1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian Pariwisata, terlepas dari sekedar kegiatan bersenang-senang di waktu
luang untuk mendapatkan kembali kesegaran jiwa dan fikiran, lebih dari itu merupakan industri yang menjanjikan keuntungan besar bagi siapapun yang mau berpartisipasi dan berkarya di dalamnya. Dikatakan sebuah industri karena pariwisata merupakan gabungan dari berbagai sektor yang bekerja sama saling mendukung dan berkaitan satu sama lain. Tujuan yang dicapai adalah untuk dapat menghasilkan sesuatu yang menarik untuk dikonsumsi oleh wisatawan yang berkunjung. Berbagai sektor yang terlibat antara lain jasa transportasi, jasa akomodasi, restoran dan hiburan, jasa kesehatan, destinasi wisata, jasa travel agensi, pemerintah, serta masyarakat lokal. Pendukung yang beragam di industri pariwisata inilah kemudian menciptakan beragam pula jenis wisata yang dari zaman ke zaman terus diinovasi sehingga menjadi berbagai kegiatan wisata populer dewasa ini. Jenis wisata yang menjadi populer dan banyak diminati oleh wisatawan saat ini beragam, mulai dari wisata alam dan budaya. Jenis wisata ini dilakukan dengan cara mengunjungi daerah yang masih alami dengan
2
penduduk yang memegang adat begitu kuat. Kemudian wisata pendidikan atau sering dikenal dengan studi wisata, dengan peserta akademisi universitas, siswa sekolah ataupun guru, di destinasi pendidikan seperti kampus, museum, cagar budaya, lembaga pemerintahan dan lembaga pendidikan lainnya. Selanjutnya sebuah kegiatan wisata yang sedang marak dan dibangun hampir di seluruh daerah tujuan wisata maju dan berkembang di Indonesia khususnya, serta dunia internasional pada umumnya, yakni wisata konvensi. Kegiatan wisata konvensi ini merupakan bagian dari kegiatan pariwisata, karena banyak sekali menggunakan fasilitas pariwisata dalam pelaksanaannya (Any Noor,2007:1). Secara lebih konkret pemerintah melalui Keputusan Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi No. KM 108/HM.703/MPPT-91 merumuskan: Kongres, konferensi atau konvensi merupakan suatu kegiatan berupa pertemuan sekelompok orang (negarawan, usahawan, cendekiawan, dan sebagainya) untuk membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan kepentingan
bersama
(Keputusan
Menteri
Pariwisata,
Pos,
dan
Telekomunikasi No. KM 108/HM.703/MPPT-9.BabI: Ketentuan Umum Pasal 1 dalam Pendit, 1999:35). Kegiatan wisata konvensi melibatkan berbagai jasa sektor pariwisata. Khususnya akomodasi, transportasi, pramuwisata, area/lokasi atau gedung sebagai tempat diselenggarakan kegiatan konvensi serta usaha kecil menengah
3
masyarakat lokal yang biasa dikunjungi pada saat kegiatan pasca wisata di akhir acara konvensi. Peluang yang dimiliki berbagai sektor untuk terlibat dan berkontribusi langsung serta mendapat keuntungan yang tidak sedikit menjadi begitu besar dengan penyelenggaraan wisata konvensi ini. Kgiatan ini mendatangkan delegasi perusahaan, pemerintahan, lembaga pendidikan, Organisasi Non-Pemerintahan, atau duta dengan jumlah yang tidak sedikit. Mereka menghabiskan waktu dan biaya untuk tinggal dan memenuhi kebutuhannya di suatu tempat sehingga memberi dampak besar pada berbagai bidang seperti ekonomi, sosial, fasilitas umum serta ilmu pengetahuan dan teknologi. Efek yang ditimbulkan kemudian dikenal sebagai Multiplier Effect atau secara sederhana yaitu efek berimbas kepada usaha-usaha pariwisata lain. Hal ini terjadi karena kegiatan yang saling berkaitan untuk mendukung pelaksanaan sebuah konvensi, konferensi, atau acara. Penelitian ini akan membahas mengenai sektor akomodasi sebagai pendukung kegiatan wisata konvensi. Salah satunya adalah hotel yang menyediakan aula dan ruang konvensi. Fasilitas aula dan ruang konvensi disediakan sebagai pemenuhan permintaan wisata konvensi, disadari berdampak positif untuk hotel bertema hotel konvensi atau hotel MICE (Meeting, Incentive, Conference/Convention, and Event). Hal ini dikarenakan kebutuhan akan kamar tinggal merupakan kebutuhan yang secara langsung
