BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah Khasanah budaya bangsa Indonesia yang berupa naskah klasik, merupakan peninggalan nenek moyang yang masih dapat dijumpai hingga sekarang. Naskah-naskah tersebut tersebar di berbagai penjuru tanah air, dan sebagian besar masih belum diteliti. Penelitian naskah-naskah klasik nusantara dipandang perlu dilaksanakan guna mengetahui kebudayaan masa lampau, karena naskah-naskah tersebut merupakan satu dari berbagai macam sumber kebudayaan (Robson, 1978:24). Penelitian terhadap naskah lama merupakan usaha yang teramat mulia, karena ikut menyelamatkan dan melestarikan warisan budaya masa lampau. Semakin banyak penelitian terhadap naskah lama, semakin besar kemungkinan terbentuknya wawasan dan temuan baru terhadap naskah-naskah lama. Hal ini dirasa penting karena masih banyak naskah-naskah yang masih terlantar atau belum dikaji secara tuntas yang memerlukan penanganan secara serius. Keberadaan sastra lama atau sastra daerah yang terdapat di berbagai pelosok nusantara, tidak terlepas dari unsur-unsur masyarakat yang membangunnya, sehingga apa yang dihasilkan dalam karya sastra lama merupakan replika atau sebuah panggambaran dari keadaan masyarakat pada waktu itu, baik keadaan sosial, religi (keagamaan), maupun adat-istiadat. Sastra lama juga sebagai perekam kebudayaan masing-masing daerah di
Universitas Sumatera Utara
nusantara dari kurun waktu yang relatif cukup lama, di dalamnya menampung berbagai buah pikiran, ajaran, budi pekerti, nasihat, hiburan, dan sebagainya. Peranan sastra dalam masyarakat sangat penting, terutama dalam pembentukan kepribadian atau watak bangsa. Dengan demikian maka sastra, terutama sastra lama, perlu dikaji dan dipelajari kembali agar dapat diketahui dan dimengerti aspek-aspek atau nilainilai penting yang terkandung di dalam karya sastra lama itu dengan sebaik-baiknya, sehingga kegunaan karya sastra benar-benar diketahui. Dalam kebudayaan masyarakat lama dikenal beberapa bentuk sastra lisan. Di antara bentuk-bentuk sastra lisan yang merupakan hasil cipta masyarakat lama (tradisional) itu adalah peribahasa, pantun, syair, dan prosa. Bentuk-bentuk kesusastraan itu diciptakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, yakni sebagai alat mengekspresikan pikiran dan perasaan serta sebagai alat menyampaikan petuah-petuah dan pendidikan. Sastra lisan yang hidup dalam suatu kelompok masyarakat dikenal pula sebagai cerita rakyat. Cerita rakyat merupakan salah satu bentuk folklor yang berkembang dalam suatu kelompok masyarakat dan merupakan milik masyarakat yang bersangkutan. Folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, diantaranya kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat bantu pengingat (Danandjaja, 1994:2).
Sastra Islam yang masuk ke dalam ranah sastra Nusantara itu ada yang mengalami transformasi dan ada pula yang diterima secara utuh. Riwayat Ibrahim bin Adham, misalnya, ditransformasikan menjadi karya prosa berjudul Hikayat Sultan Ibrahim. Konflik politis antara Syi'ah dengan Khawarij ditransformasikan menjadi cerita kepahlawanan berjudul Hikayat Muhammad Hanafiah, dan berbagai jejak kehidupan
Universitas Sumatera Utara
Nabi Muhammad saw. ditransformasikan menjadi aneka karya sastra, baik dalam bentuk prosa maupun puisi. Jika dipandang dari segi isinya, ada karya yang mengandung pokok ajaran Islam, yaitu akidah dan syari'ah, dan ada pula yang mengandung nilai, nasihat, dan kesufian. Islam merupakan agama yang ajarannya mencakup berbagai aspek kehidupan manusia. Tatkala agama ini masuk ke Indonesia dan diterima oleh mayoritas penduduknya, maka diterima pula aspek-aspek tertentu yang berkaitan dengan Islam, seperti sastra dan bahasa Arab berikut tulisannya. Kemudian aspek-aspek tersebut berakulturasi dan berintegrasi dengan masyarakat pribumi, sehingga melahirkan karyakarya sastra Nusantara yang bernafaskan Islam dan melahirkan huruf Arab melayu atau jawi. Adapun salah satu karya sastra Islam yang sampai sekarang digunakan dalam upacara-upacara ritual masyarakat Melayu, khususnya masyarakat Melayu Langkat, adalah Syair Dendang Siti Fatimah. Seperti diketahui bahwa Siti Fatimah adalah salah seorang dari anak Rasulullah yang ketika ditabalkan namanya dinyanyikan dengan syair. Seiring perkembangan sastra Islam, akhirnya syair tersebut dikenal oleh masyarakat Melayu dengan nama Syair Dendang Siti Fatimah. Syair ini sampai sekarang tetap diapresiasi oleh masyarakat Melayu. Syair Dendang Siti Fatimah merupakan salah satu karya sastra Arab Islami yang berbentuk puisi. Syair ini diterima secara utuh oleh masyarakat Melayu, khususnya di kalangan
masyarakat
Melayu
Tanjung
Pura,
Langkat.
