BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Curah hujan tidak bekerja sendiri dalam membentuk limpasan (runoff). Gabungan
antara karakteristik
hujan dan karakteristik daerah aliran sungai
(DAS) sangat mempengaruhi besarnya runoff yang dihasilkan. Karakteristik DAS dimaksud meliputi topografi, tanah, geologi, bentuk lahan, morfometri dan vegetasi. Adanya perbedaan karakteristik DAS menyebabkan perbedaan respon atau tanggapan suatu DAS terhadap masukan (input) air hujan. Karakteristik DAS selain terdiri dari faktor-faktor yang sifatnya relatif tetap, juga terdiri dari faktor-faktor yang sifatnya dinamis yaitu penutupan vegetasi dan tanah. Asdak (2010) mengemukakan bahwa vegetasi yang rapat dapat mengurangi jumlah air hujan yang langsung jatuh ke permukaan tanah. Sementara itu sistem perakaran dan seresah yang dihasilkan oleh vegetasi dapat menaikkan permeabilitas tanah sehingga meningkatkan laju infiltrasi. Lapisan permukaan tanah hutan umumnya memiliki pori-pori tanah besar karena akibat aktivitas mikroorganisme dan akar vegetasi hutan sehingga memperbesar jumlah infiltrasi. Dinamisnya
penutupan vegetasi tidak terlepas dari intervensi manusia
terhadap sumberdaya alam DAS, yaitu dalam bentuk penggunaan lahan. Manusia hidup selalu menggunakan sumberdaya alam DAS. Secara langsung manusia menggunakan sumberdaya alam DAS untuk bertempat tinggal/bangunan rumah atau bangunan-bangunan lain semacamnya, dan secara tidak langsung yaitu untuk 1
proses produksi dan konsumsi. Apabila dalam penggunaan sumberdaya alam DAS tersebut mengabaikan kaidah-kaidah konservasi sumberdaya alam yang benar maka akan berdampak pada kesehatan DAS. Dinamika kesehatan DAS dapat terpantau melalui hasil keluaran (output) DAS, diantaranya adalah limpasan (runoff). Semakin baik kesehatan suatu DAS maka fluktuasi runoff semakin kecil, artinya ketika musim penghujan runoff tidak terlalu tinggi dan saat musim kemarau runoff tidak terlalu rendah. Fluktuasi runoff dapat diketahui melalui pengamatan terhadap data aliran sungai yang series/kontinue. Namun untuk mendapatkan data tersebut seringkali tidak mudah karena minimnya ketersediaan alat pemantau berupa Stasiun Pengamat Arus Sungai (SPAS), sedangkan untuk pemasangan maupun pemeliharaan peralatan SPAS membutuhkan biaya yang tinggi. Faktanya sebagian besar DAS di negara sedang berkembang dalam kondisi sedikit data pengukuran, tak terkecuali di Provinsi Bali-Indonesia, bahkan terdapat beberapa kasus penting yang terjadi berlalu begitu saja tanpa adanya data. Oleh karena itu adanya suatu alat alternatif seperti model hidrologi untuk memprediksi runoff menjadi sangat penting. Mengingat curah hujan tidak bekerja sendiri dalam membentuk runoff maka model terbaik yang dipilih untuk menduga runoff harus mampu menjelaskan hubungan sebab akibat yang terkait dengan proses transformasi hujan menjadi runoff. Berdasarkan hasil kajian pustaka diketahui bahwa metode yang banyak diaplikasikan untuk kasus semacam itu adalah metode Soil Conservation ServiceCurve Number (SCS-CN) yang pertama kali dikembangkan oleh Dinas Konservasi Tanah Amerika Serikat (US-SCS).
2
Menurut batasan DAS pulau Bali terdiri dari ratusan DAS dengan berbagai macam ukuran. Dalam rangka memudahkan pengelolaan maka Balai Pengelolaan DAS Unda Anyar (BP DAS Unda Anyar) telah membagi pulau Bali menjadi 12 (dua belas) Satuan Wilayah Pengelolaan DAS (SWP DAS).
Sesuai dengan
kriteria DAS prioritas Departemen Kehutanan maka dari ke-12 SWP DAS tersebut diketahui bahwa SWP DAS Unda merupakan DAS prioritas I. SWP DAS Unda itu sendiri terdiri dari 32 DAS, dan dari ke-32 DAS tersebut hanya 4 DAS yang telah memiliki SPAS, yaitu DAS Tukad Unda, Tukad Betel, Tukad Pekarangan dan Tukad Nyuling. Oleh karena itu adanya penerapan model hidrologi untuk memprediksi runoff
menjadi sangat penting dan diperlukan
wilayah bersangkutan. DAS Tukad Nyuling merupakan satu-satunya DAS pada SWP DAS Unda bagian Timur yang telah memiliki SPAS, tepatnya terletak pada Sub DAS Tukad Nyuling.
