BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Karo adalah salah satu suku yang terdapat di Sumatera Utara yang
memiliki ragam kebudayaan dalam kehidupan masyarakatnya. Kebudayaan yang diturunkan secara turun temurun tersebut dapat kita lihat dari segala aktivitas kehidupan masyarakat Karo. Aktivitas-aktivitas tersebut dapat
kita lihat dari
berbagai kegiatan upacara adat dan upacara ritual yang dilaksanakan oleh masyarakat Karo. Upacara adat terdiri dari adat perkawinan, pemakaman, adat (untuk anak-anak, remaja, dan orang tua), adat tanah dan pertanian. Sedangkan upacara ritual terdiri upacara Erpangir Ku Lau, upacara Raleng Tendi, upacara Muncang dan lain sebagainya. Didalam pelaksanaannya upacara-upacara yang dilakukan tersebut menggunakan musik Karo. Musik
Karo
terdiri
dari
musik
vokal,musik
instrumental
dan
penggabungan musik vokal dan musik instrumental. Selain itu secara umum musik Karo memiliki beberapa reportoar lagu meliputi Simalungun Rakyat, MariMari, Odak-Odak, Patam-Patam, dan Gendang Seluk. Alat-alat musik yang dipakai di dalam musik Karo terdiri dari beberapa instrumen musik seperti Sarune (aerophone), Gendang Singanaki (membranophone), Gendang Singindungi (membranofone), Gong (idiofone), Penganak (idiofone), Kulcapi (kordofone), Keteng-Keteng (idio-kordofone), Belobat (aerofone), Surdam (aerofone). Seiring dengan perkembangan zaman, keberadaan kebudayaan yang di tunjukkan melalui pelaksanaan kegiatan upacara adat dan upacara ritual sudah mengalami banyak perubahan. Perubahan ini dapat kita lihat dari intensitas 1
Universitas Sumatera Utara
kegiatan kebudayan yang sudah jarang dilaksanakan dan bahkan ada yang sudah tidak pernah dilaksanakan sama sekali. Hal ini disebabkan oleh perubahan pola pikir masyarakat Karo pada umumnya yang telah banyak dipengaruhi oleh budaya lain. Salah satu upacara ritual yang sudah jarang dilaksanakan adalah upacara Muncang. Menurut Jabal Sembiring, “Muncang adalah upacara tolak bala dengan cara memanggil
Tembun- Tembunen Kuta (roh-roh nenek moyang penjaga
kampung) melalui mediator seorang Guru Sibaso untuk menolak bala dan mengusir roh-roh jahat yang dianggab mengganggu di kampung tersebut.1 Hal sama juga di ungkapkan Arus Perangin angin , “Muncang adalah upacara penghormatan dan pemujaan roh-roh nenek moyang yang dipercayai dapat menyembuhkan dari penyakit, menolak bala, dan mengusir roh–roh yang mengganggu di desa tersebut”.2 Arus Perangin-angin menambahkan dalam wawancara bahwa “dulunya di Kuta Namorindang sendiri upacara Muncang ini sering dilaksanakan minimal lima tahun sekali, namun tidak menutup kemungkinan upacara dilakukan sesuai dengan kebutuhan masayarakat Kuta3 Namorindang. Jadi upacara ritual Muncang adalah upacara penyembahan dan penghormatan kepada roh nenek leluhur penjaga sebuah kampung (TembunTembunen Kuta) yang dipercayai dapat menyembuhkan dari penyakit, menolak bala, dan mengusir roh-roh yang mengganggu di kampung tersebut. Dalam proses upacara ritual muncang Guru Sibaso yang berperan sebagai mediator. Dengan
1 2 3
Wawancara dengan Bapak Jabal Sembiring tanggal 29 Maret 2012 Wawancara dengan Bapak Arus Perangin-angin tanggal 27 Oktober 2011 Kuta adalah sebutan untuk Kampung atau Desa
