BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materiil maupun spiritual (Waluyo, 2013). Agar dapat melaksanakan pembangunan nasional tersebut, pemerintah wajib memperhatikan masalah penerimaan negara. Jika dilihat dari perkembangan sekarang, penerimaan negara tidak hanya dari migas dan non-migas, tetapi diantara sumber penerimaan terbesar ialah melalui pajak. Menurut Soemitro dalam Sumarsan (2013:3), pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment. Maka dapat dikatakan bahwa pajak adalah sebagian harta yang dimiliki rakyat untuk diberikan kepada Negara demi mendanai beban Negara. Pemungutan pajak di Indonesia diatur dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa “Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan UndangUndang”. Namun pemerintah dalam upaya pemungutan pajak perlu
1 http://digilib.mercubuana.ac.id/
2
memerhatikan kondisi perekonomian dengan tujuan tidak menghambat pergerakan usaha masyarakat pemasok pajak. Pada Maret tahun 2015 pemerintah Indonesia telah menaikan harga bahan bakar minyak (bbm) bersubsidi jenis premium dan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar berdampak pada tingkat inflasi semakin tinggi. Hal ini dapat dilihat dalam tabel 1.1 tingkat inflasi yang merupakan data yang menginformasikan besaran kenaikan tingkat inflasi dari bulan Januari sampai Juni tahun 2015. Tabel 1.1 Tingkat Kenaikan Inflasi Bulan Januari – Juni Tahun 2015 Bulan Januari
Tingkat Inflasi 6,96 %
Februari
6,29 %
Maret
6,38 %
April
6,79 %
Mei
7,15 %
Juni 7,26 % Sumber : www.bi.go.id
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa tingkat inflasi berada di masalah serius. Dimana tingkat persentase inflasi berkisaran 6,29% 7,26%. Persentase inflansi terendah terjadi pada bulan Februari yaitu sebesar 6,29% dimana bulan sebelumnya (Januari) persentase inflansi sebesar 6,96% yang artinya dari bulan Januari sampai Februari mengalami penurunan yang rendah yaitu sebesar 0,67%. Pada bulan Maret persentase inflasi mengalami peningkatan menjadi 6,38% sampai bulan-bulan berikutnya terus mengalami peningkatan, sehingga pada bulan Juni
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3
persentase inflasi menjadi 7,26%. Sehingga dari data tabel diatas dapat disimpulkan bahwa persentase inflasi dalam masalah serius, dimana batas normal tingkat inflasi yaitu sebesar 5%. Dengan kondisi ini konsumsi masyarakat dapat menjadi lemah. Oleh karena itu, pemerintah dituntut untuk membuat kebijakan dalam menurunkan tingkat inflasi. Salah satu kebijakan yang diambil pemerintah untuk menurunkan inflasi ialah dengan cara. Pemerintah memalui instrument perpajakan berdasarkan Menteri Keuangan, meluncurkan kebijakan penyesuaian besaran Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) dari sebelumnya sebesar Rp24,3 juta menjadi sebesar Rp36 juta untuk diri Wajib Pajak orang pribadi. Ketentuan mengenai PTKP ini sendiri diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh) yang memungkinkan Pemerintah untuk melakukan penyesuaian PTKP melalui Peraturan Menteri Keuangan setelah melakukan konsultasi dengan DPR. Dengan demikian, sejak berlakunya Peraturan Menteri Keuangan terkait penyesuaian PTKP ini, maka secara efektif besaran PTKP baru tersebut mulai berlaku sebagai dasar perhitungan kewajiban pajak PPh OP untuk tahun Pajak 2015 atau per 1 Januari 2015. (www.kemenkeu.go.id, 08/07/2015). Hal ini untuk meningkatkan daya beli masyarakat dan sebagai insentif agar pertumbuhan ekonomi nasional dapat didorong melalui peningkatan konsumsi masyarakat.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
4
Berdasarkan tabel 1.2 memperlihatkan perbandingan besarnya PTKP yang sebelumnya sesuai PMK Nomor 162/PMK.011/2012 dengan yang saat ini berlaku sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122 /PMK.010/2015 yaitu pada tabel di bawah ini: Tabel 1.2 Perbedaan Besaran PTKP Keterangan
PTKP
PMK Nomor 122/PMK.010/2015
PMK Nomor 162/PMK.011/2012
Wajib Pajak Orang Pribadi
Rp 36.000.000,00
Rp 24.300.000,00
Tambahan untuk WP kawin
Rp 3.000.000,00
Rp 2.025.000,00
Rp 3.000.000,00
Rp 2.025.000,00
Rp 36.000.000,00
Rp 24.300.000,00
Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya. Paling banyak 3 orang setiap keluarga Tambahan apabila penghasilan istri digabung dengan suami Sumber : www.menkeu.go.id
Undang-undang pajak penghassilan telah menerapkan sistem pemungutan pajak penghasilan secara self assessment system. Self assesment system merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang wajib pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung,
memperhitungkan,
membayar,
melaporkan
dan
mempertanggung jawabkan sendiri jumlah pajak yang terutang (Siti
http://digilib.mercubuana.ac.id/
5
Resmi, 2014). Sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat pelimpahan dalam menetapkan jumlah pajak terutang dari pihak fiskus kepada wajib pajak yang selanjutnya disetorkan dan melaporkannya berdasarkan peraturan yang berlaku. Dengan demikian, dihimbau bagi seluruh Wajib Pajak, baik perusahaan maupun perorangan untuk mulai menyesuaikan perhitungan besarnya pemotongan PPh Pasal 21 maupun besarnya PPh terutang, dengan menggunakan PTKP yang baru untuk tahun pajak 2015 dan sesudahnya (www.kemenkeu.go.id). Akan tetapi, persoalan terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak belum optimal. Informasi kepatuhan wajib pajak yang terdaftar untuk wajib menyampaikan SPT dan wajib pajak melaporkan SPT pada 2014 hanya sebanyak 58,73% turun 2,07% dari tahun sebelumnya yakni tahun 2013 sebesar 60,80%. Selengkapnya tingkat kepatuhan wajib pajak dapat dilihat pada tabel berikut ini : Table 1.3 Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Uraian Jumlah Wajib Pajak Terdaftar Wajib Pajak yang Telah Melaporkan SPT Persentase Kepatuhan Sumber : www.ortax.org
