BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang SF. Marbun menjelaskan “Pemerintah wajib meningkatkan seluruh kepentingan masyarakat, untuk itu pemerintah aktif berperan mencampuri bidang kehidupan sosial ekonomi masyarakat dilimpahkan bestuurszorg (kesejahteraan umum) suatu public service.”1 Perizinan merupakan suatu bentuk manisfestasi yang melintasi aspek-aspek tersebut. Dimana perizinan menjadi instrumen kebijakan Pemerintah untuk menciptakan kesejahteraan umum dan perizinan untuk menjaga ketertiban perbuatan hukum dalam kegiatan atau usaha yang dilakukan seseorang/ badan hukum di tengah-tengah masyarakat.2 Posisi perizinan sebagai pelayanan publik tujuannya tidak lepas dari tujuan Negara Indonesia yaitu untuk menciptakan kesejahteraan bangsa, sebagai mana yang tercantum dalam pembukan UUD 1945 alinea IV. Hukum perizinan bagian dari hukum publik yaitu Hukum Administrasi Negara. Dimana izin adalah kewenangan dari Pejabat Administrasi Negara atau izin diterbitkan Pejabat Tata Usaha Negara. Kualitas pelayanan publik menjadi sesuatu yang sangat penting dalam upaya mengujudkan cita-cita bangsa dan Negara Indonesia.3 Kualitas Hukum Publik adalah hukum yang berkenaan dengan kesejahteraan negara dan kesejahteraan masyarakat.4 Maka tujuan perizinan adalah untuk menciptakan
1
S.F. Marbun Dkk, Dimensi-dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta: UII Press, 2004, hlm. 73. 2 Adrian Sutedi, Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik,(Jakarta : Sinar Grafika, 2010), hlm. 190 3 Ibid., hlm. 4. 4 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta : Raja Grafindo, 2006), hlm. 73.
xiv Universitas Sumatera Utara
kesejahteraan masyarakat.5 Namun realitanya perizinan di tengah-tengah masyarakat, masih kerap jadi objek gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara.6 Sebagaimana contoh, kasus dalam Putusan Mahkamah Agung No. 124 K/TUN/2013, tentang terbitnya Surat Izin Mendirikan Bangunan, di atas tanah yang masih dalam sengketa di PTUN Medan. Menurut Peraturan Daerah Kota Medan No. 5 Tahun 2012 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, Pasal 13 huruf (b); Permohonan IMB ditunda, bila ada laporan secara tertulis maupun lisan dari masyarakat tentang keadaan tanah dalam sengketa maupun adanya proses hukum.7 Sejalan dengan Peraturan Daerah Kota Medan, sebelum terbit IMB No. 648/ 1441/ 21.06/ 2011, dan No. 648/1363 K Penggugat telah lebih dahulu melaporkan status tanah kepada Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan Kota Medan.8 Penggugat mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan Kota Medan agar tidak memproses penerbitan Izin Mendirikan Bangunan di atas lahan sengketa, di jalan Platina (Sudut Platina VII) Kecamatan Medan Deli karena dalam proses hukum. Tetapi Tergugat I ( Kepala Dinas Tata Ruang Dan Tata Bangunan Kota Medan) tidak menanggapi permohonan Penggugat, sebagaimana adanya surat dari Law Firm Fachruddin Rifai, SH.,M.Hum & Associates tertanggal 27 Juli 2011 No.199/LF-FR/MTMI/ VIII/2011. Di samping itu Penggugat juga membuat Pengumuman di Media, meminta kepada instansi terkait agar tidak melayani 5
Ali Mufliz, Materi Pokok Pengantar Administrasi Negara, (Jakarta : Karunika,1998), hlm. 177 Hery Kelana, Pelaksana harian Dinas Penataan dan Pengawasan Bangunan Jakarta Utara, “setiap tahunnya terdapat lebih dari seribu kasus pelanggaran izin mendirikan bangunan (IMB)”. Tempo, Rabu, 15 Juni 2014. 7 Peraturan Daerah Kota Medan No. 5 Tahun 2012 Tentang Retribusi Mendirikan Bangunan, Pasal 13 Permohonan IMB ditunda; butir(b)adanya keberatan masyarakat dan/ sengketa maupun adanya proses hukum yang sedang berlangsung pada bangunan maupun tanah yang dimohon secara tertulis maupun lisan 8 Peraturan Walikota Medan No. 16 Tahun 2014 Tetang Rincian Tugas dan Fungsi Dinas TR dan TB, dalam Pasal 31:c. Pelaksanaan proses penerbitan Izin Mendirikan Bangunan. Menjadi tugas DTRTB 6
xv Universitas Sumatera Utara
urusan lainnya bidang tanah dimaksud terkait pengalihan bidang tanah sebagaimana adanya Iklan Pengumuman di Harian Analisa Edisi Kamis, 14 Juli 2011. Oleh karena perbuatan Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan yang telah menerbitkan IMB di atas tanah yang dimohon Penggugat menimbulkan ketidak adilan dan kerugian bagi penggugat, dimana penggugat sedang memproses kepastian hukum atas kepemilikan tanah di PTUN Medan. Jawaban Tergugat; Surat izin Mendirikan Bangunan No. 648/ 1441/ 21.06/ 2011 tanggal 14 Juni 2011, dan No. 648/1363 K tertanggal 1 Agustus 2011 yang ada di plank adalah nomor agenda penerimaan surat permohonan IMB dari Tergugat II Intervensi. DTRTB tidak pernah menerbitkan IMB sebanyak dua kali pada satu lokasi tanah yang dimohonkan, tetapi hanya menerbitkan IMB No. 648/1363 K tanggal 28 Juli 2011.9 Pengadilan Tata Usaha Negara Medan memberi putusan No. 22/G/2012/PTUNMDN tanggal 19 Juli 2012 yang amarnya sebagai berikut : 1. Dalam Eksepsi : Menolak Eksepsi Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat II Intervensi untuk seluruhnya ; 2. Dalam Pokok Perkara : a. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebahagian.