4
muncul apabila wisata konvensi berlangsung lebih dari satu hari. Menurut Pendit (1999), dalam pengamatan yang dilakukan Organisasi Pariwisata Dunia, lamanya sebuah persidangan konvensi dicatat rata-rata 6 hari. Ditambah dengan diselenggarakannya darmawisata sebelum dan sesudah konvensi (pre dan post tour) (Pendit, 1999:xxiii). Berdasarkan tulisan Mirma Respati (2002), Kota Yogyakarta pernah sukses menjadi lokasi bagi kegiatan konvensi besar seperti EATOF ke-2 tahun 2001, ATF ke-21 tahun 2002, prakonferensi CGI (Consultant Group on Indonesia) tahun 2003 dan Kongres Bahasa Jawa tahun 2002 (Mirma Respati,2006). Sejak tahun 2002 Yogyakarta menjadi kota konferensi dan acara besar serta telah mantap membangun sarana prasarana serta fasilitas pendukung hingga saat ini. Hal ini terbukti dengan dibangunnya aula besar atau ruang pertemuan di dalam hotel maupun gedung khusus seperti Jogja Expo Centre. Baru-baru ini telah berlangsung beberapa konferensi internasional seperti Jogja International Heritage Walk 2006-2014 yang diadakan di beberapa hotel MICE Yogyakarta seperti Melia Purosani, Eastparc, Hyatt serta Inna Garuda Malioboro (GKR Pembayun, Ketua Umum JIHW, 17 September 2014). Kemudian juga Australian Consortium ‘InCountry’ Indonesian Studies Orientation 2004-2015 di hotel University Club UGM Yogyakarta telah diselenggarakan selama 4-5 hari (Sherly Rosasenja,
5
ACICIS, 19 November 2014). Angka lama tinggal tersebut termasuk angka lama tinggal yang tinggi khususnya bagi kota-kota dan daerah tujuan wisata yang sedang berkembang seperti Yogyakarta. Tercatat oleh Badan Pusat Statistik DIY (2015) pada bulan November 2014 rata-rata lama tinggal wisatawan adalah 1,88 malam yang telah mengalami kenaikan 0,18 malam dibanding bulan sebelumnya yakni 1,70 malam (Berita Resmi Statistik Provinsi D.I.Yogyakarta No.03/01/34/Th.XVII, 2 Januari 2015). Menghubungkan antara lama aktivitas konvensi yang terlaksana, dengan berbagai kegiatan wisata di dalamnya, serta rata-rata lama tinggal yang berpeluang menjadi lebih tinggi angkanya karena kegiatan wisata konvensi ini, merupakan ide dasar penulis untuk melaksanakan penelitian ini. Kemudian bagaimana wisata konvensi berperan terhadap angka rata-rata lama tinggal di sebuah hotel serta apakah dapat meningkatkan atau sebaliknya menurunkan angka rata-rata lama tinggal di sebuah hotel akan menjadi bahasan utama penelitian ini. 1.2
Rumusan Masalah Penelitian Permasalahan yang ditemukan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana aktivitas wisata konvensi/MICE di Hotel Inna Garuda Yogyakarta?
6
2. Bagaimana perbandingan pencapaian angka lama tinggal tamu wisata konvensi/MICE dengan tamu individual/Non-MICE? 3. Bagaimana
peran
kegiatan
wisata
konvensi/MICE
terhadap
peningkatan rata-rata lama tinggal tamu di Hotel Inna Garuda Yogyakarta? 1.3
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk : 1. Mengetahui jenis aktivitas wisata kovensi/MICE sebagai penyumbang pendapatan utama Hotel Inna Garuda Yogyakarta. 2. Mengetahui
perbedaan
angka
lama
tinggal
tamu
wisata
konvensi/MICE dengan tamu individual/Non-MICE. 3. Mengetahui peran wisata konvensi/MICE terhadap peningkatan angka rata-rata lama tinggal tamu di hotel Inna Garuda Yogyakarta. 1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1
Teoretis, dapat menjadi sumbangan pengetahuan dalam pembelajaran ilmu
pariwisata.