2
Universitas Sumatera Utara
iringan musik Guru Sibaso akan
mengalami suatu keadaan diluar sadar
(kesurupan). Musik Karo yang digunakan di dalam upacara Muncang tersebut adalah Gendang Lima Sedalanen. Musik Gendang Lima Sedalanen digunakan sebagai pengiring di dalam proses upacara ritual Muncang tersebut. Gendang Lima Sedalanen merupakan salah satu unsur pokok dalam upacara Muncang, karena Gendang Lima Sedalanen sebagai musik pengiring di dalam upacara. Pengertian Gendang Lima Sedalanen yaitu Gendang dalam kasus ini berarti “alat musik”, Lima berarti “lima”, dan Sedalanen berarti “sejalan” atau secara bersama sama”. Jadi dari penjelasan diatas pengertian Gendang Lima Sedalanen adalah lima buah instrumen musik yang dimainkan sejalan atau bersana–sama. Gendang Lima Sedalanen adalah seperangkat (ensambel) instrumen musik Karo yang terdiri dari Sarune, Gendang Singanaki, Gendang Singindungi, Gung dan Penganak. Gendang Lima Sedalanen digunakan sebagai musik pengiring dalam berbagai upacara adat seperti upacara pemakaman, upacara perkawinan, upacara adat anak, remaja, orang tua, dan upacara adat tanah dan pertanian. Sedangkan dalam upacara ritual, Gendang Lima Sedalanen digunakan sebagai pengiring dalam upacara Erpangir Ku Lau, upacara Raleng Tendi, upacara Muncang dan lain sebagainya. Di dalam memainkan instrumen musik Gendang Lima Sedalanen ini terdiri dari 4 – 5 orang pemain. Terdapat istilah untuk orang yang memainkan alat musik itu, yaitu untuk orang yang memainkan Sarune disebut Penarune, sebutan untuk orang yang memainkan Gendang Singindungi disebut Penggual Singindungi, untuk Gendang Singanaki disebut Penggual Singanaki, sedangkan 3
Universitas Sumatera Utara
untuk orang yang memainkan Penganak disebut Simalu Penganak , dan untuk orang yang memainkan Gung disebut juga Simalu Gung. Di dalam proses pelaksanaan upacara Muncang sendiri, Gendang Lima Sedalanen berfungsi membawakan beberapa reportoar musik yang dimainkan oleh Penggual. Reportoar musik yang dimainkan dalam upacara ritual Muncang ini adalah reportoar Gendang Guru yang di dalamnya terdapat lagu-lagu seperti Gendang Siarak Araki Guru, Gendang Siadang Adangi, Gendang Pengelimbei, Gendang Sabung Tukuk, dan Gendang Peselukken. Berdasarkan pemaparan di atas peneliti tertarik untuk melihat peran Gendang Lima Sedalanen pada upacara Muncang di Dusun III Namorindang Desa Mbaruai. Untuk itu penulis akan meneliti dan membahas tulisan ini untuk dijadikan skripsi dengan judul penelitian “FUNGSI DAN PENGGUNAAN GENDANG LIMA SEDALANEN PADA UPACARA MUNCANG DI DUSUN III NAMORINDANG
DESA
MBARUAI
KECAMATAN
BIRU
BIRU
KABUPATEN DELI SERDANG”
1.2
Pokok- Pokok Permasalahan Identifikasi masalah adalah sejumlah masalah yang berhasil ditarik dari
uraian latar belakang masalah atau kedudukan masalah dan lingkup permasalahan yang lebih luas. Tujuan dari identifikasi masalah adalah agar penelitian yang dilakukan menjadi terarah serta cakupan masalah yang dibahas tidak terlalu luas. 1. Bagaimana pelaksanaan Upacara Muncang di Dusun III Namo Rindang Desa Mbaruai Kecamatan Biru-Biru .