9
Lihat, Pasal 23 ayat (2) huruf (e), Peraturan Walikota Medan No. 16 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Peraturan Walikota Medan No. 19 Tahun 2010 Tentang Rincian Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan kota Medan. Dalam melaksanakan tugas Pokok bidang Tata Ruang menyelenggarakan Fungsi: e. mengadakan Penelitian kelayakan site plank (tata letak) pada permohonan Izin mendirikan Bangunan (IMB); Melihat fakta perbedan pada tanggal penerbitan IMB di Plank, dengan jawaban Tergugat menyatakan izin diterbitkan tanggal 28 Juli 2011sedangkan di plank tgl 1 Agustus 2011. Hal ini menjelaskan bahwa pemeriksaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan IMB yang telah terbit tidak dilakukan oleh Dinas Tata Ruangan dan Tata Bangunan.
xvi Universitas Sumatera Utara
b. Menyatakan Batal Surat Izin Mendirikan Bangunan (SIMB) Nomor : 648/13.63 K tanggal 1 Agustus 2011 atas nama Charles Tigor Silalahi. c. Mewajibkan kepada Tergugat II untuk mencabut Surat Izin Mendirikan Bangunan (SIMB) Nomor : 648/13.63 K tanggal 1 Agustus 2011, atas nama Charles Tigor Silalahi. Putusan
Pengadilan
Tinggi
Tata
Usaha
Negara
Medan
N0.
137/B/2012/PT.TUN.MDN. tanggal 16 Oktober 2012 ; Mengkuatkan putusan PTUN Medan N0. 22/G/2012/PTUN.MDN. Pihak Tergugat II (intervensi) mengajukan Kasasi (pemohon),10 dan Tergugat I, Tergugat II, Penggugat sebagai yang termohon. Alasan Pemohon Kasasi dalam memori kasasi pada pokoknya menyatakan bahwa Judex Facti pada tingkat banding salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku, kurang tepat dan tidak berdasar hukum. Pertimbangan Hukum. Menimbang, bahwa terlepas dari alasan-alasan kasasi tersebut Mahkamah Agung berpendapat : Bahwa Judex Facti telah salah menerapkan hukum dengan pertimbangan. Mahkamah Agung; Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima ; Membatalkan
Putusan
Pengadilan
Tinggi
Tata
Usaha
Negara
Medan
No.
10
Suparto Wijoyo, Karakteristik Hukum Acara Peradilan Administrasi, (Surabaya ; Airlangga University Press, 1997), hlm.181. Melihat penjelasan pasal 83 butir (3) UU N0 5 Tahun 1986; Permohonan banding terhadap putusan Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat(2) tidak dapat diajukan tersendiri oleh pihak ketiga, tetapi harus bersama-sama dengan permohonan banding terhadap putusan akhir dalan pokok sengketa. Komentar Suparto Wijoyo; kasasi tidak dapat diajukan tersendiri, artinya bahwa sebagai pihak ketiga tidak dapat mengajukan upaya hukum secara sendiri dalam proses perkara yang sedang berjalan, kecuali membuat suatu pengaduan baru. Tetapi dalam pengajuan kasasi terlihat sebagai pemohon adalah pribadi tergugat intervensi.
xvii Universitas Sumatera Utara
137/B/2012/PT.TUN-MDN tanggal 16 Oktober 2012 yang menguatkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Medan No. 22/G/2012/ PTUN-MDN. tanggal 19 Juli 2012. Menolak gugatan Penggugat dan menghukum Termohon Kasasi untuk membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan yang dalam tingkat kasasi. Uraian di atas memaparkan bahwa dalam setiap tingkat Pengadilan memberikan putusan yang berbeda terhadap permasalahan yang sama. Tentu Putusan yang membuat perbedaan itu menjadi suatu masalah yang perlu diteliti dan dianalisis dalam aspek hukum perundang-undangan Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN) serta dihubungankan dengan Hukum Perizinan secara khusus Peraturan proses Izin Mendirikan Bagunan Kota Medan, guna menemukan nilai kebenaran dalam perbedaan itu. Perizinan yang mengakibatkan isu hukum penting untuk dikaji adalah untuk menemukan hukum yang benar karena perizinan telah memiliki peraturan tersendiri. Contoh; Membangunan gedung diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung,11maka setiap permasalahan bangunan dalam hukumnya bisa dilihat di undang-undang tersebut. Izin adalah keputusan administratif yang lazim disebut Keputusan Tata Usaha Negara. Keputusan Tata Usaha Negara berisi pengaturan mengenai kegiatan yang dapat atau tidak dapat dilakukan oleh Badan Hukum/masyarakat.12 Bagir Manan mengatakan : “Izin dalam arti luas berarti suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan
11
Lihat, Republik Indonesia,Undang-undang RI Nomor. 28 Tahun 2002 tentang Bagunan Gedung. Bagian Keenam. Hak dan Kewajiban Pemilik Bangunan Gedung, huruf (b) melaksanakan pembangunan gedung sesuai dengan perizinan yang telah ditetapkan oleh Pemerintahan Daerah. 12 Adrian Sutedi, op. cit., hlm.v.
