1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pendidikan bersumber akan kebutuhan masyarakat terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai sarana pemenuhan kebutuhan hidupnya. Pendidikan merupakan salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan syarat perkembangan. Pendidikan harus memperhatikan perubahanperubahan yang berlangsung di masyarakat. Oleh karena itu, perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang seharusnya terjadi sejalan dengan perubahan budaya kehidupan. Dalam amanat pembukaan UUD 1945, salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia ialah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan tersebut dirumuskan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. No. 20 Tahun 2003 pasal 3 bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik, agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, kreatif mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan Pendidikan Nasional dalam rangka mengembangkan potensi peserta didik yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, kreatif mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
2
serta bertanggungjawab merupakan cerminan nilai-nilai pendidikan karakter siswa, meskipun dalam pelaksanaannya masih terdapat banyak masalah dan kekurangan. Pendidikan dewasa ini menghadapi berbagai masalah yang amat kompleks yang perlu mendapatkan perhatian bersama. Fenomena merosotnya karakter berbangsa di tanah air dapat disebabkan lemahnya pendidikan karakter di sekolah. Disamping itu, lemahnya implementasi nilai-nilai berkarakter dilembaga-lembaga pemerintahan dan kemasyarakatan ditambah arus globalisasi telah mengaburkan kaidah-kaidah karakter budaya bangsa yang sesungguhnya bernilai tinggi. Menurunnya
pendidikan
karakter
dalam
praktek
kehidupan
sekolah
mengakibatkan sejumlah perilaku negatif yang amat merisaukan masyarakat yang berakibat merusak kehidupan berbangsa. Setiap sekolah perlu mulai memikirkan bagaimana mewujudkan pendidikan karakter, agar anak didik betul-betul dapat mempraktekkan norma dan tata nilai yang sesuai dengan agama dan budaya bangsa kita sejak dini. Upaya yang dapat dilaksanakan saat ini adalah menerapkan dan melaksanakan pendidikan karakter, dan melatih siswa memiliki tata krama, sopan santun dalam kehidupan sosial di sekolah. Pendidikan karakter bukan hanya mencakup tata krama, dan tata tertib sekolah sebagaimana yang berlaku sekarang ini. Persoalan belum terealisasinya amanat Undang-Undang Sisdiknas dalam pembentukan karakter berbangsa ditanah air dapat antara lain bersumber dari sistem dan model implementasi pendidikan karakter. Implementasi pendidikan karakter tidak efektif dalam membentuk karakter anak didik. Artinya, pendidikan
3
yang mengedepankan nilai dan hasil belajar siswa, baik secara makro maupun mikro belum mampu mencapai hakikatnya yang paling esensial yaitu pembentukan karakter. Satuan pendidikan formal, nonformal dan informal ataupun
pendidikan
di
sekolah
dan
di
luar
sekolah
belum
mampu
mengimplementasikan pendidikan karakter dalam kehidupan bermasyarakat dan dalam proses alih generasi. Hasil penelitian di negara-negara Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan Korea bahwa implementasi pendidikan karakter yang tersusun secara sistematis berdampak positif pada pencapaian akademis sekolah. Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan merupakan small community, (suatu masyarakat dalam skala kecil), hendaknya menjadi tempat yang dapat membentuk karakter berkualitas, memberikan pengetahuan dan pengalaman menarik bagi siswa. Salah
satu
permasalahan
yang
dihadapi
pihak
sekolah
dalam
mengimplementasikan pendidikan karakter untuk meningkatkan kemampuan akademis siswa adalah rendahnya hasil belajar siswa. Meskipun penilaian secara komprehensif mengenai pengajaran serta mutu lulusannya belum pernah dilakukan, persepsi serta penilaian masyarakat merisaukan. Pada umumnya
mengenai pendidikan cukup
masyarakat menilai bahwa kualitas pendidikan
kita rendah. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya sorotan yang ditujukan masyarakat kepada dunia pendidikan kita, terkait pembelajaran kurang efektif, kurang efisien, kurang bermakna, (Radikun,1989:37).
dan kurang mengairahkan siswa
belajar
4
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang mendapat sorotan terkait rendahnya hasil belajar siswa. IPS diajarkan mulai tingkat SD sampai SMP. Peranan IPS menjadi sangat berarti, salah satunya siswa dapat mengaplikasikan IPS dalam kehidupan sosial kemasyarakatan sehari-hari. Ada tiga yang menjadi tujuan membelajarkan IPS kepada peserta didik Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Depdiknas (Direktorat Pendidikan Dasar, 2004: 15) yang menyatakan bahwa : “Ada tiga tujuan membelajarkan IPS kepada peserta didik, yaitu 1) agar setiap peserta didik menjadi warga negara yang baik; 2) melatih peserta didik berkemampuan berpikir matang untuk menghadapi dan memecahkan masalah sosial: dan 3) agar peserta didik dapat mewarisi dan melanjutkan budaya bangsanya”. Untuk mencapai tujuan pembelajaran IPS yang mengedepankan nilai-nilai pendidikan karakter, mata pelajaran IPS di SD harus dirancang dengan pendidikan berbasis karakter. Guru perlu mengembangkan strategi pembelajaran yang berorientasi pada siswa (student centered learning) serta didukung oleh materi pelajaran yang mengadopsi nilai-nilai karakter. Namun kenyataan di lapangan belum menunjukkan ke arah pembelajaran yang berkarakter dan bermakna. Para guru masih perlu penyesuaian dengan KTSP dan belum siap dengan kondisi yang sedemikian plural, sehingga untuk mendesain pembelajaran yang berkarakter dan bermakna masih kesulitan. Sistem pembelajaran duduk tenang dan mendengarkan informasi dari guru sepertinya sudah membudaya sejak dulu, sehingga untuk mengadakan perubahan ke arah pembelajaran yang aktif, kreatif, menyenangkan serta berkarakter sangat sulit bagi guru.
5
Senada dengan permasalahan di atas, observasi awal yang dilakukan peneliti pada SDN 125540 Pematangsiantar menunjukkan bahwa metode belajar yang dilakukan guru kelas adalah metode ceramah, tanya jawab, dan penugasan. Seringnya siswa melakukan aktivitas yang tidak relevan dengan pembelajaran seperti: mengantuk, bermain-main, bahkan ribut saat pembelajaran sedang berlangsung, yang kesemuanya itu dapat menghambat perkembangan karakter siswa. Selain itu, guru belum memberdayakan seluruh potensi dirinya dalam mengajar. Siswa baru mampu menghafal fakta, konsep, prinsip, hukum, teori, dan gagasan inovatif lainnya pada tingkat ingatan, Mereka (siswa) belum dapat menggunakan dan menerapkannya secara efektif dalam pemecahan masalah sehari-hari. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru di SDN 125540 Pematangsiantar, bahwa pada umumnya pembelajaran IPS selama ini cenderung monoton dimana proses pembelajaran lebih didominasi oleh guru sehingga siswa tampak kurang aktif dalam kegiatan pembelajaran IPS. Pembelajaran IPS oleh guru cenderung bersifat belajar pasif dengan menggunakan metode ceramah hampir di sebagian besar aktivitas proses belajar mengajarnya di kelas, dan sangat tergantung pada kegiatan yang ditawarkan oleh buku pelajaran IPS yang dimiliki guru dan siswa tanpa memperhatikan sumber lainnya. Melihat kondisi di atas, peneliti melakukan upaya pembentukan karakter siswa yang berdampak positif terhadap peningkatan hasil belajar IPS yang lebih baik. Salah satu model yang digunakan adalah menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Guru yang menggunakan STAD menyajikan informasi
6
akademis baru kepada siswa setiap minggu atau secara regular, baik melalui presentasi verbal atau teks. Hal ini juga sesuai dengan yang dinyatakan Ibrahim (2000:7) bahwa “Strategi pembelajaran kooperatif telah dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar”. Pembelajaran kooperatif tipe STAD dilaksanakan oleh peserta didik agar dapat belajar secara berkelompok bersama teman-temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan
gagasan atau ide-idenya.
Kondisi
dapat
mengakomodir
kesempatan yang sama bagi siswa untuk mencapai keberhasilan pada kelas yang siswanya berjumlah banyak, seperti pada kelas V SDN 125540 Pematangsiantar yang berjumlah 22 orang siswa/kelas. Pembelajaran kooperatif tipe STAD juga belum pernah dilaksanakan/diterapkan pada kelas tersebut, begitu juga dengan pembentukan karakter siswa. Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti tertarik mengadakan penelitian tentang” Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPS dan Membentuk Karakter Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada SDN 125540 Pematangsiantar”.
1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka peneliti mengidentifikasi masalah pada:
7
1.
Kurangnya
pemahaman
guru
IPS
tentang
berbagai
strategi/metode
pembelajaran yang dapat membentuk karakter siswayang berdampak positif terhadap peningkatan hasil belajar IPS yang lebih baik. 2.
Kurangnya
penanaman
nilai-nilai
karakter
melalui
pelajaran
Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS). 3.
Belum berkembangnya karakter siswa di dalam proses pembelajaran.
4.
Kurangnya
kreativitas
guru
dalam
merancang rencana
pelaksanaan
pembelajaran yang berkarakter. 5.
Hasil belajar IPS siswa rendah.
1.3. Batasan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang dan identifikasi masalah diatas, perlu dilakukan pembatasan masalah agar penelitian ini lebih terarah dan terfokus pada masalah yang akan diteliti. Masalah penelitian ini dibatasi hanya pada penerapan model pembelajaran kooperatif Tipe STAD untuk meningkatkan hasil belajar IPS dan pembentukan karakter siswa SDN 125540 Pematangsiantar.
1.4. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan permasalahan penelitian ini sebagai berikut: 1.
Bagaimana peningkatan hasil belajar IPS Siswa kelas V SDN 125540 Pematangsiantar melalui model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
2.
Sejauh mana penerapan nilai-nilai karakter pada siswa kelas V SDN 125540 Pematangsiantar melalui model pembelajaran kooperatif Tipe STAD
8
1.5. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1.
Peningkatan hasil belajar IPS siswa kelas V SDN 125540 Pematangsiantar melalui model pembelajaran kooperatif Tipe STAD.
2.
Pentingnya nilai-nilai pendidikan karakter pada siswa kelas V SDN 125540 Pematangsiantar melalui model pembelajaran kooperatif Tipe STAD.
1.6. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah untuk: 1.
Siswa, Penerapan model pembelajaran kooperatif Tipe STAD dapat memberi kesempatan pengalaman belajar yang interaktif serta dapat membentuk karakter yang lebih baik pembelajaran IPS.
2.
Guru, Penerapan model pembelajaran kooperatif Tipe STAD dapat membuka wawasan guru terutama guru IPS dalam mencari model/teknik tertentu guna meningkatkan hasil belajar IPS dan membentuk karakter siswa kelas V SDN 125540 Pematangsiantar.
3.
Sekolah, Penerapan model pembelajaran kooperatif Tipe STAD diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan dalam mengatasi masalah-masalah pembelajaran, khususnya yang berhubungan dengan pembentukan karakter siswa serta hasil belajar IPS.
9
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kerangka Teoretis 2.1.1. Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Belajar merupakan proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya. Belajar adalah aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, dan sikap (Winkel, 1999:31). Perubahan itu diperoleh melalui usaha (bukan karena kematangan), menetap dalam waktu yang relatif lama dan merupakan hasil pengalaman. Slameto (1995:22) mengemukakan belajar proses
perubahan tingkah
laku sebagai
suatu
juga hasil
merupakan intekrasi
suatu dengan
lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan dengan ciri-ciri: (1) perubahan terjadi secara sadar; (2) perubahan dalam belajar terjadi bersifat kontiniu dan fungsional; (3) perubahan dalam belajar
bersifat
fositif dan aktif artinya
perubahan itu senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik
dari sebelumnya; (4) perubahan dalam belajar bukan
bersifat sementara, tetapi barsifat permanen; (5) perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah; (6) perubahan dalam belajar mencakup seluruh aspek tingkah laku.
