BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Wilayah merupakan salah satu syarat administratif primer berdirinya suatu negara selain rakyat dan pemerintah ditambah pengakuan dari negara lain yang merupakan syarat sekunder. Bila pada masa lampau, menentukan wilayah perbatasan hanya dengan kondisi fisik alam seperti sungai, gunung, laut sedangkan pada zaman setelah masa kolonialisme, batas-batas wilayah dibuat oleh negara yang menguasai negara tersebut. Sekilas kembali ke masa setelah kemerdekaan Indonesia, para petinggi di negeri ini membicarakan apa yang menjadi bentuk negara ini. Ada yang mengusulkan bahwa negara ini harus dibuat federal dengan harapan dapat menyerupai negaranegara yang berkembang dengan bentuk pemerintahan federal. Tetapi dengan pertimbangan bahwa dalam pembentukannya negara ini terdiri atas negara-negara bagian yang disepakati bersama untuk bersatu, maka diambillah keputusan bahwa negara ini merupakan Negara Kesatuan. Maka seiring perkembangan zaman dibentuklah undang-undang pemerintah daerah yang mengatur tentang Otonomi daerah untuk memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur daerahnya masing-masing tanpa mengurangi makna negara kesatuan tersebut. Hal itu dilakukan karena dengan berkaca dari negara maju yang telah melakukannya
Universitas Sumatera Utara
terlebih dahulu maka pemerintah menganggap ini penting agar setiap kawasan di daerah dapat tertata dengan baik dan setiap kawasan di daerah masing-masing dapat dikelola dengan semestinya, baik dari sumberdaya alam, sumberdaya buatan maupun sumberdaya manusianya untuk mengelola kedua sumberdaya kedua tersebut. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, maka landasan administrasi dan keuangan diarahkan untuk mengembangkan otonomi daerah kepada Pemerintah Kabupaten/ Kota. Kedua undang-undang tersebut, yang lebih dikenal dengan Undang-undang Pemerintah Daerah (yang diperbaharui UU Nomor 32 tahun 2004), memberikan kewenangan yang luas kepada Pemerintah Kabupaten/Kota untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Akan tetapi harus tetap disadari bahwa kewenangan tersebut tidaklah semata-mata untuk kepentingan suatu daerah Kabupaten/Kota tertentu, namun tetap dalam kerangka kepentingan pembangunan wilayah Propinsi dan Nasional. Dengan memasuki tahun kedua undang-undang otonomi daerah tersebut hingga sekarang masih banyak ditemukan permasalahan dan kendala pembangunan, terutama dalam kerangka pembangunan wilayah. Permasalahan umum yang masih ditemukan antara lain : (1) Kesenjangan dalam dan antar wilayah, (2) Keterbatasan akses ke kawasan terpencil/tertinggal dan akses ke pasar, (3) Sistem pembangunan yang masih sentralistik dan sektoral, (4) Lemahnya keterpaduan program yang berbeda sumber pendanaannya, (5)
Universitas Sumatera Utara
Belum efektifnya pemanfaatan rencana tata ruang
sebagai alat keterpaduan
pembangunan (wilayah/ sektoral), (6) Pengelolaan pembangunan di daerah belum optimal dalam menunjang upaya pengembangan wilayah, dan (7) Terakumulasinya modal di kawasan perkotaan. 1 Dengan semakin terintegrasinya perekonomian secara global, harus diakui bahwa tata ruang bukanlah suatu fenomena internal semata, tetapi dinamikanya sangat dipengaruhi faktor-faktor global. Mungkin tidak terbayang sekitar 30 tahun yang lalu, bahwa gejala globalisasi ekonomi akan melanda dunia dengan sangat hebat, memasuki abad 21. Globalisasi, yang pada dasarnya ditandai dengan bebasnya aliran, modal, manusia, barang, serta informasi, pada gilirannya telah membawa implikasi semakin terintegrasinya sistem sosioekonomi dan politik secara global. Tentu saja, hal ini, berdampak luar biasa pada negara sedang berkembang, seperti Indonesia, sehingga masalah pembangunan yang dihadapi negara sedang berkembang semakin rumit karena Globalisasi tidak mengenal batas-batas yurisdiksi negara ataupun propinsi. 2 Pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah khususnya kota pematang siantar dilatarbelakangi oleh berbagai aspek kehidupan seperti perkembangan penduduk, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dinamika kegiatan ekonomi,
perkembangan/ perluasan jaringan komunikasi-transportasi dan
1
http://puslit.petra.ac.id/~puslit/journals/Rini S. Saptaningtyas
2
http://. Penataan Ruang. Net/ taru/ sejarah/ BAB7.5 Footer. Pdf
Universitas Sumatera Utara
sebagainya. Faktor-faktor tersebut akan membawa perubahan terhadap bentuk keruangan di wilayah yang bersangkutan, baik secara fisik maupun non fisik, sebagai wadah kegiatan manusia di dalamnya. Perubahan tersebut apabila tidak ditata dengan baik akan mengakibatkan perkembangan yang tidak terarah dan penurunan kualitas pemanfaatan ruang. 3
Dari pengamatan selama ini, dapat ditemu-kenali beberapa kelemahan dalam proses perencanaan dan implementasi tata ruang wilayah di indonesia sebagai berikut: (1) Perencanaan berorientasi pada pencapaian tujuan ideal berjangka
panjang,
yang
sering
meleset
akibat
banyaknya
ketidakpastian(uncertainties). Di sisi lain terdapat jenis-jenis perencanaan yang disusun dengan landasan pemikiran pemecahan masalah yang berjangka pendek kurang berwawasan luas, (2) Produk akhir berupa rencana tata ruang yang baik tidak selalu menghasilkan penataan ruang yang baik pula, tanpa didukung oleh para pengelola perkotaan dan daerah (urban and regional managers) yang handal, dilengkapi dengan mekanisme pengawasan dan pengendalian pembangunan (development control) yang jelas, (3) Terlihat kecenderungan yang kuat bahwa perencanaan tata ruang terlalu berat ditekankan pada aspek penataan ruang dalam arti fisik dan visual, (4) Keterpaduan dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan selama ini terkesan sekadar sebagai slogan atau hiasan bibir belaka, belum mengejawantah dalam kenyataan, (5) Peran serta masyarakat 3
http://www.malangkota.go.id/pdf/Bahan_Web_rtrw.pdf diunduh tgl 28 april 2011
Universitas Sumatera Utara
dalam proses perencanaan tata ruang wilayah masih sangat terbatas, (6) Adanya “gigi ompong” atau kata gagahnya ‘grey areas’ yaitu yang berupa rencanan kawasan ‘urban design’ yang sesungguhnya merupakan titi temu antara perencanaan kota yang berdimensi dua dengan perencanaan arsitektur yang berdimensi tiga. Dengan kata lain, sesudah tersusunnya rencana kota mulai dari rencana umum tata ruang kota (RUTRK), Rencana detail tata ruang kota (RDTRK) dan rencana teknis ruang kota (RTRK), biasanya langsung meloncat ke perncangan arsitektur secara individual bahkan bila dituntut lebih lanjut, seringkali RUTRK dibuat terlebih dahulu sedangkan rencana umum tata ruang daerah(RUTRD) dan rencana struktur tata ruang propinsi (RSTRP)-nya belum tersusun, (7) Yang juga cukup merisaukan adalah kekurang-pekaan para penentu kebijakan dan juga beberapa kalangan profesional terhadap warisan peninggalan kuno yang pada hakikatnya merupaan bagian yang tak terpisahkan dalam sejarah perkotaan. Tergusur dan lenyapnya karya arsitektur langka yang estetis dan bernilai sejarah , berarti lenyaplah suatu babakan dari kisah perkembangan kota, (8) Penekanan perencanaan kota dan daerah cenderung lebih berat pada aspek lingkungan binaan (man made environment) dan kurang memperhatikan pendayagunaan atau optimalisasi lingkungan alamiah (natural environment), (9) Terakhir, yang paling meresahkan adalah tipisnya wibawa dan kekuatan hukum suatu produk rencana tata ruang. Tata ruang yang sudah tersusun dapat dengan begitu saja dijungkir balikkan karena adanya ‘surat sakti’ dari penguasa dan pejabat kalangan atas. 4
4
Pof.Ir.Eko budihardjo Msc tata ruang perkotaan 1997:9-12
Universitas Sumatera Utara
Dengan adanya UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, setiap provinsi maupun kabupaten/ kota wajib memiliki peraturan daerah mengenai tata ruang. Provinsi diberikan waktu dua tahun untuk menyesuaikan atau menyusun Perda Tata Ruang sesuai aturan dalam Undang-undang ini. Sementara, kabupaten/kota diberikan waktu tiga tahun. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 diundangkan pada April 2007 dan mulai berlaku saat itu juga. Artinya, pada tahun 2009 semua provinsi sudah harus memiliki perda yang sesuai dengan ketentuan UU. Untuk kabupaten/kota, batas waktunya adalah bulan April tahun 2010, tetapi yang terjadi yaitu daerah terkesan lambat dalam pembentukan Peraturan Daerah (perda) mengenai tata ruang. Padahal, perda ini sangat penting untuk mendorong perbaikan pembangunan di daerah. Kendati masih ada provinsi, kabupaten/ kota yang belum memiliki perda mengenai rencana tata ruang wilayah, tidak bisa juga dikatakan bahwa pembangunan di provinsi, kabupaten/ kota itu tidak berjalan dan walaupun banyak daerah yang telah memiliki perda rencana tata ruang wilayah, belum tentu daerah tersebut telah tertata dengan baik sesuai dengan rencana tata ruang yang ada di daerahnya masing-masing, karena masih banyak ditemukan daerah yang demi peningkatan Pendapatan Asli Daerah, pemerintah daerah tersebut mengeluarkan kebijakan pemanfaatan tata ruang yang tidak konsisten dengan perda tata ruang yang telah disusun. Dokumen rencana tata ruang wilayah (RTRW) pada hakekatnya merupakan suatu paket kebijakan umum pengembangan daerah. Rencana tata ruang merupakan hasil perencanaan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang. Kebijakan yang dirumuskan pada dokumen ini merupakan dasar strategi
Universitas Sumatera Utara