xviii Universitas Sumatera Utara
perundang-undangan untuk memperbolehkan melakukan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara umum dilarang.”13 Penegakan hukum perizinan diperlukan pengawasan, agar dalam menjalankan aktivitas izin sesuai dengan norma-norma hukum sebagai suatu upaya bersifat preventif (pencegahan), dan juga dimaksudkan untuk mengembalikan pada situasi sebelum terjadinya pelanggaran norma-norma hukum sebagai upaya represif.14 Dalam pengawasan sebagai sarana penegakan hukum perizinan terdapat juga sanksi. Sanksi merupakan bagian penting dalam setiap peraturan perundang-undangan. Sanksi biasanya diletakkan pada bagian akhir setiap peraturan (bahasa latin : cauda venenum, artinya di ujung suatu kaidah hukum terdapat sanksi).15 Arti sanksi adalah reaksi tentang tingkah laku, dibolehkan atau tidak dibolehkan atau reaksi terhadap pelanggaran norma. Dalam Hukum Administrasi Negara dikenal beberapa macam sanksi, yaitu: 16 a. Paksaan Pemerintah (Bestuursdwang) b. Penarikan kembali keputusan (ketetapan) yang menguntungkan; c. Pengenaan denda administratif d. Pengenaan uang paksa oleh pemerintah (dwangsom) Salah satu sanksi dalam Hukum Administrasi Negara adalah pencabutan atau penarikan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang menguntungkan. Pencabutan ini dilakukan dengan mengeluarkan suatu ketetapan baru yang isinya menarik kembali
13
Ibid., hlm. 170. H. Syamsul Arifin, Aspek Hukum Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, (Medan : Medan Area University Press, 2014), hlm. 111. 15 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2006), hlm. 319. 16 Juniarso Ridwan dan Ahmad Sodik Sudraja, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik, (Bandung : Nuansa, 2010), hlm.99. 14
xix Universitas Sumatera Utara
dan/atau menyatakan tidak berlaku lagi ketetapan terdahulu.17 Penarikan kembali ketetapan yang menguntungkan berarti meniadakan hak-hak yang terdapat dalam ketetapan itu oleh organ pemerintahan. Sanksi ini termasuk sanksi berlaku ke belakang, yaitu sanksi yang mengembalikan pada situasi sebelum ketetapan itu dibuat. Dengan kata lain, hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang timbul setelah terbitnya ketetapan tersebut menjadi hapus atau tidak ada sebagaimana sebelum terbitnya ketetapan itu, dan sanksi ini dilakukan reaksi terhadap tindakan yang bertentangan dengan hukum.18 Pencabutan suatu keputusan yang menguntungkan adalah merupakan sanksi yang situatif, maksudnya dikeluarkan bukan dengan maksud sebagai reaksi terhadap perbuatan yang tercelah dari segi moral, melainkan dimaksudkan untuk mengakhiri keadaankeadaan yang secara objektif tidak dapat dibenarkan lagi.19 Penarikan ketetapan sebagai sanksi ini berkaitan erat dengan sifat dari ketetapan itu sendiri. Terhadap ketetapan yang bersifat terikat, harus ditarik oleh organ pemerintahan yang mengeluarkan ketetapan tersebut, dan hanya mungkin dilakukan sepanjang peraturan menjadi dasar ketetapan.20 Penarikan kembali ketetapan itu menimbulkan persoalan yuridis, karena dalam Hukum Administrasi Negara (HAN) terdapat azas hetvermoeden van rechmatigheid atau premsutiojusteacausa, yaitu bahwa pada azasnya setiap ketetapanya yang dikeluarkan
17
Mandiri Hadjon Philipus, Pengantar Hukum Perizinan, (Surabaya : Yuridika, 1993), hlm. 69.
18
Lihat, H.D.Van Wijk/Willem Konijnenbelt. Hoodfdstukken, hlm. 379. Diedit kembali oleh Ridwan HR, Prinsip Tanggung Jawab, hlm. 233. menyebutkan: “Hakim Administrasi dalam memutuskan perkara gugatan pembatalan keputusan akan mengunakan kriteria: 1) Bertentangan dengan peraturan yang mengikat umum atau peraturan perundang-undangan (Strijd met een algmeen verbindend voorshrift). 2)Penyalah gunaan wewenang ( Detournement de pouvoir). 3) (Het administratieve organ heft bij afweging van de betrokken belangen niet in redelijkheid tot de beschikking kunnen komen). 4) Organ pemerintah dalam mempertimbangkan berbagai kepentingan terkait untuk mengambil keputusan tidak berdasarkan pada alasan yang rasional (Strijd anderzins met enig in het algemeen). 5) bertentangan dengan apa yang dalam kesadaran hukum umum merupakan asas-asas yang hidup/berlaku tentang pemerintahan yang baik (rechtsbewustzijn levebd beginsel van behoorlijk berstuur), 19 20
Mandiri Hadjon Philipus, op. cit., hlm. 69. Ibid.
