BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) bidang II Kota Bandung adalah salah satu bagian dari BPPT Kota Bandung yang melayani proses penerbitan perizinan meliputi pelayanan perizinan di bidang penataan ruang, bangunan, konstruksi, dan pertanahan. Dalam pengerjaannya, proses pelayanan perizinan menciptakan interoperabilitas data yang tinggi yang terjadi di antara BPPT bidang II Kota Bandung dan dinas-dinas lain yang terkait dengan perizinan tertentu. Interoperabilitas data tersebut terjadi karena BPPT bidang II Kota Bandung membutuhkan validasi atas data-data administrasi yang diberikan oleh pemohon. Pada saat ini, validasi administrasi dilakukan dengan memberikan dokumen-dokumen administrasi pemohon ke dinas-dinas terkait. Hal ini berdampak pada waktu proses pelayanan perizinan akan menjadi lama karena BPPT bidang II harus mengantarkan terlebih dahulu dokumen-dokumen administrasi tersebut untuk divalidasi. Sebuah survey yang dilakukan oleh BPPT Kota Bandung menyatakan bahwa sebanyak 11,29% pemohon menyatakan tidak puas dengan kinerja BPPT Kota Bandung (IPM Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2006-2011, 2011).
1
Gambar I. 1 Indeks Kepuasan Masyarakat Terhadap Pelayanan Perizinan BPPT Kota Bandung Selain laporan tingkat kepuasan pemohon, terdapat juga laporan mengenai jumlah pengaduan berdasarkan jenis pengaduan. Laporan tersebut terlihat pada Gambar I.2, terdapat 440 pengaduan atau 99% pengaduan yang berkaitan dengan tidak sesuai nya waktu proses permohonan izin dari total 444 pengaduan pelayanan perizinan tahun 2012. Hal tersebut bertentangan dengan visi BPPT kota Bandung tentang kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan.
Gambar I. 2 Grafik Jenis Pengaduan Pelayanan Perizinan
2
Hal ini harus menjadi perhatian BPPT Kota Bandung dalam menyediakan layanan perizinan karena keterlambatan penerbitan izin dapat berimplikasi pada melambatnya pertumbuhan usaha dan penanaman modal pada Kota Bandung. Selain itu, masyarakat juga berhak mendapatkan pelayanan terbaik dari petugas pemerintah sesuai dengan peraturan pemerintah terkait. Service oriented architecture (SOA) adalah salah satu paradigma pengembangan perangkat lunak terbaik yang dapat mengakomodasi interoperabilitas data yang tinggi (A Study on Cloud and Service Oriented Architecture, 2011). SOA didasari oleh tiga konsep utama yaitu: service, interoperabilitas melalui sebuah enterprise service bus, dan loosely coupling. Enterprise service bus (ESB) adalah infrastruktur, yang memungkinkan interoperabilitas tinggi antara sistem terdistribusi untuk layanan. ESB membuat distribusi proses bisnis ke beberapa sistem yang menggunakan platform dan teknologi yang berbeda lebih mudah. Loosely coupling adalah konsep mengurangi ketergantungan sistem. Kebutuhan akan rancangan arsitektur aplikasi berbasis SOA dapat diakomodasi dengan menggunakan zachman framework. Zachman framework merupakan sebuah kerangka kerja yang tepat untuk BPPT Kota Bandung yang memiliki struktur organisasi hierarki karena zachman framework mendukung taxonomy (Wartika & Supriana, 2011). Taxonomy disini adalah mengacu kepada seberapa baik framework mengklasifikasikan artifak yang benar bagi tingkatan hierarki tertentu. Namun, zachman framework tidak mempunyai process completeness untuk untuk memberikan
langkah-langkah
yang
tepat
untuk
mendefinisikan
enterprise
architecture. Enterprise architecture planning (EAP) adalah sebuah metodologi yang dapat menjawab kebutuhan process completeness yang tidak dimiliki oleh zachman framework. EAP dikembangkan oleh Steven H. Spewak memberikan langkahlangkah dan proses yang terstruktur untuk mendefinisikan artifak yang tepat untuk dua hierarki tertinggi zachman framework (contextual view dan conceptual view).