Khususnya
yang
berkaitan
dengan
strategi
peningkatan lama tinggal wisatawan di kota Yogyakarta dan kaitannya untuk memajukan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat dengan memanfaatkan industri pariwisata.
7
1.4.2
Praktis, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan serta bahan evaluasi bagi penyelenggara jasa akomodasi hotel dan destinasi wisata khususnya kota Yogyakarta, agar dapat terlaksana sebuah usaha pengembangan wisata konvensi untuk meningkatkan rata-rata
lama
tinggal
wisatawan,
dengan
tujuan
memajukan
perekonomian dan kehidupan sosial masyarakat. 1.5
Tinjauan Pustaka Penelitian yang membahas mengenai wisata konvensi/MICE dan perannya dalam memajukan industri pariwisata Indonesia sudah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu. Guna menerapkan cara berpikir dan menuangkannya dalam tulisan, hasil-hasil penelitian di bawah ini dimanfaatkan oleh penulis sebagai tinjauan pustaka untuk memunculkan
komponen-komponen
yang
diperlukan
untuk
mendukung ide dasar penelitian. Beberapa hal yang tertuang di penelitian terdahulu seperti usaha mengembangkan wisata konvensi melalui pembangunan infrastruktur pendukung, inovasi dalam pembuatan aktivitas wisata setelah dan sebelum kegiatan MICE dan peran aktivitas wisata konvensi/MICE dalam menambah kesejahteraan masyarakat melalui Multiplier Effect merupakan komponen yang berhubungan langsung dengan ide dasar penulis.
8
Penelitian pertama yang dipakai penulis untuk mendukung ide dasar tersebut adalah penelitian dari Aditya Yuwana Nawing (2012) yang menulis tesis tentang “Pengembangan Indikator Dan Analisis Pengukuran Daya Saing Destinasi MICE (Studi Kasus: Kota Makassar)”. Fokus penelitian skripsi tersebut adalah mengkaji dan mengukur daya saing Makassar sebagai destinasi MICE khususnya dari sudut pandang pelaku usaha industri MICE di kota Makassar, sehingga nantinya akan didapatkan rekomendasi yang tepat, guna mengembangkan industri wisata MICE di kota Makassar agar memiliki daya saing yang kuat untuk memenangkan persaingan, sehingga menjadikan Makassar sebagai destinasi wisata MICE yang kompetitif selain Jakarta dan Bali. Selain itu observasi dilakukan terhadap variable-variabel fasilitas, aksesbilitas, transportasi, peran pemerintah, dukungan penyelenggara MICE, harga, citra dan reputasi destinasi, serta daya tarik destinasi yang dianggap mempengaruhi dan menjadi indikator
kelayakan
kota
Makassar
menjadi
destinasi
wisata
MICE.Peneliti juga memasukkan salah satu keuntungan adanya aktivitas MICE yakni meningkatnya rata-rata tingkat hunian hotel di Sulawesi Selatan tahun 2005-2010.
9
Kemudian yang kedua adalah Salman M Patrajaya (2014) yang menuliskan skripsi tentang “Peranan Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Kota Bandung Untuk Meningkatkan Wisata MICE Di Kota Bandung”. Fokus penelitian ini adalah mengetahui peranan yang dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung untuk meningkatkan wisata MICE di Kota Bandung serta meneliti jenis-jenis aktivitas wisata yang dapat mendukung kegiatan MICE di kota Bandung. Peneliti sangat menyarankan pembentukan kota Bandung sebagai kota destinasi MICE karena keuntungan yang didapat akan sangat besar, selain pertumbuhan ekonomi yang akan semakin meningkat, serta pembangunan infrastruktur kota dan sarana prasarana berikut fasilitas umum akan terus diperbaharui, sehingga kemajuan kota Bandung pun akan tidak kalah dengan kota-kota lain di Indonesia. Selanjutnya penelitian ketiga milik Gigih Marang Karawitan (2013) yang menulis tugas akhir tentang “Pengembangan MICE (Meeting, Incentice, Convention, And Exhibition) Kota Surakarta. Fokus Penelitian ini adalah tentang pengkajian akan faktor-faktor yang mendukung kesuksesan bisnis MICE di kota Surakarta, serta telah sejauh apa kesuksesan bisnis MICE di kota Surakarta. Penulis memasukkan salah satu penyebab kesuksesan bisnis MICE di kota