xx Universitas Sumatera Utara
oleh badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dianggap benar menurut hukum.21 Maka Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang sudah dikeluarkan itu pada dasarnya tidak untuk dicabut kembali, sampai dibuktikan sebaliknya oleh Hakim di Pengadilan.22 Meskipun pada dasarnya KTUN yang telah dikeluarkan tersebut tidak untuk dicabut kembali sejalan dengan azas praduga (rechmatig) dan asas kepastian hukum, tetapi tidaklah berarti menghilangkan kemungkinan untuk mencabut KTUN tersebut. Kaidah HAN memberikan kemungkinan untuk mencabut KTUN yang menguntungkan sebagai akibat dari kesalahan si penerima KTUN sehingga pencabutanya merupakan sanksi baginya.23 Penegakan hukum tidak lepas dari azas-azas dalam Hukum Administrasi Negara yang biasa disebut Azas-azas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB), dan menjadi pedoman dalam penyelenggaraan Pemerintahan termasuk dalam Pemerintahan Daerah. Hal ini sejalan dengan Pasal 58 ayat (1)24; yang mengatur penyelenggaraan Pemerintahan berpedoman pada Azas Umum Penyelenggaraan Negara yang terdiri atas: azas kepastian hukum, azas tertib penyelenggaraan Negara, azas kepentingan umum, azas keterbukaan, azas proporsionalitas, azas profesionalitas, azas akuntabilitas, azas efisiensi dan azas efektivitas.25
21
H. A. Muin Fahmal: Peran Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Layak Dalam Mewujudkan Pemerintahan Yang Bersih, ( Yogyakarta : Kreasi Total Media, 2008), hal. 290. 22 C. S.T. Kansil dan Chirtine S.T. Kansil, Modul Hukum Administrasi Negara,(Jakarta : Pradnya Paramita, 2005), hlm. 29. 23 Adrian Sutedi, op. cit.,hlm. 191. 24 Republik Indonesia, Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah 25 Bandingkan, Rebuplik Indonesia, Undang-undang RI Nomor. 28 Tahun 1999, Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme,Pasal 3: “menyebutkan Azas-Azas Umum Penyelenggaraan Negara meliputi : Azas Kepastian Hukum ; Azas Tertib
xxi Universitas Sumatera Utara
Kurang atau tidak dipenuhinya azas - azas tersebut dalam suatu tindakan keputusan dapat menyebabkan timbulnya suatu masalah. Artinya keputusan Pejabat Tata Usaha Negara dapat digugat bila bertentangan dengan azas - azas tersebut. Hal ini dimuat dalam UU No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, khususnya Pasal 53 ayat (2) huruf (b) menyebutkan: Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan azasazas pemerintahan yang baik. Kurang atau tidak dilaksanakannya azas-azas tersebut oleh Pejabat Adiministrasi/ Pejabat Tata Usaha Negara dalam mengambil suatu keputusan atau bilamana terindikasi ada penyalahgunaan wewenang, dapat menimbulkan suatu konsekuensi hukum yakni pembatalan keputusan.26 Majelis Hakim di Peradilan Tata Usaha Negara, dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara juga dituntut untuk berpedoman kepada UU No. 14 Tahun 1970 sebagaimana direvisi menjadi UU No. 4 Tahun 2004, dan perubahan menjadi Undangundang No. 48 Tahun 2009; tentang Kekuasaan Kehakiman, yang di dalamnya diatur tentang Azas – azas Umum Pemerintahan yang Layak (AAUPL).27 Menurut hasil penelitian Jazim Hamidi, defenisi AAUPL antara lain :28 a. AAUPL merupakan nilai-nilai etik yang hidup dan berkembang dalam lingkungan hukum Administrasi Negara. Penyelenggaran Pemerintahan ; Azas Kepentingan Umum ; Azas Keterbukaan ;Azas Proporsionalitas;Azas Profesionalitas; Azas Akuntabilitas 26 Nomensen Sinamo, Hukum Administrasi Negara,(Jakarta : Jala Permata Aksara, 2010), hlm. 142. 27 Lihat, Pasal 14 ayat (1) UU No. 14/1970 tentang Kekuasaan Pokok Kehakiman: “Pengadilan tidak boleh menolak menolak untuk memeriksa dan mengadili sesuatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.” Dalam Pasal 27 ayat (1) UU No. 14/1970 ditegaskan; “Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib mengadili, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.” Dengan ketentuan pasal ini, asas-asas ini memiliki peluang untuk digunakan dalam proses peradilan administrasi di Indonesia. 28 Lihat, Juniarso Ridwan dan Ahmad Sodik Sudraja,op. cit., hlm.178.
xxii Universitas Sumatera Utara
b. AAUPL berfungsi sebagai pegangan bagi para pejabat administrasi negara dalam menjalankan fungsinya, merupakan alat uji bagi hakim administrasi dalam menilai tindakan administrasi negara (yang berwujud penetapan atau beschikking) dan sebagai dasar pengajuan gugatan bagi pihak penggugat. c. Sebagian besar dari AAUPL masih merupakan azas - azas yang tidak tertulis, masih abstrak, dan dapat digali dalam praktik kehidupan di masyarakat. d. Sebagian azas yang lain sudah menjadi kaidah hukum tertulis dan terpencar dalam berbagai peraturan hukum positif. Meskipun sebagian dari azas itu berubah menjadi kaida hukum tertulis, namun sifatnya tetap sebagai azas hukum. AAUPL tersebut pada prinsipinya memuat azas kepastian hukum, azas keseimbangan, azas kesamaan dalam mengambil keputusan, azas bertindak cermat, azas motivasi untuk setiap keputusan, azas tidak boleh mencampuradukkan kewenangan, azas permainan yang layak (fair play), azas keadilan atau kewajaran, azas kepercayaan dan penanggapi pengharapan yang wajar, azas meniadakan akibat-akibat suatu keputusan yang batal, azas perlindungan atas pandangan hidup (cara hidup) pribadi, azas kebijakan, azas
penyelenggaraan
kepentingan
hukum.29Betapa
pentingnya
memperlakukan
ketentuan azas-azas hukum dalam penyelenggaraan Pemerintahan yang baik dan peradilan yang layak, karena sedikit banyaknya bila azas-azas itu tidak diperhatikan akan menimbulkan masalah hukum yang serius. Sebagaimana melatarbelakangi gugatan dalam kasus Putusan Mahkamah Agung N0.124 K/TUN/2013 dan menjadi penelitian penting guna mendapatkan kebenaran dalam pertimbangan hukumnya. Memulai penelitian ini Penulis menyimpulkan judul tulisan sebagai berikut; “Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung N0. 124 K/TUN/2013 Tentang Terbitnya Izin Mendirikan Bangunan di atas Tanah yang Masih Dalam Sengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara Medan”
29
Ridwan HR, op. cit., hlm. 247.
xxiii Universitas Sumatera Utara
B. Rumusan Masalah Untuk menemukan identifikasi masalah dalam penelitian, perlu dipertanyakan apakah yang menjadi masalah dalam penelitian yang akan dikaji lebih lanjut,30 maka dapat dirumuskan pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana Keberadaan IMB No. 648/1363 K dalam Hukum Administrasi Negara (HAN) ? 2. Permasalahan apa yang terjadi dalam IMB No. 648/1363 K hingga menjadi objek sengketa di PTUN? 3. Bagaimana pertimbangan hukum dalam putusan Mahkamah Agung terhadap terbitnya IMB No. 648/1363 K di atas tanah yang masih sengketa di Pengadilan?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan pada rumusan permasalahan sebagaimana diuraikan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian tesis ini sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui dasar hukum materil yang berkaitan penerbitan Izin Mendirikan Bangunan. 2. Untuk mengetahui dan menganalisa faktor kaidah-kaidah yang mengakibatkan sengketa Izin Mendirikan Bangunan. 3. Untuk mengetahui dan menganalisa dasar pertimbangan hukum dalam menetapkan putusan terhadap sengketa Izin Mendirikan Bangunan di atas tanah yang masih sengketa di PTUN (kasus perkara No. 124 K/TUN/2013).
