BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Indonesia adalah suatu negeri yang sangat kaya akan kayu, baik kaya dalam jenisnya maupun kaya dalam kuantitasnya. Kayu sering dimanfaatkan masyarakat sebagai bahan material bangunan. Dalam perancangan suatu konstruksi bangunan, kekuatan suatu struktur merupakan hal yang tidak dapat diabaikan. Sambungan dalam suatu struktur merupakan bagian yang lemah yang mempengaruhi kekuatan struktur. Pada umumnya, penggunaan alat sambung konstruksi sekarang ini lebih banyak menggunakan alat sambung berbahan logam seperti besi dan baja. Tetapi alat sambung tersebut dihasilkan dari sumber alam yang non-renewable sehingga sebagai alternatif dapat digunakan bahan lain seperti perekat dan pasak kayu. Salah satu penyebab rendahnya kekuatan sambungan pada konstruksi kayu menurut Awaludin (2002) adalah terbatasnya luas sambungan. Hal ini dikarenakan kayu memiliki kuat geser sejajar serat yang kecil sehingga mudah pecah apabila beberapa alat sambung dipasang berdekatan. Dengan alasan tersebut, maka dalam penempatan alat sambung disyaratkan jarak minimal antar alat sambung. Ketentuan jarak tersebut menyebabkan luasan sambungan menjadi besar dan hal tersebut tidak efektif dalam sisi ekonomi karena membutuhkan dimensi kayu yang besar agar luasan sambungan tercukupi. Salah satu solusi untuk mengatasinya adalah dengan membuat model sambungan kayu gabungan agar luasan sambungan menjadi optimum tanpa mengurangi kekuatan sambungan kayu tetapi justru membuat kekuatan sambungan menjadi lebih besar. Model sambungan tersebut dengan menambah sambungan perekat pada sambungan kayu dengan pasak kayu. Sambungan perekat ini berguna dalam menambah kekuatan geser sejajar serat pada sambungan kayu sehingga lebih kuat.
1 1
Sambungan kayu dengan perekat memang efektif dalam hal pengurangan luas penampang kayu yang disambung karena tidak adanya lubang pada penampang kayu sehingga kuat dukung batang tetap utuh. Tetapi sambungan kayu dengan perekat menunjukkan bahwa kekuatan geser perekat sambungan kayu sangat kecil. Hal ini menunjukkan sifat perekat yang getas dalam perancangan sambungan kayu dan hal tersebut tidak cocok untuk sambungan komponen struktural kayu. Pada sambungan kayu dengan pasak kayu memang baik dalam perilaku kegagalan sambungan karena sambungan kayu dengan pasak kayu memiliki sifat daktail. Tetapi sambungan kayu dengan pasak kayu menunjukkan bahwa terjadinya sesaran yang cukup besar dibandingkan dengan penggunaan alat sambung berbahan logam sehingga konstruksi sambungan kayu tersebut tidak dapat melayani beban-beban yang cukup besar. Pengujian sambungan kayu dengan pasak kayu dan perekat diperlukan untuk mengetahui seberapa efektif pengurangan atau reduksi sifat kegetasan dan sesaran sambungan kayu dengan membandingkan perilaku pembebanan pada sambungan kayu dengan alat sambung berupa pasak kayu, perekat, maupun keduanya. Pada penelitian ini, pasak kayu sebagai konektor dalam sambungan kayu mempunyai pendekatan analisis dengan sambungan kayu menggunakan alat sambung baut besi. Hal ini dikarenakan belum adanya peraturan standar mengenai analisis sambungan kayu dengan pasak kayu. Pemilihan pendekatan analisis sambungan pasak kayu dengan menggunakan analisis alat sambung baut dikarenakan tidak adanya persyaratan tebal kayu yang disambung atau tebal kayu sesuai kebutuhan, pengaruh buckling atau tekuk alat sambung baut akibat dari berat jenis kayu yang disambung relatif kecil, angka kelangsingan alat sambung baut hampir sama dengan alat sambung pasak, yaitu kurang dari 175, model analisis tahanan lateral sambungan baut disertai dengan bentuk kegagalannya.
