BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Adanya
kelainan
struktural
atau
fungsional
pada
ginjal yang berlangsung selama minimal 3 bulan disebut sebagai
gagal
ginjal
kronis
(Tanto,
et
al,
2014).
Di
Amerika Serikat, gagal ginjal kronis menduduki peringkat ke-9
kematian
dan
insidensinya
terus
meningkat
setiap
tahun dengan prognosis yang buruk serta biaya pengobatan yang tinggi (Arora, 2015). Gagal ginjal kronis ini secara cepat
menjadi
global
yang
permasalahan
angka
kejadian
kesehatan, dan
sosioekonomik
prevalensinya
terus
meningkat karena penuaan usia populasi terutama di negara berkembang seperti Indonesia (Neuhofer dan Pittrow, 2006; Prodjosudjadi, 2009). Menurut data Indonesian Society of Nephrology (2000), di Indonesia glomerulonefritis kronis menjadi
penyebab
dengan
dilakukannya
diabetes
utama
mellitus
munculnya
gagal
hemodialisis (17,5%),
dan
ginjal
kronis
(39,9%),
diikuti
penyakit
infeksi
obstruktif pada ginjal (13,5%). Pada tahun 2012, PERNEFRI mencatat terdapat 19.621 pasien baru dan 9.161 pasien aktif
dengan
penyebab
utama
penyakit
ini
adalah
1
2
hipertensi, diabetes, glomerulopati primer, dan penyakit ginjal
iskemik
dan
perbandingan
1,5:1
untuk
laki-laki
dibandingkan perempuan. Istilah
gagal
ginjal
kronis
mengacu
pada
sebuah
proses pengurangan signifikan jumlah nefron yang terjadi secara
irreversibel
dan
terus
menerus.
Proses
patofisiologinya berkaitan dengan fungsi ginjal abnormal dan penurunan progresif laju filtrasi glomerulus (Longo, et al, 2010). Tubulointerstitium juga memegang peranan penting dalam progresi perjalanan penyakit dimana hasil filtrasi yang bocor keluar dari lumen tubular, obstruksi aliran
filtrat,
dan
proteinuria
dapat
menyebabkan
kerusakan pada tubulointerstitial (Kriz dan Lehir, 2005). Kerusakan
secara
langsung,
kebutuhan
metabolisme
yang
meningkat, atau stimulus dari bentuk lain disfungsi renal dapat
mengaktivasi
berinteraksi inflamasi lanjut
dengan
yang
pada
sel
tubular.
jaringan
menyebabkan
parenkim
ginjal
Keadaan
interstitial perubahan (Hodgkins
ini dan
patologis dan
akan
sel-sel lebih
Schnaper,
2011). Sel
epitel
tubulus
diketahui
memicu
proses
inflamasi (proinflamasi) dan mengundang sitokin-sitokin
3
kemotaktik seperti TNF-α, MCP-1, IL-8, IL-6, IL-1β, TGFβ, RANTES, dan ENA-78 (Bonventre dan Zuk, 2004). Monocyte Chemoattractant Protein-1 (MCP-1) yang diproduksi lokal di tempat kerusakan diperkirakan berperan dalam inisiasi dan
progresi
kerusakan
tubulointerstitial.
Kemokin
ini
diekspresikan pada lokasi kerusakan dan inflamasi untuk merekrut
makrofag
memiliki
peran
secara
sentral
langsung dalam
dimana
makrofag
pembentukan
fibrosis
(Grandaliano et al, 1996; Prodjosudjadi, et al, 1995). Terbentuknya
fibrosis
dapat
menyebabkan
kerusakan
tubulointerstitial yang lebih buruk lagi sehingga terjadi penurunan nefron dan fungsi renal yang progresif. Hal tersebut terjadi pada penyakit ginjal kronis dan dapat berujung
menjadi
end-stage
renal
disease
(Nath,
1998;
Eardley dan Cockwell, 2005). Peranan maupun
MCP-1
kronis,
diketahui. peranan dilakukan
secara
dalam
Penelitian
dan
kerusakan yang
korelasinya
untuk
langsung,
mencegah
tubulus
lebih
dengan
baik
secara belum
mendalam
cedera
progresifitas
akut
banyak mengenai
tubulus penyakit
perlu ginjal
kronis dan membantu proses pengobatan penyakit tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk melihat korelasi ekspresi
4
MCP-1 dengan keparahan cedera tubulus pada mencit model gagal ginjal kronis (5/6 nefrektomi subtotal). I.2 Rumusan Masalah Berdasar masalah
pada
dalam
korelasi
latar
belakang
penelitian
antara
ini
ekspresi
penelitian,
adalah:
Monocyte
rumusan
Bagaimanakah
Chemoattractant
Protein-1 (MCP-1) dengan keparahan cedera tubulus pada mencit model gagal ginjal kronis? I.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1.3.1 Tujuan Umum Untuk
melihat
korelasi
antara
ekspresi
Monocyte
Chemoattractant Protein-1 (MCP-1) dengan keparahan cedera
tubulus
pada
mencit
model
gagal
ginjal
kronis dengan 5/6 nefrektomi subtotal. 1.3.2 Tujuan Khusus 1.