4
Universitas Sumatera Utara
2. Bagaimana Fungsi Musik Gendang Lima Sedalanen pada Upacara Muncang di Dusun III Namo Rindang Desa Mbaruai Kecamatan BiruBiru 3. Bagaimana Penggunaan Musik Gendang Lima Sedalanen pada Upacara Muncang di Dusun III Namo Rindang Desa Mbaruai Kecamatan BiruBiru
1.3
Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian merupakan sasaran yang hendak dicapai oleh peneliti sebelum melakukan penelitian. Tanpa adanya tujuan yang jelas, maka arah kegiatan yang dilakukan tidak terarah karena tidak tahu apa yang akan dicapai dalam kegiatan tersebut. Oleh karena itu tujuan yang ingin dicapai penulis adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pelaksanaan upacara Muncang di Dusun III Namo Rindang Desa Mbaruai Kecamatan Biru Biru . 2. Untuk mengetahui Fungsi dan Penggunaan musik Gendang Lima Sedalanen pada upacara Muncang di Dusun III Namorindang Desa Mbaruai Kecamatan Biru Biru. 3. Untuk menyelesaikan salah satu syarat agar memperoleh gelar sarjana seni di Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu budaya Universitas Sumatera Utara.
5
Universitas Sumatera Utara
1.3.2 Manfaat Penelitian Penulis mengambil beberapa manfaat penelitian yang diambil dari kegiatan penelitian tersebut. 1. Sebagai bahan pengetahuan bagi penulis dan pembaca mengenai Fungsi dan Penggunaan Musik Gendang Lima Sedalanen pada upacara Muncang di Dusun III Desa Mbaruai Kecamatan Biru Biru 2. Sebagai bahan refrensi bagi peneliti berikutnya yang memiliki keterkaitan tentang topik penelitian ini. 3. Sebagai bahan skripsi sarjana yang diwajibkan bagi setiap mahasiswa Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
1.4
Konsep dan Teori
1.4.1 Konsep Mely G.Tan, dalam Koentjaraningrat (1985:21) mengatakan konsep merupakan suatu defenisi secara singkat dari sekelompok fakta atau gejala. Konsep juga merupakan defenisi dari apa yang kita amati, konsep menentukan variabel-variabel yang di inginkan untuk menemukan hubunngan empiris. Allan. P. Merriam (1964:210-222) mengatakan, kegunaan musik mencakup semua kebiasaan memakai musik, baik sebagai suatu aktifitas sendiri maupun sebagai aktifitas yang berdiri sendiri maupun sebagai iringan aktifitas lain. Atau dengan singkat Merriam mengatakan bahwa kegunaan musik menyangkut cara pemakaian musik dalam konteksnya, sedangkan fungsi musik menyangkut tujuan pemakaian musik dalam pandagan luas. 6
Universitas Sumatera Utara
Gendang Lima Sedalanen merupakan sebuah istilah musik dalam kebudayaan etnis Karo. Menurut Jabatin Bangun (1994:23-27) pengertian Gendang ada tujuh : 1. Gendang dapat berarti instrument atau alat musik, contoh Gendang Singindungi artinya gendang menyatakan sebuah alat musik yang dinamakan singindungi termasuk dalam klasifikasi membranofone, dua sisi yang berbentuk double konis yang dimainkan dengan dua buah pemaluh (stik). 2. Gendang dapat berarti suatu upacara ritual, contoh Gendang Guro-Guro Aron, merupakan salah satu bentuk penggunaan konsep gendang sebagai upacara (kegiatan). 3. Gendang dapat berarti ensambel musik , contoh ensambel musik Gendang Lima Sedalanen. 