30
Ronny Kountur, Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, (Jakarta : Permata Muda, 2003), hlm. 35.
xxiv Universitas Sumatera Utara
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik bagi pengembangan secara teori maupun praktik.31 1.
Manfaat Teoritis Manfaat teoritis dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan kontribusi
teoritis dalam rangka menambah pengetahuan dalam bidang Ilmu Hukum Administrasi Negara dan penetapan Keputusan Tata Usaha Negara tentang Izin Mendirikan Bangunan, sekaligus sebagai bahan wacana dan acuan bagi pengembangan penelitian yang sejenis di masa yang akan datang. 2.
Manfaat Praktis Manfaat praktis dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan gambaran
secara jelas kepada para praktisi, instansi yang terkait dan aparat penegak hukum mengenai prosedural hukum acara serta melakukan pengujian (judicial review) terhadap suatu putusan perizinan.
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan informasi, pemeriksaan dan penelusuran yang telah dilakukan terhadap hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya di perpustakaan Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, maka belum ada penelitian yang sama dengan apa yang menjadi bidang dan ruang lingkup penelitian ini, yaitu “Analisis Yuridis
31
USU, Pedoman Penulisan Tesis, , “ Manfaat teoritis atau akademis akan berkaitan dengan pengembangan doktrin-doktrin hukum pada bidang hukum yang relevan dengan permasalahan yang diteliti. Sementara mafaat praktis akan lebih berkaitan pada manfaat pada tataran operasional dalam pembangunan hukum nasional atau pada lembaga instansi terkait atau pihak-pihak lain yang berkepentingan,” hlm, 11.
xxv Universitas Sumatera Utara
Terhadap Putusan Mahkamah Agung N0. 124 K/TUN/2013 Tentang Terbitnya Izin Mendirikan Bangunan di atas Tanah yang Masih Dalam Sengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara”. Terkait dengan judul penelitian penulis, selanjutnya penulis juga pemeriksaan dan penelusuran pada beberapa tulisan, penulis hanya menemukan: 1. Tesis, dengan judul “Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Mengenai Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dalam rangka mewujudkan Good Governance (studi di kota Medan),” oleh pengarang Hj. Zuraidah dan pembimbing Muhamad Abduh, Bismar Nasution, Pendastaren Tarigan. 2. Tesis, dengan judul “Implementasi Pengawasan Pemerintahan Kota Medan terhadap Izin Mendirikan Bangunan,” oleh pengarang Kasman Siburian dan pembimbing Muhamad Abduh, Alvi Syahrin, Pendestaren Taringan. 3. Tesis, dengan judul, “Penerapan Azas-azas umum pemerintahan yang baik dalam proses pemberian izin mendirikan Bangunan (Studi pada Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan Kota Medan),” oleh pengarang Yuke Dwi Hidayat dan pembimbing Jusmadi Sikumbang, Budiman Ginting, Pendasteran Taringan. Penulis berkeyakinan bahwa penelitian yang Penulis lakukan ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, karena senantiasa memperhatikan ketentuanketentuan atau etika penelitian yang harus dijungjung tinggi bagi peneliti atau akademisi.
F.
Kerangka Teori dan Landasan Konsepsi
1.
Kerangka Teori
xxvi Universitas Sumatera Utara
Pentingnya kerangka teori menurut Ronny Hanitijo adalah setiap penelitian haruslah selalu disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis. Hal ini, disebabkan adanya hubungan timbal balik antara teori dengan kegiatan-kegiatan pengumpulan data, konstruksi data, pengolahan data dan analisis data32. Sebagai mana juga dinyatakan M. Solly Lubis bahwa, “landasan teori adalah suatu kerangka pemikiran butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang dijadikan masukan dalam membuat kerangka berpikir dalam penulisan”33 Kerangka teori yang relevan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah Teori Negara Hukum dan Teori Kepastian Hukum. a.
Teori Hukum Negara. Secara teoritis Mokhtar Kusumaatmadja, mengemukakan Teori Negara Hukum
adalah kekuasaan tumbuh pada hukum dan semua orang tunduk kepada hukum. Hukum menjadi dasar kebijakan.34 Negara hukum pertama kali dikemukakan oleh Plato. Menurut Plato penyelenggaraan pemerintahan yang baik ialah diatur oleh hukum.35 Sementara D. Mutiara memberikan defenisi teori Negara Hukum sebagai berikut:36 “Negara Hukum adalah Negara yang susunannya diatur dengan sebaik-baiknya dalam undang-undang sehingga segala kekuasaan dari alat-alat pemerintahannya didasarkan hukum. Rakyat tidak boleh bertindak sendiri-sendiri menurut semuannya yang bertentangan dengan hukum. Negara hukum itu ialah Negara yang diperintah 32
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri,(Jakarta : Ghalia Indonesia, 2009.),hlm.41 33 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian,(Bandung : Mandar Maju, 1994.), hlm. 80. 34 Mokhtar Kusumaatmaja, Fungsi dan Perkembangan Hukum Dalam Pembangunan Nasional (Bandung : Bina Cipta, 2000), hlm. 2. 35 Lihat, H. Nukthoh Arfawie Kurde, Telaah Kritis Teori Negara Hukum, (Yokyakarta : Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 1. 36 D. Mutiara, Hukum Tata Negara, (Jakarta : Pustaka Islam, 1999), hlm. 20.