Untuk mengamati adanya tanda-tanda gagal ginjal kronis pada mencit yang dilakukan renal ablasi selama 7 hari dan 28 hari.
2.
Untuk
mengetahui
yang
telah
perubahan
dilakukan
struktural
renal
ablasi
ginjal dengan
5
melihat
dan
menilai
cedera
tubulus
ginjal
mencit. 3.
Untuk
mengetahui
ekspresi
MCP-1
pada
ginjal
mencit yang telah di renal ablasi. 4.
Untuk mengetahui peran dan korelasi klinis dari ekspresi MCP-1 pada ginjal. I.4 Keaslian Penelitian
Beberapa mempelajari
penelitian
ekspresi
tubulointerstitial. oleh
Eardley
et
terdahulu
MCP-1
pada
Seperti al.,
telah
progresifitas
penelitian
(2006)
membahas
yang
yang
dan
cedera
dilakukan
membahas
tentang
hubungan albumin dengan MCP-1 dan makrofag interstitial pada penyakit ginjal kronis. Dalam penelitian tersebut digunakan kronis
sampel
dan
tubulus
berupa
hubungannya
tidak
urin secara
dijelaskan.
pasien
penyakit
langsung
Eardley
dan
ginjal
dengan
cedera
Cockwell
(2005)
juga melakukan penelitian mengenai peran makrofag dalam progresifitas penyakit ginjal. Penelitian tersebut tidak membahas bagaimana peran MCP-1 sebagai kemokin perekrut makrofag
serta
hubungannya
dengan
cedera
tubular.
Grandaliano et al., (1996) melakukan penelitian mengenai peran
patogenik
MCP-1
dalam
perekrutan
monosit
6
interstitial pada nefritis akut dan kronis. Subyek sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah manusia dan hubungannya Perbedaan
dengan
cedera
penelitian
ini
tubulus dengan
tidak
penelitian
dijelaskan. terdahulu
meliputi subyek, tindakan, dan tujuan dari dilakukannya penelitian. Penelitian plagiarisme sebelumnya.
ini
dari
asli
dan
penelitian
Penelitian
ini
bukan yang
merupakan telah
merupakan
sebuah
dipublikasi
pengembangan
dari
penelitian yang telah dilakukan terdahulu. I.5 Manfaat Penelitian Manfaat
yang
dapat
diambil
dari
penelitian
ini
adalah: 1. Bagi Penulis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
dan
pengetahuan
yang
dimiliki
oleh
peneliti serta menjawab keingintahuan peneliti. Penelitian ini juga dilaksanakan sebagai syarat mencapai kelulusan program sarjana. 2. Bagi Akademisi Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu civitas
akademika
untuk
lebih
memahami
dan
7
memperbaharui pengetahuan mengenai gagal ginjal kronis.
Hasil
dapat
penelitian
mendorong
melakukan
ini
civitas
penelitian
juga
diharapkan
akademika
lebih
untuk
lanjut
pada
permasalahan yang dibahas pada penelitian ini. 3. Bagi Praktisi Kesehatan Praktisi
kesehatan
diharapkan
dapat
lebih
memahami perjalanan dan progresifitas penyakit gagal ginjal kronis secara lebih dalam sehingga dapat
menetapkan
diagnosis
penyakit
dan
memberikan pengobatan yang paling sesuai dengan derajat keparahan penyakit tersebut. 4. Bagi Masyarakat Umum Masyarakat kerugian
umum dari
berhati-hati
penyakit
dan
Hasil
penelitian
acuan
dalam
mencegah kronis.
diharapkan
menjaga ini
ini
dapat
mengobati
memahami
sehingga
kesehatan
mengembangkan
maupun
dapat
lebih
ginjalnya.
digunakan obat-obatan penyakit
sebagai untuk ginjal