10
Surakarta yakni di saat kepemerintahan walikota Joko Widodo yang membuat gebrakan luar biasa dan eksistensinya di dunia MICE sehingga tercipta iklim investasi maupun penyelenggaraan MICE di Surakarta. Kemudian penelitian keempat oleh Rocky B Kalalo (2008) yang
menulis
tesis
tentang
“Faktor-Faktor
Pengaruh
Dalam
Perencanaan Dan Pengembangan Destinasi Wisata MICE: Studi Kasus Kota Surabaya, Jawa Timur”. Fokus penelitian ini adalah seluruh faktor yang mempengaruhi perencanaan dan pengembangan destinasi wisata MICE di kota Surabaya, yakni diantaranya (1) jumlah hotel berbintang 3-5; (2) kualitas SDM dalam bidang MICE; (3) fasilitasrapat; (4) aksesbilitas; (5) pemerintah; (6) permodalan; (7) kesempatan hubungan kerjasama; (8) penyelenggara MICE lokal; (9) ketersediaan informasi bagi para pelaku industri wisata MICE dan (10) citra kota Surabaya. Penulis juga menyebutkan bahwa sejak adanya wisata MICE di kota Surabaya, lama tinggal dan tingkat belanja wisatawan MICE cenderung lebih tinggi dibanding wisatawan jenis lainnya. Terakhir adalah hasil penelitian Abdullah Iqbal Alan (2007) yang
menuliskan
tentang
hasil
survey
Meeting
Professional
11
International (MPI) dan American Expres. Hasil survey tersebut menyebutkan
Industri
meeting
global
akan
tetap
mengalami
pertumbuhan terbaik dan akan memperkuat peran penting industri ini bagi ekonomi serta kemampuan perusahaan. Tulisan ini juga membahas tentang keunggulan wisata MICE, yakni : 1. Dampak multi yang mampu diberikan industri MICE khususnya dalam menggerakkan mesin perekonomian di tingkat regional, nasional maupun daerah. 2. Wisatawan jenis ini memiliki lama tinggalyang relatif lebih lama, yaitu rata-rata lebih dari 4 hari. 3. Multiplier Effect yang terjadi terhadap usaha lain khususnya usaha kecil dan menengah, dan pemasaran maupun penjualan wisata nasional secara keseluruhan. Dari beberapa sumber di atas yang berupa skripsi, tugas akhir, makalah dan tesis, belum ada penelitian yang secara spesifik membahas mengenai pengaruh wisata MICE atau konvensi terhadap peningkatan angka lama tinggal wisatawan khususnya di kota Yogyakarta. Terdapat penelitian di atas yang menyebutkan hal tersebut namun hanya sebagai pendukung tulisan saja. Namun demikian peneliti juga membenarkan bahwa proposal penelitian ini tidak lepas
12
dari peran beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini merupakan ide orisinil peneliti setelah melakukan beberapa observasi langsung pada kegiatan wisata konvensi di Yogyakarta dan dampaknya pada lama tinggal wisatawan di hotel dan kota Yogyakarta sebagai destinasi wisata 1.6
Landasan Teori Penulisan penelitian yang berkaitan dengan kegiatan wisata konvensi dalam karya ilmiah ini berdasar pada teori-teori yang telah dibuat oleh pakar ilmu pariwisata. Pada sub bab ini penulis telah memilih beberapa teori guna mendukung dan menjadi landasan membahas permasalahan yang ditemukan. Pendekatan teori yang digunakan penulis antara lain; Pengertian MICE menurut Pendit (1999) adalah kegiatan konvensi, perjalanan insentif dan pameran dalam industri pariwisata. Dewasa ini istilah MICE sudah menjadi suatu sarana sekaligus produk yang dapat dikategorikan dan masuk dalam paket-paket wisata siap dijual kepada asosiasi, organisasi, badan lembaga, korporasi, perusahaan besar yang bermaksud mengadakan suatu persidangan, pertemuan, konvensi, konferensi, musyawarah, rapat kerja, seminar,
13
atau lokakarya, di kalangan industri pariwisata dewasa ini (Pendit, 1999:25). Pendit (1999) juga menyebutkan, pada praktiknya arti meeting (rapat, pertemuan atau persidangan) sama saja dengan conference (konperensi, kongres atau konvensi). Maka secara teknis, akronim MICE sesungguhnya adalah istilah yang memudahkan orang mengingatnya.
