BAB I PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang Kondisi Wisma Atlet di Senayan saat ini dapat dikatakan cukup memrihatinkan. Wisma yang awalnya bernama Wisma Fajar ini didirikan tahun 1974 oleh perusahaan Singapura yang diperuntukan sebagai mess bagi pegawai Singapura di Jakarta. Namun sejalan dengan waktu mess tersebut akhirnya berpindah tangan ke pengelola Gelora Senayan. Pada tahun 1989, pemerintah pusat bermaksud membangun Wisma Atlet di area Gelora Bung Karno di Senayan. Wisma yang merupakan fasilitas untuk atlet ini direncanakan dibangun di lahan gedung bekas Wisma Fajar. Namun pada kenyataannya, Wisma Fajar yang kemudian dijadikan Wisma Atlet ini hanya direnovasi sekedarnya, hal ini terbukti dari susunan ruang dan layout denahnya yang masih berupa layout unit apartemen dengan 3 kamar tidur. Susunan ruang tidak seperti wisma atlet pada umumnya. Wisma Fajar bagi atlet di senayan ini kemudian ditinggali oleh atlet nasional hingga tahun 1995. Seiring dengan kondisi bangunan yang memburuk, para atlet tidak lagi menggunakan bangunan tersebut. Mereka ditempatkan di Hotel Atlet Century Park yang letaknya persis di sebelah Wisma Fajar sementara Wisma Fajar sendiri disewakan kepada masyarakat umum untuk tempat tinggal maupun kantor, bahkan 2 dari 3 tower Wisma Fajar ini disewakan kepada sebuah kontraktor untuk dijadikan tempat tinggal bagi pekerja konstruksi. Tempat tinggal khusus bagi atlet nasional yang berlatih di Pelatnas Senayan menjadi suatu kebutuhan mendesak. Hal ini didasari oleh keterbatasan fasilitas hotel dimana para atlet harus berbagi dengan para tamu hotel. Selain itu pengawasan ketertiban dan kedisiplinan atlet tidak seketat apabila para atlet tinggal di sebuah asrama atlet. Di lain pihak, menurut Dinas Tata Kota DKI, tapak yang ditempati Wisma Fajar saat ini diperuntukan bagi RTH atau Ruang Terbuka Hijau. Mengacu pada pendapat Ketua Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) DKI Ubaidillah, kurangnya lahan RTH berdampak pada tidak adanya pengendali
1
ekologi dan penetralisir udara di kawasan DKI Jakarta. Penetralisir udara yang dimaksud adalah kemampuan pohon mengubah CO2 menjadi O2 melalui proses fotosintesis. Menurut pendapat Tri Harso Karyono (2008)1, Porsi terbesar energi masih dibangkitkan dari bahan bakar fosil. Selain cadangannya semakin menipis, pembakaran fosil mengemisi karbondioksida (CO2) yang menyebabkan pemanasan bumi. Demikian pula dengan energi listrik, hanya 25% energi listrik di Indonesia dihasilkan dari energi terbaharui seperti Pembangkit Listrik Tenaga Air dan Panas Bumi. 2 Sementara mayoritas pembangkit listrik di Indonesia menggunakan bahan bakar fosil seperti minyak bumi, batu bara, dan gas alam yang merupakan sumber energi tak-terbarui. Energi tak-terbarui semakin lama semakin berkurang dengan kecepatan yang semakin tinggi. Selain itu energi tak-terbarui juga sering dihubungkan dengan kerusakan lingkungan hidup karena hasil pembakaran fosil mengemisi CO2 seperti pernyataan Tri Harso Karyono diatas. CO2 dapat menyebabkan efek rumah kaca (green house effect) dimana panas yang dipancarkan permukaan bumi dipantulkan kembali oleh lapisan udara atmosfer yang terkena polusi yang mengakibatkan bumi semakin panas. 3 Bianpoen (2008) 4 menyatakan, “1) 80% 02 di bumi ini berasal dari laut, hasil fotosintesis plankton dan flora lainnya yang berada di laut, dan 2) berapapun luas RTH di Jakarta, tetap saja tidak akan ada artinya sama sekali, dalam hal penyerapan karbon”. Mengacu pada pendapat Bianpoen2, Mengurangi volume CO2 merupakan kunci pencegah pemanasan global, bukan dengan mencari penyerapnya. “Penghematan energi dalam bangunan bukan lagi persoalan menghemat energi semata, tetapi merupakan bagian penting memangkas emisi CO2.” (Tri Harso Karyono, 2008)1 Dari pemaparan diatas menjelaskan pentingnya konsep hemat energi khususnya energi listrik diterapkan pada setiap rancangan bangunan termasuk 1