pembangunan spasial, baik yang berkenaan dengan perencanaan tata ruang yang lebih terperinci (RDTRK, RTBL), maupun rencana kegiatan sektoral seperti kawasan perdagangan, industri, pemukiman, serta fasilitas umum dan sosial. Dalam implementasinya, pemanfaatan ruang dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik internal maupun eksternal, sehingga apabila terjadi suatu penyimpangan atau pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan RTRW, maka perlu untuk disempurnakan, baik dalam format evaluasi maupun revisi supaya RTRW tersebut tetap aktual, mampu mengakomodir aktivitas kota dan dapat dipedomani oleh setiap stakeholder dalam pembangunan kota. Dalam operasinalisasinya, rencana tata ruang harus memiliki kekuatan hukum berupa peraturan daerah. 5 Perlu diketahui bersama bahwa pada pemerintah kota pematang siantar telah memiliki rencana tata ruang wilayah berupa peraturan daerah, tetapi perda RTRW tersebut telah habis masa berlakunya, karena sesuai dengan UU nomor 26 tahun 2007, bahwa masa berlakunya peraturan daerah rencana tata ruang wilayah adalah 20 tahun, dan masa berlakunya perda RTRW pematang siantar telah habis pada tahun 2009. Maka sesuai dengan UU tersebut diatas maka pemerintah kota pematang siantar menganggap perlu untuk membuat rencana tata ruang wilayah yang baru dan nantinya akan dibuat kekuatan hukumnya berupa Peraturan daerah. Pemerintah Kota Pematangsiantar, yang dalam hal ini dikomandoi oleh Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan) dalam hal penyusunan RTRW telah selesai dalam penyusunan dokumen RTRW ini, dan sekarang masih pada tahap
5
http://www.malangkota.go.id/pdf/Bahan_Web_rtrw.pdf
Universitas Sumatera Utara
Penyampaian raperda tentang RTRW kota kepada Menteri untuk permohonan persetujuan substansi dengan disertai rekomendasi gubernur. Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan) merupakan sebuah Satuan Kerja
Perangkat
Daerah
(SKPD)
yang
mempunyai
tugas
untuk
mengkoordinasikan program perencanaan pembangunan, baik jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang. Sebagai sebuah lembaga SKPD, disamping mengkoordinasikan program perencanaan pembangunan daerah, Bappeda juga berfungsi sebagai pusat penelitian di daerah baik ekonomi, kependudukan, maupun sosial budaya. Bappeda juga berfungsi sebagai lembaga Evaluasi hasil pembangunan. Memperhatikan permasalahan penataan tata ruang wilayah, paradigma penataan ruang dan masih banyaknya daerah yang belum memiliki perda tata ruang wilayah maupun yang sedang dalam tahapan penyusunan perda tata ruang wilayah, maka penulis memandang perlunya untuk melakukan penelitian tentang proses penyusunan peraturan daerah rencana tata ruang wilayah kota Pematang Siantar dengan judul “ Evaluasi Penyusunan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah di Kantor Bappeda Pematangsiantar” 1.2 Rumusan Masalah Masalah timbul karena adanya tantangan, adanya kesangsian ataupun kebingungan kita terhadap suatu hal atau fenomena, adanya kemenduaan arti(ambiguity), adanya halangan dan rintangan, adanya celah(gap) baik antara kegiatan atau antar fenomena, baik yang telah ada ataupun yang akan datang.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian diharapkan dapat memecahkan masalah-masalah itu, atau sedikitdikitnya menutup celah yang terjadi. 6 Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan permasalahannya sebagai berikut: “Bagaimana Evaluasi Penyusunan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah di Kantor Bappeda Pematangsiantar?” 1.3 Tujuan Penelitian Setiap penelitian yang dilakukan terhadap suatu masalah pasti memiliki tujuan penelitian. Tujuan penelitian merupakan suatu pernyataan atau statement tentang apa yang ingin kita cari atau yang ingin kita tentukan. Dalam hal ini yang menjadi tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui bagaimana Evaluasi Penyusunan Peraturan daerah Rencana Tata Ruang Wilayah di kantor Bappeda(Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pematangsiantar. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah 1. Secara subjektif, untuk mengembangkan pengetahuan, wawasan dan kemampuan berpikir dalam dalam pembuatan karya tulis ilmiah
6
Moh.nazir, Ph.D Metode Penelitian 2005: 111
Universitas Sumatera Utara
2. Secara praktis, sebagai masukan/ sumbangan pemikiran pada kantor Bappeda kota Pematangsiantar dalam penyusunan perda rencana tata ruang wilayah 3. Secara akademis, sebagai bahan masukan ataupun bahan perbandingan bagi orang-orang yang belum mengetahui proses penyusunan perda ataupun orang yang ingin mengadakan penelitian di bidang yang sama. 1.5 Kerangka Teori Untuk memudahkan penulis dalam rangka penyusunan penelitian ini, maka dibutuhkan suatu landasan berfikir yang dijadikan sebagai pedoman untuk menjelaskan masalah yang sedang disorot, pedoman tersebut disebut dengan kerangka teori. Menurut setiawan djuharie 7 Telaahan kepustakaan berisi tentang hasil telahaan terhadap teori dan hasil penelitian terdahulu yang terkait. Telahaan ini bisa dalam arti membandingkan, mengkontraskan atau meletakkan tempat kedudukan masing-masing dalam masalah yang sedang diteliti, dan pada akhirnya menyatakan posisi/ pendirian peneliti disertai dengan alasan-alasannya. Telahaan ini dipelukan karena tidak ada penelitian empirik tanpa didahului telahaan kepustakaan.
7
Setiawan Djuharie pedoman penulisanskripsi, tesis, disertasi 2001:55
Universitas Sumatera Utara
1.5.1 Evaluasi Kebijakan 1.5.1.1 Beberapa Defenisi Mengenai Evaluasi Kebijakan Michael howlet dan M Ramesh(1995:11) dalam Subarsono (2005:13) mengemukakan bahwa evaluasi kebijakan adalah proses untuk memonitor dan menilai hasil atau kinerja kebijakan. Anderson (1979) mengatakan bahwa Evaluasi adalah the appraisal of assesstment of policy including its content implementation and impact (penilaian atau pengukuran kebijakan termasuk isi, implementasi dan dampaknya). Secara umum istilah evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran (appraisal), pemberian angka (rating) dan penilaian (assesment), kata-kata yang menyatakan usaha untuk menganalisis hasil kebijakan dalam arti satuan nilainya. Dalam arti yang lebih spesifik, evaluasi berkenaan dengan produksi informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan. Dengan evaluasi, kebijakan-kebijakan ke depan akan lebih baik dan tidak mengurangi kesalahan yang sama. Berikut ini ada beberapa argumen perlunya evaluasi: 1. Untuk menentukan tingkat kinerja suatu kebijakan. Melalui evaluasi maka dapat diketahui derajat pencapaian tujuan dan sasaran 2. Untuk mengetahui keberhasilan/ kegagalan atau kebijakan 3. untuk mengetahui penyebab kegagalan
Universitas Sumatera Utara
4. untuk mengetahui apabila ada penyimpangan. Evaluasi juga bertujuan utnuk mengetahui adanya penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi, dengan cara membandingkan antara tujuan dan sasaran dengan pencapaian target. 5. Sebagai bahan masukan(input) untuk kebijakan yang akan datang. Tujuan akhir dari evaluasi adalah untuk memberikan masukan bagi proses kebijakan ke depan agar dihasilkan kebijakan yang lebih baik. Ripley (1985) dalam subarsono (2005:10) hasil kebijakan bermanfaat bagi penentuan kebijakan dimasa yang akan datang, agar kebijakan yang akan datang lebih baik dan lebih berhasil. Selanjutnya Jones dalam Tangkilisan (2003:25) mengemukakan bahwa evaluasi suatu kebijakan publik berarti dilakukan peninjauan ulang untuk mendapatkan perbaikan dari dampak yang tidak diinginkan. Melihat pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Evaluasi kebijakan adalah kegiatan atau proses untuk mengukur dan selanjutnya menilai sampai dimanakah tujuan yang telah dirumuskan sudah dapat dilaksanakan. 1.5.1.2 Model/ Tipe Evaluasi Kebijakan Evaluasi kebijakan merupakan langkah terakhir dalam proses suatu kebijakan. Namun, evaluasi secara lengkap mengandung tiga pengertian:
Universitas Sumatera Utara
a. evaluasi awal, sejak awal sejak dari proses perumusan kebijakan sampai saat sebelum dilaksanakan (Ex-ante evaluation) b. Evaluasi dalam proses pelaksanaan atau monitoring c. Evaluasi akhir, yang dilakukan setelah selesai proses pelaksanaan kebijakan(ex-post evaluation) Pentingnya evaluasi awal dalam proses kebijakan pada umumnya dirasakan karena setelah rumusan draff kebijakan dibuat atau disetujui masih dirasakan ada keperluan untuk melakukan sosialisasi guna memperoleh tanggaan awal dari masyarakat. Contoh yang paling jelas dapat dilihat dalam proses pembuatan undang-undang. Bersamaan dengan proses pelaksanaan ada kegiatan penilaian yang disebut monitoring. Sekalipun kedua proses itu berjalan bersamaan, monitoring tidak boleh sampai mengganggu proses pelaksanaan. Bahkan monitoring diperlukan untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan. Dengan monitoring diharapkan setiap kekeliruan atau ketidakcocokan yang terjadi sebagai akibat dari kekurangan informasi pada saat formulasi kebijakan atau karena ada perubahan-perubahan yang tidak terduga di lapangan, segera dapat diperbaiki dan disesuaikan. Dengan demikian, kekeliruan tidak berlarut-larut sehingga memperbesar kemungkinan terjadinya kegagalan. Maka itu, fokusnya tidak hanya pada suatu tahap dalam proses kebijakan, tetapi pada keseluruhan proses. Karena itu, obyek yang diidentifikasi bukan sekedar kegagalan, melainkan juga keberhasilan. Kegagalan menjadi sasaran untuk diperbaiki, sementara keberhasilan menjadi contoh untuk dikembangkan.