Dalam
bisnis
wisata
konvensi
kecenderungan
pertemuan-pertemuan organisasi atau asosiasi yang senantiasa berkembang dan meningkat, membuktikan bahwa kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam MICE, memberi peluang pada peningkatan pendapatan kegiatan industri pariwisata dalam keseluruhannya (Pendit, 1999:35) Untuk memahami terminologipariwisata bisnis lebih baik, Abdullah
(2009)
menyebutkan
bahwa
kita
dapat
memperbandingkannya dengan terminologileisure tourism (berwisata di waktu luang). Perbedaan utama di antara kedua jenis wisata ini adalah mengenai tujuannya, jika berwisata di waktu luang bertujuan untuk semata-mata mencari kesenangan, namun dengan pertimbangan yang sangat ketat terhadap harga (biaya), pariwisata bisnis bertujuan untuk bisnis dan kesuksesannya dan pada umumnya tidak terlalu
14
mempersoalkan mengenai harga (biaya). Salah satu alasannya adalah bahwa biaya itu pada umumnya sudah dipersiapkan jauh-jauh hari oleh sebuah institusi atau perseorangan dan umumnya mereka adalah pihak yang memiliki kewenangan dalam pengambilan kebijakan. Ada banyak lagi perbedaan lain, namun dua yang sangat penting lainnya adalah menyangkut kemampuan promosi destinasi yang diakibatkan dari suatu acara. Pariwisata bisnis/perjalanan bisnis biasanya berlangsung untuk durasi waktu yang lebih lama (4-5 hari) (Abdullah, 2009). Selanjutnya mengenai hotel tempat penyelenggaraan kegiatan wisata konvensi, Pendit (1999) menyebutkan bahwa Hotel Konvensi merupakan hotel tempat terselenggaranya kegiatan utama program konvensi
dan
pameran,
baik
dalam
skala
nasional
maupun
internasional (Pendit,1999:206). Kemudian mengenai istilah rata-rata lama tinggal, Badan Pusat Statistik DIY (2012) mengartikan rata-rata lamanya tamu menginap (Average Length of Stay) ialah banyaknya malam tempat tidur yang dipakai, dibagi dengan banyaknya tamu yang datang menginap ke akomodasi. Rata-rata lamanya tamu menginap ini dapat dibedakan antara tamu mancanegara dan tamu domestik (BPS DIY,2012).
15
Dengan berlandaskan beberapa teori di atas maka pembahasan dalam penelitian ini berada pada batasan yang tepat dan fokus terhadap kajian-kajian yang perlu untuk mendukung ide-ide dasar penelitian diharapkan mampu menjawab permasalahan penelitian seperti aktivitas wisata konvensi/MICE dan rata-rata lama tinggal tamu. 1.7
Metode Penelitian Penelitian
ini
merupakan
penelitian
Kualitatif
yang
menggunakan analisis Deskriptif yang menurut Nawawi (2011) dalam Anandito (2014) dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan/obyek pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Nawawi, 2011 dalam Anandito,2014:13). Berdasarkan penjelasan di atas, maka penelitian ini membahas keberlangsungan wisata konvensi/MICE di Hotel Inna Garuda Yogyakarta serta seperti apa peran aktivitas wisata ini dalam meningkatkan angka rata-rata lama tinggal tamu di hotel tersebut. Kemudian untuk mencapai tujuan penelitian tersebut, beberapa hal yang akan ditentukan adalah sebagai berikut: penentuan lokasi penelitian, penentuan informan dan studi pustaka, metode perolehan data, serta metode analisis data.
16
1.7.1
Lokasi Penelitian Penelitian ini diadakan di Hotel Inna Garuda Yogyakarta, Jalan Malioboro No.60. Penentuan lokasi penelitian di hotel tersebut berdasarakan beberapa pertimbangan sebagai berikut: (1) rekomendasi dari Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia cabang Daerah Istimewa Yogyakarta, Bapak Istidjab M.Danunegoro, (2) prestasi Hotel Inna Garuda Yogyakarta sebagai hotel tempat penyelenggaraan kegiatan MICE/wisata konvensi nasional maupun internasional dengan kegiatan MICE terbanyak dibandingkan hotel-hotel berbintang lain di kota Yogyakarta, (3) kemudahan mengadakan penelitian di Hotel Inna Garuda Yogyakarta tanpa harus melaksanakan kerja magang, dan bahwa (4) Hotel Inna Garuda Yogyakarta merupakan sebuah hotel yang telah sangat familiar di masyarakat serta identik dengan kota Yogyakarta.