4. Gendang sebagai reportoar (kumpulan komposisi), contoh Gendang Guru adalah suatu kumpulan komposisi yang terdiri dari beberapa komposisi yang mungkin di tampilkan secara alternatif. Artinya ada beberapa komposisi yang akan di tampilkan, misalnya Gendang Peselukken (komposisi trance) dalam upacara Erpangir Ku Lau, sehingga pada saat Guru Landek (mediator menari) dapat di pilih salah satu komposisi yang masuk dalam Gendang Guru. 5. Gendang sebagai musik, musik disini mengacu pada pengertian suatu bunyi yang teratur dan terdiri dari ritmis dan melodis 6. Gendang sebagai arti menunjukkan acara atau kesempatan (giliran naik panggung atau bernyanyi) 7. Dan gendang sebagai komposisi (nyanyian), contoh Gendang Odak-Odak, Gendang Simalungun Rakyat, dan lain-lain, merupakan komposisi yang ada dalam gendang. Dari uraian di atas penulis mengambil pengertian konsep gendang sebagai musik. Dimana musik sebagai aktifitas yang berdiri sendiri maupu sebagai iringan aktifitas lain. Musik dalam hal ini mengacu kepada pengertian suatu bunyi yang teratur dan terdiri dari ritmis dan melodis. Gendang Lima Sedalanen yaitu Gendang dalam kasus ini berarti alat musik, Lima berarti lima, dan Sedalanen berarti sejalan atau secara bersama sama. Jadi dari penjelasan diatas pengertian Gendang Lima Sedalanen adalah lima buah instrumen musik yang dimainkan sejalan atau bersana-sama. Gendang Lima Sedalanen adalah seperangkat (ensambel) instrumen musik Karo yang terdiri dari 7
Universitas Sumatera Utara
Sarune, Gendang Singanaki, Gendang Singindungi, Gong dan Penganak. Instrumen-instrumen musik di dalam Gendang Lima Sedalanen memiliki fungsi masing-masing. Sarune sebagai pembawa melodi, sedangkan Gendang Singanaki, Singindungi, Gung dan Penganak sebagai pembawa ritem dan tempo.4 Muncang ialah upacara ritual untuk mengusir segala pengganggu seperti roh halus agar desa tersebut terhindar dari penyakit atau malapetaka.
Hal
ini
sejalan juga dengan pendapat Ginting (1999:70) yang mejelaskan bahwa: ”Muncang adalah diberi pemujaan setahun sekali atau juga pada waktu terjadi hal-hal yang tidak menguntungkan atau musim penyakit tiba, ayam kena sampar, hasil pertanian terganggu atau ada semacam gerakan-gerakan yang kurang baik dirasakan anak desa”.5 Dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Muncang adalah upacara pemujaan dan pemanggilan
roh-roh nenek
moyang (pendiri kampung) untuk menolak bala dan pengusiran roh-roh jahat dengan memakai musik Karo sebagai pengiring dalam upacara tersebut. Jadi dari keseluruhan penjelasan diatas dapat penulis menyimpulkan bahwa tulisan denga judul PENGGUNAAN DAN FUNGSI GENDANG LIMA SEDALANEN
DALAM
NAMORINDANG
DESA
UPACARA MBARUAI
MUNCANG
DI
KECAMATAN
DUSUN SIBIRU
III BIRU
KABUPATEN DELI SERDANG adalah pembahasan mengenai kegunaan dan fungsi musik Gendang Lima Sedalanen sebagai iringan aktifitas upacara muncang yang pelaksanaannya bertujuan untuk pemujaan dan pemanggilan roh-roh nenek moyang untuk menolak bala dan pengusiran roh-roh jahat yang ada di Dusun III Namorindang. 4 5
Perikuten Tarigan dalam buku musik tradisional karo (http://silima merga.blogspot.com/2011/03/pemujaan-dan-upacara-ritual.html).