10
Hasil belajar sering juga disebut prestasi belajar. Kata prestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu
prestatie, yang kemudian didalam bahasa Indonesia,
diartikan sebagai hasil usaha. Prestasi banyak digunakan di dalam berbagai bidang dan diberi pengertian sebagai kemempuan, keterampilan, sikap seseorang dalam menyelesaikan sesuatu hal. Djamarah (2006:26), “prestasi atau hasil belajar adalah hasil dari sesuatu kegiatan yang telah dikerjakan, atau diciptakan secara individu maupun secara kelompok”. Hasil belajar tidak akan pernah dihasilkan apabila seseorang tidak pernah melakukan kegiatan belajar. Oleh karena itu hasil belajar bukan ukuran, tetapi dapat diukur setelah melakukan kegiatan belajar. Keberhasilan seseorang dalam mengikuti program pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar seseorang tersebut. Sudjana dalam kunandar (2008: 276) bahwa hasil belajar adalah suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran, yaitu : berupa tes yang disusun secara terencana, baik tes tertulis, tes lisan, maupun tes perbuatan. Nasution (1989) berpendapat bahwa hasil belajar adalah suatu perubahan pada individu yang belajar, tidak hanya mengenai pengetahuan tetapi juga membentuk kecakapan dan penghayatan dalam diri individu yang belajar. Pendapat lain yang dikemukakan oleh Fudyartanto (2002) bahwa hasil belajar adalah penguasaan sejumlah pengetahuan dan sejumlah keterampilan baru dan sesuatu sikap baru, ataupun memperkuat sesuatu yang telah dikuasai sebelumnya, termasuk pemahaman dan pengusaan niali-nilai. Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang
11
dimiliki siswa setelah ia memperoleh pengalaman belajarnya. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegitan siswa lebih lanjut, baik keseluruhan kelas maupun individu. Hasil belajar merupakan hasil akhir pengambilan keputusan mengenai tinggi rendahnya nilai yang diperoleh siswa selama mengikuti proses pembelajaran. Hasil belajar dikatakan tinggi apabila tingkat kemampuan siswa bertambah dari hasil sebelumnya. Hasil sering dipergunakan dalam arti yang sangat luas yakni untuk bermacam-macam aturan terhadap apa yang telah dicapai oleh murid, misalnya ulangan harian, tugas-tugas pekerjaan rumah, tes lisan yang dilakukan selama pelajaran berlangsung, tes akhir semester dan sebagainya. Dalam penelitian ini, hasil belajar yang dimaksudkan adalah hasil tes setiap siklus. Untuk mengetahui baik atau tidaknya hasil belajar, dapat dilakukan melalui tes hasil belajar. Muhibbinsyah (2003) menjelaskan bahwa tes hasil belajar adalah alat ukur yang digunakan untuk menentukan taraf keberhasilan program pembelajaran. Tes hasil belajar merupakan indikator tentang seberapa jauh orang yang dites memiliki karakteristik yang sedang diukur, dimana untuk memperoleh ukuran dan data hasil belajar adalah dengan mengetahui indikator yang dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak diukur. Hasil belajar menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam mengikuti sebuah proses pembelajaran. Perubahan tingkah laku meliputi aspek pengetahuan
12
(kognitif), sikap (afektif) dan keterampilan (psikomotorik). Bloom dalam Sanjaya (2008:35), hasil belajar dalam ranah kognitif meliputi enam jenjang yaitu : (1) pengetahuan (2) pemahaman (3) aplikasi (4) analisis (5) sintesis (6) evaluasi. Sejalan yang dinyatakan oleh Dimyati (2009 : 33) bahwa hasil belajar adalah hasil yang dicapai dalam proses belajar. Hasil belajar IPS merupakan gambaran dari tingkat kesanggupan kognitif, yang oleh Romizowski (1984:53) diperoleh dalam bentuk pengetahuan dan keterampilan. Dalam bentuk pengetahuan meliputi fakta, konsep, prosedur dan prinsip. Konsep, prosedur dan prinsip merupakan bidang kajian IPS. Konsep, prosedur dan prinsip IPS akan berarti atau bermakna bagi siswa dihubungkan dengan fakta yang ada di dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan bentuk keterampilan yang menggambarkan tingkat kemampuan kognitif adalah keterampilan kognitif, yaitu keterampilan siswa menggunakan pikiran, guna menghadapi sesuatu seperti pengambilan keputusan dan pemecahan masalah. Dari pengertian di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa hasil belajar IPS adalah pengetahuan meliputi fakta, konsep, prosedur dan prinsip dalam bentuk kecakapan ataupun kepandaian. 2.1.2 Pelajaran IPS Bidang studi IPS yang masuk ke Indonesia adalah berasal dari Amerika Serikat, dan disebut Social Studies. Pertama kali Social Studies dimasukkan dalam kurikulum sekolah adalah di Rugby (Inggris) pada tahun 1827. Sejak IPS (social studies) masuk dalam kurikulum pendidikan di Indonesia pada tahun 1975, maka mata pelajaran ini secara berturut-turut selalu hadir dalam setiap perubahan
13
kurikulum sekolah, baik pada kurikulum 1984, kurikulum 1994, kurikulum 2004 (KBK) maupun kurikulum 2006 (KTSP), meskipun pada setiap jenjang pendidikan memiliki perbedaan, baik dalam pendekatan dan pengorganisasian maupun pada keluasan dan kedalaman materinya. Di Indonesia, IPS di Sekolah Dasar merupakan program pendidikan yang mengintegrasikan secara interdisipliner konsep-konsep ilmu sosial dan humaniora untuk tujuan pendidikan kewarganegaraan. IPS di SD juga mempelajari aspekaspek politik, ekonomi, budaya, dan lingkungan dari masyarakat di masa lampau, masa kini dan masa yang akan datang dan turut membantu mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dibutuhkan oleh warga negara yang baik. Materi IPS yang diajarkan di SD kelas tinggi terdiri dari dua bahan kajian pokok yaitu pengetahuan sosial dan sejarah. Bahan kajian pengetahuan sosial mencakup ilmu sosial, ilmu bumi, ekonomi dan pemerintahan. Bahan kajian sejarah meliputi perkembangan masyarakat Indonesia sejak masa lampau hingga kini (Depdikbud, 2007). Pengajaran IPS di SD berfungsi mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dasar untuk melihat kenyataan sosial yang dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan sejarah berfungsi untuk menumbuhkan rasa kebangsaan dan bangga terhadap perkembangan masyarakat Indonesia sejak masalalu hingga masa kini (Depdikbud, 2007). Ruang lingkup pengajaran IPS di SD meliputi keluarga, masyarakat setempat, uang, pajak, tabungan, ekonomi setempat, wilayah propinsi, wilayah
14
kepulauan, wilayah pemerintah daerah, negara republik Indonesia, dan mengenal kawasan dunia lingkungan sekitar dan lingkungan sejarah. Untuk mengajarkan IPS di SD yang berkualitas dibutuhkan guru SD yang berkualitas pula, yaitu guru yang mampu memadukan dan mengintegrasikan berbagai materi ilmu sosial dalam konteks kekinian, mampu menggunakan berbagai sumber belajar, mengevaluasi dan menggunakan media pembelajar- an, memahami karakteristik dan kemampuan siswa serta kegairahan untuk mengajarkan IPS di SD yang timbul dari apresiasi dan pemahamannya tentang IPS dan kegunannya bagi siswa SD. Itulah sebabnya hakikat pengajaran IPS adalah bagaimana mengajarkan konsep-konsep ilmu sosial, fakta sosial, generalisasi dan teori-teori sosial secara menarik, integratif, komunikatif, kontekstual dan berpusat pada siswa. Untuk jenjang SD atau MI pengorganisasian mata pelajaran IPS menganut pendekatan terpadu (integrated), artinya materi pelajaran dikembangkan dan disusun tidak mengacu pada disiplin ilmu yang terpisah. Melainkan mengacu pada aspek kehidupan nyata (factual/real). Peserta didik sesuai dengan karakteristik usia, tingkat perkembangan berfikir, dan kebiasaan bersikap dan berprilakunya. Dalam dokumen Permendiknas tahun 2006 dikemukakan bahwa IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Dari ketentuan ini maka secara konseptual, materi pembelajaran IPS di SD belum mencakup dan mengkombinasikan seluruh disiplin ilmu sosial. Namun, ada ketentuan bahwa melalui mata pelajaran IPS, peserta
15
didik diarahkan untuk dapat menjadi warga Negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab serta warga dunia yang cinta damai. Arah mata pelajaran IPS dilatarbelakangi oleh oleh pertimbangan bahwa di masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan berat karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu, mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis. Mata pelajaran IPS di SD berfungsi untuk mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap, dan keterampilan siswa tentang masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia (Puskur Balitbang Depdiknas, 2003:2). Terkait dengan tujuan mata pelajaran IPS yang sedemikian fundamental maka guru dituntut untuk memiliki pemahaman yang holistik dalam upaya mewujudkan pencapaian tujuan tersebut. Dari keterangan di atas dapat disimpulkan Tujuan mata pelajaran IPS ditetapkan sebagai berikut: -
Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya.
-
Memiliki kemampuan Dasar untuk berfikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.
-
Memiliki
komitmen
dan
kesadaran
terhadap
nilai-nilai
sosial
dan
kemanusiaan. -
Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama dan berkompetisi dalam masyarakat majemuk, ditingkat lokal, nasional dan global.
16
2.1.3 Konsep Pendidikan Karakter Megawangi (2004:77) mengatakan bahwa pendidikan karakter adalah sebuah usaha yang dilakukan di sekolah untuk mendidik anak agar dapat menerapkan nilai-nilai karakter dalam kehidupannya. Nilai karakter yang ditanamkan adalah nilai-nilai universal atau pilar yang dijunjung tinggi oleh seluruh agama, tradisi dan budaya. Lickona (1991:37) mendefinisikan karakter sebagai kesadaran (knowing), perasaan (feeling), dan perilaku moral (moral behaviour). Dengan kata lain, orang yang berkarakter adalah orang yang mengetahui kebaikan, menginginkan kebaikan, dan berperilaku baik sesuai dengan nilai-nilai yang diharapkan. Karakter individu akan terus berkembang yang dimanifestasikan dalam tindakan nyata melalui tingkah laku baik, jujur, bertanggung jawab, dan karakter mulia lainnya. Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif,
mandiri, hidup sehat, bertanggung
jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja,
bersemangat, dinamis,
hemat/efisien, menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan (estetis), sportif, tabah, terbuka, tertib. Individu juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu juga mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. Karakteristik
17
adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku). Berikut ditampilkan Gambar 2.1 tentang komponen Karakter Lickona (1991:45).
Gambar 2.1 Komponen Karakter Lickona Lickona (1991:63) menyatakan bahwa secara garis besar terdapat dua nilai moral dasar dari karakter yaitu: 1.
Respect artinya menunjukkan penghargaan terhadap orang maupun hal-hal lain. Termasuk di dalamnya yaitu respek terhadap diri sendiri, terhadap orang lain, terhadap semua bentuk kehidupan dan lingkungan diluar diri individu. Dengan demikian tidak akan terjadi perilaku yang merugikan diri, atau apa pun di luar diri individu. Respek menekankan pada “apa yang tidak boleh dilakukan terhadap orang lain”.
2.
Responsibility atau tanggungjawab, yaitu: a.
Berorientasi pada pihak lain, memperhatikan pihak lain dan bersedia secara aktif memenuhi kebutuhan pihak lain. Tanggung jawab
18
menekankan pada kewajiban positif untuk peduli pada pihak lain. Tanggungjawab menekankan pada “apa yang harus dilakukan untuk orang lain”. b.
Memiliki makna “dapat diandalkan” atau melakukan yang terbaik. Tantangan
pendidikan
pembentukan
karakter
adalah
menjaga
keseimbangan antara tanggungjawab dan hak yang dimiliki setiap manusia. Proses pembangunan karakter pada seseorang dipengaruhi oleh faktorfaktor khas yang ada pada orang yang bersangkutan yang sering juga disebut faktor bawaan (nature) dan lingkungan (nurture) di mana orang yang bersangkutan tumbuh dan berkembang. Jadi, dalam usaha pengembangan atau pembangunan karakter pada tataran individu dan masyarakat, fokus perhatian kita adalah pada faktor yang bisa kita pengaruhi atau lingkungan, yaitu pada pembentukan lingkungan. Dalam pembentukan lingkungan inilah peran lingkungan pendidikan menjadi sangat penting, bahkan sangat sentral, karena pada dasarnya karakter adalah kualitas pribadi seseorang yang terbentuk melalui proses belajar, baik belajar secara formal maupun informal (Raka, 2007:47).
19
Berikut ditampilkan Gambar 2.2 tentang koherensi karakter dalam konteks totalitas proses psikososial.
Gambar 2.2 Koherensi Karakter dalam Psikososial
Berdasarkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas (2010:82), secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan
(kognitif, afektif,
sosial kultural (dalam
berlangsung sepanjang hayat.
Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat
dikelompokkan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional
development), Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development).
20
Lickona (1997:57) menjelaskan bahwa pendidikan karakter harus dilakukan secara komprehensif dengan melibatkan semua pihak dan berbagai pendekatan sebagaimana dijelaskan berikut ini: 1.
Peran Guru a. Sebagai pembimbing, model dan mentor, memperlakukan siswa dengan cinta dan respek, menjadi contoh yang baik, mendorong perilaku prososial, dan memperbaiki perilaku yang kurang baik. Guru sebagai model merupakan cara yang efektif untuk menanamkan keterampilan, sikap, dan nilai. Apa yang dicontohkan akan jauh lebih efektif daripada yang diucapkan. b. Menciptakan suasana moral di kelas. Membantu siswa mengenal satu sama lain, menghargai dan saling membantu, membangun kebersamaan sebagai suatu kelompok yang solid. c. Menerapkan disiplin, menciptakan dan menegakkan hukum sebagai cara untuk menanamkan pemahaman moral, pengendalian diri, saling menghargai satu sama lain, dan internalisasi diri. d. Menciptakan lingkungan kelas yang demokratis, melibatkan siswa dalam pengambilan keputusan, berbagai tanggungjawab untuk membuat suasana kelas menjadi nyaman untuk belajar. e. Memasukkannya penanaman nilai ke dalam kurikulum dan proses pembelajaran. f. Menggunakan
pembelajaran
kooperatif,
mendorong
berpartisipasi aktif, saling membantu dan bekerjasama.
siswa
untuk
21
g. Menanamkan siswa untuk bisa merefleksikan diri melalui kegiatan membaca, menulis, diskusi, latihan memecahkan masalah dan berdebat. h. Mengajarkan bagaimana menyelesaikan masalah dengan seadil-adilnya dan tidak merusak. 2.
Peran Sekolah: a. Mendorong kepedulian terhadap lingkungan dan masyarakat b. Membudayakan nilai-nilai positif di sekolah dengan di dukung semua pihak, baik kepala sekolah, staf, guru maupun siswa. c. Melibatkan orang tua dan masyarakat untuk ikut andil dalam pendidikan nilai. Pembentukan karakter sebagai kebiasaan dapat dijelaskan pula dengan
metode shaping (Slavin, 1991:45) yaitu “using small steps combined with feedback to help learners reach goals”. Tahapan dalam shaping adalah : 1.
Menetapkan tujuan dengan cara dibuat sesepesifik mungkin.
2.
Mengetahui kemampuan siswa saat ini.
3.
Menyusun tahapan-tahapan perilaku menuju perilaku yang diinginkan disesuaikan dengan kemampuan siswa.
4.
Memberikan umpan balik selama siswa melakukan tahapan-tahapan tersebut. Agar karakter dapat terinternalisasi, maka tidak cukup hanya secara
kognitif saja namun perlu pelatihan yang terarah dan tiada henti secara berkesinambungan. Megawangi (2004:82) menyebutkan dengan istilah holistik yatu dengan melibatkan otak kiri dan otak kanan.
22
Manfaat pelatihan pembentukan karakter ini tidak berlangsung lama, tetapi tetap saja dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan. Hal tersebut memerlukan kontinuitas, dukungan dari semua pihak dan semua lingkungan baik sekolah, keluarga, masyarakat maupun dunia kerja. Beberapa strategi pendidikan berbasis karakter (PBK) adalah melalui: 1.
Pembiasaan. Otak membutuhkan pengulangan untuk membuat tingkah laku tertentu menjadi kebiasaan.
2.
Keteladanan. Abdullah Nashih Ulwan mengatakan “keteladanan dalam pendidikan merupakan metode yang berpengaruh dan terbukti paling berhasil atau membekas dalam mempersiapkan dan membentuk aspek karakter, moral, spritual dan etos sosial siswa. Butler dalam Balitbangsu (2011:48) menjelaskan bahwa dalam PBK ada
sejumlah
faktor-faktor
yang
perlu
diperhatikan
karena
mempengaruhi
pembelajaran yaitu: 1. Motivation Motivasi yang lebih kuat adalah yang datang dari diri sendiri, dan bukan dari faktor luar. Siswa akan termotivasi jika: a. Tujuan yang akan dicapai dipahami dengan jelas dan siswa tahu apa yang harus dilakukan dengan pengetahuan atau keterampilan baru yang diperolehnya. b. Edward dan Atkinson memformulasikan motivasi adalah kemungkinan untuk berhasil x nilai dari keberhasilan. Situasi pembelajaran harus
23
menyeimbangkan antara tingkat kesulitan dan kegagalan. Jika tugas terlalu mudah, siswa akan bosan, jika terlalu sulit siswa akan frustasi. c. Mengetahui kemajuan yang dicapainya. d. Pengetahuan yang diperoleh segera dipraktekkan, dan betul-betul berguna pada pekerjaan riil. 2. Organisasi yang maksudnya adalah setiap pembelajaran harus bisa dipahami maknanya. Pembelajaran diawali dengan ringkasan tentang apa yang akan dipelajari, dikaitkan dengan pemahaman yang telah diperoleh siswa. Terlalu banyak detil atau penyampaian materi terlalu awal akan berakibat kurang baik. Pemahaman akan bagaimana dan mengapa harus segera disampaikan sesudah pemaparan prosedua kerja dipahami siswa. Review perlu dilakukan selama dan diakhiri pembelajaran. 3. Partisipasi. Siswa hanya akan belajar apa yang ia kerjakan baik secara mental maupun melalui aktivitas fisik. Untuk pembelajaran tentang prosedur kerja, akan lebih baik jika siswa mendemonstrasikan secara langsung, diawali dengan menggambarkan secara mental apa yang akan dilakukan, merencanakan tahapan kerja yang harus dilakukan, baru kemudian mengerjakannya. 4. Konfirmasi. Guru membantu siswa agar memahami apakah yang dilakukannya sudah benar atau masih keliru, serta konsekuensi yang mungkin timbul jika kesalahan dibiarkan. 5. Repetisi. Tidak setiap pengulangan akan meningkatkan kualitas pembelajaran, hanya pengulangan dalam kondisi tertentu saja yang berpengaruh baik, yaitu
24
ketika siswa yang termotivasi, materi diorganisasikan dengan baik, siswa berpartisipasi aktif, dan lain-lain. 6. Aplikasi. Siswa mengaplikasikan pengetahuan yang telah dipelajari dengan cara mempraktekkannya. Untuk itu pembelajaran praktek sebaiknya spesifik dan dilakukan pada situasi kerja riil. Dengan praktek yang diperolehnya siswa akan mampu mengeneralisasi dan mencari kesamaan atas apa yang pernah dipraktekkan untuk kemudian diterapkan pada situasi baru. 7. Individual differences. Setiap siswa memiliki kekhasan baik IQ, pengetahuan yang sudah dimiliki, sikap, minat, cara maupun kecepatan belajarnya, dan lainlain. Pembelajaran harus disesuaikan dengan karakteristik siswa yang demikian. Aswandi (2008:44) menjelaskan strategi pendidikan berbasis karakter (PBK) adalah melalui: 1.