Universitas Sumatera Utara
Menurut William N Dunn, Gambaran utama evaluasi adalah bahwa evaluasi menghasilkan tuntutan-tuntutan yang bersifat evaluatif. Disini pertanyaannya bukan mengenai fakta(apakah sesuatu ada?) atau aksi (apakah yang harus dilakukan?)tetapi nilai(berapa nilainya?). karena itu evaluasi memiliki sejumlah karakteristik yang membedakannya dari metode-metode analisis kebijakan lainnya: 8 1. Fokus nilai Evalusi merupakan usaha untuk menentukan manfaat atau kegunaan sosial kebijakan atau program dan buka sekedar usaha untuk mengumpulkan informasi mengenai hasil aksi kebijakan yang terantisipasi dan tidak terantisipasi. Karena ketepatan tujuan dapat selau dipertanyakan, evaluasi mencakup prosedur untuk mengevaluasi tujuan-tujuan dan sasaran itu. 2. Interdependensi fakta-nilai Tuntutan evaluasi tergantung baik “fakta” maupun “nilai”. Untuk menyatakan bahwa kebijakan atau program tertentu telah mencapai tingkat kinerja yang tinggi atau rendah diperlukan tidak hanya bahwa hasil-hasil kebijakan berharga bagi sejumlah individu, kelompok atau seluruh masyarakat: untuk menyatakan demikian, harus didukung oleh bukti bahwa hasil-hasil kebijakan secara aktual merupakan konsekuensi dari aksi-aksi yang dilakukan untuk 8
William N Dunn pengantar analisis kebijakan publik 1998:608)
Universitas Sumatera Utara
memecahkan masalah tertentu. Oleh karena itu pemantauan merupakan prasyarat bagi evaluasi 3. Orientasi masa kini dan masa lampau Tuntutan evaluatif, berbeda dengan tuntutan advokatif, diarahkan pada hasil sekarang dan masa lalu, ketimbang hasil masa depan. Evaluasi bersifat retrospektif dan setelah aksi-aksi dilakukan( ex post). Rekomendasi yang juga mencakup premis-premis nilai, bersifat prospektif dan dibuat sebelumaksi-aksi dilakukan 4. Dualitas nilai Nilai-nilai yang mendasari tuntutan evaluasi mempunyai kualitas ganda, karena mereka dipandang sebagai tujuan dan segaligus cara. Evaluasi sama dengan rekomendasi sejauh berkenaan dengan nilai yang ada. William Dunn dalam Abidin (2004;218), menunjuk pada perbedaan fungsi antar monitoring atau evaluasi dalam proses pelaksanaan dengan evaluasi kinerja atau evaluasi sesudah pelaksanaan. William Dunn mengemukakan bahwa monitoring ditujukan untuk menjawab pertanyaan tentang apa yang terjadi dalam proses pelaksanaan, bagaimana terjadinya dan mengapa, “what happened, how and why?” sementara evaluasi akhir menjawab persoalan tentang perubahan apa yang telah terjadi. Menurut Dunn, monitoring menghasilkan informasi yang sifatnya empiris, berdasarkan fakta-fakta yang ada (designative claims), sementara evaluasi akhir menghasilkan informasi
Universitas Sumatera Utara
yang bersifat penilaian (values) dalam memenuhi kebutuhan, peluang dan/ atau memecahkan permasalahan. Secara keseluruhan, evaluasi kebijakan memiliki empat fungsi : 1. Eksplanasi Melalui evaluasi dapat dipotret realitas pelaksanaan program dan dapat dibuat suatu generalisasi tentang pola-pola hubungan antar berbagai dimensi realitas yang diamatinya . disini, evaluator dapat mengetahui persoalan-persoalan politis dan manajemen yang melekat dalam implementasi kebijakan. 2. Kepatuhan Melalui evaluasi dapat diketahui apakah tindakan yang dilakukan oleh para pelaku, baik birokrasi maupun pelaku lain sesuai dengan standar dan prosedur yang ditetapkan oleh kebijakan. 3. Auditing Melalui evaluasi dapat diketahui apakah output benar-benar sampai ke tangan kelompok sasaran maupun penerima lain (individu, keluarga, organisasi, birokrasi desa, dan lain-lain) yang dimaksudkan oleh pembuat kebijakan. Tidak adakah penyimpangan dan kebocoran?
Universitas Sumatera Utara
4. Akunting Dengan evaluasi dapat diketahui apa akibat sosial ekonomi dari kebijakan tersebut.9 Dalam william dunn(278) di dalam samodra wibawa, dkk(10) Evaluasi kebijakan kiranya bermaksud untuk mengetahui empat aspek: 1. Proses pembuatan kebijakan 2. Proses implementasi 3. Konsekuensi kebijakan 4. Efektivitas dampak kebijakan Lebih lanjut, tangkilisan(2003:26) menjelaskan bahwa dalam melakukan evaluasi kebijakan, secara umum ada tiga aspek yang diharapkan dari seorang evaluator kebijakan, yaitu: 1. Aspek
perumusan
kebijakan,
dimana
evaluator
berupaya
untuk
menemukan jawaban bagaimana kebijakan tersebut dibuat dan dirumuskan 2. Aspek implementasi kebijakan, dimana evaluator berupaya mencari jawaban bagaimana kebijakan tersebut dilakukan. 3. Aspek evaluasi dimana evaluator berusaha untuk mengetahui apa dampak yang ditimbulkan oleh suatu tindakan kebijakan, baik dampak yang diinginkan maupun yang tidak diinginkan.
9
Samodra Wibawa, dkk Evaluasi Kebijakan Publik: 10; Dunn:278; Ripley:179
Universitas Sumatera Utara
‘Di pihak lain, evaluasi dapat dilakukan sebelum maupun sesudah kebijakan dilaksanakan. Keduanya disebut evaluasi summatif dan formatif’ 10 Dengan mengkaji ketiga aspek tersebut diatas, dalam hal ini evaluasi kebijakan dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalah-masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah-masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan. 11 Dalam penelitian ini, penulis menggunakan model evaluasi awal. Dimana dalam penelitian ini penulis akan mencoba mengevaluasi penyusunan peraturan daerah rencana tata ruang wilayah 1.5.1.3 Indikator Pengukuran Evaluasi Kebijakan: Menurut Subarsono (2005:121) pengukuran evaluasi bervariasi, namun secara umum evaluasi kinerja kebijakan tersebut mengacu pada lima indikator input, process, outputs, outcomes, dampak
10
Samodra wibawa, dkk...ibid: 358
11
Budi Winarno Kebijakan Publik Teori dan Proses 2007: 226
Universitas Sumatera Utara
Indikator input adalah bahan baku yang digunakan sebagai masukan dalam sebuah sistem kebijakan. Input tersebut dapat berupa, SDM, Sumberdaya finasnsial, tuntutan-tuntutan dan dukungan masyarakat. Sedangkan indikator proses memfokuskan pada penilaian bagaimana sebuah kebijakan ditransformasikan dalam bentuk pelayanan langsung kepada masyarakat. Sementara Indikator output(hasil), adalah keluaran dari sebuah sistem kebijakan, yang dapat berupa peraturan, kebijakan, pelayanan/ jasa dan program. Outcomes, adalah hasil suatu kebijakan dalam jangka waktu tertentu sebagai akibat diimplementasikannya suatu kebijakan. Impact(dampak) adalah akibat lebih jau pada masyarakat sebagai konsekuensi adanya kebijakan yang diimplementasikan. 1.5.2 Pemerintah Daerah
Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 12
12
Undang-undang 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
Universitas Sumatera Utara
1.5.2.1 Kepala Daerah
Setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintah daerah yang disebut kepala daerah. Kepala daerah untuk provinsi disebut gubernur, untuk kabupaten disebut bupati dan untuk kota adalah walikota. Kepala daerah dibantu oleh satu orang wakil kepala daerah, untuk provinsi disebut wakil Gubernur, untuk kabupaten disebut wakil bupati dan untuk kota disebut wakil walikota. Kepala dan wakil kepala daerah memiliki tugas, wewenang dan kewajiban serta larangan. Kepala daerah juga mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah, dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban
kepada
DPRD,
serta
menginformasikan
laporan
penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat.
1.5.2.2 Wakil Pemerintah Pusat
Gubernur yang karena jabatannya berkedudukan juga sebagai wakil Pemerintah di wilayah provinsi yang bersangkutan, dalam pengertian untuk menjembatani dan memperpendek rentang kendali pelaksanaan tugas dan fungsi Pemerintah
termasuk
dalam
pembinaan
dan
pengawasan
terhadap
penyelenggaraan urusan pemerintahan pada strata pemerintahan kabupaten dan kota. Wakil pemerintah sebagaimana dimaksud adalah perangkat pemerintah pusat dalam rangka dekonsentrasi.
Tugas dan wewenang Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat adalah:
Universitas Sumatera Utara
1. pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota; 2. koordinasi penyelenggaraan urusan Pemerintah di daerah provinsi dan kabupaten/kota; 3. koordinasi
pembinaan
dan
pengawasan
penyelenggaraan
tugas
pembantuan di daerah provinsi dan kabupaten/kota. Dalam kedudukannya tersebut, Gubernur bertanggung jawab kepada Presiden. 13
1.5.2.3 Perangkat Daerah
Perangkat daerah provinsi terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD,
dinas
daerah,
dan
lembaga
teknis
daerah.
Perangkat
daerah
kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan.
Sekretariat Daerah dipimpin oleh Sekretaris Daerah. Sekretaris Daerah diangkat dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan. Sekretaris Daerah Provinsi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur atas usul Bupati/Walikota sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sekretaris Daerah karena kedudukannya sebagai pembina pengawai negeri sipil di daerahnya.
13
http://id.wikipedia.org/wiki/Pemerintah_daerah_di_Indonesia
Universitas Sumatera Utara
Sekretariat DPRD dipimpin oleh Sekretaris DPRD. Sekretaris DPRD Provinsi diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur dengan persetujuan DPRD Provinsi. Sekretaris
DPRD
Kabupaten/Kota
diangkat
dan
diberhentikan
oleh
Bupati/Walikota dengan persetujuan DPRD Kabupaten/Kota.
Dinas Daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah. Dinas daerah dipimpin oleh kepala dinas yang diangkat dan diberhentikan oleh kepala daerah dari pegawai negeri sipil yang memenuhi syarat atas usul Sekretaris Daerah.
