BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Di era globalisasi ini perkembangan teknologi informasi sangat berkembang pesat. Kalangan pers mendapatkan kebebasan pemberitaan dan berbondong-bondong untuk memberikan informasi secara cepat dan aktual kepada masyarakat. Informasi adalah suatu komoditi yang merupakan kebutuhan hidup masyarakat informasi,maka bisnis untuk menjadi penyedia informasi adalah peluang bisnis yang menggiurkan. Tidak dipungkiri kehadiran media massa juga tidak lepas dari kehidupan masyarakat. Media massa telah melakukan inovasi dari zaman ke zaman. Di Indonesia penggabungan antara media konvensional (cetak maupun elektronik) dengan teknologi komunikasi telah dilakukan oleh media massa besar, dan biasa disebut media online.Walaupun media online sudah mulai berkembang tetapi media konvensional masih menjadi pilihan sebagian besar masyarakat indonesia. Jurnalisme konvensional (cetak maupun elektronik),adalah proses penyampaian informasi atau pesan yang menganut sistem penulisan berita dengan menggunakan teknik Piramida Terbalik dan 5W+1H. Pokok berita mendeskripsikan secara ringkas yang intinya sudah mencakup 5W+1H. Informasi yang tersaji dalam Jurnalisme Konvensional sebisa mungkin dipahami dan dimengerti oleh masyarakat luas. Media cetak terbit harian, mingguan, dwi mingguan, maupun bulanan, dengan adanya periodisasi semacam itu aktualitas suatu berita adalah sesuatu yang harus benar-benar diperjuangkan. Sedangkan Jurnalisme online adalah proses penyampaian informasi atau pesan yang menggunakan internet sebagai medianya sehingga mempermudah jurnalis dalam melakukan tugasnya.
Media massa bertugas memberikan informasi menghibur dan mendidik masyarakat,sedangkan dalam politik pers media merupakan salah satu pilar-pilar demokrasi dengan tidakan kontrol sosial. Secara moral sebaiknya media massa memberikan kontribusi yang besar dalam memberdayakan pola pikir, pola sikap dan persamaan masyarakat. Informasi sangatlah penting untuk dimiliki dan dikuasai. Perkembangan dunia olahraga menunjukkan ketergantungan besar terhadap dunia politik dan bisnis. Manajemen olahraga di indonesia sampai saat ini merupakan warisan dari zaman orde baru sehingga sangat sentralistik. Semua diatur dari pusat yang ujungujungnya hanya untuk kepentingan politik pihak-pihak tertentu. Sedangkan dalam dunia bisnis,olahraga sangat bergantung pada sponsorship suatu produk perusahaan yang untuk kepentingan promosi produk tersebut. Semua bisa dilihat dari berbagai even olahraga ditanah air. Sepak bola bukan lagi hanya sekedar olahraga saja,melainkan sudah berkembang menjadi bertarungnya kepentingan politik maupun bisnis. Sepak bola telah membentuk suatu jaringan yaitu kepentingan politik dan bisnis yang saling berkaitan. Semakin tinggi gengsi dan prestasi klub tersebut semakin rumit pola kepentingannya Pemberitaan dunia olahraga sepak bola saat ini sangat diminati oleh masyarakat khususnya masyarakat Kota Malang. Para pecinta bola bisa mendapatkan informasi bukan hanya hasil akhir pertandingan (skor) saja, melainkan mendapatkan informasi tentang manajemen keuangan klub, profil pemain dan pelatih, komentar suporter,bursa transfer pemain dan banyak lagi informasi-informasi tentang klub tersebut. Pemberitan Sepak bola baik cetak maupun online bukan hanya sekedar olahraga melainkan telah berkembang sebagai komuditi atau “makanan sehari-hari” masyarakat malang (aremania). Mereka selalu mencari informasi yang “up to date” seputar klub Arema. Memang tidak bisa dipungkiri klub Arema mempunyai daya tarik tersendiri bagi
masyarakat malang walaupun masih banyak klub di kota Malang antara lain Persema, Persikoba, dan Persekam. Dari beberapa klub yang ada dikota malang hanya Arema yang “hidup” tanpa biaya dari APBD karena klub Arema dibentuk bukan dari Pemerintahan. Dengan tidak adanya dana APBD, klub arema menjadi incaran orang-orang besar untuk kepentingan politik maupun bisnis. Apalagi saat ini Arema termasuk salah satu klub besar dikancah persepakbolaan Nasional maupun Asia. Kisruh manajemen dan dualisme pengurus klub Arema sampai saat ini masih hangat diberitakan di sejumlah media cetak, elektronik, maupun media online. Kisruh dan dualisme pengurus ini terjadi sebelum akhir kompetisi liga ISL 2011. Diakhir