Pembiasaan. Otak membutuhkan pengulangan untuk membuat tingkah laku tertentu menjadi kebiasaan.
2.
Keteladanan. Abdullah Nashih Ulwan mengatakan “keteladanan dalam pendidikan merupakan metode yang berpengaruh dan terbukti paling berhasil atau membekas dalam mempersiapkan dan membentuk aspek karakter, moral, spritual dan etos sosial siswa. Karakter sebagai keseluruhan kebiasaan yang dimiliki, sifatnya konsisten,
kadang tidak disadari, secara terus menerus mengekspresikan karakter diri baik yang afektif maupun tidak afektif. Kebiasaan ini dapat dipelajari atau dihilangkan, namun memerlukan waktu yang lama, proses, dan komitmen yang tinggi.
25
Kebiasaan merupakan interaksi antara pengetahuan (apa dan mengapa perilakuan dilakukan), skill (bagaimana dilakukan), dan keinginan untuk melakukan. Untuk bisa membentuk kebiasaan atau habit forming diperlukan ketiga aspek tadi sekaligus. Dari penjelasan di atas, bahwa pembentukan karakter cukup mewakili, yaitu bahwa pembentukan perilaku dapat didekati dari tiga ranah/domain, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Melengkapi taksonomi Bloom tersebut, aspek repetisi menjadi penting untuk ditambahkan mengingat karakter baru akan terbentuk jika melalui tahapan pembiasaan yang dilakukan secara holistik, berkesinambungan dan tersistematisasi. Pada penyusunan instrumen penelitian ini, keempat aspek tersebut akan digunakan sebagai indikator yang ingin diungkap.
2.1.4 Nilai-Nilai dalam Pendidikan Karakter Harianti (2009:123) mengatakan nilai-nilai pendidikan karakter menjadi sikap dan perilaku keseharian siswa yang mencakup 18 nilai yaitu: 1.
Religius
8. Demokrasi
13. Bersahabat
2.
Jujur
9. Rasa Ingin Tahu
14. Cinta Damai
3.
Toleransi
10. Semangat Kebangsaan
15. Gemar Membaca
4.
Disiplin
11. Cinta Tanah Air
16.Peduli Lingkungan
5.
Kerja Keras
12. Menghargai Prestasi
17. Peduli Sosial
6.
Kreatif
7.
Mandiri
18. Tanggungjawab
26
Sedangkan Indonesia Heritage Foundation (IHF) menyusun sembilan nilai karakter yang merupakan shared value bangsa Indonesia yang dikembangkan di sekolah Semi Beni Bangsa (SBB). Kesembilan pilar karakter tersebut diajarkan di sekolah dengan menggunakan kurikulum holistik berbasis karakter. Sembilan pilar karakter yang dikembangkan oleh Indonesia Heritage Foundation adalah sebagai berikut : 1.
Cinta tuhan dan alam semesta beserta isinya (love Allah, trust, reverence, loyality),
2.
Tanggung jawab, kedisiplinan, kemandirian (resposibility, excelence, self reliance, discipline, orderlines)
3.
Kejujuran/ amanah, bijaksana (trustworthiness, reliability, honesty
4.
Hormat dan santun (respect, courtessy, obedience)
5.
Kasih sayang, kepedulian, dan kerjasama (love, compassion, caring, empathy, generousity, moderation, cooperation)
6.
Keadilan dan kepemimpinan (justice, fairness, mercy, leadership)
7.
Percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, semangat (confidence,
assertiveness,
creativity,
resourcefulness,
courage,
determination and enthusiasm) 8.
Baik dan rendah hati. (kindness, friendliness, humility, modesty)
9.
Toleransi, cinta damai, dan persatuan Megawangi (2004:87), sebagai tokoh pendidikan karakter di Indonesia
menyebutnya dengan 9 Pilar pendidikan karakter yaitu: (1) cintaTuhan dan kebenaran; (2) tanggung jawab, kedisiplinan, dan kemandirian; (3) amanah dan kejujuran; (4) hormat dan santun; (5) kasih
27
sayang, kepedulian, dan kerjasama; (6) percayadiri, kreatif, kerjakeras, dan pantang menyerah; (7) keadilan dan kepemimpinan; (8) baik dan rendah hati; serta (9) toleransi, cinta damai dan persatuan.
2.1.5 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Student Teams Achievement Division (STAD) dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin dan merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Guru yang menggunakan STAD, juga mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap Minggu menggunakan presentasi verbal atau teks. Siswa dalam suatu kelas tertentu dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4-5 orang, setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri dari lakilaki dan perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah (Sinaga, 2007). Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuis, satu sama lain dan atau melakukan diskusi. Secara individual setiap minggu atau setiap dua minggu siswa diberi kuis. Kuis itu diskor, dan tiap individu diberi skor perkembangan. Skor perkembangan ini tidak berdasarkan pada skor mutlak siswa, tetapi berdasarkan pada seberapa jauh skor itu melampaui rata-rata skor yang lalu. Setiap minggu pada suatu lembar penilaian singkat atau dengan cara lain, diumumkan tim-tim dengan skor tertinggi, siswa yang mencapai skor
28
perkembangan tinggi, atau siswa yang mencapai skor sempurna pada kuis-kuis itu. Kadang-kadang seluruh tim yang mencapai kriteria tertentu dicantumkan dalam lembar itu. Seperti halnya pembelajaran lainnya, pembelajaran kooperatif tipe STAD ini juga membutuhkan persiapan yang matang sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Persiapan-persiapan tersebut antara lain (Slavin, 2000:68): (1) Perangkat Pembelajaran: Sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran ini perlu dipersiapkan perangkat pembelajarannya, yang meliputi: Silabus, Rencana Pembelajaran (RP), Buku Siswa, Lembar Kegiatan Siswa (LKS) beserta lembar jawabannya; (2) Membentuk Kelompok Kooperatif: Menentukan anggota kelompok diusahakan agar kemampuan siswa dalam kelompok adalah heterogen dan kemampuan antar satu kelompok dengan kelompok lainnya relatif homogen. Apabila dalam kelas terdiri atas ras dan latar belakang yang relatif sama, maka pembentukan kelompok dapat didasarkan pada prestasi akademik, yaitu: (1) Siswa dalam kelas terlebih dahulu di ranking sesuai kepandaian dalam mata pelajaran Sains. Tujuannya adalah untuk mengurutkan siswa sesuai kemampuan Sains dan digunakan untuk mengelompokkan siswa kedalam kelompok; (2) Menentukan tiga kelompok dalam kelas yaitu kelompok atas, kelompok menengah dan kelompok bawah. Kelompok atas sebanyak 25% dari seluruh siswa yang diambil dari siswa ranking satu, kelompok tengah 50% dari seluruh siswa yang diambil dari urutan setelah diambil kelompok atas, dan kelompok bawah sebanyak 25% dari seluruh siswa yaitu terdiri atas siswa setelah diambil kelompok atas dan kelompok menengah; (3) Menentukan Skor Awal: Skor awal
29
yang dapat digunakan dalam kelas kooperatif adalah nilai ulangan sebelumnya. Skor awal ini dapat berubah setelah ada kuis. Misalnya pada pembelajaran lebih lanjut dan setelah diadakan tes, maka hasil tes masing-masing individu dapat dijadikan skor awal; (4) Pengaturan Tempat Duduk: Pengaturan tempat duduk dalam kelas kooperatif perlu juga diatur dengan baik, hal ini dilakukan untuk menunjang keberhasilan pembelajaran kooperatif apabila tidak ada pengaturan tempat duduk dapat menimbulkan kekacauan yang menyebabkan gagalnya pembelajaran pada kelas kooperatif; dan (5) Kerja Kelompok: Untuk mencegah adanya hambatan pada pembelajaran kooperatif tipe STAD, terlebih dahulu diadakan latihan kerja sama kelompok. Pembelajaran kooperatif Tipe STAD merupakan derivatif dari model pembelajaran kooperatf. Terdapat 6 (enam) langkah dalam model pembelajaran kooperatif. Urutan langkah-langkah guru menurut model pembelajaran kooperatif yang diuraikan oleh Arends (2008: 113) adalah: Tabel 2.1 Tahap-Tahap Pembelajaran Kooperatif Tahap Tahap 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Aktivitas Guru
Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang akan dicapai pada materi yang dipelajari dan memotivasi siswa untuk belajar Tahap 2 Guru menyampaikan Menyajikan informasi atau materi informasi atau pelajaran kepada siswa baik materi pelajaran dengan demonstrasi atau bahan bacaan Tahap 3 Guru menjelaskan kepada Mengorganisasi siswa bagaimana membentuk kan siswa ke kelompok belajar dan dan
Aktivitas Siswa Siswa mendengarkan dan memperhatikan tujuan pembelajaran dan siap untuk menerima pelajaran
Siswa menerima informasi mendemontrasikan lewat bahan bacaan dan dapat menemukan informasi dari berbagai sumber Siswa mendengarkan cara membentuk kelompok belajar dan membentuk
30
dalam kelompokkelompok belajar
bekerjasama dalam kelompok setiap kelompok agar agar terjadi perubahan yang melakukan transisi efisien efisien
Tahap 4 Guru mengamati, mendorong, Membimbing dan membimbing siswa kelompok dalam menyelesaikan tugas bekerja dan belajar
Siswa menerima bimbingan dari guru pada saat berdiskusi mengerjakan tugasnya di kelompok masing-masing
Tahap
Aktivitas Guru
Aktivitas Siswa
Tahap 5 Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompoknya
Siswa melaporkan hasil diskusinya dari masingmasing kelompok dan mempresentasikan hasil kerjanya dan dapat mempertanggung jawabkannya Tahap 6 Guru memberikan umpan Siswa menerima Mengumumkan balik terhadap hasil kerja penghargaan yang diberikan pengakuan atau oleh guru baik hasil belajar penghargaaan individu dan kelompok Sumber: Arends, (2008:113) 2.1.6. Teori Belajar Yang Relevan Dengan Pembelajar Kooperatif Terdapat teori yang relevan dalam mempelajari cooperative learning. di antaranya adalah Teori Ausubel, Teori Piaget dan Teori Vigotsky. Fase pertama pembelajaran kooperatif adalah guru menginformasikan tujuan pelajaran dan memotivasi siswa, dan fase kedua pembelajaran kooperatif adalah siswa menerima/membaca bahan materi yang diberikan guru dan mengaitkan dengan keseharian siswa, sesuai dengan teori Ausubel. Menurut Ausubel (1996) bahan pelajaran yang dipelajari haruslah "bermakna" (meaning full). Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang.
31
Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat siswa. Pembelajaran bermakna terjadi bila pelajar mencoba menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka. Artinya, bahan pelajaran itu harus cocok dengan kemampuan pelajar dan harus relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki pelajar. Oleh karena itu pelajaran harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang telah dimiliki siswa, sehingga konsep-konsep baru tersebut benar-benar terserap olehnya. Dengan demikian, faktor intelektual emosional siswa terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw mengorientasikan siswa dalam kelompok. Salah satu syarat keanggotaan kelompok belajar dalam model kooperatif jigsaw adalah heterogenitas siswa dalam kemampuan akademik dan latar belakang sosial. Siswa dalam kelompoknya saling berinteraksi untuk menyelesaikan masalah-masalah yang menjadi tugas kelompoknya, dan mengupayakan terjadi pengembangan konseptual, sesuai dengan Teori Vigotsky. Vigotsky (Sinaga dalam Yusri, 2012:86) menyatakan: “Fungsi mental yang lebih tinggi (individu adalah unik) mengandung unsur sosial (dipengaruhi budaya) dan sosial semu bersifat alami. Funngsi mental yang lebih tinggi dapat dicarapai lewat interaksi sosial yang melibatkan fakta dan simbol-simbol dari lingkungan budaya mempengaruhi perkembangan pemahaman individu.”
32
Kutipan ini memberi petunjuk bahwa, pemanfaatan aspek-aspek budaya dalam pembelajaran matematika dapat menstimulus fungsi mental yang lebih tinggi.
2.2. Kerangka Konseptual Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya. Pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Unsur penting dalam pendidikan karakter adalah keluarga, masyarakat, dan satuan pendidikan (sekolah). Seorang guru dituntut dapat memahami dan memiliki keterampilan yang memadai dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran yang efektif, kreatif dan menyenangkan. Dalam hal ini, membangun karakter peserta didik yang baik melalui pelajaran IPS khususnya pada siswa kelas V SDN 060809 Medan adalah salah satu
implementasi
pelaksanaan
reformasi
pendidikan.
IPS
bertujuan
mengembangkan potensi individu warga didik. Untuk dapat melaksanakan pendidikan karakter melalui pelajaran IPS, kemampuan yang diperlukan oleh
33
seorang guru adalah kemampuan profesional dan memilih model pembelajaran yang tepat. Guru memerlukan banyak wawasan tentang pentingnya pendidikan karakter sehingga guru mampu mengajar dan menerapkan pendidikan karakter melalui mata pelajaran IPS dengan efektif. Salah satu model pembelajaran yang diterapkan pada penelitian ini adalah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD. Implementasi pembelajaran koperatif tipe STAD adalah: bagaimana guru menyampaikan pembelajarannya, bagaimana guru melaksanakan langkah-langkah pembelajarannya secara runtut, bagaiamana berinteraksi dengan siswa, dan bagaimana berkolaborasi dengan teman guru. Beberapa implementasi pembelajaran koperatif tipe STAD: 1. Sekurang-kurangnya telah mengubah sikap siswa menjadi lebih tertarik belajar IPS. 2. Mempermudah pemahaman siswa terhadap pelajaran IPS. 3. Dapat membentuk karakter siswa yang positif. Secara rinci dapat dilihat Gambar 2.3 tentang pelaksanaan model pembelajaran kooperatif Tipe STAD dalam meningkatkan hasil belajar IPS dan membentuk karakter siswa.
34
Proses Belajar Mengajar
Pembelajaran IPS Berkarakter
Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD
Langkah-Langkah Pembelajaran
Persiapan pembelajaran yang mengedepankan nilai-nilai karakter Penyajian materi yang mengadopsi nilai-nilai karakter siswa Belajar kelompok Tes Penentuan skor Penghargaan kelompok
Hasil yang diharapkan Hasil belajar IPS siswa meningkat Membentuk karakter siswa
-
Gambar 2.3 Kerangka Konseptual Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada Pelajaran IPS
2.3 Penelitian yang Relevan Hasil penelitian yang relevan dengan model pembelajaran koperatif tipe STAD sebagai berikut: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Sinta Dameria Simanjuntak, 2012 melaporkan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa yang memperoleh
pembelajaran kooperatif type STAD dengan berbantuan
35
Geogebra adalah lebih baik daripada kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif STAD tanpa berbantuan Geogebra dengan rata-rata kemampuan pemecahan masalah pada pembelajaran kooperatif type STAD berbantuan Geogebra adalah 67,06 sedangkan rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika pada kelas kooperatif type STAD tanpa berbantuan Geogebra adalah 56,29. 2. Suhena (2001). Dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa penerapan strategi belajar kooperatif dalam pembelajaran matematika di SMA ternyata dapat mengubah konsepsi siswa dari kategori rendah menjadi kategori tinggi. 3. Astuti (2000:91), dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa siswa pada kelas yang pembelajarannya menggunakan kooperatif tipe STAD pada setiap aspek kemampuan pemecahan masalah mayoriatas berada pada kategori baik. Dari segi aktivitas guru dan siswa selama pembelajaran dapat disimpulkan bahwa strategi belajar kooperatif dapat meningkatkan aktivitas siswa dan mengurangi kecenderungan guru untuk menyampaikan materi dengan ceramah. 4. Karadinata
(2001).