Lembaga Teknis Daerah merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik berbentuk badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah. Badan, kantor atau rumah sakit umum daerah sebagaimana dimaksud dipimpin oleh kepala badan, kepala kantor, atau kepala rumah sakit umum daerah yang diangkat oleh kepala daerah dari pegawai negeri sipil yang memenuhi syarat atas usul Sekretaris Daerah.
Kecamatan
dibentuk
di
wilayah
Kabupaten/Kota
dengan
Perda
Kabupaten/Kota yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Kecamatan dipimpin oleh seorang camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang bupati atau walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. Camat diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul sekretaris daerah kabupaten/kota dari pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Universitas Sumatera Utara
Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan dengan Perda Kabupaten/Kota yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Kelurahan dipimpin oleh seorang lurah
yang
dalam pelaksanaan tugasnya
memperoleh pelimpahan dari
Bupati/Walikota. Lurah diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul Camat dari pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Tugas dan Wewenang
Pemerintah daerah bersama-sama DPRD mengatur (regelling) urusan pemerintahan daerah yang menjadi kewenangannya. Pemerintah daerah mengurus (bestuur) urusan pemerintahan daerah yang menjadi kewenangannya. Pemerintah daerah wajib menyebarluaskan Perda yang telah diundangkan dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala Daerah yang telah diundangkan dalam Berita Daerah. Pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman yang bersumber dari Pemerintah, pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, dan masyarakat untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman yang berasal dari penerusan pinjaman hutang luar negeri dari Menteri Keuangan atas nama Pemerintah setelah memperoleh pertimbangan Menteri Dalam Negeri. Perjanjian penerusan pinjaman tersebut dilakukan antara Menteri Keuangan dan Kepala Daerah. Pemerintah daerah dengan persetujuan DPRD dapat menerbitkan obligasi daerah untuk membiayai investasi yang menghasilkan penerimaan daerah. Pemerintah daerah dalam meningkatkan perekonomian daerah dapat memberikan insentif dan/atau
Universitas Sumatera Utara
kemudahan kepada masyarakat dan/atau investor yang diatur dalam Perda dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Pemerintah daerah dapat melakukan penyertaan modal pada suatu Badan Usaha Milik Pemerintah dan/atau milik swasta. Penyertaan modal tersebut dapat ditambah, dikurangi, dijual kepada pihak lain, dan/atau dapat dialihkan kepada badan usaha milik daerah. Pemerintah daerah dapat memiliki BUMD yang pembentukan, penggabungan, pelepasan kepemilikan, dan/atau pembubarannya ditetapkan dengan Perda yang berpedoman pada peraturan perundangundangan. Pemerintah daerah dapat membentuk dana cadangan guna membiayai kebutuhan tertentu yang dananya tidak dapat disediakan dalam satu tahun anggaran. Pengaturan tentang dana cadangan daerah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pemerintah daerah wajib melaporkan posisi surplus/defisit APBD kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan setiap semester dalam tahun anggaran berjalan. Pemerintah daerah mengajukan rancangan Perda tentang perubahan APBD, disertai penjelasan dan dokumendokumen pendukungnya kepada DPRD. Pemerintah daerah dapat membentuk badan pengelola pembangunan di kawasan perdesaan yang direncanakan dan dibangun menjadi kawasan perkotaan. Pemerintah daerah mengikutsertakan masyarakat sebagai upaya pemberdayaan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan pembangunan, dan pengelolaan kawasan perkotaan.
Universitas Sumatera Utara
1.5.3 Rencana Tata Ruang Wilayah
Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya
Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang
Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang
Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum bagi pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam penataan ruang
Perencanaan tata ruang adalah upaya agar penyelenggaraan penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang
Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/ atau aspek fungsional.
Universitas Sumatera Utara
Rencana tata ruang wilayah nasional(RTRWN) adalah strategi dan arahan kebijakan pemanfaatan ruang wilayah negara untuk periode 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2026. 14
Menurut Haeruman 2004 (dalam Suciaty).Tata ruang merupakan suatu rencana yang mengikat semua pihak, yang berbentuk alokasi peruntukan ruang di suatu wilayah perencanaan. Bentuk tata ruang pada dasarnya dapat berupa alokasi letak, luas, dan atribut lain (misalnya jenis dan intensitas kegiatan) yang direncanakan dapat dicapai pada akhir periode rencana. 15 Selain bentuk tersebut, tata ruang juga dapat berupa suatu prosedur belaka (tanpa menunjuk alokasi letak, luas, dan atribut lain) yang harus dipenuhi oleh para pelaku pengguna ruang di wilayah rencana. Namun tata ruang dapat pula terdiri dari gabungan kedua bentuk diatas, yaitu terdapat alokasi ruang dan juga terdapat prosedur. Langkah awal penataan ruang adalah penyusunan rencana tata ruang. Rencana tata ruang diperlukan untuk mewujudkan tata ruang yang memungkinkan semua kepentingan manusia dapat terpenuhi secara optimal. Rencana tata ruang, oleh sebab itu, merupakan bagian yang penting dalam proses pembangunan, bahkan merupakan persyaratan untuk dilaksanakannya pembangunan, baik bagi daerah-daerah yang sudah tinggi intensitas kegiatannya maupun bagi daerahdaerah yang baru mulai tumbuh dan berkembang. 14 15
Undang-undang RI 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang
suciaty. 2006.magister teknik pembangunan wilayah dan Kota: Partisipasi masyarakat dalam penyusunan rencana tata ruang perkotaan, hal 26.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Budihardjo dan Sujarto (2005:208), perencanaan tata ruang kota selama ini masih saja cenderung terlalu berorientasi pada pencapaian tujuan ideal berjangka panjang, yang sering meleset akibat banyaknya ketidakpastian. Di sisi lain terdapat jenis-jenis perencanaan yang disusun dengan landasan pemikiran pemecahan masalah secara ad hoc yang berjangka pendek, kurang berwawasan luas.Seyogyanya pendekatan yang diambil mencakup keduanya. Selanjutnya dijelaskan
beberapa
usulan
atau
rekomendasi untuk
peningkatan kualitas perencanaan tata ruang dan pengelolaan lingkungan hidup di masa mendatang agar dapat berkelanjutan: 1. Agar pengelolaan dan tata ruang kota tidak lagi sekadar dilihat sebagai management of growth atau management of changes melainkan lebih sebagai management of conflicts. 2. Mekanisme development control yang ketat agar ditegakkan, lengkap dengan sanksi (dis-insentif) buat yang melanggar dan bonus (insentif) bagi mereka yang taat pada peraturan. 3. Penataan ruang kota secara total, menyeluruh dan terpadu dengan model-model participatory planning dan over the board planning atau perencanaan lintas sektoral sudah dilakukan secara konsekuen dan berkesinambungan.
Universitas Sumatera Utara
4. Kepekaan sosio-kultural para penentu kebijakan dan profesional khususnya di bidang tata ruang kota dan lingkungan hidup seyogyanya lebih ditingkatkan melalui forum-forum baik secara formal maupun informal. 5. Dalam setiap perencanaan tata ruang kota dan pengelolaan lingkungan hidup agar lebih diperhatikan kekayaan khasanah lingkungan alam. 6. Peran serta penduduk dan kemitraan dengan pihak swasta agar lebih digalakkan. 7. Prinsip pembangunan berkelanjutan yang berwawasan pada kepentingan rakyat agar dijabarkan dalam rencana dan tindakan nyata. Perencanaan tata ruang dapat mempengaruhi proses pembangunan melalui 3 alat utama yaitu (Cadman dan Crowe, 1991:143): 1. Rencana pembangunan, yang menyediakan pengendalian keputusan melalui keputusan strategis dimana pemerintah mengadopsi rencana tata ruang untuk mengatur guna lahan dan perubahan lingkungan. 2. Kontrol pembangunan, yang menyediakan mekanisme administratif bagi perencana untuk mewujudkan rencana pembangunan setelah mengadopsi rencana tata ruang. Kontrol pembangunan ini berlaku pula bagi pemilik lahan, pengembang dan investor. 3. Promosi pembangunan, merupakan cara yang paling mudah mengetahui interaksi antara perencanaan tata ruang dengan proses pembangunan. Dalam
Universitas Sumatera Utara
konteks pemerintahan, maka dengan adanya rencana tata ruang, pemerintah menginginkan adanya pembangunan dan investasi di daerahnya dengan cara mempromosikan dan memasarkan lokasi, membuat lahan yang siap bangun dan menyediakan bantuan dana serta subsidi. Pola pikir secara terpadu dalam penataan kota diperlukan, tidak saja dalam pengertian komprehensif terhadap unsur-unsur pembangunan kota namun juga mengandung pengertian terhadap pendekatan sistem yang tak terpisahkan antara perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian (development cycle) dalam setiap tahap penataan kota. Artinya pada tahap perencanaan, harus berfikir tentang bagaimana mencapai rencana yang disusun (pemanfaatan), sekaligus bagaimana dapat konsisten terhadap rencana yang dirumuskan (pengendalian). Sebaliknya pada tahap pengendalian, harus melihat ijin pelaksanaan pembangunan (pemanfaatan) dan sekaligus mengacu pada rencana yang dibuat (Pasaribu dan Suprapto, 2004:9). Selain itu, rencana tata ruang hendaknya (Kiprah, 2001:22): 1. Quickly yielding, rencana tata ruang mampu menganalisis pertumbuhan dan perkembangan daerah, menghasilkan langkah-langkah serta tahapan-tahapan dan waktu pelaksanaan pembangunan untuk kurun waktu tertentu. 2. Political friendly, demokratisasi dan transparansi sudah menjadi kebutuhan dalam seluruh rangkaian proses penyusunannya. Pengetahuan-pengetahuan rencana tata ruang mulai dari rembug desa hingga penetapan oleh DPRD sangat menentukan kewibawaan rencana tata ruang.