1.7.2
Metode Perolehan Data
Pengamatan/Observasi: Observasi dilakukan di hotel Inna Garuda Yogyakarta khususnya pada database MICE dan lama tinggal tamu hotel Inna Garuda Yogyakarta. Peneliti mengamati data kedatangan tamu MICE dan tamu individual selama periode bulan Januari-Maret 2014-2015 didampingi staff hotel, lalu mencatatnya dengan rinci untuk
17
nantinya dibandingkan dan untuk menemukan perbedaan diantara keduanya agar dapat diketahui angka rata-rata lama tinggal tamu yang lebih tinggi diantara keduanya. Studi Pustaka: Memasukkan beberapa hasil penelitian lain terkait wisata konvensi/MICE dan penelitian mengenai perkembangan peningkatan angka rata-rata lama tinggal wisatawan di sebuah destinasi wisata. Data-data ini selanjutnya akan digunakan sebagai pengantar pembaca untuk mengetahui awal mula kegiatan wisata konvensi/MICE muncul, hingga kemudian dibangun fasilitas pendukungnya seperti gedung pertemuan, hotel tempat penyelenggaraan MICE serta peraturan-peraturan
tentang
pelaksanaan
kegiatan
wisata
konvensi/MICE di Indonesia. Wawancara: Penentuan melakukan wawancara kepada departemen HRD dan Marketing dari Hotel Inna Garuda berdasarkan pertimbangan sebagai berikut: (1) database kedatangan tamu MICE maupun individual, serta angka rata-rata lama tinggal tamu berada pada kendali Departemen Marketing, dan hanya dapat dikeluarkan atas izin Departemen Marketing melalui Departemen HRD/ManPower, (2) database kedatangan tamu MICE dan tamu individual serta angka ratarata lama tinggal tamu hanya dapat diakses atas izin INNA Hotel Grup,
18
dan pemegang izin tersebut diantaranya adalah Departemen Marketing dan HRD/ManPower, (3) General Manager Hotel Inna Garuda Yogyakarta tidak menerima wawancara apapun dalam hal penelitian, sehingga
diserahkan
kepada
pemegang
jabatan
di
bawahnya
disesuaikan dengan tema penelitian. 1.7.3
Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Kualitatif Deskriptif. Metode ini dilaksanakan dengan cara melakukan penelitian melalui studi kasus pada beberapa kegiatan konvensi dan acara seperti eksibisi dan acara-acara organisasi nasional maupun internasional. Pengamatan juga dilakukan terhadap lama tinggal peserta di hotel Inna Garuda Yogyakarta, dan juga pengamatan terhadap data statistik yang dikeluarkan oleh Biro Pusat Statistik DIY, terkait dengan data perkembangan lama tinggal wisatawan dari tahun ke tahun di Provinsi DIY. Hal ini dilakukan sebagai cara untuk mengetahui apa saja kegiatan wisata konvensi yang berlangsung di Hotel Inna Garuda Yogyakarta. Langkah ini nantinya akan menjawab rumusan masalah pertama, yakni bagaimana aktivitas wisata konvensi di Hotel Inna Garuda Yogyakarta berlangsung.