Dalam
penelitiannya
mengemukakan
bahwa
pemahaman matematika siswa memiliki kaitan yang signifikan dengan kemampuan analogi matematik siswa. Hal ini ditunjukkan bahwa hasil kemampuan analogi matematika yang baik dipengaruhi oleh pemahaman matematik. Selain itu, pemahaman dan kemampuan analogi matematika
36
siswa dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD mengalami peningkatan kualitas dari kualitas kurang menjadi cukup.
2.4 Hipotesis Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah dibahas di atas, hipotesis penelitian ini: 1. Hasil belajar IPS siswa dapat meningkat melalui model pembelajaran Koperatif Tipe STAD. 2. Karakter siswa dapat terbentuk melalui model pembelajaran Koperatif Tipe STAD.
37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian akan dilaksanakan pada semester I kelas V SDN 125540 Jl. Bahagia Pematangsiantar. Penelitian ini akan dilakukan selama 3 (tiga) bulan yakni bulan Oktober Sampai dengan Desember
2013. Penetapan jadwal
penelitian disesuaikan dengan jadwal yang ditetapkan oleh kepala sekolah, dimana waktu belajar mata pelajaran IPS disediakan 4 (empat) jam pelajaran dan 1 (satu) jam pelajaran dilaksanakan selama 35 (tiga puluh lima) menit.
3.2. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research), yang bertujuan memperbaiki kualitas proses, hasil belajar IPS dan membentuk karakter siswa dengan model pembelajaran kooperatif Tipe STAD.
3.3. Subjek dan Objek Penelitian 3.3.1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SDN 125540 Pematangsiantar dengan jumlah siswa 22 orang siswa. Adapun alasan peneliti memilih kelas ini karena berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan oleh peneliti bahwa hasil belajar IPS serta karakter siswa rendah. Selanjutnya menurut penuturan guru IPS yang mengajar di kelas tersebut bahwa pembelajaran selalu dilakukan dengan metode ceramah dimana pembelajaran selalu berfokus kepada guru. Dengan
38
demikian perlu adanya suatu tindakan untuk perbaikan pembelajaran di kelas tersebut. 3.3.2. Objek Penelitian Objek yang diamati dalam penelitian ini adalah aktivitas berupa karakter siswa dan aktivitas guru dalam pelaksanaan model pembelajaraan kooperatif Tipe STAD di kelas V SDN 125540 Pematangsiantar. Variabel-variabel penelitian yang dijadikan titik incar untuk menjawab subjek dan objek penelitian di atas berupa (1) hasil belajar IPS siswa; (2) karakter siswa; (3) aktivitas belajar siswa; dan (4) kemampuan guru mengelola pembelajaran.
3.4. Desain Penelitian Secara lebih rinci prosedur pelaksanaan penelitian tindakan kelas menurut model Mc. Kernan (dengan modifikasi dari Hopskin, 1993) dalam Wiriatmadja (2000) sebagai berikut: Plan Reflective Action/Observation Revised Plan Reflective Action/Observation Gambar 3.1 Rencana Penelitian TindakanKelas (Adaptasi dari Hopkins, 1993) Prosedur pelaksanaan penelitian secara terperinci adalah sebagai berikut: 1. Siklus I
39
a. Perencanaan (plan) Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah : 1. Mengenalkan model pembelajaran kooperatif Tipe STAD kepada kolaborator (teman sejawat dan guru sebagai pengamat). 2. Menyusun RPP sesuai sintaks model pembelajaran kooperatif Tipe STAD untuk digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan tindakan. 3. Membuat skenario pelaksanaan tindakan. 4. Merencanakan pembagian pasangan siswa bekerjasama dengan guru. Pada setiap siklus siswa dipasangkan secara heterogen dari segi latar belakang sosial, jenis kelamin dan kemampuan. Menurut Sanjaya (2006:245) pengelompokan seperti ini baik karena lebih mudah untuk bekerjasama dalam memberi dan menerima informasi atau pendapat, dan mendiskusikan permasalahan secara bersama agar memberikan konstribusi terhadap keberhasilan kelompok pasangannya. Pemilihan tindakan ini dimaksudkan agar siswa dapat belajar berbagi pengalaman kepada sesama teman, lebih mudah untuk bekerjasama dalam mengajukan soal atau menjawab pertanyaan, dan mendiskusikan permasalahan secara bersama. 5. Membuat lembar observasi 6. Menyiapkan lembar kerja siswa (LKS). 7. Menyiapkan instrumen pengumpulan data berupa tes untuk mengukur hasil belajar IPS dan angket nilai-nilai pendidikan karakter siswa dan format observasi aktivitas siswa terhadap model pembelajaran kooperatif Tipe STAD.
40
8. Mengkoordinasikan tindakan dengan teman sejawat dan guru sebagai pengamat (observer). b. Tindakan (action) Tindakan yang dimaksud adalah implementasi di dalam kelas dari semua rencana yang telah dibuat di atas. Pada tahap ini tindakan yang dilaksanakan disesuaikan dengan rencana pembelajaran yang telah disusun, yaitu model pembelajaran kooperatif Tipe STAD dengan materi IPS. c. Pengamatan (observe) Proses observasi dilakukan selama kegiatan pelaksanaan tindakan berlangsung. Pengamat dilakukan oleh teman sejawat. Objek yang diamati meliputi aktivitas peneliti sebagai pengajar dalam menerapkan skenario pembelajaran selama kegiatan pembelajaran berlangsung, aktivitas siswa dan sarana yang digunakan dalam belajar mengajar. Pengamatan juga dimaksudkan untuk mengetahui adanya kesesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan tindakan. Pengamatan dilakukan berdasarkan lembar observasi yang telah disediakan sebelumnya oleh observer. d. Refleksi (reflect) Refleksi dilakukan berdasarkan hasil analisis data, baik data tes hasil belajar IPS maupun observasi. Refleksi ini dilakukan dengan tujuan untuk menilai apakah tindakan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Tipe STAD sudah berjalan secara optimal dan apakah benar dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa. Hasil refleksi dan analisis data pada tahap ini dipergunakan untuk merencanakan tindakan pada siklus berikutnya.
41
2. Siklus II Secara garis besar kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada setiap tahap dalam siklus II adalah sama dengan kegiatan-kegiatan pada siklus I. Perubahan yang mendasar adalah pada jenis tindakan yang diberikan. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bahwa rencana tindakan pada siklus II disusun berdasarkan hasil refleksi dan analisis data pada siklus I.
3.5. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini, antara lain adalah tes, observasi dan angket. 3.5.1. Tes Hasil Belajar Tes Hasil Belajar (THB) adalah salah satu alat ukur yang paling banyak digunakan untuk menentukan keberhasilan seseorang dalam suatu proses pembelajaran. THB diberikan kepada seluruh siswa berjumlah 22 orang sebanyak 1 (satu) kali untuk setiap siklus, yaitu setelah tindakan selesai dilakukan. Hasil belajar siswa dilihat dari skor yang diperoleh siswa dari tes yang diberikan. Ada beberapa dasar penyusunan Tes Hasil Belajar sebagai berikut: a.
THB harus dapat mengukur tujuan instruksional pembelajaran yaitu: - Menjelaskan peranan tokoh-tokoh pejuang dan masyarakat dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia - Menjelaskan peranan tokoh-tokoh pejuang dan masyarakat dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia - Memiliki karakter patriotisme dan kesetiaan dalam mengisi dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia, misalnya: lebih menghormati pahlawan kemerdekaan.
b.
THB disusun berdasarkan bahan/materi “perlawanan melawan penjajahan dan pergerakan pahlawan nasionalisme.
42
c.
Pertanyaan THB disesuaikan dengan tingkat ranah soal C1 (hapalan), C2 (pemahaman), dan C3 (penerapan).
d.
THB disusun sesuai dengan tujuan penggunaan tes, yaitu: bahan evaluasi siswa terhadap hasil belajar IPS melalui pembelajaran kooperatif Tipe STAD.
e.
THB disesuaikan dengan pendekatan pengukuran dengan mengacu pada patokan tertentu (criterion reference, standar mutlak). Tes berbentuk pilihan ganda sebanyak 20 (dua puluh) butir soal. Tes yang
dibuat menggunakan Penilaian Acuan Patokan (PAP). Adapun kisi-kisi tes hasil belajar adalah: Tabel 3.1. Kisi-Kisi Tes Hasil Belajar IPS Siklus I No. 1
Materi/Pokok Bahasan Perjuangan Melawan Penjajah
Ranah Soal C1 C2 C3 Siswa dapat menyebutkan tokoh 3,4,5 1,2 pejuang melawan penjajahan 6,7,8, Belanda. 10,11 Indikator Materi
Siswa dapat menyebutkan tokoh pejuang melawan penjajahan Jepang.
9,12, 13,14 16,17 15,,20 18,19
Tabel 3.2. Kisi-Kisi Tes Hasil Belajar IPS Siklus II No. 1
Materi/Pokok Bahasan Perjuangan Mempersiapkan Kemerdekaan Indonesia
Ranah Soal C1 C2 C3 Siswa dapat menyebutkan 2,3,4, 6,8,9, 1,5 bagaimana persiapan 7,10 11,14, kemerdekaan dan proses 16 perumusan Dasar Negara serta tokoh-tokoh persiapan kemerdekaan. Indikator Materi
Siswa dapat menyebutkan peranan sumpah pemuda 28 12,13, Oktober 1928. 18,
17, 19
15,20
43
3.5.2. Angket Angket dalam penelitian ini berisikan pertanyaan-pertanyaan tentang pelaksanaan nilai-nilai pendidikan karakter pada mata pelajaran IPS pada siswa kelas V SD. Angket diberikan kepada seluruh siswa berjumlah 22 orang sebanyak 1 (satu) kali untuk setiap siklus, yaitu setelah tindakan dilakukan. Jumlah seluruh pertanyaan dalam angket adalah 34 butir. Adapun pun indikator penilaian karakter siswa adalah: 1) nilai pendidikan karakter hubungannya dengan Tuhan; 2) nilai pendidikan karakter hubungannya dengan diri sendiri; 3) nilai pendidikan karakter hubungannya dengan sesama; 4) nilai pendidikan karakter hubungannya dengan negara; dan 5) nilai pendidikan karakter hubungannya dengan alam. Adapun kisi-kisi angket seperti yang terlihat di bawah ini. No
Indikator nilai karakter siswa
1 2 3 4
Nilai karakter hubungannya dengan tuhan Nilai karakter hubungannya dengan diri sendiri Nilai karakter hubungannya dengan sesama Nilai karakter hubungannya dengan Negara
5
Nilai karakter hubungannya dengan alam
Karakter yang diharapkan Ketulusan Berani, integritas Sosial, kesetiaan Patriotisme, berani, kesetiaan Patriotisme, social
3.5.3. Pengamatan (Observasi) Pengamatan dilakukan selama kegiatan pembelajaran berlangsung dengan menggunakan lembar pengamatan tertutup. Kegiatan pengamatan dilakukan untuk mengamati seberapa jauh efek tindakan telah mencapai sasaran (Kunandar, dalam Zulia Mona 2012:58). Pengamatan dalam penelitian ini dilakukan untuk mengamati proses pembelajaran yang dilakukan guru dilihat dari penerapan pembelajaran yang dilakukan guru, dan pengamatan terhadap karakter siswa
44
dalam pembelajaran. Pengamatan dilakukan oleh teman sejawat dan guru matematika kelas V sebagai observer. Hasil pengamatan dari setiap observer dirangkum pada setiap akhir siklus. Pengamatan terhadap penerapan pembelajaran yang dilakukan guru meliputi: (1) kegiatan awal (melakukan aktivitas keseharian, menyampaikan tujuan,
membangkitkan
pengetahuan
awal,
mengorganisasikan
siswa,
menyediakan sarana dan prasarana); (2) kegiatan inti (menstimulus siswa, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan soal, unjuk kerja siswa, rangkuman materi); (3) kegiatan penutup (melakukan evaluasi, melakukan aktivitas seharian). Pengamatan terhadap karakter siswa meliputi: (1) Nilai karakter hubungannya dengan tuhan; (2) Nilai karakter hubungannya dengan diri sendiri; (3) Nilai karakter hubungannya dengan sesama; (4) Nilai karakter hubungannya dengan Negara; (5) Nilai karakter hubungannya dengan alam. Untuk mengantisipasi luputnya data pengamatan, maka teman sejawat dan guru masing – masing mengamati siswa yang berbeda. Siswa nomor 1 sampai dengan 11 diamati oleh teman sejawat dan siswa nomor 12 sampai dengan 22 diamati oleh guru. 3.6. Teknik Analisis Data Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif. Data hasil penelitian yang sudah terkumpul kemudian dianalisis sebagai berikut : 1. Analisis Hasil Belajar Siswa
45
Hasil belajar siswa dilihat dari skor yang diperoleh siswa dari tes yang diberikan. Dari skor tersebut dihitung persentase ketuntasan belajar siswa perorangan dan klasikal. Presentase ketuntasan belajar perorangan dihitung dengan rumus:
P=
dimana: P = Persentase ketuntasan belajar siswa Si = Jumlah skor yang dicapai siswa terhadap seluruh butir soal St = Jumlah skor total seluruh soal Kriteria ketuntasan belajar perorangan tercapai bila P
70% (Kriteria
ketuntasan di SDN 125540 Pematangsiantar). Sedangkan untuk menghitung persentase ketuntasan belajar klasikal digunakan rumus:
P=
x 100% (Aqib dkk, 2008:41)
Kriteria ketuntasan belajar secara klasikal tercapai bila P
80%.
(Mulyasa, 2003:99). 2. Angket Karakter Siswa Kategori skor karakter siswa untuk masing-masing indikator minimal “cukup”
80% dari jumlah siswa yang mengikuti tes. Hal ini mengacu pada
46
kriteria ketuntasan (Departemen Pendidikan & Kebudayaan, 1994:39) dalam Nasution (2008:65). 3. Analisis Data Pengamatan Terhadap Penerapan Pembelajaran Proses pembelajaran dilihat dari pengamatan terhadap penerapan dalam melaksanakan Pembelajaran. Data pengamatan yang diperoleh dianalisis dengan menentukan persentase skor rata – rata penerapan, dan kemudian ditentukan kriteria keberhasilannya. Skor penerapan pembelajaran dihitung dengan menggunakan rumus : Persentase skor rata – rata (SR) =
x100% (Tamrin dalam Mona
2012:60) Interpretasi skor rata – rata sebagai berikut: 90 %
SR
80 %
SR > 90 %
: Baik
70 %
SR > 80 %
: Cukup
60 %
SR > 70 %
: Kurang
0%
100 %
SR > 60 %
: Sangat Baik
: Sangat Kurang
Proses pembelajaran dikatakan baik dilihat dari pengamatan tentang penerapan
pembelajaran
guru
dalam
melakukan
pembelajaran.
Criteria
keberhasilan tindakan untuk aspek penerapan pembelajaran tercapai bila SR % (Tamrin dalam Mona 2012:60).
80
47
3.7. Indikator Keberhasilan Tindakan Rencana tindakan dikatakan sukses dan berhasil apabila ditandai dengan: 1. Hasil belajar IPS siswa meningkat dan mencapai nilai rata-rata minimal 70 dan secara klasikal siswa yang memperoleh nilai minimal 70 sebanyak 80% (Mulyasa, 2003:99). 2.
Kategori skor karaktersiswa untuk masing-masing indikator minimal “cukup” 80% dari jumlah siswa yang mengikuti tes. Hal ini mengacu pada kriteria ketuntasan (Departemen Pendidikan & Kebudayaan, 1994:39) dalam Nasution (2008:65). Dalam penelitian ini nantinya, keputusan untuk melanjutkan atau
menghentikan penelitian bergantung pada hasil refleksi yang dilakukan pada akhir setiap siklus penelitian. Apabila hasil refleksi terhadap siklus tertentu menunjukkan bahwa tindakan tersebut sudah sukses seperti yang terlihat dalam kriteria sukses, maka tindakan berhenti. Tetapi jika hasil refleksi menunjukkan bahwa proses belajar mengajar dan hasil belajar tidak atau belum sesuai dengan kriteria sukses, maka penelitian akan dilanjutkan ketindakan berikutnya.