Keberadaan Sub DAS Tukad Nyuling sangat penting artinya bagi
Kabupaten Karangasem karena air yang mengalir pada Sub DAS tersebut diandalkan untuk pengairan sawah pada wilayah setempat.
Selain itu,
karakteristik DAS Tukad Nyuling cukup mewakili gambaran umum karakteristik SWP DAS Unda bagian timur, sehingga apabila dapat diketahui model hidrologi yang cocok untuk diterapkan pada DAS tersebut, maka diharapkan model tersebut juga cocok untuk diterapkan pada beberapa DAS di sekitarnya. Dengan adanya SPAS pada Sub DAS Tukad Nyuling maka dapat digunakan untuk mengetahui tingkat akurasi model di wilayah bersangkutan.
Berdasarkan alasan-alasan
tersebut maka penulis tertarik untuk menggunakan Sub DAS Tukad Nyuling sebagai wilayah penelitian. 3
1.2. Perumusan Masalah Curah hujan yang masuk dalam suatu DAS (input) akan mengalami proses menjadi sebuah keluaran (output), diantaranya berupa limpasan
(runoff).
Gabungan antara karakteristik hujan dan karakteristik DAS sangat mempengaruhi besarnya runoff yang dihasilkan. Di antara beberapa faktor yang berpengaruh terhadap transformasi curah hujan menjadi runoff terdapat suatu parameter yang sifatnya paling dinamis yaitu vegetasi. Peran vegetasi terhadap runoff adalah mengurangi besarnya surface runoff. Keberadaan vegetasi mampu meningkatkan laju infiltrasi dengan cara menaikkan permeabilitas tanah melalui sistem perakaran dan seresah. Selain itu keberadaan vegetasi juga mampu mengurangi laju surface runoff dengan cara mengurangi volume dan intensitas air hujan yang jatuh di atas permukaan bumi secara langsung melalui air yang jatuh dan tertahan sementara di atas permukaan tajuk daun (intersepsi) maupun air yang mengalir melalui batang sebelum menuju ke bumi (steamflow). Vegetasi hutan berperan penting dalam memperbesar jumlah infiltrasi. Runoff yang terlalu besar pada suatu DAS akan menimbulkan berbagai masalah, diantaranya yaitu erosi dan banjir. Oleh karena itu besarnya runoff menjadi sangat penting untuk dikendalikan supaya tidak merugikan manusia. Pengendalian yang dimaksud pada prinsipnya bertujuan untuk memperbanyak jumlah air hujan yang masuk ke dalam tanah (infiltrasi) dan menahan supaya runoff yang terjadi tidak mengalir sekaligus menuju muara (outlet). Salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk pengendalian runoff tersebut yaitu dengan mengoptimalkan penutupan lahan berupa vegetasi.
4
Dalam
melakukan
evaluasi
efektivitas
suatu
kegiatan
pengelolaan/pengendalian runoff sangat diperlukan adanya informasi mengenai perilaku runoff yang bersifat kontinue sehingga dapat diketahui trend runoff baik sebelum maupun sesudah dilaksanakan kegiatan pengelolaan.