8
Universitas Sumatera Utara
1.4.2. Teori Koentjaraningrat (1973:10) mengatakan teori adalah alat yang terpenting dari suatu pengetahuan. Tanpa teori hanya ada pengetahuan tentang serangkaian fakta saja, tetapi tidak akan ada ilmu pengetahuan. Teori adalah landasan dasar keilmuan untuk menganalisis berbagai fenomena. Teori adalah rujukan utama dalam memecahkan maslaah penelitian di dalam ilmu pengetahuan. Sebagai pedoman dalam menyelesaikan tulisan ini penulis menggunakan beberapa teori yang berhubungan dengan pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini. Malinowski (1986:215) mengatakan fungsionalisme adalah berbagai unsur kebudayaan yang ada dalam masyarakat manusia berfungsi untuk memuaskan suatu rangkaian hasrat naluri akan kebutuhan hidup makhluk manusia (basic human needs). Maka dari itu unsur kesenian mempunyai fungsi guna memusakan hasrat naluri manusia akan keindahan, unsur sistem pengetahuan untuk memuaskan hasrat naluri manusia untuk tahu. Menurut Alan. P. Merriam (1964:209-226) mengungkapkan bahwa terdapat 10 fungsi musik yang telah diungkapkan namun tidak semua berlaku untuk seluruh suku bangsa yang ada di dunia. Fungsi musik yang diungkapkan oleh Merriam seperti yang tertera dibawah ini: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Fungsi Pengungkapan Emosional Fungsi Penghayatan Estetis Fungsi Hiburan Fungsi Komunikasi Fungsi Perlambangan Fungsi Reaksi Jasmani Fungsi yang Berkaitan dengan Norma- Norma Sosial Fungsi Pengesahan Lembaga Soial dan Upacara Agama Fungsi Kesinambungan Kebudayaan Fungsi Pengintegerasian Masyarakat 9
Universitas Sumatera Utara
Terkait dengan Merriam (1964: 217-218), menulis pandangan Herkovits yang membagi penggunaan musik menjadi 5 kategori: 1.
2. 3. 4.
5.
his first divisioner, material cultural its sanctions, is divided into two part, tecnology and economics, associated music activities are numerous. herkcovits second division social institutions, which comprises social organization, education and political structures. man and the univers comprise herkcovits, third aspect of culture, subdivided into belief system and the control of power. herkcovits’ fourth category is Aesthetics, devided into graphiec and plastie,arts, folklore, and music, drama and the dance; the relationships to music very close. herkcovits final category is language, which exist in the closet association with music. In addition, special kinds of language are conveyed by music devices as is drum, whistle, and trumpet language , secret languages are also used Frequently in music.
Dari pandangan Herkcovits di atas yang mengatakan penggunaan musik dibagi dalam lima kategori. Pertama adalah materi budaya yang dibagi menjadi dua bagian yaitu teknologi dan ekonomi. Kedua adalah lembaga sosial yang terdiri dari organisai sosial, pendidikan, dan struktur sosial. Ketiga adalah sistem kepercayaan dan kontrol kekuasaan. Keempat adalah estetika yang terdiri dengan seni, tari, cerita rakyat, drama, dan sebagainya. Kelima adalah Bahasa. Selain itu dalam mendeskripsikan komponen-komponen upacara ritual penulis mengacu kepada pendapat Koentjaraningrat (1985:243) yaitu, 1. Tempat upacara 2. Waktu saat upacara 3. Benda-benda dan alat upacara 4. Serta orang yang melakukan dan memimpin upacara
10
Universitas Sumatera Utara
1.5
Metode Penelitian Menurut Netll (1964:62-64) ada 2 hal yang esensial untuk melakukan
