BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai Negara agraris maka sebagian besar penduduknya hidup dari pertanian. Bahan makanan seperti padi atau beras dan jagung hanya diproduksi oleh pertanian rakyat, hampir tidak ada yang diproduksi oleh petani besar atau pengusaha pertanian besar. Hasil produksi pertanian rakyat dengan luas usaha tani dibawah setengah hektar sering tidak mencukupi kebutuhan tingkat konsumsi untuk seluruh penduduk di Indonesia (Adiratma, 2004). Usaha untuk peningkatan produksi beras nasional dilakukan Pemerintah melalui beberapa program kegiatan. Namun keberhasilan dalam meningkatkan produksi padi masih dinilai dengan pencapaian target produksi sehingga kebijakan pemerintah sampai saat ini masih berpatokan pada angka-angka pencapaian target produksi. Bahkan penilaian kesuksesan sektor pertanian lebih dikaitkan dengan tingkat
produktivitas
dan
kemampuan
menyediakan
kebutuhan
pangan
masyarakat. Kualitas produk dan peningkatan nilai tambah sebagai akibat dari proses penanganan pascapanen masih sebatas sebagai program dan belum muncul sebagai indikator pencapaian target produksi nasional (Iswari, 2012). Guna memenuhi pasokan beras, pemerintah harus meningkatkan produksi padi dan gabah nasional. Kegiatan yang dilakukan tidak hanya memfokuskan diri pada produksi panen saja tetapi juga dituntut untuk mengatur soal kegiatan maupun kualitas formula penggilingan padi (PP) yang beredar di masyarakat. Penggilingan padi merupakan kunci utama untuk peningkatan kuantitas dan kualitas beras yang dihasilkan. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah kebijakan yang 1
menyeluruh seputar panen dan pasca panen agar produktivitas perberasan nasional terus meningkat. Penggilingan padi memiliki peranan yang sangat penting dalam sistem agribisnis padi/perberasan di Indonesia, karena merupakan pusat pertemuan antara produksi, pasca panen, pengolahan dan pemasaran gabah/beras. Selain itu peranan penggilingan padi juga tercermin dari besarnya jumlah penggilingan padi dan sebarannya hampir merata di seluruh daerah sentra produksi padi. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa penggilingan padi kecil (PPK) bekerja di bawah kapasitas giling dengan kualitas dan rendemen berasnya yang masih rendah. Hal ini disebabkan karena usaha penggilingan padi menggunakan teknologi sederhana, mesin sudah berumur tua dan pembangunannya belum melalui pendekatan sistem agribisnis terpadu sehingga mengalami kesulitan dalam mendapatkan bahan baku dan pemasaran beras. Penggilingan padi sebagai mata rantai akhir dari proses produksi beras, mempunyai posisi yang strategis untuk ditingkatkan kinerja dan efisiensinya sehingga dapat menyumbang pada peningkatan produksi beras. Hal ini mengingat rendemen giling dari tahun ke tahun mengalami penurunan secara kuantitatif dari 70% pada akhir tahun 70-an menjadi 65% pada tahun 1985 dan 63,2% pada tahun 1999 serta pada tahun 2000 paling
tinggi
hanya
62%,
bahkan
kenyataan
dilapang
dibawah
60%
(Tjahjohutomo, 2004). Penggilingan padi kecil (PPK) milik perseorangan (334 buah) banyak berkembang di Sleman, yang operasionalnya seadanya sehingga mutu beras kurang baik dan susut hasilnya masih tinggi. Konfigurasi mesin yang terdiri dari
2