Universitas Sumatera Utara
3. User friendly, mudah dimengerti dan dipahami oleh segenap lapisan masyarakat. Sosialisasi perlu dilakukan terus menerus, sehingga masyarakat mudah memahami rencana dan perkembangan yang terjadi. 4. Market friendly, rencana tata ruang membuka peluang kepentingan dunia usaha dan rencana penanaman investasi dengan memperhatikan rencana tata guna tanah yang sesuai dengan peruntukannya. 5. Legal friendly, mempunyai kepastian hukum dan masyarakat dapat memperoleh kemudahan-kemudahan untuk melakukan investasinya. Lebih lanjut, suatu rencana tata ruang akan berhasil bila memenuhi kriteria/unsurunsur sebagai berikut: a. Disusun berdasarkan orientasi pasar. b.
Rencana tata ruang memiliki peluang bagi aktor atau stakeholder mengikuti dan mengisi tata ruang tersebut.
c.
Mempunyai
batasan-batasan
yang
jelas
terutama
menyangkut
kewenangan masing-masing aktor dan stakeholder agar mempunyai kepastian hukum yang jelas. d.
Disusun untuk mengurangi dampak psikologis yang berkembang di dalam masyarakat
dan
pembangunan,
mengakomodasikan
baik
kelompok
berbagai
minoritas
kepentingan
(misalnya
pelaku
pengembang,
kontraktor) maupun mayoritas (masyarakat). e. Mempunyai informasi yang jelas mengenai tahapan pelaksanaan pembangunan dan kapan rencana tersebut dilaksanakan.
Universitas Sumatera Utara
f.
Memiliki konsep pembangunan fisik, sosial, dan ekonomi yang pasti, masyarakat mengetahui alokasi pembangunan dan pengembangan, sehingga diperoleh informasi daerah/kawasan yang dapat dikembangkan dan dipertahankan.
g. Disusun untuk membangun kebersamaan, memperoleh kesepakatan dengan menunjukkan pula kelemahan dan kelebihan rencana tata ruang serta dampak yang akan ditimbulkannya, baik positif maupun negatif.
1.5.3.1 Fungsi dan Manfaat RTRW Kota 16 1.5.3.1.1 Fungsi RTRW Kota Fungsi RTRW kota adalah sebagai: 1. Acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). 2. Acuan dalam pemanfaatan ruang/pengembangan wilayah kota 3. Acuan untuk mewujudkan keseimbangan pembangunan dalam wilayah kota 4. Acuan lokasi investasi dalam wilayah kota yang dilakukan pemerintah, masyarakat, dan swasta
16
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 17 tahun 2009
Universitas Sumatera Utara
5. Pedoman untuk penyusunan rencana rinci tata ruang di wilayah kota 6. Dasar pengendalian pemanfaatan ruang dalam
penataan/pengembangan
wilayah kota yang meliputi penetapan peraturan zonasi, perijinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi; dan 7. Acuan dalam administrasi pertanahan. 1.5.3.1.2 Manfaat RTRW Kota Manfaat RTRW kota adalah untuk: 1. Mewujudkan keterpaduan pembangunan dalam wilayah kota 2. Mewujudkan keserasian pembangunan wilayah kota dengan wilayah sekitarnya; dan 3. Menjamin terwujudnya tata ruang wilayah kota yang berkualitas. 1.5.3.2 Proses dan Prosedur Penyusunan RTRW Kota17 1.5.3.2.1 Proses Penyusunan RTRW Kota 1.5.3.2.1.1Persiapan Penyusunan RTRW Kota A. Kegiatan Persiapan Kegiatan persiapan meliputi:
17
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 17 tahun 2009
Universitas Sumatera Utara
1. Persiapan awal pelaksanaan, meliputi : pemahaman Kerangka Acuan Kerja (KAK) atau Terms of Reference (TOR) dan penyiapan Rencana Anggaran Biaya (RAB) 2. Kajian awal data sekunder, mencakup review RTRW Kota sebelumnya dan kajian kebijakan terkait lainnya 3. Persiapan teknis pelaksanaan yang meliputi: a. penyimpulan data awal ; b. penyiapan metodologi pendekatan pelaksanaan pekerjaan; c. penyiapan rencana kerja rinci; Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota d. penyiapan perangkat survei (checklist data yang dibutuhkan, panduan wawancara, kuesioner, panduan observasi dan dokumentasi, dan lain-lain), serta mobilisasi peralatan dan personil yang dibutuhkan; dan 4. Pemberitaan kepada publik perihal akan dilakukannya penyusunan RTRW kota. B. Hasil dari Pelaksanaan Kegiatan Persiapan Hasil dari kegiatan persiapan ini, meliputi: 1. gambaran umum wilayah perencanaan; 2. kesesuaian produk RTRW sebelumnya dengan kondisi dan kebijakan saat ini;
Universitas Sumatera Utara
3. hasil kajian awal berupa kebijakan terkait wilayah perencanaan, isu strategis, potensi dan permasalahan awal wilayah perencanaan, serta gagasan awal pengembangan wilayah perencanaan; 4. metodologi pendekatan pelaksanaan pekerjaan yang akan digunakan; 5. rencana kerja pelaksanaan penyusunan RTRW kota; dan 6. perangkat survei data primer dan data sekunder yang akan digunakan pada saat proses pengumpulan data dan informasi (survei). C. Waktu Kegiatan Untuk melaksanakan kegiatan persiapan ini dapat dibutuhkan waktu 1 bulan, tergantung dari kondisi daerah dan pendekatan yang digunakan. 1.5.3.2.1.2 Pengumpulan Data yang Dibutuhkan A. Kegiatan Pengumpulan Data Untuk keperluan pengenalan karakteristik wilayah kota dan penyusunan rencana struktur dan pola ruang wilayah kota, harus dilakukan pengumpulan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dapat meliputi : 1. Penjaringan aspirasi masyarakat yang dapat dilaksanakan melalui penyebaran angket, temu wicara, wawancara orang per orang dan lain sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
2. Pengenalan kondisi fisik dan sosial ekonomi wilayah kota secara langsung melalui kunjungan ke semua bagian wilayah kota. Data sekunder yang harus dikumpulkan sekurang-kurangnya meliputi: 1. peta a. peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) atau peta topografi skala 1:25.000 sebagai peta dasar Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota b. citra satelit untuk memperbaharui (update) peta dasar dan membuat peta tutupan lahan Citra satelit yang digunakan harus menggunakan citra dengan informasi terakhir. Untuk RTRW Kota disarankan untuk menggunakan citra satelit resolusi 60 cm - 1 m. c. peta batas wilayah administrasi, d. peta batas kawasan hutan, e. peta informasi analisis kebencanaan (kegempaan, bahaya gunung api, dll), dan f. peta identifikasi potensi sumberdaya alam. 2. data dan informasi a. data dan informasi kebijakan penataan ruang terkait (RTRW provinsi, RTR KSN, RTRW kota sebelumnya).
Universitas Sumatera Utara
b. RPJP Kota dan RPJM Kota, untuk kota-kota yang telah memiliki RPJP dan RPJM c. data tentang kependudukan d. data tentang prasarana, sarana, dan utilitas wilayah e. data perekonomian wilayah f. data tentang kemampuan keuangan pembangunan daerah g. data kondisi fisik/lingkungan dan sumber daya alam termasuk penggunaan lahan eksisting h. data dan informasi tentang kelembagaan pembangunan daerah i. data dan informasi tentang kebijakan pembangunan sektoral, terutama yang merupakan kebijakan pemerintah pusat j. peraturan-perundang undangan terkait Tingkat akurasi data, sumber penyedia data, kewenangan sumber atau instansi penyedia data, tingkat kesalahan, variabel ketidakpastian, serta variabel-variabel lainnya yang mungkin ada, perlu diperhatikan dalam pengumpulan data. Data dalam bentuk data statistik dan peta, serta informasi yang dikumpulkan berupa data tahunan (time series) minimal 5 (lima) tahun terakhir dengan kedalaman data setingkat kelurahan/desa. Dengan data berdasarkan kurun waktu tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran perubahan apa yang terjadi pada wilayah kota.
Universitas Sumatera Utara
A. Hasil dari Pelaksanaan Kegiatan Hasil kegiatan pengumpulan data harus didokumentasikan sebagai bagian dalam Buku Data dan Analisis. C. Waktu Kegiatan Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pengumpulan data primer dan sekunder antara 2 (dua) - 3 (tiga) bulan, tergantung dari kondisi ketersediaan data di daerah maupun jenis pendekatan dan metode yang digunakan pada tahap ini. 1.5.3.2.1.3 Pengolahan dan Analisis Data A. Kegiatan Pengolahan dan Analisis Data Secara garis besar ada dua rangkaian analisis utama yang harus dilakukan dalam penyusunan RTRW Kota. Pertama, analisis untuk menggambarkan karakteristik tata ruang wilayah kota. Kedua analisis potensi dan masalah pengembangan kota. Karakteristik tata ruang wilayah kota yang harus digambarkan, meliputi : 1. kedudukan dan peran kota dalam wilayah yang lebih luas (regional) a. kedudukan dan peran kota dalam sistem perkotaan nasional; b. kedudukan dan peran kota dalam rencana tata ruang kawasan metropolitan (bila masuk dalam kawasan metropolitan); c. kedudukan dan peran kota dalam rencana struktur ruang provinsi; d. kedudukan dan peran kota dalam sistem perekonomian regional.
Universitas Sumatera Utara
2. karakteristik fisik wilayah, sekurang-kurangnya meliputi: a. karakteristik umum fisik wilayah (letak geografis, morfologi wilayah, dan sebagainya); b. potensi rawan bencana alam (longsor, banjir, tsunami dan bencana alam geologi); c. potensi sumberdaya alam (mineral, batubara, migas, panas bumi dan air tanah); dan d. kesesuaian lahan pertanian (tanaman pangan, tanaman perkebunan, dan sebagainya). 3. karakteristik sosial-kependudukan, sekurang-kurangnya meliputi: a. sebaran kepadatan penduduk di masa sekarang dan di masa yang akan datang (20 tahun); b. proporsi penduduk di masa sekarang dan di masa yang akan datang (20 tahun); dan c. kualitas SDM dalam mendapatkan kesempatan kerja. 4. karakteristik ekonomi wilayah, sekurang-kurangnya meliputi: a. basis ekonomi wilayah, ekonomi lokal, dan sektor informal; b. prospek pertumbuhan ekonomi wilayah di masa yang akan datang; dan c. prasarana dan sarana penunjang pertumbuhan ekonomi.