3
Permasalahan yang dihadapi adalah dua hierarki teratas zachman framework tidak dapat memberikan sebuah rancangan yang lebih konkret untuk dapat langsung dijadikan pedoman untuk pengembangan arsitektur aplikasi. Untuk mendapatkan rancangan arsitektur aplikasi yang konkret dibutuhkan setidaknya sampai baris ketiga zachman framework (designer view) yang tidak diakomodasi oleh EAP. Dibutuhkan sebuah pendekatan yang baru untuk mendefinisikan artifak pada baris ketiga zachman framework dan model driven architecture dapat mengakomodasi kebutuhan tersebut. MDA bekerja dengan memberikan pemodelan terhadap artifak-artifak pada setiap sel pada zachman framework. Hasil akhir rancangan arsitektur aplikasi dibuat menggunakan platform independent model (PIM) yang merupakan salah satu tingkatan pemodelan pada MDA dan menggunakan standar pemodelan business process modelling notation (BPMN), business process execution language (BPEL), dan eXtensible markup language schema (XML schema). Model-model tersebut nantinya dapat memberikan gambaran bagaimana keterkaitan aplikasi-aplikasi yang terkait untuk dapat memvalidasi dokumen administrasi permohonan perizinan sehingga BPPT Kota Bandung tidak perlu mengirimkan dokumen fisik ke dinas-dinas terkait untuk divalidasi. Beberapa alasan tersebut menyatakan bahwa adanya kebutuhan akan sebuah rancangan yang dapat dijadikan pedoman untuk membangun sebuah arsitektur aplikasi yang dapat memberikan jawaban atas interoperabilitas data yang tinggi pada BPPT Kota Bandung dan dinas-dinas terkait. Oleh karena itu dengan dasar dari uraian tersebut diambil sebuah penelitian yang berjudul “Analisis dan Perancangan Arsitektur Aplikasi Berbasis Service Oriented Architecture Pada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Bandung (Bidang II) Menggunakan Metode Enterprise Architecture Planning dan Model Driven Architecture”.
4
I.2. Rumusan Masalah 1.
Rancangan arsitektur aplikasi yang seperti apa yang dihasilkan dengan menggunakan zachman framework dan enterprise architecture planning?
2.
Pemodelan arsitektur aplikasi berbasi SOA seperti apa yang akan dihasilkan dengan menggunakan pendekatan perancangan MDA level PIM?
I.3. Tujuan Penelitian 1.
Membuat rancangan arsitektur aplikasi berbasis SOA pada BPPT bidang II Kota Bandung menggunakan zachman framework dan metode enterprise architecture planning.
2.
Menghasilkan model-model yang menggambarkan arsitektur aplikasi berbasis SOA dengan menggunakan pendekatan perancangan model driven arhitecture.
I.4. Manfaat Penelitian 1.
Rancangan arsitektur aplikasi yang dihasilkan pada penelitian ini dapat menjadi pedoman untuk membangun sistem aplikasi berbasis SOA pada BPPT bidang II Kota Bandung.
I.5. Batasan Penelitian Mengingat begitu luasnya topik penelitian ini dan untuk menghindari penyimpangan permasalah an, maka diperlukan adanya batasan masalah. Batasan masalah yang dapat ditentukan dari penilitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Penelitian hanya terpada pada lingkup BPPT bidang II Kota Bandung saja.
2.
Perancangan arsitektur enterprise menggunakan Zachman Framework hanya sampai perspektif arsitek (level 3).
3.
Penelitian ini hanya meliputi arsitektur aplikasi berbasis SOA pada BPPT bidang II Kota Bandung.
4.
Perancangan arsitektur aplikasi berbasis SOA hanya meliputi simulasi keterkaitan web services di BPPT bidang II Kota Bandung.
5.
Penelitian tidak meliputi pengembangan aplikasi.
5