xxvii Universitas Sumatera Utara
bukan oleh orang-orang, tetapi oleh undang-undang. Karena itu, di dalam Negara hukum, hak-hak rakyat dijamin sepenuhnya, kewajiban-kewajiban rakyat harus dipenuhi seluruhnya dengan tunduk dan taat kepada segala peraturan pemerintah dan undang-undang Negara.” Penjelasan teori Negara Hukum ini kembali lagi ditegaskan Muhammad Yamin, yang menyatakan Indonesia adalah Negara Hukum (rechstaat, government of law) tempat keadilan Hukum tertulis berlaku.37 Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan, bahwa “Negara Indonesia negara hukum.” Negara Hukum dimaksud adalah negara yang menegakan supermasi hukum yang menegakan kebenaran dan keadilan dan tidak ada kekuasaan yang tidak dipertanggungjawabkan.38 Secara umum, dalam setiap Negara yang menganut paham Negara Hukum, selalu berlaku tiga prinsip dasar, yakni supermasi hukum (supremacy of law), kesetaraan di hadapan hukum (equality before the law), dan penegakan hukum dengan cara tidak bertentangan dengan hukum (due process of law).39 Berkaitan dengan keberadaan Peradilan Tata Usaha Negara dengan konsep negara hukum (rechtstaat), PERATUN lahir dalam landasan Negara Hukum.40 Berdasarkan konsep Negara Hukum atau Negara berdasarkan atas hukum (rechtstaat atau the rule of law) yang mengandung prinsip-prinsip azas legalitas, azas pemisahan kekuasaan, dan 37
Muhammad Yamin, Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonesia,(Jakarta : Ghalia Indonesia,1989), hlm. 72 38 Lihat, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Makalah Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Sekertaris Jendral MPR RI, Jakarta, 2009, hlm. 46. 39 Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern, (Bandung : Refika Aditama, 2009), hlm. 207. 40 Muhamad Abduh, Profil Hukum Administrasi Negara Indonesia (HANI) Dikaitkan dengan Undang-undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN). Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Dalam Mata Pelajaran Hukum Administrasi Negara pada Fakultas Hukum USU. Medan.1988. hlm. 5
xxviii Universitas Sumatera Utara
azas kekuasaan kehakiman yang merdeka, semuanya bertujuan untuk mengendalikan negara
atau
pemerintah
dari
kemungkinan
bertindak
sewenang-wenang
atau
penyalahgunaan kekuasaan.41 Dalam pengertian konsep hukum, Negara atau Pemerintah (dalam arti luas) harus menjamin tertib hukum, menjamin tegaknya hukum dan menjamin tercapainya tujuan hukum.42 Tujuan pokok dari hukum adalah ketertiban. Kebutuhan atas ketertiban ini syarat pokok untuk suatu masyarakat yang teratur. Untuk mencapai ketertiban dibutuhkan kepastian hukum dalam pergaulan antar manusia dalam masyarakat.43 Kepastian hukum dalam masyarakat dibutuhkan demi tegaknya ketertiban dan keadilan. Ketidakpastian hukum akan menimbulkan kekacauan dalam kehidupan masyarakat dan setiap anggota masyarakat akan saling berbuat sesuka hati serta bertindak main hakim sendiri. Keberadaan seperti ini menjadikan kehidupan berada dalam suasana kekacauan sosial.44 b.
Teori Kepastian Hukum Teori kepastian hukum ditemukan dalam teori tujuan hukum sebagai mana
dikemukakan Gustav Radbruch; tujuan hukum yaitu keadilan, kepastian dan kemanfaatan. Teori Kepastian hukum mengandung dua (2) pengertian yaitu :45 1. Adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan.
41
Sudikno Mertokusomo, Penemuan Hukum,(Yokjakarta : liberty, 2009), hlm. 40. Tahir Azhary, Negara Hukum, (Jakarta : Bulan Bintang, 2010), hlm. 63. 43 Otje. H.R. Salman dan Eddy Damian, Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan., (Bandung : Refika Aditama, 2004), hlm. 9. 44 Yahya Harahap, Pembahasan,Permasalahan dan Penerapan KUHAP, (Jakarta : Sinar Grafika, Edisi Kedua, 2006), hlm.76. 45 Lihat, Bernard L, Teori Hukum: Strategi Tertib Manusia, Lintas Ruang dan Generasi, (Yogyakarta : Genta Publishing, 2010), hlm. 11. 42
xxix Universitas Sumatera Utara
2. Berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya untuk kasus yang serupa yang telah di putuskan. Kepastian Hukum adalah Asas dalam Negara Hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan Negara.46 PERATUN merupakan tumpuan dan harapan bagi setiap pencari kepastian hukum yang memuaskan dalam suatu perkara. Dari pengadilan ini diharapkan suatu keputusan yang tidak berat sebelah, karena itu jalan yang sebaik-baiknya untuk mendapatkan penyelesaian suatu perkara dalam suatu negara hukum adalah melalui pengadilan.47 Tempat dan kedudukan peradilan dalam negara hukum dan masyarakat demokrasi masih tetap diandalkan sebagai katup penekan (pressure value) atas segala pelanggaran hukum, ketertiban masyarakat, dan pelanggaran ketertiban umum, juga peradilan masih tetap diharapkan berperan sebagai “the last resort” yakni sebagai tempat terakhir mencari kebenaran dan keadilan, sehingga pengadilan diandalkan sebagai badan yang berfungsi menegakkan kebenaran dan keadilan dan kepastian hukum.48 Berdasarkan pengertian di atas, bahwa sengketa Izin Mendirikan Bangunan No. 648/1363 K dalam menemukan kepastian hukumnya adalah kewenangan PERATUN. 46
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Hukum Tata Negara Indonesia, (Sinar Bakti : Jakarta 1988), hlm. 153. 47 Sudikno Mertokusuma, op.cit., hlm. 41. 48 Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa, ( Bandung : Citra Aditya Bakti, 2005), hlm. 237.
xxx Universitas Sumatera Utara
Dimana objek TUN adalah KTUN dan Hakim yang menetapkan kepastian hukum dari sebuah Surat keputusan Izin Mendirikan Bangunan, adalah Hakim PTUN, dimana keputusannya berisikan penolakan atau permohonan untuk memperoleh IMB.49 2.