husker dan polisher ini akan menghasilkan rendemen yang kecil (55,7%) dan mutu beras yang jelek (beras kepala 74,25%, beras patah 14,99%) (Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, 2003). Hal ini dikarenakan prinsip kerja dari mesin tersebut yang sederhana yaitu gabah langsung masuk ke husker kemudian jadi BPK lalu langsung disosoh dengan polisher. Gabah yang masuk ke husker atau mesin pemecah kulit ini tidak seluruhnya jadi beras pecah kulit sehingga hasil akhir pada polisher beras masih banyak tercampur dengan gabah. Juga sekarang di Sleman banyak berkembang penggilingan padi keliling (323 buah), dimana dari mutu beras dan susut hasilnya lebih parah lagi karena hanya memakai satu mesin polisher (berfungsi sebagai pecah kulit dan pemutih). PPK keliling mempunyai beras kepala 41,22%, beras patah 28,87% dan beras menir 26,34% (Ulfa, 2014). Dampak yang disebabkan karena banyaknya penggilingan padi kecil dan mobile secara nasional menurut data Perpadi setiap tahunnya beras yang terhilang atau terbuang akibat tercampur sekam saat proses penggilingan padi mencapai sekitar 3 persen dari 58 juta ton beras yaitu 1,2 juta ton beras dimungkinkan lenyap selama proses penggilingan dan berkumpul dalam bentuk sekam yang setara dengan nilai beras Rp 6 triliun per tahun (Kompas, 2001). Permasalahan lain yang ada di Kabupaten Sleman terkait penggilingan padi adalah masih kurangnya ketrampilan operator terkait jenis gabah yang digiling. Jenis gabah ada yang tipe panjang, medium dan pendek, sehingga jarak celah dua rol karet pengupas harus disesuaikan dengan jenis gabah yang digiling. Namun kenyataan dilapang banyak operator yang tidak menyesuaikan jarak celah
3
kedua rol dengan ukuran gabah yang di giling, hal ini akan menyebabkan banyaknya butir patah atau banyaknya gabah yang masuk ke polisher. Usaha untuk meningkatkan kapasitas giling dan kualitas serta rendemen beras di propinsi DIY sudah banyak dilakukan oleh instansi terkait. Peran serta dinas-dinas terkait berupa bantuan alat mesin penggilingan padi, bimbingan teknis dan pendampingan manajemen serta modal. Pada tahun 2008 melalui dana dari Dirjen P2HP, Dinas pertanian memberikan bantuan penggilingan padi (huskerpolisher) kepada 6 Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) di Kabupaten Sleman. Program bantuan ini untuk meningkatkan mutu beras yang dihasilkan dan menekan susut hasil yang terjadi. Dalam perkembangannya ternyata program ini kurang berhasil karena tinggal 2 yang masih operasi itupun tidak menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Pemerintah terus berupaya mendukung peningkatan mutu beras dan menekan susut hasil penggilingan. Pada tahun 2012 melalui program Revitalisasi Penggiingan padi Dinas Pertanian masih memberikan bantuan Rice Milling Unit (RMU) One phase beserta gedungnya kepada dua Gapoktan di Sleman. Salah satu Gapoktan, yaitu Gapoktan Sidomulyo Godean sampai saat ini dapat berkembang dengan baik. Namun hingga saat ini belum diketahui kinerja dari penggilingan padi yang dimiliki dan seberapa besar perannya dalam menekan susut hasil dan peningkatan mutu beras. Melihat kondisi penggilingan padi yang ada di Sleman perlu kiranya dilakukan penelitian terhadap Gapoktan penerima mesin RMU program revitalisasi penggilingan padi, penggilingan perseorangan dan penggilingan
4
keliling, untuk mengetahui kinerja proses penggilingan dan kualitas beras yang dihasilkan masing-masing jenis penggilingan padi tersebut. Selanjutnya dari hasil tersebut dapat dijadikan dasar membuat model penanganan penggilingan padi yang dapat menurunkan besarnya susut hasil dan meningkatkan mutu beras sesuai SNI.
1.2. Tujuan Penelitian 1. Menganalisis kinerja proses penggilingan padi dan kualitas beras yang dihasilkan pada beberapa macam jenis penggilingan padi di Kabupaten Sleman. 2. Menganalisis pengaruh jenis gabah terhadap kinerja proses penggilingan dan kualitas beras pada beberapa penggilingan padi di Sleman. 3. Mendapatkan
model
penanganan
penggilingan
padi
yang
dapat
menurunkan besarnya susut hasil dan meningkatkan mutu beras sesuai SNI.