Namun
masalah utama yang umum dihadapi oleh negara berkembang dan mempunyai sistem DAS di daerah terpencil (termasuk
SWP DAS Unda-Provinsi Bali,
Indonesia) yaitu tidak adanya data hidrologi yang lengkap. Dalam rangka mengatasi ketiadaan data hidrologi tersebut, metode Soil Conservation Services Curve Number (SCS-CN) merupakan metode yang paling banyak diaplikasikan. Metode SCS-CN dapat digunakan untuk memprediksi besarnya tebal aliran langsung dengan mempertimbangkan berbagai jenis kondisi tanah, penggunaan dan pengelolaan lahan, serta tingkat kelengasan tanah sebelumnya. Di antara ke-12 SWP DAS yang ada di Provinsi Bali, SWP DAS Unda merupakan SWP DAS prioritas I. Kondisi SWP DAS Unda hanya memiliki sedikit data pengukuran hidrologi karena dari ke-32 DAS yang ada pada SWP DAS Unda hanya terdapat 4 DAS yang telah memiliki SPAS. DAS Tukad Nyuling merupakan salah satu DAS pada SWP DAS Unda bagian Timur yang telah memiliki SPAS, tepatnya di Sub DAS Tukad Nyuling. Air yang mengalir pada Sub DAS Tukad Nyuling sangat penting bagi Kabupaten Karangasem karena diandalkan untuk pengairan sawah pada wilayah setempat. biogeofisik
Karakteristik
Sub DAS Tukad Nyuling secara umum juga cukup mewakili
gambaran karakteristik SWP DAS Unda bagian timur, sehingga apabila dapat diketahui model hidrologi yang cocok untuk diterapkan pada Sub DAS Tukad
5
Nyuling, maka diharapkan model tersebut juga cocok untuk diterapkan pada beberapa DAS/Sub DAS di sekitarnya. Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang dapat disimpulkan adalah bagaimana sebenarnya kondisi kesehatan Sub DAS Tukad Nyuling dan apakah metode SCS-CN dapat diterapkan dan mampu memenuhi kebutuhan informasi terkait proses transformasi hujan menjadi runoff di daerah penelitian. Dengan demikian maka pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam penelitian adalah sebagai berikut: 1. Berapa tebal runoff Sub DAS Tukad Nyuling berdasarkan metode SCS-CN? 2. Bagaimana tingkat akurasi yang ditawarkan oleh metode SCS-CN dalam menduga runoff pada Sub DAS Tukad Nyuling? 3. Bagaimana keterkaitan tebal hujan terhadap runoff pada Sub DAS Tukad Nyuling? 4. Bagaimana keterkaitan komposisi penggunaan lahan terhadap runoff pada Sub DAS Tukad Nyuling? 1.3. Keaslian Penelitian Tema penelitian yang menghubungkan antara penutupan lahan oleh vegetasi serta penerapan metode SCS-CN untuk pendugaan runoff sebenarnya bukan hal baru. Metode tersebut telah banyak diaplikasikan. Namun terutama untuk DASDAS yang ada di Pulau Bali, sejauh yang peneliti ketahui berdasarkan hasil kajian pustaka bahkan menunjukkan fakta belum ada kajian yang serupa, padahal dari sejumlah DAS yang ada di Provinsi Bali diketahui dalam kondisi sedikit pengukuran sehingga sangat membutuhkan adanya aplikasi metode semacam itu.
6
Berdasarkan hasil kajian pustaka diketahui terdapat beberapa penelitian yang hampir serupa dengan tema penelitian ini, diantaranya sebagai berikut: 1. Aplikasi Bilangan Kurva (Curve Number) Untuk Memprediksi Limpasan Permukaan (Studi Kasus Di DAS Bengawan Solo). (Tesis). Penelitian dengan judul Aplikasi Bilangan Kurva (Curve Number) Untuk Memprediksi Limpasan Permukaan (Studi Kasus Di DAS Bengawan Solo) tersebut dilakukan oleh Dharmawati, N.D., Darmadi dan Sudira, P. (2001). Dalam penelitian tersebut peneliti mencoba memprediksi limpasan permukaan di 6 (enam) Sub DAS yang masuk pada wilayah DAS Solo. Ke 6 (enam) Sub DAS dimaksud mempunyai luas berturut-turut sebagai berikut: 34,85 km2, 1,84 Km2, 5,96 Km2, 1,86 Km2, 17,97 Km2 dan 42,50 Km2. Hasil hasil uji T berpasangan antara nilai prediksi dan pengukuran secara langsung menghasilkan T Hitung berturut-turut sebagai berikut: T1 Hitung (0,7741), T2 Hitung (0,2951), T3 Hitung (0,5178), T4 Hitung (0,625), T5 Hitung (0,2487) dan T6 Hitung (0,7642). Adapun nilai T Tabel berturut-turut sebagai berikut: T1 Tabel (2,1788), T2 Tabel (2,1098), T3 Tabel (2,1448), T4 Tabel (2,2281), T5 Tabel (2,1604) dan T6 Tabel (2,4469). Semua T Hitung > T Tabel sehingga kesimpulan tidak ada perbedaan yang nyata antara hasil prediksi dengan hasil pengukuran secara langsung sehingga model dapat diaplikasikan. Penelitian yang dilakukan oleh Dharmawati, N.D., Darmadi dan Sudira, P. (2001) tersebut apabila diperbandingkan dengan penelitian ini menunjukkan persamaan yaitu sama-sama melakukan aplikasi metode SCS-CN. Adapun perbedaannya meliputi;