Landasan Konsepsi Konseptual adalah merupakan definisi operasional dari berbagai istilah yang
dipergunakan dalam tulisan ini. Kerangka konseptual ini dibuat untuk menghindari pemahaman dan penafsiran yang keliru dan memberikan arah dalam penelitian ini, maka dirasa perlu untuk memberikan batasan judul penelitian, yaitu sebagai berikut: a. Kewenangan adalah kekuasaan yang mendapatkan keabsahan atau legitimasi.50 b. Kompetensi Peratun adalah kewenangan Peratun untuk mengadili suatu perkara menurut objek atau materi atau pokok sengketa yang timbul dalam bidang TUN antara orang atau Badan Hukum Perdata dengan Badan/Pejabat TUN, baik di pusat maupun di daerah sebagai akibat dikeluarkannya KTUN.51 c. KTUN adalah keputusan tertulis (Beschikking) yang dikeluarkan oleh Badan/ Pejabat TUN yang berisi tindakan hukum TUN yang berdasarkan peraturan Perundangundangan yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.52 d. Badan/Pejabat TUN adalah Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusan Pemerintahan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.
49
Djoko Prakoso, Peradilan Tata Usaha Negara,(Yogyakarta : Litbang, 2003), hlm.23. Juniarso Ridwan dan Ahmad Sodik Sudraja, op. cit.,hlm.134. 51 SF. Marbun, Peradilan Tata Usaha Negara, (Yogyakarta : Liberty, 2006), hlm. 61. 52 Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pasal 1 angka 3. 50
xxxi Universitas Sumatera Utara
e. Sengketa TUN adalah sengketa yang timbul dalam bidang TUN antara orang dan Badan hukum perdata dengan Badan/Pejabat TUN baik di Pusat atau pun di Derah sebagai akibat dikeluarkannya KTUN termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.53 f. IMB adalah izin untuk mendirikan, memperbaiki, mengubah, atau merenovasi bangunan yang dikeluarkan oleh Walikota atau Pejabat yang berwenang. Berlaku selama bangunan tersebut berdiri dan tidak terjadi perubahan bentuk atau fungsi.54 G. Metode Penelitian 1. Jenis Metode Penelitian Jenis metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan Tesis “Analisis Yuridis Terbitnya Izin Mendirikan Bangunan di atas tanah Tanah yang masih Sengketa di PTUN” (Studi Putusan PTUN No. 22/G/2012/PTUN-Medan, Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Medan No. 137/B/2012/PT.TUN-Medan, dan Putusan Mahkamah Agung No. 124 K/TUN./2013, dalam satu perkara)” adalah jenis metode penelitian hukum normatif. Metode penelitian hukum normatif adalah merupakan prosedur penelitian untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.55 Penelitian normatif
mencari pemecahan atas isu hukum serta
permasalahan yang timbul didalamnya,56sehingga hasil yang akan dicapai kemudian memberikan justifikasi prespektif mengenai apa yang seyogianya atas isu yang 53
Adrian Sutedi, Hukum Pajak Retribusi Dalam Sektor Pelayana Publik. (Bogor : Kurnia, 2008), hlm 184-185. 54 Rinto Manulang, Segala Hal tentang Tanah, Rumah, dan Perizinannya, (Jakarta : Buku Pintar, 2011), hlm. 60. 55 Andi Prastowo, memahami metode-metode penelitian: suatu Tinjauan Teoristis dan Praksis (Yogyakarta : Ruzz Media, 2011), hlm. 1. 56 Ibid,. hlm. 12.
xxxii Universitas Sumatera Utara
dimasalahkan, apakah sesuatu peristiwa sudah benar atau salah serta bagaimana sebaliknya peristiwa itu menurut hukum. 2.
Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat preskriptif dan terapan. Preskriptif adalah untuk
mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum.
57
Terapan merupakan konsekuensi dari sifat
preskriptifnya,58 menerapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan dan rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum. Suatu penerapan yang salah akan berpengaruh terhadap subtansial, misalnya suatu tujuan yang benar tetapi dalam pelaksanaannya tidak sesuai akan berakibat tidak punya arti.59
3.
Pendekatan Penelitian Hukum Melihat dari latar belakang masalah dan tujuan penelitian, untuk memperoleh
jawaban atas pokok masalah digunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach), pendekatan konseptual (conceptual approach).60 Pendekatan perundang-undangan digunakan untuk mengkaji ketentuan hukum yang bersangkut paut dengan isu hukum dalam penelitian serta guna kesempatan bagi penulis untuk mempelajari konsistensi dan kesesuaian antara suatu undang-undang 57
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2005),
hlm. 22. 58
Ibid,. hlm. 24. Ibid,. hlm. 25. 60 Ibid., hlm. 93. 59
xxxiii Universitas Sumatera Utara
dengan undang-undang lainnya terhadap kewenangan Pengadilan dalam mengadili perkara,61 serta mempelajari aturan proses terbitnya IMB yang sesuai dengan hukum yang ditetapkan. Adapun pendekatan undang-undang yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: 1. UU No. 5 tahun 1986 Tentang PERATUN, 2. UU No. 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan UU No. 5 Tahun 1986 Tentang PERATUN. 3.
