi perusahaan, dapat memberi masukan informasi sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan internal perusahaan untuk menjalankan kegiatan bisnisnya dan untuk mengaplikasikan produkproduknya sesuai standar yang berlaku umum. 3. Bagi peneliti selanjutnya, dapat menjadi bahan referensi dan perbandingan dalam melakukan penelitian di masa mendatang.
1.5
Sistematika Penulisan
BAB I: PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan akan dijelaskan mengenai latar belakang yang menjadi penyebab penulis ingin meneliti permasalahan tersebut, selanjutnya menjelaskan tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
5
Bab tinjauan pustaka berisi landasan teori yang terkait dan mendukung pembahasan dalam permasalahan yang diteliti, dan akan dijelaskan mengenai kerangka pemikiran penelitian. BAB III: METODE PENELITIAN DAN GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN Bab metode penelitian berisi mengenai bagaimana penelitian dilakukan. Selanjutnya akan dijelaskan secara lebih detail mengenai desain penelitian, jenis dan sumber data, setting penelitian, dan analisis data. Pada gambaran umum objek penelitian berisi sejarah Bank BPD DIY dan Unit Usaha Syariahnya, visi misi perusahaan, biodata perusahaan, struktur oranisasi, dan produk dari data pendukung perusahaan. BAB IV: ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai analisis, pembahasan, dan hasil penelitian berdasarkan data yang telah diperoleh. BAB V: PENUTUP Bab penutup akan berisi kesimpulan penelitian yang dibuat oleh peneliti dan saran bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
6