Universitas Sumatera Utara
5. kemampuan keuangan pembangunan daerah, sekurang-kurangnya meliputi: a. sumber penerimaan daerah dan alokasi pembiayaan pembangunan; dan b. prediksi peningkatan kemampuan keuangan pembangunan daerah.
Berdasarkan karakteritik tata ruang wilayah kota kemudian dilakukan analisis potensi dan masalah pengembangan kota yang meliputi : 1. analisis daya dukung wilayah kota serta optimasi pemanfaatan ruang; 2. analisis daya tampung wilayah kota; 3. analisis pusat-pusat pelayanan; 4. analisis kebutuhan ruang; dan 5. analisis pembiayaan pembangunan Hasil dari keseluruhan kegiatan analisis meliputi : 1. visi pengembangan kota; 2. potensi dan masalah penataan ruang wilayah kota dari multi aspek yang berpengaruh; 3. peluang dan tantangan penataan ruang wilayah kota dari multi aspek yang berpengaruh; 4. kecenderungan perkembangan dan kesesuaian kebijakan pengembangan kota;
Universitas Sumatera Utara
5. perkiraan kebutuhan pengembangan wilayah kota yang meliputi pengembangan struktur ruang seperti sistem perkotaan dan sistem prasarana, serta pengembangan pola ruang yang sesuai dalammenyelesaikan permasalahan yang ada dengan menggunakan potensi yang dimiliki, mengelola peluang yang ada, serta dapat mengantisipasi tantangan pembangunan ke depan; 6. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup wilayah; B. Hasil Pelaksanaan Kegiatan Hasil kegiatan pengolahan data dan analisis didokumentasikan dalam buku Data dan Analisa. Pokok-pokok penting yang menggambarkan karakteristik tata ruang wilayah kota selanjutnya menjadi bagian awal dari buku RTRW kota. C. Waktu Kegiatan Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan analisis adalah antara 2-6 bulan, bergantung pada kondisi data yang berhasil dikumpulkan dan metoda pengolahan data yang digunakan. 1.5.3.2.1.4 Perumusan Konsep RTRW Kota A. Kegiatan Perumusan Konsep RTRW Kota Kegiatan perumusan konsepsi RTRW kota terdiri atas perumusan konsep pengembangan wilayah dan perumusan RTRW kota itu sendiri. Konsep pengembangan wilayah dilakukan berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan
Universitas Sumatera Utara
sebelumnya dengan menghasilkan beberapa alternatif konsep pengembangan wilayah, yang berisi: 1. rumusan tentang tujuan, kebijakan, dan strategi pengembangan wilayah kota; dan 2. konsep pengembangan wilayah kota; Setelah dilakukan beberapa kali iterasi, dipilih alternatif terbaik sebagai dasar perumusan RTRW kota. Hasil kegiatan perumusan konsepsi RTRW yang berupa RTRW kota terdiri atas: a. tujuan, kebijakan dan strategi penataan kota; b. rencana struktur ruang kota; c. rencana pola ruang kota; d. penetapan kawasan-kawasan strategis kota; e. arahan pemanfaatan ruang; dan f. arahan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang.
B. Hasil Pelaksanaan Kegiatan Perumusan Konsepsi Hasil kegiatan Perumusan Konsepsi RTRW Kota didokumentasikan dalam buku RTRW kota yang merupakan materi teknis RTRW kota.
Universitas Sumatera Utara
C. Waktu Kegiatan Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan perumusan konsep RTRW kota adalah 2 - 7 bulan. 1.5.3.2.1.5 Penyusunan Raperda Tentang RTRW Kota A. Kegiatan Penyusunan Raperda Tentang RTRW Kota Kegiatan penyusunan naskah raperda tentang RTRW kota merupakan proses penuangan naskah teknis RTRW kota ke dalam bentuk pasal-pasal dan mengikuti kaidah penyusunan peraturan perundang-undangan, khususnya ketentuanketentuan dalam UU No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. B. Hasil Pelaksanaan Kegiatan Produk yang dihasilkan dari kegiatan ini adalah naskah Rancangan Peraturan Daerah tentang RTRW kota. C. Waktu Kegiatan Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan penyusunan rancangan Peraturan Daerah tentang RTRW kota adalah 1 (satu) bulan, dan dapat dilakukan secara simultan dengan penyusunan naskah teknis RTRW.
Universitas Sumatera Utara
1.5.3.2.2 Prosedur Penyusunan RTRW Kota Prosedur penyusunan RTRW kota merupakan pentahapan yang harus dilalui dalam proses penyusunan RTRW kota sampai dengan proses legalisasi RTRW kota yang melibatkan instansi terkait pemerintah daerah kota, instansi terkait pemerintah provinsi, dewan perwakilan rakyat daerah, masyarakat, dan instansi terkait pemerintah pusat. Masyarakat yang menjadi pemangku kepentingan dalam penyusunan RTRW kota meliputi: a. orang perseorangan atau kelompok orang; b. organisasi masyarakat tingkat kota atau yang memiliki cakupan wilayah layanan satu kota atau lebih dari kota yang sedang melakukan penyusunan RTRW kota; c. perwakilan organisasi masyarakat tingkat kota dan kabupaten/kota yang berdekatan secara sistemik (memiliki hubungan interaksi langsung) dari daerah yang dapat terkena dampak dari penataan ruang di daerah yang sedang disusun RTRW kota-nya; dan d. Perwakilan organisasi masyarakat tingkat kota dan kabupaten/kota dari daerah yang dapat memberikan dampak bagi penataan ruang di daerah yang sedang disusun RTRW kotanya.
Universitas Sumatera Utara
Prosedur penyusunan RTRW kota meliputi: A. pembentukan tim penyusun RTRW kota yang beranggotakan unsur-unsur dari pemerintah daerah kota, khususnya dalam lingkup Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) kota yang bersangkutan; B. pelaksanaan penyusunan RTRW kota; C. pelibatan peran mayarakat di tingkat kota dalam penyusunan RTRW kota melalui: 1. Pada Tahap Persiapan, Pemerintah Telah Melibatkan Masyarakat Secara Pasif Dengan Pemberitaan Mengenai Informasi Penataan Ruang Melalui: a. media massa (televisi, radio, surat kabar, majalah); b. brosur, leaflet, flyers, surat edaran, buletin, jurnal, buku; c. kegiatan pameran, pemasangan poster, pamflet, papan pengumuman, billboard; d. kegiatan kebudayaan (misal: pagelaran wayang dengan menyisipkan informasi yang ingin disampaikan di dalamnya); e. multimedia (video, VCD, DVD); f. website; g. ruang pamer atau pusat informasi; dan/atau h. pertemuan terbuka dengan masyarakat/kelompok masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
2. Pada Tahap Pengumpulan Data, Peran Masyarakat/Organisasi Masyarakat Akan Lebih Aktif Dalam Bentuk: a. pemberian data & informasi kewilayahan yang diketahui/dimiliki datanya; b. pendataan untuk kepentingan penatan ruang yang diperlukan; c. pemberian masukan, aspirasi, dan opini awal usulan rencana penataan ruang; d. identifikasi potensi dan masalah penataan ruang. Media yang digunakan untuk mendapatkan infomasi/masukan dapat melalui: a) kotak aduan; b) pengisian kuesioner, wawancara; c) website, surat elektronik, form aduan, polling, telepon, pesan singkat/SMS; d) pertemuan terbuka atau public hearings; e) kegiatan workshop, focus group disscussion (FGD); f) penyelenggaraan konferensi; dan/atau g) ruang pamer atau pusat informasi. 3. Pada Tahap Perumusan Konsepsi RTRW Kota, masyarakat terlibat secara aktif dan bersifat dialogis/komunikasi dua arah. Dialog dilakukan antara lain melalui
Universitas Sumatera Utara
konsultasi publik, workshop, FGD, seminar, dan bentuk komunikasi dua arah lainnya. Pada kondisi keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang telah lebih aktif, maka dalam penyusunan RTRW kota dapat memanfaatkan lembaga/forum yang telah ada seperti: a. satuan kerja (task force/technical advisory committee); b. steering committee; c. forum delegasi; dan/atau d. forum pertemuan antar pemangku kepentingan.
D. Pembahasan raperda tentang RTRW kota oleh pemangku kepentingan ditingkat kota. Pada tahap pembahasan raperda ini, masyarakat dapat berperan dalam bentuk pengajuan usulan, keberatan, dan sanggahan terhadap raperda tentang RTRW kota melalui: 1. media massa (televisi, radio, surat kabar, majalah); 2. website resmi lembaga pemerintah yang berkewenangan menyusun RTRW kota; 3. surat terbuka di media massa; 4. kelompok kerja (working group/public advisory group); dan/atau 5. diskusi/temu warga (public hearings/meetings), konsultasi publik, workshops, charrettes, seminar, konferensi, dan panel.
Universitas Sumatera Utara
1.5.3.3 Proses dan Prosedur Penetapan RTRW Kota Proses dan prosedur penetapan RTRW kota merupakan tindak lanjut dari proses dan prosedur penyusunan RTRW kota sebagai satu kesatuan sistem perencanaan tata ruang wilayah kota. Proses dan prosedur penetapannya diatur berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Secara garis besar proses dan prosedur penetapan RTRW kota meliputi tahapan sebagai berikut: a. Pengajuan Raperda tentang RTRW kota dari walikota kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kota, atau sebaliknya; b. Pembahasan RTRW oleh DPRD bersama pemerintah daerah kota; c. Penyampaian raperda tentang RTRW kota kepada Menteri untuk permohonan persetujuan substansi dengan disertai rekomendasi gubernur, sebelum raperda kota disetujui bersama antara pemerintah daerah kota dengan DPRD kota; d. penyampaian raperda tentang RTRW kota kepada gubernur untuk dievaluasi setelah disetujui bersama antara pemerintah daerah kota dengan DPRD kota; dan e. penetapan raperda kota tentang RTRW kota oleh Sekretariat Daerah kota.
1.5.4 Peraturan Daerah
Peraturan daerah adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah (gubernur atau bupati/walikota).
Universitas Sumatera Utara
Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
Peraturan Daerah terdiri atas:
1.