48
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
4.1. Deskripsi Hasil Penelitian Tindakan Kelas 4.1.1. Deskripsi Hasil Penelitian Tindakan Kelas Siklus I Hasil penelitian berdasarkan pertanyaan penelitian yang telah disebutkan pada bagian terdahulu. Tindakan dalam penelitian ini adalah penerapan pembelajaran Kooperatif Tipe STAD. Pemaparan hasil penelitian menyajikan deskripsi tentang karakter siswa, dan hasil belajar siswa serta respon siswa tentang seberapa pentingnya nilai-nilai pendidikan karakter. 4.1.1.1. Perencanaan Tindakan Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah : 1. Mengenalkan model
pembelajaran kooperatif Tipe STAD kepada
kolaborator (teman sejawat dan guru sebagai pengamat). 2. Menyusun RPP sesuai sintaks model pembelajaran kooperatif Tipe STAD untuk digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan tindakan. 3. Membuat skenario pelaksanaan tindakan. 4. Merencanakan pembagian pasangan siswa bekerjasama dengan guru. Pada setiap siklus siswa dipasangkan secara heterogen dari segi latar belakang sosial, jenis kelamin dan kemampuan. 5. Membuat lembar observasi. 6. Menyiapkan lembar kerja siswa (LKS).
49
7. Menyiapkan instrumen pengumpulan data berupa tes untuk mengukur hasil belajar IPS dan angket nilai-nilai pendidikan karakter siswa dan format observasi aktivitas siswa terhadap model pembelajaran kooperatif Tipe STAD. 8. Mengkoordinasikan tindakan dengan teman sejawat dan guru sebagai pengamat (observer). 4.1.1.2. Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan sebelum pembelajaran dilakukan, maka langkah yang pertama yang dikukan adalah membuat pretes kepada siswa. Pretes dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa dan untuk membuat soal-soal yang baik yang akan dibagikan nanti kepada siswa setelah pembelajaran selesai selama dua kali pertemuan. Kegiatan pembelajaran untuk siklus I dilaksanakan dalam dua kali pertemuan. Proses belajar mengajar mengacu pada skenario pembelajaran yang termuat dalam RPP. Pada pertemuan pertama tujuan pembelajaran adalah mengenalkan tokohtokoh pahlawan nasional. Pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan Kooperatif Tipe STAD. Tahapan pembelajaran melalui 3 tahap yaitu kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Kegiatan yang dilakukan pada kegiatan awal adalah mengucapkan salam, menyampaikan tujuan pembelajaran, membangkitkan pengetahuan awal degan mengingatkan kembali materi perjuangan melawan penjajah yang sudah dipelajari
50
dikelas IV melalui tanya jawab, dan mengaitkan materi pelajaran dengan karakter bangsa. Pada Kegiatan awal ini berlangsung selama 5 menit. Kegiatan yang dilakukan pada kegiatan inti adalah mengarahkan siswa dalam mempelajari perjuangan melawan penjajah dengan pendekatan Kooperatif Tipe STAD. Kegiatan yang dilakukan siswa sesuai dengan langkah-langkah pada RPP dan pada LAS. Guru mengarahkan siswa untuk mengikuti langkah-langkah pada RPP untuk menjawab masalah pada LAS, yaitu menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa, menyajikan inpormasi, mengordinasikan siswa kedalam kelompok kooperatif, membimbing kelompok bekerja dan belajar, evaluasi, dan memberikan penghargaan. Sebelumnya siswa belum pernah mengerjakan LAS, sehingga kelihatan sedikit lambat memahaminya. Dalam mengerjakan LAS ada kelompok yang mengalami hambatan tentang penjelasan kata-kata dalam LAS. Untuk itu guru berkeliling kelas melihat siswa mengerjakan LAS dan memberikan arahan pada kelompok yang mengalami hambatan, seperti memberi penjelasan tentang maksud soal yang diminta, kemudian guru meminta siswa maju kedepan untuk mempersentasikan yang mereka buat. Setelah guru menganggap siswa mampu dan setiap kelompok selesai mengerjakan LAS kemudian guru menyuruh siswa presentase kedepan. Pada kesempatan ini hanya satu kelompok yang dapat mempresentasikan hasil kerjanya, karena keterbatasan waktu. Selanjutnya guru meminta siswa mengidentifikasi apa saja yang sudah dilakukan tadi, kemudian mengarahkan siswa menyimpulkan pelajaran hari ini. Kegiatan ini berlangsung selama 60 menit.
51
Kegiatan yang dilakukan pada kegiatan penutup adalah memberi kuis pada siswa. Namun tidak semua siswa selesai mengerjakan kuis. Selanjutnya guru menginformasikan materi untuk pertemuan berikutnya, dan memberi salam sebagai penutup pertemuan pertama tersebut. Kegiatan ini berlangsung selama 5 menit. Pada pertemuan kedua tujuan pembelajaran adalah mengetahui tokohtokoh pergerakan nasional dan peranan sumpah pemuda. Pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan Kooperatif Tipe STAD. Tahapan pembelajaran melalui 3 tahap yaitu kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Kegiatan yang dilakukan pada awal adalah mengucapkan salam, menyampaikan tujuan pembelajaran, membangkitkan pengetahuan awal dengan mengingatkan kembali materi yang sudah dipelajari melalui tanya jawab. Kegiatan berlangsung 5 menit. Kegiatan yang dilakukan pada kegiatan inti adalah mengarahkan siswa dalam mempelajari tokoh-tokoh pergerakan nasional dan peranan sumpah pemuda dengan pendekatan Kooperatif Tipe STAD. Kegiatan yang dilakukan siswa sesuai dengan yang diminta RPP dan pada LAS dengan bimbingan dari guru. Guru mengarahkan siswa untuk mengikuti langkah-langkah pada RPP, yaitu menyampaikan
tujuan
dan
memotivasi
siswa,
menyajikan
inpormasi,
mengordinasikan siswa kedalam kelompok kooperatif, membimbing kelompok bekerja dan belajar, evaluasi, dan memberikan penghargaan. Guru tetap berkeliling melihat siswa mengerjakan LAS dan memberikan arahan pada
52
kelompok yang masih mengalami hambatan. Setelah seluruh LAS selesai dikerjakan siswa, kemudian guru meminta siswa mempersentasikan hasil diskusi mereka. Kelompok yang belum tampil pada pertemuan pertama diberi kesempatan utama untuk mempersentasikan hasil kerja kelompoknya. Pada kesempatan ini juga tidak semua kelompok dapat mempersentasikan hasil kerjanya. Selanjutnya guru meminta siswa mengidentifikasi apa saja yang sudah dilakukan tadi, kemudian mengarahkan siswa menyimpulkan pelajaran hari itu. Kegiatan ini berlangsung selama 55 menit. Kegiatan yang dilakukan pada kegiatan penutup adalah memberi kuis pada siswa. Bagi siswa yang tidak selesai mengerjakannya dapat dilanjutkan di rumah dan memberi salam sebagai penutup pertemuan . Kegiatan ini berlangsung selama 10 menit. 4.1.1.3. Pengamatan Pengamatan dilaksanakan secara bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Pengamatan dilakukan terhadap penerapan pembelajaran dan karakter yang muncul yang dilakukan pada setiap pertemuan meliputi kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Pada siklus I dari temuan yang terlihat di beberapa pertemuan, kegiatan awal pada aspek aktivasi keseharian guru belum sempurna melakukannya. Mengabsen siswa dan memeriksa kelengkapan kelas seperti buku dan perlengkapan siswa terlupan oleh guru Sehingga karakter hubungannya dengan diri sendiri belum muncul. Tujuan pembelajaran telah disampaikan guru, namun
53
tidak diiringi dengan penyampaian pentingnya materi pelajaran sehingga karakter hubungannya dengan sesama dan diri sendiri belum muncul. Pada aspek membangkitkan pengetahuan awal, guru tidak menanyakan pengetahuan atau pengalaman siswa tentang materi perjuangan melawan penjajah sehingga karakter hubungannya dengan Negara belum muncul misalnya menghargai tokoh pahlawan. Hanya beberapa siswa yang mulai terlihat karakternya, sebagian besar belum terlihat. Dalam mengorganisasikan siswa dalam kerja kelompok, guru tidak secara jelas memberitahukan tugas kelompok sehingga pada saat unjuk kerja siswa kurang siap untuk menampilkannya ke depan dan karakter hubungannya dengan diri sendiri dan karakter hubungannya dengan sesama belum muncul. Guru sudah menyediakan media berupa LAS dan ilustrasi gambar pada LAS agar lebih menarik bagi siswa. Dari keseluruhan kegiatan guru sudah melakukan sesuai RPP, namun guru kurang memberikan stimulus pada siswa, misalnya kurangnya penguatan yang diberikan guru pada siswa yang menyajikan hasil kerjanya. Dalam mengerjakan LAS, umumnya hanya 1 atau 2 orang siswa yang tertarik dan aktif bekerjasama menyelesaikannya. Beberapa siswa terlihat diam saja menunggu hasil kerja temannya. Pada saat merangkum materi guru masih kurang memberi arahan, sehingga
kebanyakan
siswa
diam
saja
waktu
guru
meminta
siswa
mengidentifikasi aktivitas yang sudah dilakukan dalam menyelesaikan soal. Namun umumnya siswa mencatat rangkuman yang ditemukan. Dalam kegiatan
54
unjuk kerja, siswa masih kurang siap tampil menyajikan hasil kerjanya sehingga karakter hubungannya dengan diri sendiri belum muncul misalnya sikap kritis. Pada kegiatan penutup kekurangan terjadi pada aspek merangkum materi yang diberikan guru sehingga karakter hubungannya dengan diri sendiri belum muncul misalnya sikap disiplin. Hasil pengamatan di atas telah diobservasi oleh pengamat pada lembar pengamatan terhadap kegiatan guru dan karakter siswa. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh 2 orang pengamat terhadap karakter yang muncul selama siklus I. Dari data tersebut diperoleh rangkuman hasil pengamatan terhadap pelaksanaan pembelajaran dan karakter yang muncul selama pembelajaran siklus I pada tabel berikut. Tabel 4.1. Hasil Pengamatan Terhadap Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada Siklus I Kegiatan Awal
Aspek yang diamati 1. Melakukan aktivitas
Pengamat Pengamat 1 2
Skor Total
3
3
6
3,5
4
7,5
2,5
3,5
6
4,5
4
8,5
4
4
8
keseharian 2. Menyampaikan tujuan 3. Membangkitkan pengetahuan awal 4. Mengorganisasikan Siswa 5. Menyediakan sarana dan
55
prasarana Inti
1. Menstimulus siswa
4
4
8
2. Memberikan fakta/situasi
5
5
10
3. Memahami soal
2
2
4
4. Merencanakan penyelesaian
4
4
8
3,5
4
7,5
3
3
6
7. Rangkuman materi
3,5
4
7,5
1. Melakukan evaluasi
2,5
3,5
6
2. Melkukan aktivitas keseharian
2
2
4
Jumlah Skor
47
50
97
5. Menyelesaikan soal 6. Peran dalam unjuk kerja siswa
Akhir
Skor Rata-Rata Persentase skor Rata-Rata
48,5 69,29%
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa penerapan pembelajaran masih dalam kategori kurang. Sedangkan hasil pengamatan terhadap karakter siswa selama siklus I. Berikut dihitung skor dan persentase karakter siswa selama pembelajaran siklus I pada tabel berikut. Tabel 4.2. Hasil Pengamatan Terhadap karakter siswa dalam pembelajaran Pendekatan Kooperatif Tipe STAD pada Siklus I
56
N
Indikator Nilai Karakter
Penelitian deskriptis
Siswa
O
Pengamat I
Pengamat II
BT MT MB MK BT MT MB MK 1
Nilai
karakter
hubungannya
4
3
3
1
4
2
3
2
dengan
tuhan 2
Nilai karakter hubungannya dengan diri sendiri
2
3
3
3
2
3
3
3
3
Nilai hubungannya sesame
karakter dengan
4
4
2
1
3
4
3
1
4
Nilai hubungannya Negara
karakter dengan
4
2
2
3
4
3
3
1
5
Nilai karakter hubungannya dengan alam
2
3
3
3
1
3
4
3
16
15
13
11
14
15
16
10
Jumlah
Berdasarkan tabel 4.1 di atas terlihat bahwa karakter untuk kategori belum terlihat masih banyak selama siklus I. Angket karakter siswa tentang seberapa pentingnya nilai-nilai pendidikan karakter dapat dilihat dari angket yang diberikan pada siswa. Dari data angket siswa dapat dilihat secara keseluruhan pada tabel berikut.
57
Tabel 4.3. Angket Karakter Siswa pada Siklus I KETERANGAN PILIHAN
PERTANYAAN
Jumlah Siswa STP
TP
CP
P
SP
6
6
10
Nilai Karakter Dalam Hubungannya dengan Tuhan Saya menjalankan ajaran agama saya dengan ketentuan agama yang saya anut Ajaran agama saya peroleh dari guru agama, orang tua, dan membaca buku
1
5
8
8
Ajaran agama penting bagi menjalankan aktifitas sehari-hari
dalam
2
5
12
3
Sebelum belajar, saya selalu berdoa menurut ajaran agama saya
2
6
6
8
Sekolah menjadi sarana bagi saya dalam melatih sikap saya sesuai dengan tuntunan agama
2
5
7
8
Ketika berbicara dengan teman atau orang lain, saya menjaga sikap dan menaruh rasa hormat kepada mereka sesuai dengan nilai-nilai agama
3
6
6
7
6
7
9
saya
Dalam merencanakan sesuatu, saya mengawalinya dengan berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa Nilai Karakter Dalam Hubungannya dengan Diri Sendiri Saya bertanggungjawab terhadap semua pekerjaan yang saya lakukan
1
5
6
6
4
Saya menjaga pola hidup sehat di sekolah atau di luar sekolah
4
4
5
5
4
Saya menjaga sikap disiplin disekolah tepat waktu setiap hari
2
4
5
5
6
2
4
7
9
dengan
hadir
Saya tidak pernah meninggalkan pelajaran sekolah di jam-jam tertentu
58
Pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru senantiasa selalu saya selesaikan di rumah
2
4
5
6
5
Saya menjaga perasaan orang lain agar tidak terluka
3
5
5
4
5
Saya suka belajar
2
7
6
6
1
Saya mengerjakan pekerjaan rumah saya tanpa di bantu orang lain
2
4
5
6
5
Saya senang mengajarkan kembali ilmu yang saya peroleh kepada orang lain yang belum mengerti
2
6
7
7
Nilai Karakter Dalam Hubungannya dengan Sesama Saya sering mengikuti kegiatan gotong royong bersama masyarakat membantu membersihkan lingkungan, parit, sampah dan saluran sungai di sekitar tempat tinggal saya
1
6
6
8
1
Saya menjadi salah satu anggota kesiswaan di sekolah
4
6
5
3
4
Saya selalu menghargai dan menghormati karya orang lain
4
5
4
5
4
Sifat santun dalam pergaulan adalah modal utama bagi saya dalam bermasyarakat
4
2
9
7
2
Saya tidak membedakan orang kaya atau miskin dalam pergaulan saya sehari-hari
1
3
6
10
2
Sikap demokratis sering saya tunjukkan dalam diskusi kelompok
8
6
5
1
2
Nilai Karakter Dalam Hubungannya dengan Negara Saya mencintai negara saya di atas kepentingan diri saya sendiri dan kelompok
7
6
5
3
1
Saya setia terhadap negara
5
5
4
6
2
Saya akan di garis depan mempertahankan negara apabila ada ancaman dari negara lain
14
4
2
2
59
Saya tidak senang melihat orang korupsi
4
5
8
5
Saya sangat menghargai perbedaan (bhinneka) dalam berbangsa dan bernegara
6
4
11
1
Nilai Karakter Dalam Hubungannya dengan Alam Saya membiasakan diri membuang sampah pada tempatnya
2
3
5
8
4
Saya gemar menanam dan memelihara tanaman (misal: bunga) di depan rumah saya
5
4
8
3
2
Saya sangat senang memelihara burung, kucing dan anjing di rumah saya
2
4
6
8
2
Saya sering terlibat menanam pohon dalam acaraacara tertentu di sekolah/kelurahan
3
6
4
7
2
Saya sering mengikuti kegiatan-kegiatan yang membantu masyarakat yang tertimpa bencana alam
4
5
6
5
2
Saya lebih menyukai gunung, pantai dan hutan menjadi tempat rekreasi keluarga
6
2
5
7
2
Saya menjadi salah satu anggota ke pramukaan sekolah
1
4
8
4
5
Persentase ketuntasan klasikal
527/748 x 100 = 70,5%
Nilai-nilai yang terdapat pada kolom STP, TP, CP, P, SS merupakan banyaknya siswa yang merasakan tentang seberapa penting nilai-nilai pendidikan karakter terhadap setiap pernyataan. Dari data pada tabel di atas dapat dilihat umumnya siswa memberi respon positif terhadap setiap pernyataan yang diberikan. Hanya pada beberapa pernyataan saja yang memberikan respon negatif, yaitu nilai karakter hubungannya dengan negara, yaitu Saya akan di garis depan mempertahankan
60
negara apabila ada ancaman dari negara lain. Walaupun ada beberapa siswa memberikan respon posisitif pada pernyataan yang diberikan, namun secara umum belum memberikan respon yang positif. Sehingga dapat dikatakan bahwa siswa belum merasa penting terhadap karakter, sehingga secara umum perlu ditingkatkan karena belum mencapai batas yang ditetapkan yitu ≥ 80%. Gambaran persentase angket karakter siswa pada siklus I disajikan dalam diagram berikut:
29.5
Persetase angket positip
70.5
Persentase angket negatif
Diagram 4.1. Persentase Angket Siswa Tes hasil belajar siswa pada siklus I dapat dilihat dari hasil kerja siswa dalam menyelesaikan tes yang diberikan. Hasil belajar ini berupa skor perolehan siswa dari tes yang diberikan. Hasil tes siswa umumnya masih rendah dilihat dari skor yang diperoleh. Masih ada siswa yang memperoleh 7 dari skor maksimum 16. Dari 22 siswa masih ada 6 siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar. Dari tes yang diberikan siswa umumnya masih melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal.