kompetisi para jajaran pengurus manajemen arema banyak yang “menghilang”,tidak menduduki pos masing-masing. Seperti M.Nur (ketua yayasan) dan Siti Nurjanah (CO. Marketing), mereka adalah orang-orang yang sangat sentral ditubuh yayasan arema. Tetapi entah kemana mereka berdua tidak pernah terlihat dikantor arema dan banyak pecinta bola malang khususnya aremania mempertanyakan keberadaan mereka dan meminta pertanggungjawaban mereka selama mengarungi kompetisi ISL 2011 bersama arema. Banyak tunggakan utang klub arema kepada pihak luar dan gaji para punggawa arema belum terbayar selama 3 bulan. Padahal selama 1 tahun pemasukan untuk klub arema sendiri sangat besar,selain dari sponsor,dan tiket pertandingan,arema juga disokong dengan hasil penjualan merchandise tim kebanggaan arek malang ini. Baru reda masalah kekosongan kekuasaan ditubuh klub arema,kini arema dihadapkan dengan dualisme pengurus arema. Ada dua kubu yang mengklaim dan menginginkan klub arema. Kubu Rendra Kresna dan kubu Edy rumpoko. Mereka berdua adalah orang-orang besar dan berpengaruh di kota malang raya. Rendra Kresna misalnya, saat ini dia menjabat sebagai bupati malang dan pembina yayasan arema, sedangkan Edy Rumpoko adalah orang nomor 1 dikota Batu dan ingin memegang kendali awak tim singo
edan. Mereka berdua saling berebut untuk mendapatkan legalitas klub arema. Mungkin tidak hanya legalitas yang diperebutkan, melainkan adanya kepentingan-kepentingan politik dan bisnis. Kisruh dualisme pengurus ini berimbas pada pemain, para punggawa-punggawa arema mengancam akan hengkang jika gonjang-ganjing ditubuh arema tak kunjung berakhir, serta tunggakan gaji yang harus dibayar oleh pengurus.kalau tidak dipenuhi keinginan mereka, para punggawa tim berlogo singa akan out dari bumi arema. Tidak bisa dipungkiri juga, beberapa pemain bintang arema banyak yang dilirik klub-klub besar yang menjadi rival tim arema. Peneliti tertarik untuk meneliti peristiwa Dualisme dalam tubuh tim Arema dikarenakan beberapa alasan. Pertama,unsur kedekatan,karena peristiwa ini terjadi dikota Malang yang merupakan tempat dimana peniliti berdomisili dan menimba ilmu selama empat tahun,sehingga memudahkan peneliti mengikuti perkembangan dari peristiwa tersebut. Kedua peristiwa atau fenomena dualisme ditubuh Arema baru kali ini terjadi, ditahun-tahun sebelumnya
pemberitaan dan peristiwa tentang kesulitan dana untuk
pembiayaan tim Arema untuk mengarungi kompetisi tahun depan. Harian Surya dan Sportivo Radar Malang sebagai media cetak berbasis wilayah, tidak henti-hentinya memberitakan kejadian tersebut.. Mereka selalu berlomba-lomba menghadirkan berita terbaru, terhangat, termenarik dan terlengkap mungkin mengenai kasus
lanjutan
gonjang-ganjing
ditubuh
tim
singo
edan.
Kedua
media
ini
menghadirkannya dengan dilengkapi foto yang menarik dan kalimat-kalimat yang dibuat terstruktur untuk mengkonstruksikan suatu realitas. Sehingga suatu berita mengenai kisruh arema ini dapat mempersuasif pembaca, untuk menyikapi dan selalu mengikuti informasi atau berita tentang tim arema. Sebagaimana diketahui Arema adalah tim besar
dan sedikit banyaknya akan mempengaruhi pemberitaan Tim Arema itu sendiri dalam surat kabar. Persaingan pemberitaan kedua surat kabar ini menyebabkan keduanya ingin menyajikan sesuatu yang lebih dalam pemberitaan peristiwa tersebut. Dan kedua media ini mempunyai karakteristik dalam pemberitaan. Surya tetap dengan gaya pemberitaan yang independen,atau tanpa ada intervensi pihak luar dan pemilik modal sedangkan Radar Malang memberitakan suatu peristiwa selengkapnya dan relevan bagi pembacanya. Dalam hal ini peneliti ingin meniliti secara mendalam peristiwa tersebut dengan menggunakan analisis Framing. Analisis Framing adalah analisis yang memusatkan perhatian bagaimana cara media memaknai,memahami,dan membingkai peristiwa yang diberitakan. Dengan menggunakan analisis Framing penelitian ini dapat melihat secara detail bagaimana kedua media massa ini dalam mengkontruksi suatu berita Kisruh Manajemen Organisasi Klub AREMA pada Harian SURYA dan Sportivo,RADAR MALANG.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “ bagaimana kontruksi pemberitaan Kisruh Manajemen Organisasi klub Arema pada harian SURYA dan Sportivo, RADAR MALANG edisi bulan Juli 2011?”.