aktifitas penelitian dalam disiplin etnomusikologi yaitu: kerja lapangan (field work) dan kerja laboratorium (desk work). Kerja lapangan meliputi pemilihan informan, pendekatan dan pengambilan data, pengumpulan dan perekaman data. Sedangkan kerja laboratorium meliputi pengolahan data, menganalisis dan membuat kesimpulan dari keseluruhan data-data yang diperoleh. Namun demikian, sebelum melakukan hal ini terlebih dahulu dilakukan studi kepustakaan yakni mendapatkan literatur atau sumber-sumber bacaan yang berkaitan dengan pokok permasalahan. Menurut
Sanafiah
(1990:1)
dalam
metode
penelitian,
peneliti
menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu sebuah metodologi penelitian yang mencakup pandangan-pandangan falsafi mengenai realitas obyek studi dalam ilmu-ilmu sosial dan tingkah laku. Metode penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan atau gejala atau frekwensi atau penyebaran suatu gejala atau frekwensi adanya hubungan tertentu antara suatu gejala lain dalam masyarakat. Penelitian kualitatif merupakan rangkaian kegiatan atau proses menyaring data atau informasi yang bersifat sewajarnya mengenai suatu masalah dalam kondisi aspek/ bidang lain dalam kehidupan tertentu pada obyeknya. Menurut Aswita dan Thamrin (2009:136), penelitian kualitatif adalah penelitian eksploratif yang biasanya lebih bersifat studi kasus. Dalam penelitian kualitatif data merupakan sumber atau teori berdasarkan data. Kategori-kategori dan konsep-konsep dikembangkan oleh peneliti di lapangan. Data lapangan dapat 11
Universitas Sumatera Utara
dimanfaatkan untuk verifikasi teori yang timbul dilapangan, dan terus menerus disempurnakan selama proses penelitian berlangsung secara berulang-ulang. Subagyo (2001:259) menambahkan bahwa analisis data kualitatif erat hubunganya dengan pengumpulan data, pengolahan data, termasuk penyimpanan, dan pengeluaran yang efektif untuk tujuan penelitian.
1.5.1 Studi Kepustakaan Sebelum melakukan kerja lapangan, penulis memulai dengan mencari informasi awal melalui studi kepustakaan yang berhubungan dan mendukung dengan tulisan ini di dalam penelitian. Studi kepustakaan dilakukan sebagai landasan awal dalam penelitian, yaitu dengan mengumpulkan literatur atau sumber bacaan untuk mendapat informasi dan pengetahuan dasar tentang objek penelitian. Sumber bacaan dan literatur dapat berupa buku-buku, makalah, artikel, skipsi-skripsi, ensiklopedia, file internet, jurnal, dan lain-lain.
1.5.2 Kerja Lapangan Dalam kerja lapangan penulis melakukan observasi atau pengamatan langsung ketempat diselenggarakan upacara Muncang di Dusun III Namo Rindang Desa Mbaruai Kecamatan Sibiru Biru Kabupaten Deli Serdang. Penulis mengamati semua kejadian secara langsung yang bertujuan untuk memperoleh data-data yang tidak didapatkan tentang objek penelitian melalui wawancara. Selain itu penulis juga berusaha memperoleh pemahaman yang mendalam tentang objek penelitian tersebut.
12
Universitas Sumatera Utara
Kerja lapangan merupakan salah satu metode pengumpulan data yang paling akurat karena peneliti langsung dapat mengamati langsung objek yang akan diteliti sehingga data yang diperoleh lebih objektif. Dalam hal ini data yang dibutuhkan dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang paling utama menjadi kebutuhan peneliti yang diperoleh dari hasil pengamatan langsung dilapangan, sementara data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan. Selain itu dalam pelaksanan pengambilan data primer ada beberapa tahapan yang penting dilakukan yaitu:
1.5.2.1 Observasi langsung Adapun observasi langsung ini dilakukan uantuk mendapatkan secara langsung data-data yang dibutuhkan selama berlangsungnya kegiatan yang diamati tersebut. Selain mengamati kegiatan dari observasi langsung ini penulis dapat langsung menentukan orang-orang yang dianggap mampu menjadi nara sumber dalam pengumpulan data-data yang dibutuhkan penulis.