UU No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung,
4. Undang-undang no. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang 5. PP No. 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang no. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. 6. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 32 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian Izin Mendirikan Bangunan, 7. Peraturan Daerah Kota Medan No. 9 Tahun 2002 Tentang Retribusi IMB 8. Salinan Keputusan Walikota Medan No. 34 Tahun 2002 Tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan No. 9 Tahun 2002 Tentang Retribusi IMB. 9. Peraturan Daerah Kota Medan No. 5 Tahun 2012 Tentang Retribusi IMB 10. Keputusan Pengadilan PTUN No. 22/ G/2012/ PTUN-Medan 11. Keputusan Pengadilan PTTUN No. 137/B/2012/PTTUN-Medan 12. Keputusan Pengadilan MA No. 124 K/TUN/2013
61
Ibid,. hlm. 96
xxxiv Universitas Sumatera Utara
Pendekatan kasus keputusan Mahkamah Agung No. 124 K/TUN/2013 Tentang Terbitnya IMB di atas tanah yang masih dalam sengketa dengan mempelajari dan menelaah
secara
sistematis
dokumen
berkas-berkas
salinan
putusan
No.
22/G/2012/PTUN-Medan, putusan No. 137/B/2012/PT.TUN-Medan, putusan MA No. 124 K/TUN/2013 mengenai sengketa serta literatur yang berkaitan dengan masalah. Sedangkan pendekatan konseptual digunakan untuk memahami konsep yang berkaitan dengan pokok masalah yang dibahas melalui pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum.62 4.
Sumber Penelitian Hukum Bahan Hukum untuk menjawab isu hukum dalam penelitian ini dan memberikan
preskripsi terhadap apa yang seyogianya, maka diperlukan bahan-bahan penelitian. Bahan hukum dalam penelitian ini berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder.63 a. Bahan hukum primer merupakan bahan yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas64, yaitu berupa aturan perundang-undangan yang berhubungan dengan Peradilan Tata Usaha Negara dan perundang-undangan perizinan khususnya izin mendirikan bangunan, termasuk Putusan Pengadilan yang terkait dengan penulisan Tesis ini;
62
Ibid,. hlm. 137. Ibid., hlm. 141. 64 Ibid., hlm. 142 63
xxxv Universitas Sumatera Utara
1. Putusan No. 22/G/2012/PTUN-Medan, Tanggal 19 Juli 2012. Oleh Majelis Hakim Ketua: Ardoyo Wardhana, Hakim Anggota: Fatimah Nur Nasution, Elfiany. dibantu Panitera Pengganti: Sheilla CH Sirait. 2. Putusan No. 137/B/2012/PT.TUN-Medan, Tanggal 16 Oktober 2012. Oleh Majelis Hakim Ketua: Maskuri, Hakim Anggota : T. Sjahnur Ansjari, Nurman Sutrisno. 3. Putusan Makamag Agung No. 124 K/TUN/2013, Tanggal 02 Mei 2013. Oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis : Marina Sidabutar, Anggota Majelis: H.Yulius, H.M.Hary Djatmiko. b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang mendukung bahan hukum primer seperti karya ilmiah para pakar, buku-buku teks, artikel dalam berbagai majalah dan jurnal ilmiah bidang hukum, serta sumber lainnya yang mendukung dengan topik yang dibahas.65 5.
Pengumpulan Bahan-bahan Hukum Pengumpulan bahan hukum dilakukan melalui kepustakaan (library research)
megidentifikasi dan inventarisasi bahan-bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier secara kritis menyeleksi data dan mengklasifikasi data sesuai dengan permasalahan yang dirumuskan dalam tujuan penelitian.66 Cara mengumpulkan bahan Hukum: a. Menghimpun perundang-undangan yang berkaitan dengan isu hukum dalam topik, serta menghimpun literatur-literatur hukum yang relevan dengan topik yang dibahas.
65
Ibid., hlm.155. Ibid., hlm.195.
66
xxxvi Universitas Sumatera Utara
b. Menghimpun Putusan-putusan Pengadilan, khususnya dalam perkara yang terbitnya IMB di atas tanah yang sedang bersengketa di Pengadilan, Putusan- putusan tersebut berupa: Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Medan No. 22/G/2012/PTUNMedan,
Putusan
Pengadilan
Tinggi
Tata
Usaha
Negara
Medan
No.
137/B/2012/PT.TUN-Medan, dan Putusan Mahkamah Agung No. 124 K/TUN/2013, dengan memuat resume kasus dan analisis yuridisnya. 6.
Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang telah dikumpulkan
(inventarisasi), kemudian dikelompokkan dan dikaji dengan pendekatan perundangundangan (Statute Approach) serta pedekatan kasus (Case Approach) guna memperoleh gambaran sinkronisasi dari semua bahan hukum termasuk keputusan-keputusan. Selanjutnya dilakukan sistemisasi dan klasifikasi secara kualitatif, kemudian dikaji serta dibandingkan dengan teori dan prinsip hukum yang dikemukakan oleh para ahli, untuk akhirnya dianalisis secara normatif.67 Putusan-putusan Pengadilan tersebut dianalisis dengan cara pengujian, menelaah, mensistemasi, dan mengevaluasi secara kualitatif (data yang terbentuk atas suatu penilaian atau ukuran secara tidak langsung yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan),68 untuk kemudian diolah dengan menggunakan metode deduktif (cara pengambilan kesimpulan yang bersifat umum ke hal-hal yang bersifat khusus.69 Dengan demikian kegiatan analisis ini diharapkan untuk memberikan
67
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum,(Jakarta : Rajagrafindo, 1997), hlm.126. Ronny Hanitijo Soemitro, op. cit., hlm. 51 69 Ibid. 68
xxxvii Universitas Sumatera Utara
solusi atas permasalahan dalam penelitian ini serta menemukan azas-azas hukum baru yang dapat memperkaya kajian futuristik untuk menyelesaikan permasalahan yang sama.
xxxviii Universitas Sumatera Utara