Peraturan Daerah Provinsi, yang berlaku di provinsi tersebut. Peraturan Daerah Provinsi dibentuk oleh DPRD Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur.
2.
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, yang berlaku di kabupaten/kota tersebut. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibentuk oleh DPRD Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tidak subordinat terhadap Peraturan Daerah Provinsi. 18
1.5.4.1 Mekanisme Pembentukan Peraturan Daerah
Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) dapat berasal dari DPRD atau kepala daerah (gubernur, bupati, atau walikota). Raperda yang disiapkan oleh Kepala Daerah disampaikan kepada DPRD. Sedangkan Raperda yang disiapkan oleh DPRD disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada Kepala Daerah.
18
http://id.wikipedia.org/wiki/Peraturan_daerah
Universitas Sumatera Utara
Pembahasan Raperda di DPRD dilakukan oleh DPRD bersama gubernur atau bupati/walikota. Pembahasan bersama tersebut melalui tingkat-tingkat pembicaraan, dalam rapat komisi/panitia/alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani legislasi, dan dalam rapat paripurna.
Raperda yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Gubernur atau Bupati/Walikota disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Gubernur atau Bupati/Walikota untuk disahkan menjadi Perda, dalam jangka waktu palinglambat 7 hari sejak tanggal persetujuan bersama. Raperda tersebut disahkan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota dengan menandatangani dalam jangka waktu 30 hari sejak Raperda tersebut disetujui oleh DPRD dan Gubernur atau Bupati/Walikota. Jika dalam waktu 30 hari sejak Raperda tersebut disetujui bersama tidak ditandangani oleh Gubernur atau Bupati/Walikota, maka Raperda tersebut sah menjadi Perda dan wajib diundangkan. 19
1.5.4.2 Pembentukan Peraturan Daerah 1. Prinsip Pembentukan Perda Setelah UU No 22 tahun 1999 diganti dengan UU no.32 tahun 2004 prinsipprinsip pembentukan peraturan daerah ditentukan sebagai berikut: a. Perda ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD b. Perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi, tugas pembantuan dan merupakan penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memerhatikan ciri khas masing-masing daerah c. Perda tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan/ atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
19
Undang-undang RI Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Universitas Sumatera Utara
d. Perda dibentuk berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundangundangan e. Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan ranperda f. Perda dapat memuat ketentuan beban biaya paksaan penegakan hukum, atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau denda sebanyakbanyaknya rp.50.000.000,-(lima puluh) juta rupiah g. Peraturan kepala daerah dan atau keputusan kepala daerah ditetapkan untuk melaksanakan Perda h. Perda berlaku setelah diundangkan dalam lembaran daerah i. Perda dapat menunjuk pejabat tertentu sebagai pejabat-penyidik pelanggaran perda j. Pengundangan perda dalam lembaran daerah dan peraturan daerah dalam berita daerah. 20
2.Teknik Perundang-Undangan Teknik perundang-undangan bertujuan membuat atau menghasilkan peraturan perundang-undangan yang baik. Suatu peraturan perundang-undangan yang baik dapat dilihat dari berbagai segi: 21
1. Ketetapan struktur, ketetapan pertimbangan, ketetapan dasar hukum, ketetapan bahasa(peristilahan), ketetapan pemaiakan huruf dan tanda baca. 2. Kesesuaian isi dengan dasar yuridis, sosiologis dan filosofis. Kesesuaian yuridis menunjukkkan adanya kewenanagn, kesesuaian bentuk dan jenis peraturan perundang-undangan yang satu dengan yang lain, dan tidak bertentangan dengan asas-asas hukum umum yang berlaku. Kesesuaian sosiologis mengggambarkan bahwa peraturan perundang-undangan yang dibuat sesuai dengan kebutuhan, tuntutan dan perkembangan masyarakat. 20
Ni’Matul Huda, SH.,M Hum Otonomi daerah 2005:23
21
H Abdul Latief Hukum Dan Peraturan Kebijaksanaan Pada Pemerintahan Daerah 2005: 68
Universitas Sumatera Utara
Kesesuaian filosofis menggambakan bahwa perundang-undangan dibuat dalam rangka
mewujudkan,
melaksanakan
atau
memelihara cita
hukum(rechtsidee) yang menjadi patokan hidup bermasyarakat. 3. Peraturan perundang-undangan tersebut dapat dilaksanakan(applicable) dan menjamin kepastian. Suatu peraturan perundang-undangan harus memperhitungkan daya dukung baik lingkungan pemerintahan yang akan melaksanakan maupun masyarakt tempat peraturan perundang-undangan
Prof. Van der Vlies menyebutkan, untuk membuat peraturan perundangundangan yang baik harus ada dua asas yaitu asas formal dan asas material.
Asas formal mencakup: asas tujuan yang jelas, asas organ/ lembaga yang tepat, asas perlunya peraturan, asas dapat dilaksanakan dan asas konsensus.
Sedangkan asas material mencakup: asas terminologi dan sistematika yang benar, asas dapat dikenali, asas perlakuan yang sama dalam hukum sesuai dengan keadaan individual.
1.5.4.3 Wewenang Dan Pembentukan Peraturan Daerah 1. Kewenangan membentuk peraturan daerah
Peraturan daerah merupakan peraturan perundang-undangan. Peraturan daerah itu semacam undang-undang, karena itu kewenangan pembentuknya mengikuti kewenangan pembentukan undang-undang.
Universitas Sumatera Utara
Peraturan daerah ditetapkan oleh kepala daerah dengan persetujuan Dewan perwakilan rakyat Daerah. Telah dikemukakan pula,dalam penjelasan umum undang-undang no 32 tahun 2004 disebutkan bahwa kewenangan yang ada pada kepala daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah mengandung pengertian bahwa pembentukan peraturan daerah dapat dilakukan bersamasama. 2. Prakarsa pembentukan peraturan daerah 22 A. Prakarsa Kepala Daerah
telah dikemukakan bahwa kepala daerah mempunyai hak prakarsa menyusun rancangan peraturan daerah untuk disetujui dewan perwakilan rakyat daerah.
Pasal 140 uu no 32 tahun 2004 menyebutkan, ayat 1 rancangan perda dapat berasal dari DPRD, Gubernur, atau bupati/ walikota dan pasal 141 ayat 1 rancangan perda disampaikan oleh anggota, komisi, gabungan komisi atau alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang legislasi, dengan mekanisme sebagai berikut:
1. Konsep rancangan peraturan daerah disusun oleh dinas/ biro/ unit kerja yang berkaitan dengan materi muatan yang akan diatur. Sebelum penyusunan
dilakukan,
dinas,
biro,
unit
kerja
bersangkutan
memberitahukan kepada biro hukum atau bagian hukum. Penyusunan konsep oleh dinas/ biro/ unit kerja tidak berarti selalu oleh satu dinas/ biro/
22
H Abdul Latief...op. cit hal 60-68
Universitas Sumatera Utara
unit. Penyusunan itu dapat juga dilakukan bersam-sama dinas, biro, unit kerja lain. Penyusunan bersama ini harus dimungkinkan karena ada kemungkinan (bahkan hampir selalu) materi muatan suatu peraturan daerah berkaitan dengan tugas berbagai dinas, iro dan sebagainya. Bahkan ada baiknya ditradisikan penyusunan oleh sebuah tim seperti Tim Abtar Departemen atau penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah. Tim tersebut dapat mengikutsertakan pihak-pihak diluar pemerintah daerah yang bersangkutan seperti ahli-ahli dari Universitas, badan peradilan, kejaksaan, kepolisian, perbankan dan lain-lain instansi yang dipandang dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk melahirkan suatu peraturan daerah yang baik. 2. Konsep yang telah disusun dinas, biro, unit kerja tersebut disampaikan kepada biro hukum atau bagian hukum untuk pemeriksaan teknis seperti kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan lain, kesesuaian dengan kebijaksanaan umum pemerintahan (pusat atau daerah bersangkutan) dan kebakuan format sesuai dengan pedoman yang berlaku. 3. Biro hukum atau bagian hukum akan mengundang dinas, biro, unit kerja yang akan menyusun konsep dan unit-unit kerja lain untuk ikut menyempurnakan konsep tersebut. Apabila sejak penyusunan konsep, unit-unit kerja lain diikutsertakan, maka pembahasan bersama akan dipermudah bahkan mungkin ditiadakan. Dengan mengikutsertakan berbagai unit dalam penysusunan konsep, maka pembahasan bersama atas konsep mungkin hanya diperlukan apabila biro hukum atau bagian hukum
Universitas Sumatera Utara
setelah melakukan pemeriksaan menemukan hal-hal yang memerlukan perubahan-perubahan (terutama perubahan substansi atau materi) 4. Biro hukum atau bagian hukum menyusun penyempurnaan(konsep final) untuk diteruskan kepada kepala daerah mengadakan
mengadakan
pemeriksaan (dibantu sekwilda) 5. Konsep rancangan peraturan daerah yang telah disetujui kepala daerah berubah menjadi rnacangan peraturan daerah. 6. Rancangan peraturan daerah disampaikan kepala daerah kepada ketua dewan perwakilan rakyat
daerah disertai nota pengantar
untuk
memperoleh persetujuan dewan.