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana konstruksi berita harian Surya dan Sportivo, Radar Malang terhadap pemberitaan klub Arema. Dan mengetahui serta memahami perbedaan konstruksi pemberitaan klub Arema oleh harian Surya dan Sportivo,Radar Malang.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam pendalaman ilmu komuikasi, khususnya pada konsentrasi Jurnalistik dan Studi Media. selain itu, penelitian ini juga dapat memberikan kritik sosial terhadap pengelola media dalam mengkonstruksi berita khususnya berita olahraga. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi media massa di Indonesia untuk lebih memiliki tanggung jawab sosial dengan menyajikan berita yang berkualitas pada khalayak. E. Tinjauan Pustaka 1. Pemahaman Media Massa 1.1 Media Massa Media massa seperti halnya pesan lisan dan isyarat, sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari komunikasi manusia. Pada hakikatnya, media adalah perpanjangan lidah
dan
tangan
yang
berjasa
meningkatkan
kapasitas
manusia
untuk
mengembangkan struktur sosialnya. Namun banyak orang yang tidak menynadari hubungan fundamental antara manusia dan media itu, dan keliru menilai peran media kehidupan mereka (Rivers, 2008:27). Media massa telah menjadi fenomena tersendiri dalam proses komunikasi massa dewasa ini. Asumsi pokok akan arti penting media massa menurut Dennis McQuail (1987) sebagai berikut : 1. Media merupakan industri yang berubah dan berkembang yang menciptakan lapangan kerja, barang, dan jasa serta menghidupkan industry lain yang terkait.
Media juga merupakan industry tersendiri yang memiliki peraturan dan normanorma yang menghubungkan institusi
sosial lainnya. Di pihak lain, institusi
media diatur oleh masyarakat. 2. Media massa merupakan sumber kekuatan-alat kontrol, manajemen, dan inovasi dalam masyarakat yang dapat didayagunakan sebagai pengganti kekuatan atau sumber daya lainnya. 3. Media merupakan lokasi (atau norma) yang semakin berperan untuk menampilkan peristiwa-peristiwa kehidupan masyarakat, baik yang bertaraf nasional maupun internasional. 4. Media sering kali berperan sebagai wahana pengembangan kebudayaan, bukan saja dalam pengertian pengembangan bentuk seni dan simbol tetapi jugga dalam pengertian pengembangan tata cara,mode, gaya hidup, dan norma-norma. 5. Media telah menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu untuk memperoleh gambaran dan citra realitas sosial, tetapi juga bagi masyarakat dan kelompok secara kolektif. Media juga menyuguhkan nilai-nilai dan penilaian normatif yang dibaurkan dengan berita dan hiburan (Nurudin, 2007 : 34). Berita dan informasi merupakan hal pokok yang harus dimiliki oleh media massa. Setiap hari media massa memberikan informasi dan berbagai kejadian di seluruh dunia kepada para audience-nya. Disamping itu media massa tidak sekedar memberitakan, tetapi juga mengevaluasi dan menganalisis setiap kejadian tersebut. Melalui keahlian dalam menginterpretasikan pesan dan fakta-fakta dari lapangan, media massa menyajikan berita yang mudah untuk dipahami (Nurudin, 2007:101). Lionberger (1994) mengatakan, media massa merupakan salah satu sarana penyampaian informasi dan divusi inovasi. Perkembangan media massa sebenarnya tidak terlepas dari ilmu komunikasi ynag intinya menyampaikan pesan, karena pada
dasarnya media massa, termasuk surat kabar harian berfungsi menyampaikan pesan kepada masyarakat luas. Lebih jauh dia mengatakan, informasi yang disampaikan media massa bersifat massal, sehingga hanya dapat meningkatkan pengetahuan. Bila ingin mencapai tingkat lebih dari itu, perlu ada lembaga atau orang-orang yang menindak lanjuti informasi media massa tersebut (Mondry, 2006:24). 1.2 Jenis Media Massa a. Media Cetak Media cetak tidak hanya memberitakan dengan bentuk straight news semata, tetapi juga feature, investigative reporting (laporan investigasi), tajuk rencana, dan ulasan lain (Nurudin, 2007:101) Semua itu dihidupkan oleh kelembagaan media yang menetapkan peranan, tujuan, dan visi, sikap, serta orientasi nilai bagi masyarakat. Dalam bahasa teknis jurnalistiknya, misalnya menetapkan dengan baik kebijakan editorial dan kebijakan perusahaannya. Dari sanalah, dihasilkan berita, komentar, dan opini. Di sisi internal sebuah media cetak memang harus memiliki manajemen yang bagus untuk mengatur hubungan antara berbagai pihak seperti para pendiri, karyawan, wartawan, , mitra kerja, agen, loper, pemasang iklan, dan biro iklan khalayak pelanggan dan pembaca. Selaiin itu interaksi internalnya melalui surat pembaca, para kontributor, pemerhati dan pemberi masukan serta kritik. Setiap media massa memiliki kelebihan, media cetak memiliki kelebihan yang tidak dimiliki media elektronik, berupa “daya tahan” informasi. Artinya berita di media elektronik akan lebih sulit disimpan, Karena membutuhkan biaya tambahan. Sedang berita media massa cetak bisa lebih panjang dan lengkap serta dapat disimpan lebih lama tanpa biaya tambahan (Mondry, 2006:3).