7
a. Output Output dalam penelitian sebelumnya berupa volume runoff, sedangkan output dalam penelitian ini berupa tebal runoff. b. Metode Metode untuk pendugaan kelompok hidrologi tanah dalam penelitian sebelumnya dengan memanfaatkan data infiltrasi minimum, sedangkan dalam penelitian ini pendugaan kelompok hidrologi tanah tersebut didekati melalui parameter tekstur tanah (uji laboratorium tanah terhadap sampel tanah). c. Analisis Analisis yang dilakukan dalam penelitian sebelumnya sampai dengan analisis hubungan
antara nilai abstraksi awal dengan luasan jenis
penggunaan lahan, sedangkan analisis dalam penelitian ini sampai dengan analisis keterkaitan tebal hujan terhadap runoff dan keterkaitan komposisi penggunaan lahan terhadap runoff. d. Lokasi Lokasi penelitian sebelumnya di Provinsi Jawa Tengah, sedangkan lokasi penelitian ini di Provinsi Bali. 2. Proposing An Appropriate Land Use Based On Hydrological Analysis And In Accordance With State Regulations (A Case Study Of Samin Watershed, Central Java, Indonesia).(Tesis). Penelitian dengan judul Proposing An Appropriate Land Use Based On Hydrological Analysis And In Accordance With State Regulations (A Case Study Of Samin Watershed, Central Java, Indonesia) tersebut dilakukan oleh 8
Cahyolestari (2010). Luas DAS penelitian 313,4485 Km2. Dalam penelitian tersebut peneliti mencoba menghitung debit runoff serta melakukan beberapa tindakan kalibrasi dengan cara trial n error terhadap parameter hidrological soil-cover complexes in various hydrological soil-group. Hasil model terbaik menunjukkan bahwa nillai runoff yang diperoleh dari hasil model 125% lebih besar dari runoff hasil pengukuran secara langsung. Penelitian yang dilakukan oleh Cahyolestari (2010) tersebut apabila diperbandingkan dengan penelitian ini menunjukkan persamaan yaitu samasama melakukan aplikasi metode SCS-CN. Adapun perbedaannya meliputi; a. Output Output dalam penelitian sebelumnya berupa debit runoff, sedangkan output dalam penelitian ini berupa tebal runoff. b. Metode Metode yang digunakan untuk membandingkan hasil model terhadap hasil pengukuran langsung adalah perbandingan sederhana yaitu prosentase relatif terhadap hasil pengukuran langsung, sedangkan dalam penelitian ini dilakukan dengan goodness of fit test. c. Analisis Analisis yang dilakukan dalam penelitian sebelumnya sebatas mengetahui tingkat akurasi model dan analisis keterkaitan komposisi penggunaan lahan terhadap runoff, sedangkan analisis dalam penelitian ini juga mencakup analisis keterkaitan tebal hujan dengan runoff.
9
d. Lokasi Lokasi penelitian sebelumnya di Jawa Tengah, sedangkan lokasi penelitian ini di Bali. 3. Pengaruh Pemakaian Rumus CN Konversi Terhadap Banjir.(Tesis). Penelitian dengan judul Pengaruh Pemakaian Rumus CN Konversi Terhadap Banjir tersebut dilakukan oleh Dewi (2012). Luas DAS penelitian 497,06 Km2. Dalam penelitian tersebut peneliti mencoba membandingkan nilai debit runoff hasil metode SCS-CN dan debit runoff hasil metode SCS-CN yang di dalamnya dilakukan tindakan konversi terhadap rumus CN terhadap debit runoff hasil pengukuran secara langsung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemakaian metode SCS-CN dengan tindakan konversi terhadap nilai CN menghasilkan kesalahan relatif rata-rata lebih besar daripada pemakaian metode SCS-CN tanpa konversi nilai CN. Kesalahan relatif yang dihasilkan metode SCS-CN dengan konversi nilai CN sebesar 62%, adapun untuk metode SCS-CN tanpa konversi sebesar 49%. Penelitian
yang dilakukan
oleh
Dewi
(2010)
tersebut
apabila
diperbandingkan dengan penelitian ini menunjukkan persamaan yaitu samasama melakukan aplikasi metode SCS-CN. Adapun perbedaannya meliputi; a. Output Output dalam penelitian sebelumnya berupa debit runoff, sedangkan output dalam penelitian ini berupa tebal runoff.