19
Selanjutnya penulis membandingkan hubungan antara aktivitas wisata konvensi (MICE) di hotel Inna Garuda Yogyakarta dengan dinamika angka lama tinggal peserta wisata konvensi tersebut di tahun 2015. Hal ini dilakukan agar dapat diketahui bagaimana peran wisata konvensi ini dalam meningkatkan angka rata-rata lama tinggal tamu. Selanjutnya penghitungan dilakukan terhadap besarnya perbedaan angka lama tinggal peserta wisata konvensi, dengan angka lama tinggal di hotel pada saat tidak terjadi wisata konvensi (MICE), di hotel Inna Garuda tahun 2015 pada khususnya. Langkah selanjutnya yaitu merunut perkembangan angka lama tinggal wisatawan di Provinsi DIY dan perkembangan produktivitas hotel bintang di DIY dari tahun ke tahun pada umumnya. Hal ini guna mengetahui besarnya angka ratarata lama tinggal dari tahun ke tahun dan menjawab rumusan masalah kedua yakni apakah wisata konvensi berperan di dalamnya untuk meningkatkan angka tersebut. 1.8
Sistematika Penulisan Dalam penyusunan skripsi ini nantinya akan dibuat menjadi 4 Bab yang di dalamnya terdapat beberapa Sub-Bab yang berbeda dengan fokus penelitian yang berbeda. Pada final Bab nanti diharapkan mulai dari Bab 1 sampai dengan Bab 5 akan menjadi satu kesatuan
20
karya ilmiah yang tersistematika dengan baik dan dapat mencapai suatu tujuan yang diharapkan. Bab Satu Pendahuluan: Berupa pengantar yang berisi latar belakang
penulis
memilih
meneliti
tentang
pengaruh
wisata
konvensi/MICE terhadap angka rata-rata lama tinggal tamu/wisatawan di Hotel Inna Garuda Yogyakarta. Kemudian rumusan permasalahan dan tujuan penelitian memuat batasan pada hal yang akan diteliti. Hal tersebut yakni mengenai wisata konvensi dan lama tinggal, serta manfaat penelitian bagi pembaca maupun pelaksana industri hotel dan pariwisata. Tinjauan pustaka dan landasan teori memuat tentang sumber dan landasan berfikir penulis , lalu metode pengumpulan data, serta metode analisis memuat tentang cara penulis mendapatkan bahan penelitian serta mengolahnya untuk menjawab pertanyaan yang ada. Semua komponen di atas adalah kerangka dari apa yang akan dibahas dalam penelitian ini. Bab Dua Gambaran Umum:
Pada Bab ini akan dibahas
mengenai aktivitas wisata konvensi/MICE secara global, peraturan pemerintah mengenai kegiatan wisata MICE dan kemunculan hotelhotel sebagai tempat penyelenggaraan aktivitas wisata konvensi/MICE. Selanjutnya pembahasan akan menuju pada gambaran umum hotel
21
grup INNA sebagai grup yang manaungi Hotel Inna Garuda Yogyakarta yang dimaksudkan untuk paparan pengantar dalam membahas profil dan sejarah,fasilitas pendukung MICE, aturan-aturan hotel,dan struktur organisasi di hotel Inna Garuda Yogyakarta. Bab Tiga Pembahasan dan Analisis Data: Pada awal Bab ini akan dipaparkan beberapa data lama tinggal wisatawan di Provinsi DIY dalam kurun waktu tahun 2009-2015 sebagai pengantar kondisi angka rata-rata lama tinggal wisatawan di Provinsi DIY. Selanjutnya terdapat pemaparan data perbandingan pencapaian angka rata-rata lama tinggal di tahun 2014 dan 2015 dan penyebab fluktuasinya dalam kurun waktu satu tahun, serta perbandingan pencapaian angka lama tinggal wisatawan MICE dan individual/Non-MICE. Kemudian di bagian analisis data terdapat uraian analisis penulis mengenai tiga permasalahan yang muncul di bab awal, terkait wisata konvensi di Hotel Inna Garuda Yogyakarta, perbandingan pencapaian angka lama tinggal wisatawan MICE dan Non-MICE serta peran lebih wisata konvensi/MICE terhadap peningkatan angka rata-rata lama tinggal wisatawan di Hotel Inna Garuda Yogyakarta. Bab IV Kesimpulan Dan Saran: Bab ini adalah final dari penulisan skripsi ini, bagaimana kerangka, gambaran umum, serta
22
analisa pada Bab 1, Bab 2, dan Bab 3 dan Bab 4 yang telah disusun telah mencapai tahap kesimpulan bagaimana aktivitas wisata konvesi/MICE di Hotel Inna Garuda Yogyakarta berperan dalam peningkatan lama tinggal tamu dan bagaimana peran bisnis MICE sebagai sektor pendapatan yang utama di Hotel Inna Garuda Yogyakarta. Kemudian dalam bab ini juga terdapat langkah-langkah sebagai sumbangan saran yang diharapkan dapat menyumbang pemikiran baru untuk kepentingan semua pihak terkait dengan peningkatan lama tinggal wisatawan di kota Yogyakarta melalui aktivitas MICE yang menjadi kegiatan wisata modern dewasa ini.