1.5.2.2 Wawancara Wawancara ini merupakan salah satu proses untuk mendapatkan data dari para informan yang dianggap mampu memenuhi kebutuhan penulisan ini. Tekhnik wawancara yang dilakukan oleh penulis adalah seperti yang dikemukakan
oleh
Koentjaraningrat
(1985:138-140)
mengatakan
bahwa
wawancara dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu: 1. Wawancara berfokus: pertanyaan tidak mempunyai struktur tertentu dan selalu berpusat kepada satu pokok permasalahan 13
Universitas Sumatera Utara
2. Wawancara bebas: pertanyaan yang diajukan tidak hanya berpusat pada pokok permasalahan tetapi beraneka ragam selama masih berkaitan dengan objek peneitian. 3. Wawancara sambil lalu: pertanyaan dalam hal ini diajukan kepada nara sumber dalam situasi yang tidak terkonsep ataupun tanpa persiapan. Dengan kata lain informan dijumpai secara kebetulan. Sebelum melakukan wawancara, penulis terlebih dahulu menentapkan informan yang dapat memberikan informasi yang mendukung tulisan. Terdapat dua
jenis
informan,
yaitu
informan
pangkal
dan
informan
pokok
(Koentjaraningrat, 1997: 163-164). Wawancara dengan informan pangkal penulis lakukan dengan mewawancarai Bapak Arus Keliat sebagai Sukut (pelaksana upacara). Penulis juga melakukan wawancara dengan Efendi Ginting sebagai orang yang mengatur jalannya upacara. Selain itu penulis juga mewawancarai salah satu Penggual pada upacara Muncang tersebut yaitu Bapak Jabal Sembiring. Penulis tidak hanya terfokus pada satu informan saja tetapi mencari informan lain seperti Guru Sibaso (mediator), pemain musik, Simantek Kuta (dalam bahasa Indonesia: pendiri kampung), dan tokoh- tokoh adat Karo di Dusun III Namo Rindang Desa Mbaruai, dan lain sebagainya yang dianggab berkompeten.
1.5.2.3 Perekaman Dalam proses perekaman wawancara penulis menggunakan alat perekam audio yaitu handpone NOKIA 2323 CLASSIC. Dalam pengambilan foto penulis menggunakan kamera digital SONY DSC-W-380 sedangkan dalam pengambilan 14
Universitas Sumatera Utara
audio video penulis menggunakan HANDYCAME SONY dan HANDYCAME CANON. Pengumpula data dilakukan secara bertahap dengan melakukan beberapa kali pengamatan dan wawancara.
1.5.3 Kerja Labolatorium Kerja labolatorium adalah tahap penganalisisan data data yang telah dikumpulkan untuk memperoleh dari permasalahan yang ada. Semua data yang ada dikumpulkan dalam kerja labolatorium untuk dianalisis. Data-data wawancara yang telah di dapat akan di koreksi ulang agar tidak ada data yang tumpang tindih. Data-data yang di dapat akan disusun dan diatur untuk memeperoleh hasil yang dibutuhkan.
1.6
Pemilihan Lokasi Penelitian Dalam menetapkan lokasi penelitian, penulis menetapkan Dusun III Namo
Rindang Desa Mbaruai Kecamatan Sibiru Biru Kabupaten Deli Serdang yang melaksanakan Upacara Muncang pada tanggal 28 Oktober 2011. Penulis memilih Namo Namorindang sebagai wilayah penelitian karena pelaksanaan upacara Muncang dilakukan tidak berdasarkan jadwal waktu yang sudah ditetapkan sebelumnya oleh masyarakat Karo di daerah tersebut (misalnya: Gendang Guro-Guro Aron), tetapi pelaksanaannya berdasarkan kebutuhan masyarakat untuk melakukan upacara Muncang tersebut. Selain di Namo Rindang, upacara Muncang sudah sangat jarang dilakukan di desa-desa yang didiami oleh masyarakat Karo pada umumnya. Selain itu karena tempat upacara
15
Universitas Sumatera Utara
yang berdekatan dengan tempat tinggal penulis maka akses informasi mudah untuk didapatkan.
16
Universitas Sumatera Utara