Mereka
membacanya,
Universitas Sumatera Utara
mempelajarinya, dan mengamalkannya, baik dengan melagukannya maupun dengan membacanya seperti biasa. Hal itu tergantung pada situasi pemakaiannya. Deskripsi di atas menunjukkan bahwa sastra Islam telah merasuk ke dalam kehidupan para sastrawan Nusantara dan karya-karyanya. Karena itu, Teeuw (1984: 69) memandang bahwa konsep-konsep sastra Arab mengenai estetik dan puisi pun dianut oleh kebanyakan orang Indonesia. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika Robson (1978) berpandangan bahwa pengkajian terhadap karya sastra seperti itu sangatlah penting karena ia merupakan perbendaharaan pemikiran dan warisan nenek moyang yang mungkin sangat berguna bagi kehidupan umat manusia pada zaman sekarang ini. Penelaahan sastra Islam tersebut di atas memperlihatkan pentingnya sastra Islam dan penelitian hal-hal yang terkait dengannya. Kepentingan tersebut didasari oleh beberapa anggapan sebagai berikut, baik anggapan yang berkaitan dengan isu keislaman maupun kesusastraan. Pertama, sastra Islam bersumber dari nilai-nilai kebenaran yang abadi, yaitu nilai keislaman. Apabila suatu karya sastra berlandaskan kepada nilai kebenaran yang abadi, maka ia pun akan "abadi" pula. Apabila ia berlandaskan pada nilai yang tidak langgeng, ia pun menjadi karya yang hidup hanya dalam semusim. Kedua, "keabadian" karya itu karena ia difungsikan oleh pengarangnya sendiri maupun masyarakat penerimanya. Maka karya yang abadi hanyalah yang berfungsi. Ketiga, karya sastra Islam telah memberikan sumbangan berharga bagi perkembangan dunia sastra Indonesia, terutama dalam aspek isinya. Sumbangan itu akan
Universitas Sumatera Utara
terus bertambah apabila sastra Islam tersebut dikaji dan dipelajari. Salah satu contoh karya tersebut ialah Syair Dendang Siti Fatimah. Syair ini mengisahkan tentang keberadaan bayi dalam kandungan, kesusahan ibu mengandung selama sembilan bulan, perjuangan seorang ibu ketika melahirkan, dan mengisahkan tentang kasih sayang seorang ibu mendidik anaknya dari kecil hingga dewasa. Di samping itu syair ini mengandungi kata-kata nasihat kepada si anak terutama agar tidak rnelupakan jasa kedua orang tua. Jadi, hal-hal yang melatarbelakangi penelitian tentang sastra Islam, khususnya Syair Dendang Siti Fatimah., terletak pada kekhasan Syair Dendang Siti Fatimah sebagai sastra Islam yang digunakan oleh sebagian masyarakat Indonesia terutama masyarakat Melayu Tanjung Pura. Sastra Islam tersebut diperkirakan telah mempengaruhi konvensi sastra Indonesia, turut mengembangkan-nya, menghidupinya, dan mengilhami bagi terciptanya genre puisi lainnya seperti sastra tasawuf. Pengkajian terhadap Syair Dendang Siti Fatimah sudah pernah dilakukan oleh Asman, mahasiswa Departemen Sastra Daerah, Fakultas Ilmu Budaya USU, pada tahun 1996 dengan judul skripsi: “Analisis Struktural terhadap Syair Dendang Siti Fatimah Pada Masyarakat Melayu Binjai”. Kajian yang dilakukan oleh Asman hanya sampai tahap struktur pembentuk syair tersebut saja, sedangkan kajian semiotika tidak dilakukan. Oleh karena itu, penulis merasa bahwa kajian yang penulis lakukan terhadap Syair Dendang Siti Fatimah berbeda dengan kajian yang dilakukan oleh Asman. Syair Dendang Siti Fatimahsangat sarat dengan nilai-nilai budaya melayu dan syariat islam. Hal inilah yang menjadi latar belakang penulis mengambil kajian terhadap
Universitas Sumatera Utara
Syair Dendang Siti Fatimah dengan judul: “Kajian Semiotika Budaya Terhadap Syair Dendang Siti Fatimah pada Upacara Mengayun Anak Masyarakat Melayu Tanjung Pura”.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini akan difokuskan pada penelaahan tentang struktur, baik struktur fisik maupun struktur isi, dan semiotika budaya Syair Dendang Siti Fatimah bagi masyarakat pemakaianya yang umumnya berasal dari kalangan pesantren. Secara operasional, penelitian ini akan berupaya menjawab beberapa pertanyaan berikut. a. Bagaimana struktur Syair Dendang Siti Fatimah tersebut dipandang dari segi konvensi struktur puisi? b. Masalah-masalah budaya apa saja yang terkandung dalam struktur isi Syair Dendang Siti Fatimah? c. Apa fungsi Syair Dendang Siti Fatimah bagi masyarakat Tanjung Pura? d. Bagaimana deskripsi semiotika budaya yang terdapat dalam Syair Dendang Siti Fatimah?
1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah : a. Mendeskripsikan struktur fisik Syair Dendang Siti Fatimah tersebut dipandang dari segi konvensi struktur puisi?
Universitas Sumatera Utara
b. Mendeskripsikan masalah budaya yang terkandung dalam struktur isi Syair Dendang Siti Fatimah? c. Mendeskripsikan fungsi Syair Dendang Siti Fatimah bagi masyarakat Tanjung Pura? d. Menganalisis semiotika budaya yang terdapat dalam Syair Dendang Siti Fatimah?
1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari pengkajian terhadap Syair Dendang Siti Fatimah, adalah : 1. dapat menjadi rujukan bagi para peneliti tentang Tradisi Lisan Melayu, khususnya Melayu Sumatera Utara. 2. untuk mengembangkan ilmu Sastra. 3. dapat memberikan pemahaman terhadap masyarakat Melayu tentang nilai-nilai budaya yang terkandung di dalam Syair Dendang Siti Fatimah.
Universitas Sumatera Utara