Kehidupan media cetak juga ditentukan oleh “kondisi dimana ia hidup”, yakni : sistem politik, sistem kekuasaan, serta kultur kekuasaan. Dan pers di Indonesia amatlah dekat hal itu (Santana, 2005:85). b. Media elektronik Dunia media elektronik adalah dunia siaran. Dunia siaran berbeda dengan dunia cetak-mencetak Koran dan majalah, atau media cetak pers lainnya. Dunia siaran diantaranya mengenali bahasa siaran sebagai bahasa percakapan. Bukan bahasa teks yang dibaca, tetapi bahasa audio, atau audio+visual, yang ditangkap telinga dan mata pemirsa (Santana, 2005:97). Karena itu media eletronik sejak awal sudah bersifat demokratis, dan sejak awal pula khalayaknya adalah masyarakat luas. Secara keseluruhan, bukan kalangan tertentu saja. Dahulu tidak seperti media cetak, media elektronik menuntut khalayaknya member perhatian secara penuh karena apa yang disiarkannya tidak diulang (Rivers, 2008:60). Termasuk dalam media elektronik yaitu televisi. Seperti sudah diduga sebelumnya, televisi merupakan sarana multifungsi bagi masyarakat, selain berfungsi untuk mendapatkan hiburan, tidak sedikit televisi memiliki fungsi sebagai sumber informasi berita. Sejak media televisi masuk ke masyarakat mulai diminati, dengan segala kelebihannya disbanding jenis media massa lain, khususnya dengan tampilan audio-visual, televisi cepat diterima masyarakat, termasuk ke masyarakat pedesaan juga memiliki kecepatan yang sangat tinggi sehingga akhirnya bagi masyarakat desa diperkirakan televisi menjadi sumber informasi utama dan sekaligus sebagai sarana hiburan utama (Mondry, 2006:82). Gerbner, dkk dalam buku Bryant, dkk mengatakan, Televisi merupakan sebuah system puasat dari penceritaan. TV merupakan bagian dan bidan
kehidupan kita sehari-hari. Dramanya, iklannya, beritanya, dan program-program lainnya membawa dunia citra-citra dan pesan-pesan umum yang relatif berkaitan secara logis kerumah. Televisi mengembangkan masa pertumbuhan kecenderungan-kecenderungan dan pilihan-pilihan yang berguna untuk dipelajari dari sumber-sumber utama lainnya. Diluar hambatan-hambatan historis kemelekhurufan dan mobilitas, televisi telah menjadi sumber sosialisasi umum yang penting dan informasi seharihari (terutama dalam bentuk hiburan) dan media lain yang heterogen. Pola ulangan pesan-pesan dan citra-citra yang dihasilkan televisi membentuk arus utama lingkungan simbolik pada umumnya (Winarso, 2005:98). c. Media Online Perkembangan internet yang pesat kini telah melahirkan beragam bentuk media online. Pengertian media online adalah blog atau situs yang dijadikan sebagai media untuk menyebarkan berbagai berita atau informasi. Melalui website, situs, atau blog inilah terbuka peluang bagi siapapun untuk membuat media online. Melalui media online ini pula berbagai berita maupun informasi dengan cepat dapat disebarkan secara lebih luas, lebih cepat, lebih terbuka, dan tentunya juga lebih murah. Untuk mengakses dan memperoleh informasi melalui media online, siapapun bisa melakukannya. Bahkan tak ada yang mengawasi ataupun melarang bila isi berita atau informasi yang disajikan dalam media online tersebut memuat unsur pornografi, kekerasan, maupun mengandung unsur sara. Berbeda dengan media cetak atau elektronik dimana pemilik stasiun atau koran akan dikenakan sanksi bila melanggar aturan yang telah ditetapkan (www.AnneAhira.com).