61
Dari data skor tersebut berdasarkan kiteria ketuntasan perorangan maka dapat ditentukan siswa yang telah tuntas belajar secara perorangan. Hasil selengkapnya dapat dilhat pada tabel berikut.
Tabel 4.4. Hasil Belajar Siswa pada Siklus I No
Kode Siswa
Skor
Persentase
Keterangan
1
S-01
14
88%
Tuntas
2
S-02
13
81%
Tuntas
3
S-03
14
88%
Tuntas
4
S-04
7
44%
Tidak Tuntas
5
S-05
13
81%
Tuntas
6
S-06
13
81%
Tuntas
7
S-07
12
75%
Tuntas
8
S-08
8
50%
Tidak Tuntas
9
S-09
9
56%
Tidak Tuntas
10
S-10
11
69%
Tidak Tuntas
11
S-11
13
81%
Tuntas
12
S-12
12
75%
Tuntas
13
S-13
13
81%
Tuntas
14
S-14
16
100%
Tuntas
15
S-15
12
75%
Tuntas
16
S-16
12
75%
Tuntas
17
S-17
13
81%
Tuntas
62
18
S-18
8
50%
Tidak Tuntas
19
S-19
12
75%
Tuntas
20
S-20
13
81%
Tuntas
21
S-21
12
75%
Tuntas
22
S-22
9
56%
Tidak Tuntas
Persentase ketuntasan Klasikal
73%
Berdasarkan data pada tabel di atas ketuntasan secara klasikal hanya mencapai 73%. Sehingga hasil belajar secara klasikal masih belum tuntas yaitu belum mencapai 80%. Gambaran persentase hasil belajar siswa pada siklus I disajikan dalam diagram berikut:
27 Ketuntasan klasikal
73
Tidak tuntas klasikal
Diagram 4.2. Persentase hasil belajar Siswa secara klasikal 4.1.1.4. Refleksi Refleksi ini dilakukan bersama dengan pengamat. Dari hasil pengamatan dan analisis yang dilakukan, diperoleh beberapa hal sebagai berikut:
63
1. Pengamatan terhadap pelaksanaan pembelajaran dan karakter siswa saat pembelajaran Secara umum karakter siswa saat melakukan pembelajaran masih dalam kategori cukup. Pada kegiatan awal dari aspek aktivitas keseharian guru belum seluruhnya dilakukan, antara lain mengabsen siswa. Jika hal ini dilakukan tentu siswa merasa dekat dengan guru sehingga siswa akan berani bertanya, memberi pendapat, dan menyajikan hasil kerjanya. Juga dalam memeriksa perlengkapan siswa perlu dilakukan agar siswa siap dalam mengikuti pelajaran. Tujuan pembelajaran
telah
disampaikan
guru,
namun
harus
diiringi
dengan
pemberitahuan pentingnya materi tersebut dipelajari agar siswa termotivasi mempelajarinya. Dalam mengorganisasikan siswa dalam kerja kelompok guru harus memberitahukan secara rinci tugas masing-masing anggota kelompok, sehingga karakter hubungannya dengan alam dan hubungannya dengan diri sendiri belum terlihat. Pada kegiatan inti guru kurang memberikan stimulus pada siswa, sehingga siswa kurang tertarik dan termotivasi dalam kegiatan belajar sehingga karakter hubungannya dengan sesama belum terlihat. Beberapa aspek dari setiap kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup yang tidak muncul dikarenakan guru terkonsentrasi pada penyampaian materi pelajaran dan pencapaian hasil belajar, sehingga beberapa aspek luput dari perhatian guru sehingga untuk karakter yang diharapkan belum muncul. 2. Angket Karakter Siswa
64
Secara umum tentang seberapa pentingnya nilai – nilai pendidikan karakter masih dalam kategori cukup penting, namun belum sesuai dengan kriteria yang diharapkan. Hal ini perlu diperbaiki, terutama pada kegiatan awal, dan inti dari aspek keterlibatan siswa dalam berdiskusi untuk saling menghargai pendapat orang lain sehingga karakter hubungannya dengan sesama akan muncul. Angket karakter siswa secara keseluruhan sudah dalam kategori cukup, Hal ini dapat dilihat dari persentase skor karakter siswa dari seluruh peserta 71,5%. Hal ini masih belum mencapai kriteria yang di tetapkan yaitu ≥ 80% dari pengikut tes. 3. Hasil Belajar Siswa Jika dilihat dari hasil belajar siswa belum memberikan hasil yang baik, belum mencapai taraf ketuntasan klasikal yang ditentukan. Ketuntasan klasikal masih mencapai 73%. Dari tes yang diberikan siswa umumnya masih melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal, yaitu siswa masih belum dapat memahami dan menyelesaikan masalah yang diberikan. Seperti jawaban yang diberikan siswa S-04. Siswa tersebut menjawab soal masih mengalami masalah. Hal ini terjadi karena siswa belum memahami maksud soal. Untuk menanggulani hal-hal tersebut diperlukan bimbingan yang lebih kepada siswa – siswa yang mengalami masalah dalam memahami dan menjawab soal. Berdasarkan uraian dari ketiga hal diatas dapat dinyatakan bahwa pembelajaran yang dilakukan pada siklus I belum mencapai hasil yang optimal sesuai yang diharapkan, baik dari pengamatan tentang karakter yang muncul,,
65
angket karakter siswa, maupun dari hasil belajar siswa. Dari hasil belajar siswa perlu bimbingan yang lebih sehingga siswa memahami masalah yang diberikan. Dengan demikian pembelajaran harus diperbaiki pada siklus II. Pembelajaran pada siklus II dilaksanakan dengan menggunakan bantuan alat peraga berupa poto para pahlawan, dan penyempurnaan kegiatan pembelajaran oleh guru baik berupa bimbingan, stimulus, dan penguatan. Penyempurnaan ini dituangkan pada RPP untuk siklus II sebagai acuan pembelajaran. Kegiatan yang dilakukan siswa tetap mengikuti langkah-langkah pada LAS, untuk itu LAS pada siklus II disempurnakan dengan memberikan soal yang lebih banyak dan berkaitan dengan karakter hubungannya dengan kegiatan seharihari. Beberapa perbaikan yang diuraian di atas perlu ditindak lanjuti pada pelaksanaan siklus II. Tindakan yang dilakukan tersebut sebagai upaya untuk lebih meningkatkan munculnya karakter siswa dan mencapai taraf ketuntasan belajar siswa yang ditentukan. Sehingga pada siklus ke II hasil belajar siswa mencapai kriteria yang ditentukan.
4.1.2. Deskripsi Hasil Penelitian Tindakan Kelas Siklus II 4.1.2.1. Perencanaan Tindakan
66
Berdasarkan refleksi pada siklus I maka beberapa hal harus diperbaiki dan disempurnakan pada siklus II ini. Untuk itu perlu disusun beberapa perangkat yang diperlukan yaitu: 1. Menyusun RPP sebagai acuan dalam melaksanakan tindakan pada siklus II. RPP dirancang sesuai dengan pembelajaran kooperatif Tipe STAD dengan lebih menekankan aspek menyampaikan tujuan pembelajaran pada penjelasan pentingnya dan keterkaitan pelajaran dengan kehidupan seharihari, serta pentingnya karakter bangsa. Pemberian stimulus dan bimbingan juga lebih dioptimalkan pada diskusi siswa. 2. Menyiapkan Lembar Kerja Siswa (LAS) yang digunakan secara berkelompok. LAS dirancang dengan lebih banyak pada pemberian masalah yang berkaitan dengan karakter bangsa. 3. Merencakan pembagian kelompok siswa bekerja dengan guru. Siswa dikelompokkan secara heterogen dari segi kemampuan dan keaktifannya pada pembelajaran siklus I. 4. Menyiapkan instrument pengumpul data berupa format observasi karakter yang muncul dari siswa, tes hasil belajar siswa, dan angket tentang respon siswa terhadap pentingnya nilai-nilai pendidikan karakter. 5. Mengkoordinasikan rencana tindakan dengan teman sejawat dan guru sebagai pengamat (observer). 4.1.2.2. Pelaksanaan Tindakan Kegiatan pembelajaran untuk siklus II dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan. Pada pertemuan pertama tujuan pembelajaran adalah mengetahui
67
tokoh-tokoh pergerakan nasional. Pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan kooperatif Tipe STAD. Tahapan pembelajaran melalui 3 tahap yaitu kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Kegiatan yang dilakukan pada kegiatan awal adalah mengucapkan salam, menyampaikan tujuan pembelajaran, membangkitkan pengetahuan awal degan mengingatkan kembali materi yang sudah dipelajari melalui tanya jawab, dan membagikan LAS pada tiap kelompok. Kemudian dijelaskan tugas anggota kelompok menyelesaikan LAS. Kegiatan ini berlangsung selama 10 menit. Kegiatan yang dilakukan pada kegiatan ini adalah mengarahkan siswa dalam mempelajari perjuangan melawan penjajah. Kegiatan yang dilakukan siswa sesuai dengan langkah-langkah pengerjaan soal pada LAS. Guru mengarahkan siswa untuk mengikuti langkah-langkah pada LAS, yaitu memberikan informasi atau fakta permasalahan, membimbing siswa melakukan pengelolaan informasi, membimbing siswa mencari alternatif dan merumuskan penyelesaian, dan membimbing siswa menyelesaikan soal. Dalam mengerjakan LAS ada kelompok yang mengalami hambatan tentang penjelasan kata-kata dalam LAS, Untuk itu guru berkeliling kelas melihat siswa mengerjakan LAS dan memberikan arahan pada kelompok yang mengalami hambatan, seperti memberi penjelasan tentang maksud soal yang diminta. Setelah seluruh LAS selesai dikerjakan siswa, kemudian guru meminta siswa mempersentasikan soal yang mereka diskusikan dan menyelesaikannya. Pada kesempatan ini hanya satu kelompok yang dapat mempersentasikan hasil kerjanya, karena keterbatasan waktu. Selanjutnya guru meminta siswa mengidentifikasi apa saja yang sudah dilakukan tadi, kemudian
68
mengarahkan siswa menyimpulkan pelajaran hari ini. Kegiatan ini berlangsung selama 50 menit. Kegiatan yang dilakukan pada kegiatan penutup adalah memberi kuis pada siswa. Siswa sudah mulai tertarik mengerjakan kuis. Selanjutnya guru menginformasikan materi untuk pertemuan berikutnya, mengatur posisi tempat duduk semula, dan memberi salam sebagai penutup pertemuan pertama tersebut. Pada pertemuan kedua tujuan pembelajaran adalah mengetahui peranan sumpah pemuda dan karakter yang diharapkan patriotisme dan kesetiaan dalam mengisi serta mempertahankan kemerdekaan indonesia. Tahapan pembelajaran melalui 3 tahap yaitu kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Kegiatan yang dilakukan pada awal adalah mengucapkan salam, menyampaikan tujuan pembelajaran, membangkitkan pengetahuan awal dengan mengingatkan kembali materi yang sudah dipelajari melalui tanya jawab, dan membagikan LAS pada tiap kelompok. Kegiatan ini berlangsung selama 10 menit. Kegiatan yang dilakukan pada kegiatan inti adalah mengarahkan siswa dalam mempelajari materi peranan sumpah pemuda. Kegiatan yang dilakukan siswa sesuai dengan langkah-langkah pada LAS. Guru mengarahkan siswa untuk mengikuti langkah-langkah pada LAS, yaitu memberikan informasi atau fakta permasalahan, menanyakan kepada siswa tentang masalah yang akan diselesaikan, membimbing siswa melakukan pengelolaan informasi, membimbing siswa mencari alternatif dan merumuskan penyelesaian, dan membimbing siswa menyelesaikan soal. Guru sesekali berkeliling melihat siswa mengerjakan LAS
69
dan memberikan bimbingan pada kelompok yang masih mengalami hambatan, seperti memberi penjelasan tentang maksud soal yang diminta dan mengarahkan siswa mengerjakan dengan menggunakan alat peraga berupa poto-poto pahlawan. Setelah seluruh LAS selesai dikerjakan siswa, kemudian guru meminta siswa mempersentasikan yang mereka diskusikan dan menyelesaikannya dengan bimbingan guru. Pada kesempatan ini kelompok yang menyajikan sudah lebih banyak, dan guru memberikan penguatan pada kelompok yang menyajikan. Untuk siswa yang masih belum menyajikan hasil kerjanya guru memberikan motivasi bahwa sekecil apapun yang kita lakukan akan dapat bermanfaat pada orang lain dan semua siswa mempunyai kemampuan untuk ini. Selanjutnya guru meminta siswa mengidentifikasi apa saja yang sudah dilakukan tadi, kemudian mengarahkan siswa menyimpulkan pelajaran hari itu. Kegiatan ini berlangsung selama 50 menit. Kegiatan yang dilakukan pada kegiatan penutup adalah memberi kuis pada siswa dan memberi salam sebagai penutup pertemuan kedua tersebut. 4.1.2.3. Pengamatan Pengamatan dilaksanakan secara bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Pengamatan dilakukan terhadap penerapan pembelajaran kooperatif Tipe STAD untuk melihat karakter yang muncul. Pengamatan terhadap penerapan pembelajaran dilakukan pada setiap pertemuan meliputi kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir.