Tri Harso Karyono, 2008, dalam harian “Kompas”, 31 Agustus 2008 Badan Pusat Statistik. (n.d). Kapasitas Terpasang PLN Menurut Jenis Pembangkit Listrik 1995-2009. Diperoleh (04-04-2011) dari http://www.bps.go.id 3 Satwiko, P. (2004). Fisika Bangunan 1. Yogyakarta: Andi 4 Bianpoen. (2008). Ruang Terbuka Hijau, Untuk Apa?. Jurnal Ilmiah Arsitektur UPH, 5(2), 114-121. 2
2
asrama atlet yang akan dibangun di Senayan dimana bangunan existing saat ini dinilai tidak hemat energi listrik. Pernyataan ini didasari oleh pengamatan langsung kondisi bangunan dimana ruangan-ruangan yang ada menggunakan pendingin udara dengan tinggi plafon hanya 2,5 meter, pintu dan jendela kaca tanpa bouvenlicht serta lorong-lorong koridor yang gelap memerlukan penerangan buatan setiap saat. Energi yang dikonsumsi untuk bangunan gedung adalah untuk; penerangan (15-20%), pengkondisian udara / AC (65-70%) dan lain-lain (1020%). 5 Penghematan energi melalui rancangan bangunan mengarah pada penghematan penggunaan listrik, baik bagi pendinginan udara, penerangan buatan, maupun peralatan listrik lain. Dengan strategi perancangan pasif (passive design), bangunan dapat memodifikasi iklim luar yang tidak nyaman tanpa banyak mengonsumsi energi listrik.1
I.2
Maksud dan Tujuan Tujuan penelitian ini adalah mengetahui bagaimana perancangan bangunan hemat energi dengan pendekatan perancangan pasif pada asrama atlet. Manfaat dari penelitian ini adalah membantu memecahkan masalah yang ada pada Wisma Fajar sehingga dapat: -
Menyediakan tempat tinggal yang layak bagi atlet nasional yang berlatih di Pelatnas maupun yang akan bertanding di Gelora Bung Karno.
-
Mendatangkan profit bagi pengelola Gelora Bung Karno.
-
Menjadi prototipe bangunan asrama atlet yang hemat energi khususnya energi listrik di Jakarta.
I.3
Metode Pembahasan Metode pembahasan menggunakan metode Broadbent, Design in Architecture, 1973, yang menggunakan tiga aspek utama sebagai panduan dalam menyatakan permasalahan dan Analisa. Tiga aspek tersebut adalah aspek manusia, aspek bangunan, dan aspek lingkungan.
5
Daryanto. (2006). Peran Selubung Bangunan dalam Penghematan Energi Pada Gedung Bertingkat Tinggi. Jurnal Partisi, 3(1), 13-20.
3
I.4
Lingkup Pembahasan Karena adanya keterbatasan, waktu, dana, tenaga, teori-teori, dan supaya penelitian dapat dilakukan secara lebih mendalam, maka tidak semua masalah akan diteliti. Karya tulis ini hanya akan membahas permasalahan yang berkaitan dengan proses perencanaan dan perancangan asrama atlet di Senayan dengan solusi arsitektur hemat energi, khususnya energi listrik, yang pendekatannya dengan perancangan secara pasif (passive design).
I.5
Sistematika Pembahasan Penulisan karya tulis tugas akhir ini dibagi menjadi beberapa bab, yaitu sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan Berisi tentang gambaran umum mengenai latar belakang pemilihan judul, topik dan tema, maksud dan tujuan, lingkup pembahasan, sistematika pembahasan dan kerangka berpikir dari tugas akhir ini.