2. Jurnalisme Konvensional Jurnalisme pada umumnya dapat diartikan sebagai kegiatan dalam mengumpulkan, menulis, menyunting dan menyebarkan berita kepada khalayak atau masyarakat luas. Jurnalisme tidak bisa dilepaskan dengan masalah media, karena media merupakan institusi sedangkan jurnalisme sendiri adalah seperangkat pengetahuan yang membahas seluk-beluk kegiatan yang memungkinkan institusi tersebut hadir dan berfungsi dalam masyarakat. Dalam jurnalisme konvensional, mengandung unsur-unsur seperti Timelines atau termassa, Proximity atau kedekatan, Impact atau dampak, Magnitude, Conflict, Kemajuan, dan Manusiawi. Para jurnalis dalam jurnalisme konvensial ini juga hanya dibekali dengan pengetahuan yang elementer dan dikenal dengan 5W + 1H. Berita dianggap elementer bila didalamnya terdapat what, who, when, where, why, dan how. Serta dalam jurnalisme konvensional ini baru memaparkan reportase faktual, bersifat linier dan hanya dari satu dimensi saja. Penulisan berita jurnalisme konvensional ini juga menganut sistem piramida terbalik, diawali dengan berita-berita yang penting dan hingga akhirnya berita yang kurang penting / tidak penting. Dalam jurnalisme konvensional, wartawan juga dituntut untuk memiliki kemampuan / kepekaan terhadap situasi dan kondisi yang terjadi di lapangan. Perjuangan serta proses yang dilakukan dalam mencari, mengolah sampai menyebarkan berita juga tidak semudah dan se-simple seperti yang terjadi dalam jurnalisme online. Surat kabar merupakan bagian dari jurnalisme konvensional. Menurut Agee, surat kabar memiliki tiga fungsi utama dan fungsi sekunder. Fungsi utama adalah :
1. to inform (menginformasikan kepada pembaca secara objektif tentang apa yang terjadi dalam suatu komunitas, negara dan dunia, 2. to comment (mengomentari berita yang disampaikan dan mengembangkannya ke dalam focus berita. 3. to provide (menyediakan keperluan informasi bagi pembaca yang membutuhkan barang dan jasa melalui pemasangan iklan di media surat kabar. Fungsi Sekunder adalah : 1. untuk mengkampanyekan proyek-proyek yang bersifat kemasyarakatan, yang diperlukan sekali untuk membantu kondisi-kondisi tertentu, 2. memberikan hiburan kepada pembaca dengan sajian cerita komik,kartun dan cerita-cerita khusus, 3. melayani pembaca sebagai konselor yang ramah, menjadi agen informasi dan memperjuangkan hak.
Adanya jurnalisme konvensional ini, sangat membantu masyarakat / publik dalam memenuhi kebutuhannya dalam mendapatkan informasi, terutama bagi masyarakat yang tidak begitu bisa menggunakan media internet ( jurnalisme online ) tersebut. Walaupun publik merupakan pemirsa / penonton yang pasif dalam mendapatkan informasi, karena hanya bersifat satu arah saja tidak seperti pada jurnalisme online, namun jurnalisme konvensional selalu berusaha menyuguhkan berita atau informasi penting bagi masyarakat yang penyampainnya juga faktual serta menurut kaidah-kaidah jurnalisme.
3. Konstruksi Media Massa Media massa berperan aktif sebagai penyalur (deseminator) dan sentral informasi bagi masyarakat, tetapi dalam perkembangannya menunjukkan bahwa berbagai
kekuatan dalam masyarakat sangat berperan di bandingkan dengan pengaruh yang ditimbulkan media itu. Pada dasarnya media itu tergantung pendayagunaan kekuasaan dengan
kekuatan
lain,
juga
merupakan
saluran
yang
dimanfaatkan
untuk
mengendalikan arah dan dorongan terhadap perubahan sosial (Mc Quail, 1994:4). Kekuasaan dalam konteks pemberitaan media selalu berhubungan dengan "kontrol", baik yang dilakukan oleh institusi (negara), kelompok, maupun perorangan, yang dalam perwujudannya tidak hanya berbentuk fisik yang langsung, namun juga kontrol secara mental dan psikis (Eriyanto, 2001:12). Dengan demikian, kekuasaan yang mengitari media bisa berwujud Negara (pemerintah), kekuasaan institusi, kekuasaan kelompok (seperti partai politik), dan kekuasaan perorangan. Beragam kepentingan dan kelompok dalam masyarakat menuntut media massa dapat mengaplikasikan fungsi dan perannya secara adil dan proporsional. Sebaliknya dengan adanya pluralitas kepentingan masyarakat tersebut juga membuat kepentingan dan tuntutan terhadap media massa menjadi beragam, yang sedikit banyak akan mempengaruhi arah dan orientasi media (termasuk fungsi dan tujuan media). Denis McQuail (1987:74) menawarkan perspektif alternative menyangkut fungsi dan tujuan media massa di tengah banyaknya kepentingan yang mengitarinya, dalam model sebagai berikut:
Masyarakat / bangsa
Intregasi kontrol
Kelas dominan
Pemilik media Keuntungan status
kekuasaan Media Massa komunikator
kerja Sarana kontrol kesempatan atau perubahan
Suara masyarakat
Sumber informasi Kelas lemah Khalayak
Sumber: Mc.Quail 1987 :74
Model yang dibuat oleh McQuail di atas menjelaskan bagaimana banyaknya kepentingan yang berada di sekeliling media massa yang akan menentukan (mempengaruhi) mekanisme operasional dalam menjalankan fungsi dan tujuannya. Masyarakat/bangsa misalnya menginginkan media massa menjadi sarana pemeliharaan integrasi bangsa dan membantu mensosialisasikan dan mewujudkan tujuan dan program bangsa. Bagi kelas dominan menginginkan media massa sebagai sarana pelanggengan kekuasaan dengan terus mempublikasikan (kebaikan dan keunggulan) kelompoknya sembari memarjinalkan kelompok-kelompok lain yang dianggap mengancam eksistensi dominasi dan kekuasaannya. Tujuan yang agak berbeda berasal dari pemilik media. Bagi pemilik media, media massa dianggap sebagai lahan bisnis yang dapat meningkatkan keuntungan secara ekonomi. Sedangkan khalayak media
hanya mengharapkan media dapat menjadi sumber informasi yang dapat diakses oleh mereka dengan cepat akurat dan terpercaya. Khusus bagi komunitas masyarakat yang lemah, media diharapkan sebagai sarana kontrol bagi setiap kebijakan dan praktek kehidupan yang menyimpang sehingga dapat terwujud perubahan. Proses interaksi yang terjadi antara media massa dengan berbagai kepentingan yang ada, pada tataran praktis tidak selalu menghasilkan sebuah kepercayaan, kerjasama atau hubungan yang harmonis. Benturan-benturan yang terjadi diantara mereka sering sekali terjadi. Hal ini menandakan bahwa dalam hubungan tersebut terdapat dinamika yang akan membentuk proses “tawar menawar”. Selain dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan luar media, berita suatu media juga ditentukan oleh faktor-faktor internal yang ada dalam masing-masing institusi media. faktor-faktor tersebut akan banyak berpengaruh bagi orientasi dan mekanisme kerja awak media (wartawan) di lapangan. Adanya perbedaan versi pemberitaan antara media yang satu dengan media yang lain tentang suatu persoalan yang sama merupakan indikasi adanya agenda yang berbeda dari masing-masing media. Model “hierarchy of influence” dari Pamela Shoemaker dan Stephen D. Reese (1996:64) adalah model yang tepat untuk menggambarkan beberapa pengaruh faktor internal media (disamping dua faktor eksternal yang berada dalam lingkaran luar).
Gambar 2 Model Hierarchy of influence
Tingkat Ideologis Tingkat Ekstramedia Tingkat Organisasi Tingkat Rutinitas Media Tingkat Individu
(Sumber: Shoemaker dan Reese, 1996)
Model diatas menggambarkan beberapa pengaruh faktor internal media yaitu : 1. Pengaruh individu pekerja media, diantaranya adalah karakteristik pekerja komunikasi, latar belakang personal dan profesional. 2. Pengaruh rutinitas media. Apa yang dihasilkan oleh media massa dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan seleksi yang dilakukan oleh komunikator, termasuk deadline dan rintangan waktu yang lain, keterbatasan tempat (space), struktur piramida terbalik dalam penulisan berita dan kepercayaan reporter pada sumber-sumber resmi dalam berita yang dihasilkan. 3. Pengaruh organisasional, yakni bahwa media mencari keuntungan materi. Tujuan dari media akan berpengaruh pada isi yang dihasilkan. 4. Pengaruh dari luar organisasi media. Pengaruh ini meliputi lobi dari kelompok kepentingan terhadap isi media, pseudoevent dari praktisi public relation pada pemerintah yang membuat peraturan-peraturan di bidang pers.
5. Pengaruh ideologi, yakni merupakan sebuah pengaruh yang paling menyeluruh dari semua pengaruh. Idiologi disini diartikan sebagai mekanisme simbolik yang menyediakan kekuatan kohesif yang mempersatukan di dalam masyarakat. Faktor-faktor internal sebuah media massa memberi kontribusi yang besar terhadap orientasi dan kebijakan media. Wartawan dan pekerja media lainnya di samping bekerja berdasarkan nilai-nilai individu yang dianut oleh masing-masing mereka, juga dikendalikan oleh rutinitas media serta kebijakan dari organisasi media dimana mereka bekerja. Dengan demikian, berita yang ada pada setiap media merupakan hasil akhir dari kerja jurnalistik yang telah dipengaruhi oleh aspek internal dan eksternal media massa.