B. Prakarsa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Tata cara penyusunan rancangan peraturan daerah oleh dewan perwakilan rakyat daerah diatur dalam peraturan daerah dalam tata tertib dewan. Karena itu, “ada kemungkinan perbedaan antara peraturan daerah yang satu dengan daerah yang lain. Meskipun demikian kemungkinan, kemungkinan pernedaan tersebut kecil sekali, karena peraturan daerah disusun berdasarkan PP no. 25 tahun 2004 tentang pedoman penyusunan tatib DPRD yang menggantikan surat keputusan Menteri Dalam Negeri No 4/ I/ 25-138 tahun 1978. Tata cara penyusunan rancangan peraturan daerah menuntut peraturan tata tertib dewan perwakilan rakyat daerah:
Universitas Sumatera Utara
1. Usul prakarsa dapat diajukan oleh sekurang-kurangnya lima orang anggota yang tidak hanya terdiri dari satu fraksi 2. Usul prakarsa dalam bentuk rancangan peraturan daerah tersebut disampaikan kepada pimpinan dewan perwakilan rakyat daerah Pimpinan dewan perwakilan rakyat daerah membawa rancangan peraturan daerah tersebut ke dalam sidang paripurna dewan perwakilan rakyat daerah setelah mendapat pertimbangan panitia musyawarah. Para pengusul diberi kesempatan untuk memberi penjelasan. 3. Pembahasan usul prakarsa dalam sidang-sidang dewan perwakilan rakyat daerah dilakukan oleh anggota dan kepala daerah 4. Tingkat-tingkat
pembicaraan
dilakukan
sesuai
dengan
tata
cara
pembahasan rancangan peraturan daerah atas prakarsa kepala daerah
Ada yang menarik dalam tata cara tersebut di atas yaitu keikutsertaan kepala daerah membahas usul prakarsa anggota tersebut. Menurut cara-cara yang standar, keikutsertaan kepala daerah semestinya setelah usul prakarsa tersebut menjadi usul dewan perwakilan rakyat daerah. Kepala daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah tidak membahas usul prakarsa tetapi rancangan peraturan daerah yang telah diterima sebagai prakarsa dewan. Diakui,
keikutsertaan
kepala
daerah
terhadap
usul
prakarsa
akan
mempersingkat proses. Apabila kepala daerah tidak menyetujui seluruh atau sebagian usul prakarasa, dapat segera dimusyawarahkan sebelum menjadi rancangan peraturan daerah atas prakarsa dewan perwakilan rakyat daerah. Dewan perwakilan rakyat daerah dapat menerima atau menolak usul prakarsa
Universitas Sumatera Utara
tersebut. Dalam hal ditolak, maka tidak lahir rancangan peraturan daerah dan tidak diperlukan pembahasan lebih lanjut bersama kepala daerah.
C. Pembahasan rancangan peraturan daerah di dewan perwakilan rakyat daerah
Ketentuan pasal 40 ayat (11-14) UU no. 10 tahun 2004 pembahasan rancangan peraturan daerah di dewan perwakilan rakyat daerah dibagi-bagi ke dalam empat tahap pembicaraan. Tahap-tahap ini sama engan tingkat pembicaraan rancangan .undang-undang di DPR
1. Pembicaraan Tahap I (sidang paripurna)
Bagi rancangan peraturan daerah yang berasal dari kepala daerah, maka kepala daerah menyampaikan penjelasan mengenai rancangan peraturan daerah. Ini semacam keterangan pemerintah pada pembahasan rancangan undang-undang. Dalam hal rancangan peraturan daerah berasal dari prakarsa dewan perwakilan rakyat daerah penjelasan disampaikan oleh pimpinan rapat gabungan komisi atau pimpinan panitia khusus.
2. Pembicaraan tahap II (sidang paripurna)
Pembicaraan tahap II meliputi pemandangan umum anggota(fraksi). Seperti halnya pada rancangan undang-undang, epmandangan umum diwakili oleh fraksi. Tidak pernah anggota menyampaikan pemandangan umum seacara individual. praktik semacam ini ada kebaikan dan ada kekurangannya.
Universitas Sumatera Utara
Dalam hal rancangan peraturan daerah berasal dari dewan perwakilan rakyat daerah , maka pembicaraan tahap II akan mendengarkan pendapat kepala daerah dan jawaban pimpinan komisi atau pimpinan rapat gabungan komisi atau pimpinan kusus atas pendapat kepala daerah.
3. Pembicaraan tahap III
Merupakan rapat-rapat komisi, atau gabungan komisi atau panitia khusus yang disertai pejabat(eksekutif) yang ditunjuk kepala daerah. Pembicaraan tahap III ini dimaksudkan untuk menemukan kesepakatan baik materi maupun rumusan-rumusannya. Dalam praktik, baik pembahasan rancangan peraturan daerah, pembicaraan tahap Tingkat) ketiga inilah yang secara riil membuat undang-undang atau peraturan daerah. Pada pembicaraan tahap ketiga, wakilwakil fraksi dan pemerintah (atau yang mewakili kepala daerah), merumuskan kembali semua kesepakatan yang akan disetujui dewan perwakilan rakyat atau perwakilan rakyat daerah. Pada pembicaraan tahap ketiga, peranan individual anggota dewan perwakilan rakyat daerah menonjol. Diskusi, perdebatan, dan permusyawaratan sangat intensif dan mendalam.
4. Pembicaraan tahap IV
Pembicaraan tahap IV merupakan sidang paripurna terkhir yang diadakan dalam rangka pengambilan keputusan persetujuan dewan perwakilan rakyat daerah atau rancangan peraturan daerah. Dalam sidang ini akan didengar:
a. Laporan hasil kerja komisi, atau gabungan komisi atau panitia khusus
Universitas Sumatera Utara
b. Pendapat akhir fraksi sebagai pengantar persetujuan dewan. Pendapat akhir
ini
dapat
disertai
berbagai
catatan
yang
lazim
disebut
“minderheidsnota” c. Sambutan kepala daerah
Rancangan peraturan daerah yang telah disetujui tersebut disampaikan kembali oelh pimpinan dewan perwakilan rakyat daerah kepada kepala daerah untuk ditetapkan sebagai peraturan daerah. Tindak lanjut lainnya seperti permintaan pengesahan (bagi yang perlu disahkan pejabat berwenang) dan penempatan dalam lembaran daerah, sepenuhnya diserahkan kepada kepala daerah.
D. Penetapan Dan Penandatanganan Rancangan Peraturan Daerah Menjadi Peraturan Daerah
Bagi rancangan undang-undang yang telah disetujui dewan perwakilan rakyat akan disahkan presiden menjadi undang. Jadi untuk undang-undang dipergunakan istilah “disahkan” sedangkan untuk peraturan pemerintah pengganti undang-undang(perpu) dan peraturan pemerintah, keputusan presiden, instruksi presiden, peraturan menteri dan keputusan menteri dipergunakan
istilah
“ditetapkan”.
Hanya
undang-undang
yang
mempergunakan istilah “disahkan”.
Penggunaan istilah “disahkan” bagi undang-undang didasarkan pada ketentuan UUD 1945 pasal 21 ayat 2: jika rancangan itu meskipun disetujui
Universitas Sumatera Utara
dewan perwakilan rakyat, tidak disahkan oleh presiden, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan dewan perwakilan rakyat masa itu. Sedangkan utnuk peraturan pemerintah didasarkan pada ketentuan UUD 1945 pasal 22 ayat (1) dan pasal 5 ayat( 2). Bagi majelis permusyawaratan rakyat penggunakan istilah “ditetapkan” berdasarkan UUD 1945 pasal (3). Pada peraturan daerah , dalam pedoman maupun praktik tidak dijumpai penggunaan istilah disahkan atau ditetapkan. Pada peraturan daerah hanya disebutkan tempat, tanggal dan pejabat-pejabat yang menandatangani. Tetapi untuk keputusan kepala daerah dipergunakan istilah “ ditetapkan”. 1.5.5. Evaluasi Penyusunan Perda RTRW 23 Evaluasi Penyusunan Perda RTRW dianggap penting karena memiliki tujuan: a. Memberikan acuan bagi pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/ kota dalam mempersiapkan rancangan perda rencana tata ruang daerah b. Mengoptimalkan pelaksanaan evaluasi rancangan peraturan daerah rencana tata ruang daerah c. Mendayagunakan fungsi pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan kebupaten/ kota Sasaran evaluasi perda RTRW yaitu: a. Terwujudnya rencana tata ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan 23
Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 28 tahun 2008 tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Daerah
Universitas Sumatera Utara
b. Terwujudnya keselarasan RTRWN, RTR Pulau/ kepulauan, RTRWP dan RTRWK/K c. Terwujudnya keselarasan rencana tata ruang kawasan strategis nasional, provinsi dan kebupaten/ kota dan RDTRK/R Ketentuan perundang-undangan yang mengatur evaluasi penyusunan perda RTRW 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pada Pasal 185, 186, 189 dan 222 serta Penjelasan Umum angka 9 (sembilan) poin 1 (satu) → Pengawasan terhadap Rancangan Perda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sebelum disahkan oleh Kepala Daerah terlebih dahulu dievaluasi oleh Menteri Dalam Negeri untuk Raperda RTRW Provinsi, dan oleh Gubernur untuk Raperda RTRW Kabupaten/Kota 2. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pada Pasal 18 ayat 1 (satu) → Penetapan peraturan daerah provinsi tentang RTRW Provinsi dan rencana rinci tata ruang terlebih dahulu harus mendapat persetujuan substansi dari Menteri. 3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pada Pasal 18 ayat 2 (dua)→ penetapan rancangan peraturan daerah kabupaten/ kota tentang RTRW
Universitas Sumatera Utara
Kabupaten/Kota dan rencana rinci tata ruang terlebih dahulu harus mendapat persetujuan dari substansi dari Menteri setelah mendapatkan rekomendasi Gubernur. Persetujuan substansi oleh Menteri tersebut akan dikoordinasikan lebih lanjut sebagai bagian dari proses/ mekanisme evaluasi. 4. Pasal 42 Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. 5. Peraturan Menteri Dalam Negeri No 28 tahun 2008 tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Daerah. 1.6. Defenisi Konsep “Konsep adalah istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak mengenai kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi perhatian ilmu sosial”. 24 Untuk menghindari batasan-batasan yang lebih jelas dari masing-masing konsep, menghindari adanya salah pengertian maka defenisi konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah: Evaluasi Penyusunan Peraturan Daerah Rencana Tata ruang Wilayah Evaluasi adalah kegiatan atau proses untuk mengukur dan selanjutnya menilai sampai dimanakah tujuan yang telah dirumuskan sudah dapat dilaksanakan.
24
Singarimbun Metode Penelitian Survei 1989:32
Universitas Sumatera Utara
Peraturan daerah adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah (gubernur atau bupati/walikota). Prosedur Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah: 1. Pembentukan tim penyusun RTRW kota 2. Pelaksanaan penyusunan RTRW Kota 3. Pelibatan peran mayarakat di tingkat kota dalam penyusunan rtrw kota 4. Pembahasan raperda tentang RTRW kota oleh pemangku kepentingan ditingkat kota
Universitas Sumatera Utara