10
b. Metode Metode yang digunakan untuk membandingkan hasil model terhadap hasil pengukuran langsung adalah metode kesalahan relatif, sedangkan dalam penelitian ini dilakukan dengan goodness of fit test. c. Analisis Analisis yang dilakukan dalam penelitian sebelumnya sebatas mengetahui tingkat akurasi model, sedangkan analisis
dalam penelitian ini juga
mencakup analisis keterkaitan tebal hujan dengan runoff. d. Lokasi Lokasi penelitian sebelumnya di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah, sedangkan lokasi penelitian ini di Bali. 4. Predicting Daily Streamflow in Ungouged Rural Catchment: The Case of Masinaga Catchment, Kenya. (Journal). Penelitian dengan judul Predicting Daily Streamflow in Ungouged Rural Catchment: The Case of Masinaga Catchment, Kenya tersebut dilakukan oleh Mutua, .B. M. dan
Klik, A. (2007).
Dalam penelitian tersebut peneliti
mencoba menganalisis pengaruh penggunaan lahan terhadap
daily runoff
melalui hubungan antara lengas tanah dengan daily runoff. Metode yang digunakan adalah metode SCS-CN dengan integrasi program Arc View GIS dalam satu program yaitu Stream Flow Model (SFM). Penelitian dilakukan dengan membagi DAS menjadi 7 Sub DAS dengan luasan masing-masing sebagai berikut: 2758 Km2, 821 Km2, 76 Km2, 506 Km2, 918 Km2, 597 Km2 dan 586 Km2.
Hasil model menunjukkan koefisien sebesar 0,74 menurut
11
statistik Nash-Sutcliffe. Hal itu berarti daily runoff hasil simulasi mempunyai korelasi sedang dan model dapat digunakan. Penelitian yang dilakukan oleh Mutua, B. M. dan
Klik, A. (2007)
tersebut apabila diperbandingkan dengan penelitian ini menunjukkan persamaan yaitu sama-sama melakukan aplikasi metode SCS-CN. Adapun perbedaannya meliputi; a. Output Output dalam penelitian sebelumnya berupa volume runoff, sedangkan output dalam penelitian ini berupa tebal runoff. b. Metode Metode yang digunakan dalam penelitian sebelumnya merupakan integrasi antara GIS dengan metode SCS-CN melalui program Stream Flow Model (SFM) (software), sedangkan dalam penelitian ini integrasi dimaksud dilakukan secara manual. c. Analisis Analisis yang dilakukan dalam penelitian sebelumnya sebatas mengetahui tingkat akurasi model dan analisis keterkaitan komposisi penggunaan lahan terhadap runoff, sedangkan analisis dalam penelitian ini juga mencakup analisis keterkaitan tebal hujan dengan runoff. d. Lokasi Lokasi penelitian sebelumnya di Negara Nepal, sedangkan lokasi penelitian ini di Negara Indonesia.
12
1.4. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menghitung
tebal runoff Sub DAS Tukad Nyuling berdasarkan metode
SCS-CN. 2. Mengetahui tingkat akurasi metode SCS-CN untuk pendugaan runoff pada Sub DAS Tukad Nyuling. 3. Mengetahui keterkaitan tebal hujan terhadap runoff pada Sub DAS Tukad Nyuling. 4. Mengetahui keterkaitan komposisi penggunaan lahan terhadap runoff pada Sub DAS Tukad Nyuling.
1.5. Sasaran Penelitian Sarasan penelitian yang dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian terdiri dari kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 1. Pengukuran morfometri DAS. 2. Analisis laboratorium terhadap sampel tanah. 3. Penentuan kondisi kelengasan tanah awal (AMC). 4. Penentuan kelompok hidrologi tanah. 5. Penentuan kompleks penutup lahan. 6. Penentuan nilai Curve Number (CN) atau bilangan kurva. 7. Perhitungan Retensi potensial maksimum (S). 8. Perhitungan tebal runoff (Q). 9. Uji hipotesis untuk mengetahui kesesuaian data antara runoff hasil estimasi berdasar metode SCS-CN terhadap runoff hasil pengukuran langsung. 10. Analisis keterkaitan tebal hujan terhadap runoff. 13
11. Analisis keterkaitan komposisi penggunaan lahan terhadap runoff. 1.6. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain: 1. Sebagai sarana aplikasi teori dan metode hidrologi dalam bidang kehutanan untuk menyelesaikan permasalahan lingkungan. 2. Sebagai pengembangan penelitian yang berkelanjutan pada suatu DAS khususnya pada kajian hidrologi permukaan. 3. Sebagai referensi untuk analisis keterkaitan tebal hujan terhadap runoff maupun keterkaitan komposisi penggunaan lahan terhadap runoff pada DAS/Sub DAS
lain yang memiliki kemiripan kondisi biogeofisik dan
hidrologi. 4. Sebagai pendukung pengembangan sistem informasi dan manajemen DAS (SIM DAS).
14