Bab II Tinjauan dan Landasan Teori Berisi tentang tinjauan umum mengenai definisi, sejarah, jenis, ketentuan, serta klasifikasi dari sebuah bangunan asrama atlet dan tinjauan khusus mengenai topik arsitektur hemat energi dengan pendekatan perancangan paif, seta kondisi tapak dan lingkungannya.
Bab III Permasalahan Berisi tentang identifikasi permasalahan yang ada ditemukan di tapak, kemudian menentukan batasan masalah dan terakhir merumuskan masalah.
Bab IV Analisa Berisi tentang pembahasan asrama atlet dengan menerapkan arsitektur hemat energi dengan pendekatan perancangan pasif atau passive design, yang meliputi 1) Analisa Kondisi dan Potensi Lingkungan, 2) Analisa kegiatan dan sistem ruang serta 3) Analisa Sistem Bangunan.
4
Bab V Konsep Perencanaan dan Perancangan Berisi tentang konsep-konsep dasar perencanaan dan perancangan serta merupakan kesimpulan dari seluruh pokok pembahasan yang akan diterjemahkan dalam perancangan.
I.6
Kerangka Berpikir Latar Belakang Masalah Perancangan bangunan hemat energi khususnya energi listrik pada bangunan bertujuan untuk penghematan terhadap sumber daya alam tak terbaharui, karena di Indonesia saat ini pembangkit listrik masih menggunakan bahan bakar fosil. Bahan bakar fosil sendiri saat ini semakin menipis cadangan persediannya, sehingga harganya pun selangit, selain itu penggunaan bahan bakar fosil menghasilkan CO2 yang dapat menyebabkan efek rumah kaca bagi bumi. Efek rumah kaca dapat menyebabkan pemanasan global. Oleh karena bangunan hemat energi khususnya energy listrik menjadi suatu kebutuhan mutlak bangunan saat ini. Tidak tersedianya asrama atlet yang layak di senayan, dilihat dari efektivitas ruang dan energi dalam hal ini energi listrik, pernyataan ini didasari oleh pengamatan langsung pada kondisi existing, dimana perancangan secara pasif sebagai salah satu solusi.
Rumusan Masalah - Aspek manusia Bagaimana mencapai kenyamanan termal bagi penghuni asrama? - Aspek bangunan Bagaimana perancangan bangunan hemat energi dengan pendekatan perancangan pasif pada asrama atlet? - Aspek lingkungan Bagaimana memperbaiki iklim mikro dalam ruangan?
Tujuan Penelitian Mengetahui bagaimana perancangan bangunan hemat energi listrik dengan pendekatan perancangan pasif pada asrama atlet.
5
Tinjauan dan Landasan Teori 1.
2.
3.
4.
Tinjauan Umum - Pengertian asrama - Pegertian atlet - Pengertian asrama atlet Tinjauan Khusus Topik - Pengertian Energi Listrik - Pengertian Bangunan Hemat Energi - Perancangan Pasif - Iklim dan ruang - Perbaikan Iklim mikro - Kenyamanan termal - Perlindungan matahari - Ventilasi Silang Tinjauan Terhadap Tapak - Lokasi tapak - Sejarah tapak - Luas dan ukuran tapak - Bangunan existing pada tapak - Vegetasi pada tapak - Fungsi sekitar tapak - Potensi dan kendala tapak Studi Banding - Wisma Atlet Ragunan - Asrama atlet PB Djarum, Kudus - Wisma Dharmala Sakti (Intiland Tower) - Allianz Tower
Analisa Pembahasan dengan pendekatan topik, meliputi: 1. Analisa Kondisi dan Potensi Lingkungan - Respon Terhadap Iklim Suhu udara Kelembaban udara Pergerakan udara - Analisa tapak 2. Analisa Kegiatan dan Sistem Ruang - Pelaku kegiatan - Analisa Kegiatan - Kebutuhan dan dimensi ruang - Hubungan Skematik Ruang 3. Analisa Sistem Bangunan - Massa Bangunan - Struktur Bangunan - Material Bangunan - Sistem Utilitas
Konsep Perancangan Kesimpulan dari analisa.
Skematik Desain
6