70
Pada pertemuan pertama siklus II ini penerapan pembelajaran untuk semua aspek pada kegiatan awal sudah dilakukan sesuai RPP yang dirancang. Hal ini menyebabkan karakter siswa mulai berkembang dan membudaya. Mengabsen siswa dan memeriksa kelengkapan kelas sudah dilakukan guru dan direspon oleh siswa dengan menunjukkan kesiapan siswa dalam mengikuti pelajaran sehingga karakter sifat santun berbicara kepada guru sudah berkembang. Begitu juga pada penyampaian tujuan pembelajaran sudah diiringi dengan penyampaian pentingnya materi pelajaran dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari, sehingga siwa lebih tertarik dan memperhatikan penjelasan guru dan karakter hubungannya dengan diri sendiri sedah berkembang dan membudaya. Hanya pada aspek keterlibatan dalam membangkitkan pengetahuan awal, sebagian siswa yang mau mengemukakan pengalamannya yang tekait dengan materi yang dipelajari, meskipun guru sudah memancing dengan pertanyaan. Namun ketika guru menanyakan pengetahuan siswa tentang pelajaran yang telah mereka pelajari hampir seluruh siswa menjawab pertanyaan guru. Dalam mengorganisasikan siswa dalam kerja kelompok guru secara jelas memberitahukan tugas kelompok, yaitu masing-masing kelompok diberikan soal berupa LAS. Pada kegiatan inti guru sudah melakukan sesuai dengan RPP. Guru juga lebih sering memberikan stimulus pada siswa, misalnya pujian pada siswa yang aktif dalam menggunakan alat peraga dan pada siswa yang menyajikan hasil kerjanya sehingga karakter hubungannya dengan diri sendiri sudah berkembang. Siswa sudah tertarik dan aktif bekerjasama dalam menyelesaikan soal yang ada pada LAS. Guru juga sudah memberikan bimbingan secara merata dan mengawasi
71
siswa alam mengerjakan LAS. Guru memberi pengarahan pada siswa dalam menyajikan hasil kerjanya, sehingga pertanyaan dan jawaban yang diminta dari LAS lebih terarah dan karakter hubungannya dengan sesama sudah berkembang. Pada saat merangkum materi guru memberi arahan yang jelas tentang tahap-tahap menyelesaikan soal, sehingga siswa dapat dengan mudah merangkum materi dan mencatatanya. Pada kegiatan akhir semua aspek telah dilakukan guru dengan sangat baik, begitu juga dengan siswa. Hanya satu orang siswa yang tidak bertanya pada aspek evaluasi. Semua siswa telah mengerjakan kuis yang diberikan guru. Pada saat menjelang berakhirnya pelajaran guru juga sudah mengatur siswa kembali ke posisi semula. Hasil pengamatan di atas telah diobservasi oleh pengamat pada lembar pengamatan. Dari data tersebut diperoleh rangkuman hasil pengamatan terhadap pelaksanaan pembelajaran dan karakter siswa selama pembelajaran siklus II pada tabel berikut. Tabel 4.5. Hasil Pengamatan Terhadap Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada Siklus I Kegiatan Awal
Aspek yang diamati 1. Melakukan aktivitas
Pengamat Pengamat 1 2
Skor Total
4,5
5
9,5
5
5
10
keseharian 2. Menyampaikan tujuan 3. Membangkitkan pengetahuan
72
awal
4
4
8
5
5
10
4,5
4
8,5
1. Menstimulus siswa
4
4
8
2. Memberikan fakta/situasi
5
5
10
3. Memahami soal
3
3
6
4,5
4,5
9
5. Menyelesaikan soal
4
4,5
8,5
6. Peran dalam unjuk kerja siswa
4
3,5
7,5
7. Rangkuman materi
4
3,5
7,5
1. Melakukan evaluasi
4,5
4,5
9
2. Melkukan aktivitas keseharian
4
5
9
Jumlah Skor
60
60,5
120,5
4. Mengorganisasikan Siswa 5. Menyediakan sarana dan prasarana
Inti
4. Merencanakan penyelesaian
Akhir
Skor Rata-Rata Persentase skor Rata-Rata
60,25 86,07%
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa penerapan pembelajaran sudah dalam kategori Baik.
73
Sedangkan hasil pengamatan terhadap karakter siswa selama siklus II. Berikut dihitung skor dan persentase karakter siswa selama pembelajaran siklus II pada tabel berikut. Tabel 4.6. Hasil Pengamatan Terhadap karakter siswa dalam pembelajaran Pendekatan Kooperatif Tipe STAD pada Siklus II N
Indikator Nilai Karakter
Penelitian deskriptis
Siswa
O
Pengamat I
Pengamat II
BT MT MB MK BT MT MB MK 1
Nilai
karakter
hubungannya
2
4
5
2
5
4
dengan
tuhan 2
Nilai karakter hubungannya dengan diri sendiri
5
6
4
7
3
Nilai hubungannya sesame
karakter dengan
4
7
4
7
4
Nilai hubungannya Negara
karakter dengan
2
4
3
2
4
4
5
Nilai karakter hubungannya dengan alam
2
4
5
2
3
6
6
21
26
6
20
28
Jumlah
2
2
1
1
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa pada saat guru melakukan proses pembelajaran selama siklus II penerapan pembelajaran kooperatif Tipe STAD
74
terlihat bahwa karakter siswa hampir setiap aspek muncul dan mulai membudaya. Dengan demikian dapat dikatakan karakter siswa siklus II sudah sangat baik. Pada saat pemberian angket kepada Siswa tentang seberapa pentingnya nilai-nilai pendidikan karakter siswa sudah memberikan respon yang positif terhadap pentingnya pembentukan karakter yang dimiliki. Respon siswa terhadap nilai-nilai pendidikan karakter pada siklus II ini dapat dilihat dari angket yang diberikan pada siswa secara keseluruhan untuk setiap pernyataan pada tabel berikut. Tabel 4.7. Angket karakter Siswa pada Siklus II KETERANGAN PILIHAN
PERTANYAAN
Jumlah Siswa STP
TP
CP
P
SP
6
6
10
Nilai Karakter Dalam Hubungannya dengan Tuhan Saya menjalankan ajaran agama saya dengan ketentuan agama yang saya anut Ajaran agama saya peroleh dari guru agama, orang tua, dan membaca buku
1
5
8
8
Ajaran agama penting bagi menjalankan aktifitas sehari-hari
1
5
12
4
4
8
10
saya
dalam
Sebelum belajar, saya selalu berdoa menurut ajaran agama saya Sekolah menjadi sarana bagi saya dalam melatih sikap saya sesuai dengan tuntunan agama
1
5
7
9
Ketika berbicara dengan teman atau orang lain, saya menjaga sikap dan menaruh rasa hormat
2
6
6
8
75
kepada mereka sesuai dengan nilai-nilai agama Dalam merencanakan sesuatu, saya mengawalinya dengan berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa
7
15
Nilai Karakter Dalam Hubungannya dengan Diri Sendiri Saya bertanggung jawab pekerjaan yang saya lakukan
terhadap
semua
1
2
4
6
9
Saya menjaga pola hidup sehat di sekolah atau di luar sekolah
2
2
5
5
8
2
5
5
10
pelajaran
4
7
11
Pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru senantiasa selalu saya selesaikan di rumah
5
6
11
Saya menjaga sikap disiplin dengan hadir disekolah tepat waktu setiap hari Saya tidak pernah meninggalkan sekolah di jam-jam tertentu
Saya menjaga perasaan orang lain agar tidak terluka
1
5
9
7
Saya suka belajar
3
3
6
10
2
5
6
7
7
7
8
1
6
8
6
Saya menjadi salah satu anggota kesiswaan di sekolah
1
5
3
13
Saya selalu menghargai dan menghormati karya
1
4
8
9
Saya mengerjakan pekerjaan rumah saya tanpa di bantu orang lain
2
Saya senang mengajarkan kembali ilmu yang saya peroleh kepada orang lain yang belum mengerti Nilai Karakter Dalam Hubungannya dengan Sesama Saya sering mengikuti kegiatan gotong royong bersama masyarakat membantu membersihkan lingkungan, parit, sampah dan saluran sungai di sekitar tempat tinggal saya
1
76
orang lain Sifat santun dalam pergaulan adalah modal utama bagi saya dalam bermasyarakat
2
5
7
8
1
6
8
6
2
4
6
10
3
4
7
5
4
8
10
4
5
3
Saya tidak senang melihat orang korupsi
2
2
18
Saya sangat menghargai perbedaan (bhinneka) dalam berbangsa dan bernegara
4
6
12
1
4
8
9
Saya tidak membedakan orang kaya atau miskin dalam pergaulan saya sehari-hari
1
Sikap demokratis sering saya tunjukkan dalam diskusi kelompok Nilai Karakter Dalam Hubungannya dengan Negara Saya mencintai negara saya di atas kepentingan diri saya sendiri dan kelompok
3
Saya setia terhadap negara Saya akan di garis depan mempertahankan negara apabila ada ancaman dari negara lain
6
4
Nilai Karakter Dalam Hubungannya dengan Alam Saya membiasakan diri membuang sampah pada tempatnya Saya gemar menanam dan memelihara tanaman (misal: bunga) di depan rumah saya
2
1
3
6
10
Saya sangat senang memelihara burung, kucing dan anjing di rumah saya
1
1
4
7
9
Saya sering terlibat menanam pohon dalam acaraacara tertentu di sekolah/kelurahan
3
6
4
7
2
1
3
8
10
2
5
8
6
Saya sering mengikuti kegiatan-kegiatan yang membantu masyarakat yang tertimpa bencana alam Saya lebih menyukai gunung, pantai dan hutan
1
77
menjadi tempat rekreasi keluarga Saya menjadi salah satu anggota ke pramukaan sekolah Persentase ketuntasan klasikal
6
8
8
681/748 x 100 = 91%
Dari tabel 4.5 di atas dapat dilihat untuk setiap pernyataan yang diberikan siswa sudah merasakan kebanyakan siswa minimal cukup penting dan rata-rata respon siswa tentang seberapa pentingnya nilai-nilai pendidikan karakter sebesar 91% dan sudah melebihi batas minimal yang di tentukan yaitu sebesar ≥ 80%. Hal ini menunjukkan bahwa siswa sudah mempunyai respon positif terhadap nilainilai pendidikan karakter. Gambaran persentase angket karakter siswa pada siklus II disajikan dalam diagram berikut:
9 persentase angket positip
91
persentase angket negatip
Diagram 4.3. Persentase Angket Karakter Siswa `Hasil belajar siswa setelah siklus II dapat dilihat dari hasil kerja siswa dalam menyelesaikan tes yang diberikan. Hasil belajar siswa umumnya sudah mencapai taraf ketuntasan. Hanya ada 1 orang siswa yang belum mencapai taraf
78
ketuntasan. Siswa yang pada siklus sebelumnya melakukan kesalahan, pada siklus II ini sudah dapat memperbaikinya. Skor hasil belajar siswa berdasarkan kriteria ketuntasan perorangan maka dapat ditentukan siswa yang telah tuntas belajar secara perorangan. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.8. Hasil Belajar Siswa pada Siklus II No
Kode Siswa
Skor
Persentase
Keterangan
1
S-01
15
94
Tuntas
2
S-02
14
88
Tuntas
3
S-03
14
88
Tuntas
4
S-04
9
56
Tidak Tuntas
5
S-05
14
88
Tuntas
6
S-06
14
88
Tuntas
7
S-07
14
88
Tuntas
8
S-08
12
75
Tuntas
9
S-09
12
75
Tuntas
10
S-10
13
81
Tuntas
11
S-11
14
88
Tuntas
12
S-12
13
81
Tuntas
13
S-13
14
88
Tuntas
14
S-14
16
100
Tuntas
15
S-15
14
88
Tuntas
16
S-16
13
81
Tuntas
79
17
S-17
16
100
Tuntas
18
S-18
12
75
Tuntas
19
S-19
16
100
Tuntas
20
S-20
16
100
Tuntas
21
S-21
13
81
Tuntas
22
S-22
12
75
Tuntas
Persentase ketuntasan Klasikal
95,45%
Berdasarkan data pada tabel 4.6 di atas ketuntasan secara klasikal sudah mencapai 95,45%. Sehingga hasil belajar siswa secara klasikal sudah tuntas. Gambaran persentase hasil belajar siswa pada siklus I disajikan dalam diagram berikut:
4.55
Hasil belajar klasikal
95.45
belum tuntas
Diagram 4.4. Persentase hasil belajar Siswa secara klasikal 4.1.2.4. Refleksi Dari hasil pengamatan terhadap karakter siswa, angket karakter siswa siklus II dan analisis yang dilakukan, diperoleh beberapa hal sebagai berikut
80
1.
Pengamatan Terhadap Karakter Siswa Pada kegiatan awal dan kegiatan akhir Penerapan Pembelajaran dan karakter
siswa sudah sempurna sesuai yang diharapkan. Siklus I Pada kegiatan inti masih ada sedikit kekurangan dari pengamatan pengamat I yaitu pada aspek menstimulas siswa, dimana guru masih kurang optimal memancing siswa untuk bertanya dan mengajukan pendapat sehingga karakter hubungannya dengan diri sedikit mulai terlihat. Selain itu guru juga kurang rinci menanyakan hambatan yang dialami siswa. Hal ini terjadi karena keterbatasan waktu yang ada. Aspek-aspek lain dari kegiatan awal, kegiatan inti, maupun kegiatan akhir pada pelaksanaan siklus II ini sudah disempurnakan oleh guru. Pada kegiatan awal penerapan tersebut antara lain mengabsen siswa, memeriksa kelengkapan pembelajaran, mengaitkan materi dengan pengalaman siswa sehari-hari dan sambil menjelaskan betapa pentingnya nilai-nilai pendidikan karakter. Pada kegiatan inti Penerapan Pembelajaran yang disempurnakan adalah memberikan stimulus dan penguatan pada siswa agar karakter hubungannya dengan diri sendiri dapat berkembang dan membudaya. Pada kegiatan akhir Penerapan Pembelajaran yang dilakukan adalah mengatur siswa ke posisi semula dan karakter hubungannya dengan diri sendiri seperti tanggung jawab terhadap pekerjaan sudah berkembang dan membudaya. Pengelolaan waktu juga telah dapat dilakukan, sehingga evaluasi pada siswa dapat diberikan. Secara keseluruhan Penerapan Pembelajaran dan karakter siswa sudah termasuk kriteria sangat baik.
81
2.
Angket Karakter Siswa Seiring dengan perbaikan yang dilakukan guru, penjelasan dan rangsangan
yang diberikan guru tentang pentingnya nilai-nilai pendidikan karakter maka respon siswa melalui angket yang diberikan mengalami perbaikan. Seperti pada nilai karakter hubungannya dengan tuhan tidak ada satupun siswa yang mengatakan sangat tidak penting, hal ini menunjukkan bahwa siswa sudah merasa penting terhadap nilai-nilai pendidikan karakter. Siswa sudah merespon sangat positip pernyataan-pernyataan yang diberikan dalam angket. Namun pada nilai karakter hubungannya dengan Negara sedikit mengalami hambatan seperti pernyataan pada angket tentang saya akan di garis depan mempertahankan Negara apabila ada ancaman dari luar. Nampaknya siswa masih takut mati untuk membela Negara kesatuan Indonesia, namun secara keseluruhan dari semua pernyataan yang diberikan siswa sudah merespon positip tentang pentingnya nilainilai pendidikan karakter. Secara umum angket tentang pentingnya nilai-nilai pentingnya karakter sudah melebihi kriteria yang ditetapkan yaitu sebesar ≥ 80% yaitu siswa sudah menganggap penting nilai-nilai pendidikan karakter. 3.