2
Pengujian kuat tumpu kayu dan kuat lentur kayu dengan pasak kayu perlu dilakukan mengingat kuat tumpu kayu dan kuat lentur kayu merupakan salah satu parameter penting dalam analisis kekuatan sambungan. Kuat tumpu kayu dan kuat lentur kayu dengan pasak kayu dipengaruhi oleh banyak faktor seperti diameter alat sambung, berat jenis dan arah serat. Berdasarkan kriteria kegagalan sambungan, persamaan untuk menghitung tahanan lateral sambungan dapat diperoleh dengan teori Yield Model yang diusulkan oleh Johansen (1949) yang saat ini dikenal dengan teori EYM (European Yield Model). Kekuatan atau kapasitas sambungan kayu penjelasannya juga telah dipaparkan dalam SNI-5 tentang tata cara perencanaan konstruksi kayu (2002). Sesuai dengan perkembangan teknologi dibidang bahan-bahan untuk struktur kayu, telah diproduksi perekat berupa polymer isocyanate yang mempunyai mutu perekat tinggi dan memiliki daya pemikul yang tinggi namun penjelasan untuk kekuatan sambungan perekat belum ada dalam peraturan tersebut. Peraturan maupun standar perencanaan kayu belum ada yang membahas tentang perhitungan kekuatan lem sehingga penelitian ini sangat penting dilakukan untuk mengetahui kekuatan geser lem yang dibebani gaya tekan sejajar serat. Selain itu, penelitian ini juga sangat diperlukan untuk mengetahui model analisis kegagalan sambungan kayu dengan pasak kayu dan perekat. Pemodelan ini sangat perlu untuk diteliti mengingat penelitian mengenai analisis kegagalan sambungan kayu dengan pasak kayu dan perekat belum dilakukan. I.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan masalah yang akan diteliti, yaitu: 1. sambungan kayu dengan perekat merupakan sambungan kayu yang bersifat getas, 2. sambungan kayu dengan pasak kayu (dowel) merupakan sambungan yang sering timbul sesaran yang besar sesuai dengan besarnya sambungan tersebut,
1 3
3. jarak penempatan alat sambung pada sambungan kayu dengan pasak kayu kurang efektif dalam sisi ekonomi, 4. pengujian sambungan kayu dengan gabungan alat sambung pasak kayu dan perekat belum banyak dikembangkan. I.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. mengetahui pengaruh diameter alat sambung pasak terhadap kekuatan sambungan kayu, 2. mengetahui perbandingan hasil pengujian sambungan kayu Mahoni dengan pasak kayu Walikukun terhadap analisis tahanan lateral teori EYM (European Yield Model) dan analisis tahanan lateral menurut SNI-5 (2002), 3. mengetahui mekanisme kegagalan dari sambungan kayu dengan pasak kayu, sambungan kayu dengan perekat maupun sambungan kayu dengan gabungan pasak dan perekat, 4. memperoleh persamaan empirik tahanan lateral sambungan kayu dengan gabungan pasak kayu dan perekat melalui serangkaian pengujian tahanan lateral sambungan kayu dengan gabungan pasak kayu dan perekat. I.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. mengetahui kekuatan sambungan kayu dengan menggunakan alat sambung pasak, 2. mengetahui kekuatan sambungan kayu dengan menggunakan alat sambung perekat, 3. mengetahui kekuatan sambungan kayu dengan menggunakan gabungan alat sambung pasak dan perekat, 4. memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya penggunaan perekat polymer isocyanate.
24
I.5 Batasan Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini dibatasi pada hal-hal berikut: 1. jenis sambungan yang digunakan yaitu sambungan dengan dua irisan (menyambung tiga batang kayu) dengan jumlah alat sambung, yaitu dua pasak kayu, 2. sambungan kayu dilakukan dengan sambungan sejajar serat kayu, 3. pembuatan lubang pasak dibuat sedemikian rupa tidak memiliki rongga, sehingga diharapkan hubungan antara pasak dengan kayu kencang, 4. variasi perekat yang digunakan yaitu perekat polymer isocyanate (PI 120) dengan hardener H-9 dan perekat polymer isocyanate (PI 3200) dengan hardener H-3M, 5. pembebanan dilakukan secara monotonik tekan. Pembuatan lubang pasak kayu dibuat sama dengan ukuran diameter pasak kayu. Hal ini dikarenakan lubang pasak kayu yang memiliki kelonggaran terhadap pasak kayu dapat menyebabkan adanya sesaran awal selama alat sambung belum memberikan perlawanan terhadap gaya sambungan yang bekerja sehingga fungsi alat sambung tersebut kurang efektif. Sesaran awal tersebut tidak sama diantara alat sambung sehingga dapat menurunkan kekuatan sambungan secara keseluruhan. Pembuatan lubang pasak kayu yang lebih kecil dari ukuran diameter pasak kayu menyebabkan besarnya lendutan atau efek kumulatif dari sesaran alat sambung pasak kayu akibat dari proses pemasangan pasak kayu pada lubang pasak. Selain itu, pemasangan pasak kayu relatif sulit apabila lubang pasak lebih kecil daripada diameter pasak kayu dan hal tersebut memungkinkan adanya kerusakan alat sambung pasak kayu sebelum diuji kekuatan sambungan tersebut.
15
I.6 Keaslian Penelitian Penelitian mengenai sambungan kayu selama ini telah banyak dilakukan baik dari cara pembuatan maupun jenis sambungan kayu yang digunakan, yaitu: penelitian yang dilakukan Dharma dkk (2007), membahas tentang tegangan geser ultimate lem epoxy-resin pada sambungan perekat kayu Kamfer. Penelitian yang dilakukan Fukuyama (2008), membahas tentang karakteristik geser sambungan pasak kayu. Penelitian yang dilakukan Rosalita (2009), membahas tentang kajian optimasi sambungan pasak bambu laminasi pada struktur Laminated Veneer Lumber (LVL). Penelitian yang dilakukan Widyawati (2009), membahas tentang perbandingan kekuatan butt joint dan scarf joint pada kayu dengan alat sambung perekat. Penelitian yang dilakukan Sholihin (2011), membahas tentang kekuatan sambungan baut berpelat sisi baja pada kayu Sengon, Bintangur, dan kayu Kapur. Penelitian yang dilakukan Dinata (2011), membahas tentang kekuatan sambungan batang kayu-pelat baja dengan beberapa jenis alat sambung tipe dowel dan beberapa ketebalan batang kayu Mangium. Penelitian yang dilakukan Irawanti (2011), membahas tentang kekuatan sambungan kayu geser ganda dengan baut tunggal berpelat baja. Penelitian dengan judul Kekuatan Lateral Sambungan Kayu Mahoni dengan Alat Sambung Pasak Kayu Walikukun dan Perekat Polymer Isocyanate belum pernah dilakukan sebelumnya berdasarkan referensi pada penelitian di atas.
62