2012 17.659.278
2013 17.731.736
2014 18.357.833
9.482.480
10.781.105
10.781.720
53,70%
60,80%
58,73%
Untuk perusahaan dapat menyesuaikan perhitungan berpedoman sesuai Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2009 tentang tarif pajak penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pension, tunjangan hari tua, dan jaminan hari tua yang dibayarkan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
6
sekaligus. Dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 32/PJ/2015 tentang Pedoman teknis tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan 26 sehubung dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Selvy oktavia (2014) di PT. TITIAN PRATAMA dengan variable perhitungan, pemotongan, penyetoran serta melaporkan jumlah PPh Pasal 21 karyawan yang telah dipotong telah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Namun, hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Najiyullah (2010) dengan variabel perhitungan, pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak penghasilan Pasal 21. Yang dilakukan di PT. HIKERTA PRATAMA yang menunjukkan bahwa PT. HIKERTA PRATAMA tidak mengacu pada UU Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 karena uang lembur tidak dimasukan sebagai penambah penghasilan bruto. Penelitian lainnya Aloysius Taufan Hardianto (2012) di PT. Dutacipta Pakarperkasa Surabay dengan variabel perhitungan dan pelaporan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 karyawan menyebutkan bahwa PT. Dutacipta Pakarperkasa Surabaya belum mampu melakukan perhitungan, pemotongan, dan penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 21 sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan. Sehingga dari fenomena-fenomena tersebut, dapat disimpulkan bahwa masih ada wajib pajak yang tidak memahami dalam melakukan perhitungan, pemotongan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
7
(PPh) Pasal 21. Dan jika wajib pajak tidak memahami perturan pajak yang berlaku akan mempengaruhi keberhasilan penerimaan pajak dalam pembangunan nasional. Berdasarkan uraian di atas, penulis termotivasi untuk melakukan penelitian
dengan
judul
“MEKANISME
PEMOTONGAN,
PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 ATAS PEGAWAI TETAP. (Studi kasus pada PT.ANK Tahun 2015)”. B. Batasan Masalah Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Penelitian data informasi hanya dalam 3 bulan yaitu pada bulan April, Mei, dan Juni Tahun 2105. 2. Data Surat Pemberitahuan (SPT) yang didapat hanya 1721 Induk (Untuk Satu Masa Pajak). C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, sehingga rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pelaksanaan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 pada PT. ANK? 2. Apakah pelaksanaan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 21 atas pegawai tetap pada PT. ANK sesuai dengan Peraturan Dirjen Pajak - PER-32/PJ/2015 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21
http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi? 3. Hambatan
apa
yang terjadi
dalam
pelaksanaan pemotongan,
penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 21 atas pegawai tetap pada PT. ANK? 4. Bagaimana pencatatan akuntansi pada saat pelaksanaan pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 21 atas pegawai tetap pada PT. ANK? D. Tujuan dan Kontribusi Penelitan 1. Tujuan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai masukan yang bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan, antara lain : 1. Untuk mengetahui cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 21 atas pegawai tetap pada PT. ANK. 2. Untuk mengetahui pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 21 atas pegawai tetap pada PT. ANK sesuai dengan Peraturan Dirjen Pajak - PER-32/PJ/2015 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi. 3. Untuk mengetahui hambatan apa saja yang dialami pada saat melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 21 atas pegawai tetap pada PT. ANK.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
4. Untuk mengetahui cara pencatatan akuntansi pada saat pelaksanaan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 21 pada PT. ANK. 2. Kontribusi Penelitian Kontribusi dari penulisaan skripsi ini antara lain adalah: 1. Bagi Akademi Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebgai refrensi yang bermanfaat serta dapat menjadi acuan dan bahan informasi untuk menambah pengetahuan di bidang perpajakan. 2. Bagi Perusahaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan sebagai bahan masukan kepada PT. ANK dan perusahaan lainnya. 3. Bagi Penulis Dapat
menambah
pengetahuan
dan
pemahaman
penulis
sehubungan dengan perpajakan, khususnya mengenai Pajak Penghasilan
(PPh)
Pasal
21
dan
mempraktekan di dunia kerja.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
dapat
berguna
dalam