4. Ekonomi Politik Media Ekonomi politik media sangat erat sekali hubungannya dengan hubungan sosial media mengenai hubungan kekuasaan dan motif ekonomi yang terkait dengan komunikasi. Setiap media massa memiliki karakter dan latar belakang sendiri-sendiri. Berdirinya suatu media ada yang dilator belakangi oleh kepentingan politik, ekonomi ataupun yang lainnya. Adanya beragam kepentingan dalam media massa adalah hal yang tidak bisa dipungkiri bahwasanya media massa memiliki kepentingan politik, karena di support oleh kekuatan politik yang menyertainya. Lalu motif ekonomi dimana keuntungan materiil adalah target utama dari berdirinya suatu media massa. Pendekatan ekonomi politik, melihat media massa dari siapa penguasa sumber-sumber produksi media massa, siapa pemegang rantai distribusi media massa, siapa yang menciptakan pola konsumsi masyarakat atas media massa dan komoditas lain sebagai efek kerja dari media. Siapa penguasa sumber-sumber media dapat dilihat atara lain dari kepemilikan media massa.
Di Indonesia kepemilikan media massa konvensional dapat dilihat antara lain, Jawa Pos dan Anak cabang daerah Jawa pos dimiliki Dahlan Iskan, Kompas dan Surya dimiliki oleh Yakob Oetama, Sindo dimiliki oleh kelompok MNC Group, dan masih banyak lagi kelompok usaha kepemilikan media di Indonesia. Dari contohcontoh diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pemilik media bukan berlatar belakang dari pendidikan media melainkan pengusaha-pengusaha besar. Dari kenyataan tersebut dapat dilihat bahwa penguasa media adalah penguasa ideologi yang membentuk persepsi masyarakat untuk mendapatkan profit atau keuntunngan. Penciptaan pola konsumsi masyarakat secara tidak langsung dipengaruhi oleh media. Melalui iklan-iklan yang ditayangkan di media massa, perlahan pola konsumsi masyarakat terbentuk di dalam dirinya, pengaruh iklan praktis membuat pihak produksi untuk terus meningkatkan belanja iklannya di media massa. Dalam hal inilah tercipta pola ekonomi yang memberikan keuntungan bagi pengusaha media. Pendekatan ekonomi politik terjadi karena adanya hubungan yang kompleks. Hal yang terpenting adalah penciptaan produksi hingga penerimaan berita (dan konteks sekelilingnya) dikemas se-perfect mungkin.
5. Teori Konstruksi Sosial Berger dan Luckman (1994) menyatakan bahwa masyarakat secara empirik berproses melalui tiga langkah yaitu eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi. Eksternalisasi adalah suatu pencurahan kedirian manusia secara terus menerus kedalam dunia sekelilingnya baik dalam aktivitas fisik maupun mentalnya. Manusia tidak bisa menutup diri tinggal diam melainkan bergerak keluar untuk mengekspresikan dirinya. Objektivasi adalah suatu realitas baik material maupun non material, yang bisa berhadapan dengan para produsennya semula, dalam suatu bentuk
kefaktaan (faktisitas) yang eksternal “yang berada diluar sana”, sekaligus bisa merupakan sesuatu yang lain terhadap dan dari produsennya itu sendiri. Menurut McQuail cabang dari teori Marxis, diantaranya political-economic media theory dan hegemonic theory. a. Political-Economic Media Theory (teori media ekonomi politik) Ini merupakan teori yang dekat dengan Marxisme klasik dimana teori itu menyalahkan struktur kepemilikan dalam masyarakat terhadap penyakit sosial. Dalam aliran pemikiran ini, isi media adalah suatu komoditas yang dijual dipasar, dan informasi yang disebarluaskan diawasi oleh pasar. b. Hegemonic Theory (teori hagemonik) Hegemoni adalah dominasi dari suatu ideologi palsu atau cara berfikir terhadap cara-cara pemahaman lain. Ideologi tidak disebabkan oleh sistem ekonomi itu sendiri dan secara mendalam ditanamkan pada semua aktivitas masyarakat. Dengan demikian ideologi tidak dipaksa oleh suatu kelompok terhadap kelompok lain, melainkan merembes dan tak disadari. Ideologi dominan mengabadikan kepentingan-kepentingan kelas tertentu terhadap lainnya, dan dengan jelas media mengambil peran utama dalam proses ini (Winarso, 2005 : 67).