1.3. Manfaat Penelitian 1. Hasil rekomendasi ini dapat dijadikan dasar Pemda terkait dalam membuat kebijakan mengurangi susut hasil penggilingan padi dan meningkatkan mutu beras di DIY. 2. Petani/kelompok tani dapat menekan tingkat kehilangan hasil selama kegiatan penggilingan padi dan meningkatkan mutu beras yang dihasilkan.
5
3. Penggilingan
padi
perseorangan
atau
perusahaan
swasta
dapat
memperbaiki kinerja penggilingan dan mutu beras yang dihasilkannya sehingga pendapatannya meningkat. 4. Hasil penelitian ini bagi ilmuwan dapat mendorong penelitian lebih lanjut demi peningkatan kinerja penggilingan dan mutu beras yang dihasilkan.
1.4. Hipotesa Melalui program revitalisasi penggilingan padi tahun 2012 Gapoktan Sidomulyo mendapatkan bantuan alat mesin penggilingan padi (ayakan/cleaner, 2 husker, separator, 2 polisher, grading, de-stoner dan meja sortasi). Pendampingan teknis dan manajemen dalam mengoperasikan penggilingan padi diberikan kepada Gapoktan. Berdasar konfigurasi mesin penggilingan yang dimiliki sudah seharusnya kinerja proses penggilingan dan mutu beras yang dihasilkan penggilingan Gapoktan Sidomulyo berbeda nyata dengan penggilingan lainnya (Gapoktan lain, perseorangan dan keliling). Disamping itu seharusnya kinerja proses penggilingan dan mutu beras yang dihasilkan penggilingan Gapoktan Sidomulyo memenuhi standar SNI.
1.5. Batasan Masalah Kajian ini dilakukan di wilayah Kabupaten Sleman yang memiliki potensi padi terbesar di DIY. Disamping itu telah ada kelompok tani yang sudah mulai mengusahakan penanganan pasca panennya dengan baik, serta pendampingan dari Dinas Pertanian Kabupaten paling aktif. Penelitian ini akan dilakukan di
6
penggilingan padi milik 2 Gabungan kelompok tani (Gapoktan) yang masingmasing akan mewakili kelompok baik (lengkap alatnya dan modern) dan kurang (hanya 2 mesin husker dan polisher seperti kebanyakan yang dimiliki penggilingan kecil/perseorangan), penggilingan berbentuk badan usaha (privat) dan penggilingan padi keliling. Kriteria pengelompokan ini dengan mengacu pada kegiatan penggilingan padi yang telah dilakukan dan alsintan penggilingan yang dimiliki. Penelitian ini akan dilakukan di lapang dan di laboratorium mencakup kegiatan penggilingan padi. Penelitian ini meliputi kegiatan penyiapan bahan untuk penggilingan (gabah), proses penggilingan padi dan penanganan berasnya. Konfigurasi penggilingan yang akan diteliti C-H-2S-2P, H-P, 2H-2P dan 2P sesuai kebiasaan proses penggilingan yang dilakukan, sehingga diharapkan dapat mewakili penggilingan padi yang banyak ada di Sleman. Penelitian ini hanya melihat faktor teknis saja tanpa melihat faktor ekonomis keempat model penggilingan tersebut. Bahan yang akan digiling (gabah) terdiri gabah yang termasuk kriteria panjang (IR-64) dan medium (Mentik). Hal ini untuk melihat pengaruh ukuran gabah terhadap kinerja proses penggilingan dan mutu beras yang dihasilkan. Gabah yang akan dijadikan bahan penggilingan berasal dari budidaya yang sama dan panenan yang sama. Gabah sebelum dipakai uji penggilingan dilakukan pengkondisian dengan penjemuran untuk menyamakan kandungan air ±14%.
7