Hasil Belajar Siswa Dari hasil tes belajar yang diberikan, hanya 1 (satu) orang siswa yang belum
mencapai taraf ketuntasan individual. Siswa tersebut mencapai persentase ketuntasan 56% (tidak tuntas). Siswa ini sebenarnya sudah ada peningkatan hasil belajar dari siklus I. Jika dilihat dari aktivitas siswa tersebut, kenyataan terlihat
82
bahwa mereka kurang aktif dalam proses pembelajaran. Terutama dalam aktivitas mengemukakan pendapat dan bertanya, menyampaikan pengalaman materi yang dipelajari, kurang dalam hal unjuk kerja, mengungkapkan data dan fakta, dan tidak tepat waktu dalam melaksanakan tugas. Guru sudah berupaya semaksimal mungkin agar siswa tersebut dapat meningkatkan hasil belajarnya. Dari data hasil belajar siswa setelah siklus II diperoleh ketuntasan kalsikal sebesar 95,45%. Ini menunjukkan bahwa ketuntasan secara klasikal sudah tercapai. Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa Penerapan Pembelajaran kooperatif Tipe STAD untuk meningkatkan pembentukan karakter dan hasil belajar siswa telah mencapai kriteria yang telah ditentukan. Dengan pencapaian target tersebut maka tindakan dapat diakhiri.
4.2. Interpretasi Hasil Analisis 1.
Pengamatan Terhadap Karakter Siswa Apabila dibandingkan hasil pengamatan pada siklus I dengan siklus II terjadi
peningkatan karakter siswa. Untuk melihat peningkatan karakter siswa pada setiap aspek yang diamati dapat dilihat pada diagram berikut. Gambar 4.1 Pengamatan Terhadap Karakter Siswa
83
60 50
40 SIKLUS I
30
SIKLUS II
20 10 0 BT
MT
MB
MK
Keterangan : BT = Belum terlihat
MB = Mulai berkembang
MT = Mulai terlihat
MK = Membudaya
Dari pengamatan terhadap karakter siswa antara siklus I dan siklus II dapat dilihat adanya peningkatan, pada siklus I yang umumnya aspek karakter siswa belum terlihat dan siklus II umumnya aspek karakter siswa mulai berkembang dan membudaya. 2.
Angket Karakter Siswa Apabila dibandingkan angket respon siswa tentang pentingnya nilai-nilai
pendidikan karakter antara siklus I dengan siklus II terjadi peningkatan respon positip siswa. Untuk melihat peningkatan respon siswa tentang pentingnya nilainilai pendidikan karakter siswa pada setiap aspek dapat dilihat pada diagram berikut : Angket Karakter Siswa
84
300 250 200 SIKLUS I
150
SIKLUS II
100 50 0 STP
TP
CP
P
SP
Gambar 4.2 Angket Karakter Siswa Keterangan: STP = Sangat tidak peting
P = Penting
TP = Tidak penting
SP = Sangat penting
Peningkatan karakter siswa dari angket yang diberikan diperoleh siklus I ke siklus II sebesar 20,5%. Jika dilihat dari kategori yang ditetapkan pembentukan karakter siswa juga meningkat dari kategori cukup menjadi membudaya. 3.
Hasil Belajar Siswa Apabila dibandingkan dari hasil tes siswa pada siklus I dengan siklus II
terjadi peningkatan hasil belajar siswa. Untuk melihat gambaran peningkatan hasil belajar setiap siswa pada kedua siklus dapat dilihat pada diagram berikut: Gambar 4.3 Grafik Hasil Belajar Siswa
85
120 100 80 SIKLUS I
60 SIKLUS II
40 20 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Dari kriteria ketuntasan klasikal yang ditetapkan terjadi peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa. Peningkatan ketuntasan belajar siswa dari siklus I ke siklus II sebesar 22,45%.
4.3. Pembahasan Berdasarkan analisis data diketahui bahwa terjadi peningkatan pada pembentukan karakter siswa baik melalui pengamatan atau melalui angket yang diberikan dan hasil belajar siswa dengan pembelajaran kooperatif Tipe STAD. Berikut ini akan dibahas hasil tindakan yang telah dilaksanakan, khususnya yang berkaitan dengan temuan utama sesuai dengan permasalahan penelitian.
1.
Pengamatan Terhadap Penerapan Pembelajaran Karakter Siswa Temuan yang diperoleh yaitu pembelajaran dengan pendekatan
kooperatif Tipe STAD pada pembelajaran dapat meningkatkan pembentukan karakter siswa. Temuan ini memberikan jawaban terhadap hipotesis tindakan yang
86
dikemukakan sebelumnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan kooperatif Tipe STAD Pengamatan Terhadap Karakter Siswa dapat meningkatkan pembentukan karakter siswa khususnya pada materi perjuangan melawan penjajah. Keberhasilan pembelajaran kooperatif Tipe STAD yang dilakukan dilihat dari penerapan pembelajaran sejalan dengan teori-teori yang mendukung dan hasil beberapa penelitian, penerapan pembelajaran yang dilakukan guru berupa menyampaikan keterkaitan pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari, memberi stimulus pada siswa sehingga siswa sadar dan tau pentingnya nilai-nilai pendidikan karakter, membimbing siswa dalam kegiatan Kooperatif Tipe STAD. Peranan guru pada pembelajaran Kooperatif Tipe STAD sebagai fasilitator dan memberikan bimbingan dalam pembentukan karakter siswa dapat membuat siswa lebih bermoral dan berakhlak mulia, sebagaimana dikemukakan oleh Abbas dkk (2007:22). Apa yang dilakukan guru agar proses belajar mengajar berjalan lancar, bermoral
dan
membuat
siswa
merasa
nyaman,
serta
usaha
untuk
mengimplementasikan kurikulum dalam kelas merupakan aktivitas yang harus dilakukan. (Duffy dan Roehler dalam Whandi, 2009:2) Pendekatan Kooperatif Tipe STAD merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang dikembangkan tentang bagaimana orang itu belajar (Nurhadi, dkk 2003: 22). Menurut Kieren dalam Rim MKPBM (2001:71) bahwa rancangan pembelajaran matematika oleh guru berupa tantangan masalah, kerja dalam kelompok kecil dan diskusi kelas akan membantu siswa belajar secara bermakna.
87
2.
Angket Karakter Siswa Temuan lain adalah terjadi peningkatan respon positip siswa terhadap
pentingnya nilai-nilai pendidikan karakter dengan menggunakan pembelajaran Kooperatif Tipe STAD. Temuan ini memberikan jawaban terhadap hipotesis tindakan yang dikemukakan sebelumnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendekatan Kooperatif Tipe STAD dapat membentuk karakter siswa khususnya pada materi perjuangan melawan penjajah. Pembentukan karakter siswa Dalam pelaksanan pembelajaran dilakukan tindakan pada siswa berupa diskusi kelompok. Dengan bekerja secara kelompok setiap siswa dapat aktif berperan dalam menyelesaikan soal dan berkomunikasi lebih terbuka dalam berpendapat maupun bertanya sehingga pembentukan karakter siswa lebih mudah diantaranya pembentukan karakter hubungannya dengan sesama bisa dimunculkan. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Trinandita (1984) menyatakan bahwa "Hal yang paling mendasar yang dituntut dalam proses pembelajaran adalah keaktifan siswa". Pada kegiatan pembelajaran yang dilakukan siswa bekerja dengan bantuan LAS dan alat peraga. LAS yang diberikan berisi soal-soal yang berkaitan dengan masalah yang dapat membentuk karakter siswa. Dalam mengerjakan LAS siswa bekerja sesuai dengan langkah-langkah Kooperatif Tipe STAD, yaitu mencermati fakta yang diberikan, memahami dan menyelesaikannya. 3.
Hasil Belajar Siswa
88
Temuan berikutnya adalah terjadi peningkatan persentase ketuntasan belajar siswa dengan pembelajaran Kooperatif Tipe STAD. Temuan ini memberikan jawaban terhadap hipotesis tindakan yang dikemukakan sebelumnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendekatan Kooperatif Tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi perjuangan melawan penjajah. Berdasarkan jawaban yang diberikan siswa pada tes yang diberikan, secara umum siswa telah dapat menyelesaikannya. Keberhasilan yang dicapai dilihat dari hasil belajar siswa sejalan dengan teori-teori yang ada dan hasil dari beberapa penelitian sejenis yang mendukung pembelajaran Kooperatif Tipe STAD. Slavin (2009) menetapkan tujuan pembelajaran kooperatif yaitu menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya. Dengan melihat hal di atas, adalah suatu hal yang wajar bahwa pembelajaran Kooperatif Tipe STAD memiliki hasil belajar yang baik.
4.4. Keterbatasan Penelitian Dalam melaksanakan pembelajaran setiap kali pertemuan yang menjadi kendala adalah keterbatasan waktu yang tersedia, sehingga tidak semua kelompok dapat menyajikan hasil kerjanya. Ini juga menyebabkan hasil kerja siswa tersebut tidak didiskusikan bersama di kelas. Hal ini mengakibatkan ada beberapa informasi yang luput dari pengamatan. Beberapa karakter siswa tidak muncul juga dapat terjadi dikarenakan peneliti sebagai guru masih asing bagi siswa. Peneliti
89
masih kelihatan kaku dalam mengajar karena terfokus pada ketercapaian materi dan tujuan pembelajaran. Kelemahan lain terjadi dalam menetapkan anggota kelompok. Dalam menetapkan anggota kelompok dilakukan hanya mempertimbangkan segi kemampuan kognitif individu siswa, tanpa mempertimbangkan kemampuan dalam bersosialisasi. Sehingga tanpa disadari pada kelompok tersebut tergabung siswa yang mempunyai kemampuan bersosialisasi yang rendah. Ini dapat mengakibatkan
ada
kelompok
yang
kurang
optimal
dalam
mengikuti
pembelajaran sehingga karakter hubungannya dengan sesama tidak muncul. Selain itu kekurangan lainnya adalah dari perangkat LAS yang digunakan. Pada fakta dan masalah yang diajukan masih kurang lengkap dan kurang bervariasi. Hal ini terkait dengan kemampuan peneliti merancang LAS karena mempertimbangkan alokasi waktu yang tersedia. Kelemahan juga terjadi dari Angket yang diberikan pada siswa. Angket tentang karakter siswa berupa format yang sudah disediakan dan bersifat tertutup, sehingga ada karakter yang terjadi tidak terdata. Hal ini terjadi karena siswa hanya bertumpu pada aspek-aspek dan deskriptor yang tertulis pada format angket yang tersedia. Untuk mengukur hasil belajar siswa hanya diperoleh dari skor tes yang dijawab siswa. Tes yang digunakan hanya berupa tes tertulis yang dilakukan pada setiap akhir siklus. Dalam penelitian ini pengukuran hasil belajar dengan portofolio tidak dilakukan.
90
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis data dan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan yang berkaitan dengan model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dapat rneningkatkan hasil belajar siswa sebagai berikut: 1. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dapat membentuk karakter siswa. Hal ini dapat dilihat dari hasil angket karakter siswa, dimana pada siklus I sebesar 70,5%. Selanjutnya pada siklus II, sebesar 91%. 2. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar siklus I dan siklus II. Pada siklus I telah diperoleh 73% dari jumlah siswa keseluruhan yang telah berhasil, siklus II terdapat 95,45% dari jumlah siswa keseluruhan yang telah berhasil.
5.2. Saran Berdasarkan simpulan penelitian yang dikemukakan beberapa saran sebagai berikut: 1. Pembelajaran IPS dengan menerapkan pembelajaran Kooperatif Tipe STAD sebagai salah satu alternatif untuk menerapkan pembelajaran yang inovatif. 2. Menyiapkan LAS yang berisi masalah yang harus digunakan dalam pembelajaran Kooperatif Tipe STAD tidaklah mudah. Masalah yang baik
91
seyogyanya
memuat
suatu
situasi
yang
memotivasi
siswa
untuk
menyelesaikannya meskipun belum tahu secara langsung cara yang harus dilakukan untuk menyelesaikan soal tersebut. 3. Bagi guru yang hendak menerapkan pembelajaran Kooperatif Tipe STAD, dalam pelaksanaan pembelajaran IPS hendaknya: a. Benar-benar memahami kajian teori tentang prinsip utama dan karakteristik pembelajaran Kooperatif Tipe STAD, terutama sekali interdependensi setiap anggota dalam berinteraksi dalam kelompoknya. b. Melibatkan semua siswa agar berinteraksi secara positif, diawali dari masalah yang diberikan guru, berdiskusi dengan pasangan dalam kelompok (interaksi dengan teman sekelompok), dan dan merepresentasi ke seluruh anggota kelas.
92
DAFTAR PUSTAKA
Arends, Ricard.I. 2008. Learning To Teach. Diterjemahkan oleh. Helly Prajitno Soetjipto dan Sri Mulyantini. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Arikunto, S. 2002.Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan.Jakarta: Bumi Aksara. Balitbangsu. 2011. Kajian Pengembangan Sekolah Unggulan Berbasis Pendidikan Karakter di Sumatera Utara. (studi Kasus di Kota Medan. Depdikbud. 2007. Kapita Selekta Pembelajaran. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Depdikdas. 2004. Dirjen Dikti (Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Dasar dan Menengah). Lanjutan Pertama. Depdiknas. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Biro Hukum dan Organisasi Depdiknas. Dimyati. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Djamarah, dkk. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Furyantanto, R.B.S. 2002. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Yogyakarta: Global Pustaka Utama. Hopkins, D. 1993. A Teacher’s Guide to Classroom Research. Buckingham: Open University Press. Ibrahim. 2000. PembelajaranKooperatif. Surabaya: UNESA-University Press. Simanjuntak.S.D, 2012. Perbedaan Pemahaman Matematis dan Pemecahan Masalah Ditinjau dari sikap siswa dalam Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan bantuan Geogebra dan Tanpa Bantuan Geogebra.Tesis PPS: Unimed. Jurnal Astuti.2000. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Melalui Model Pembelajaran Koperatif Tipe STAD.
93
Jurnal Karadinata. 2001. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Sebagai Upaya Peningkatan Kemampuan Analogi Matematik dan Karakter Siswa. Junal Suhena. 2001. Penggunaan Model Pembelajaran Koperatif Tipe STAD dalam pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kreatif Siswa. Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama. Jakarta. Kunandar. 2008. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Rajawali Press. Lickona. 1997. Education for Character. New York, Bantam Books. Lickona, Thomas. 1991. Educating for Character: How Our School Can Do Teach Respect and Responsibility. Brantam Book: New York. Megawangi. 2004. Pendidikan Karakter. Jakarta. Rineka Cipta. Muhibbinsyah. 2003. Psikologi Pendidikan suatu Pendekatan Baru. Bandung : : Remaja Rosdakarya. Mulyasa. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung: Rosdakarya. Musfiroh, T. Kuswarwanti., Sarjiwo., & Puspitorini. 2005. Cerita Untuk Perkembangan Anak. Yogyakarta: Navala. Nasution, S. 1989. Diktat Azar-azas Mengajar. Bandung : Jermnas. . 2008. DidaktikAzas-azasMengajar.Bandung :Jermnas. Radikum. 1989. Pengembangan Sistem Instruksional: Beberapa Pengembangan Sumber Belajar. Jakarta: Madyatama Sarana Perkasa. Raka, Gede. 2007. Pendidikan Membangun Karakter, Makalah, Orasi Perguruan Taman Siswa, Bandung 10 Februari 2007. Romizwoski,A.J. (1984). Designing Instructional System. London: Kongen Page Ltd. Sanjaya. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group
94
Slameto. 1995. Belajar & Faktor-faktor Yang Mempengaruhi. Jakarta : Rineka Cipta. Slavin, R. 2000. Educational Psychology: Theory into Practice. Prentice Hall: Ennelwood. Slavin, R, E. 1991. Cooverative Learning Theory, Research and Practice.Second Edition. Massachusetts: Allyn and Bacon Publisher. Winkel, W. S. 1999. PsikologiPendidikan. Jakarta: Grasindo