6. Analisis Framing Berita bukan refleksi dari realitas. Ia hanyalah konstruksi dari realitas. Dalam pandangan positivis, berita adalah informasi. Ia dihadirkan kepada khalayak sebagai representasi dari kenyataan. Kenyataan itu ditulis kembali dan ditransformasikan lewat berita. Tetapi dalam pandangan konstruksionis, berita itu ibaratnya seperti
sebuah drama. Ia bukan menggambarkan realitas, tetapi potret dari arena pertarungan antara berbagai pihak yang berkaitan dengan peristiwa (Eriyanto, 2002:24). Gans (1979) berpendapat, bahwa isi berita tidak hanya nilai-nilai melainkan juga ideologi, bahkan jika hal itu berisi ide-ide yang hanya sebagian dipertimbangkan. Ia menyebut “kumpulan nilai-nilai ini dan pertimbangan realitas (reality judgements) yang berkaitan dengan para-ideologi, khususnya untuk membedakan hal tersebut dari seperangkat nilai cermat, terpadu, dan lebih bersifat doktriner yang biasanya didefinisikan sebagai ideologi : itulah ideologi” (Winarso, 2005:153). Berita dalam pandangan Fishman, bukanlah refleksi atau distorsi dari realitas yang seakan berada diluar sana. Titik perhatian tentu saja bukan apakah berita merefleksikan realitas. Atau apakah berta distorsi atas realitas. Apakah berita sesuai dengan kenyataan ataukah bias terhadap kenyataan yang digambarkannya. Menurutnya ada dua kecenderungan studi bagaimana proses produksi berita dilihat. Pandangan pertama sering disebut sebagai pandanagan seleksi berita (selectivity of news). Dalam bentuknya yang umum pandangan ini sering kali melahirkan teori seperti gate keeper. Intinya, proses produksi berita adalah proses seleksi. Pendekatan kedua adalah pendekatan pembentukan berita (creation of news). Dam perspektif ini, peristiwa itu bukan diseleksi, melainkan sebaliknya dibentuk. Wartawan lah yang membentuk peristiwa : mana yang disebut berita dan mana yang tidak. Peristiwa dan realitas bukanlah diseleksi, malainkan dikreasi oleh wartawan (Eriyanto, 2002:100). Dalam mengkonstruksi suatu realitas, wartawan juga cenderung menyertakan pengalaman serta pengetahuannya yang sudah mengkristal menjadi skemata interpretasi (schemata of interpretation). Dengan skema ini pula wartawan cenderung menbatasi atau menyeleksi sumber berita, menafsirkan komentar-komentar sumber
berita, serta memberi porsi yang berbeda terhadap tafsir atau perspektif yang muncul dalam wacana media. Pada dasarnya pekerjaan media massa dalam konsep ini adalah mengkonstruksikan realitas (Sobur, 2002:166). 7. Model Framing Pan dan Kosicki Zongdang Pan dan Gerald M. Kosicki (1993) melalui tulisan mereka “Framing Analysis: An Approach to News Discourse” mengoperasionalisasikan empat dimensi structural teks berita sebagai perangkat framing. Yakni sintaksis, skrip, tematik, dan retoris. Model ini berasumsi bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsisebagai tempat organisasi ide. Frame merupakan suatu ide yang dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks berita (kutipan sumber, latar informasi, pemakaian kata atau kalimat tertentu ) kedalam teks secara keseluruhan (Sobur, 2006:175 ). Framing didefinisikan sebagai proses membuat suatu pesan lebih menonjol, menempatkan informasi lebih daripada yang lain sehingga khalayak lebih tertuju pada pesan tersebut. Menurut Pan dan Kosicki, ada dua konsepsi dari framing yang saling berkaitan. Pertama, dalam konsepsi psikologi framing lebih menekanan pada bagaimana seseorang memproses informasi dalam dirinya. Kedua, konsepsi sosiologis. Kalau pandangan psikologis lebih menekankan pada proses internal seseorang, bagaimana individu secara kognitif menafsirkan suatu peristiwa dalam cara pandang tertentu, maka pandangan sosiologis lebih melihat pada bagaimana konstruksi social atas realitas. Frame disini dipahami sebagai proses bagaimana seseorang mengklasifikasikan, mengorganisasikan, dan menafsirkan pengalaman sosialnya untuk mengerti dirinya dan realitas di luar dirinya (Eriyanto, 2009:253).
Sobur (2006) menuliskan bahwa dalam pendekatan ini perangkat framing dibagi menjadi empat struktur besar. Pertama, struktur Sintaksis. Kedua, struktur skrip. Ketiga, struktur tematik, dan yang keempat adalah struktur retoris. Berikut adalah tebel kerangka framing Pan dan Kosicki. Tabel 1 KERANGKA FRAMING PAN DAN KOSICKI PERANGKAT UNIT YANG STRUKTUR FRAMING DIAMATI Headline, lead, latar Sintaksis: informasi, kutipan, Cara wartawan 1. skema berita sumber, pernyataan, menyusun fakta penutup Skrip : Cara wartawan 2. kelengkapan berita 5W + 1H mengisahkan fakta 1. Detail 2. Maksud kalimat, hubungan Tematik : 3. Nominalisasi Cara wartawan Paragraf, proposisi antarkalimat menulis fakta 4. koherensi 5. bentuk kalimat 6. kata ganti 7. leksikon Kata, idiom, Retoris : 8. Grafis gambar/foto, grafik Cara wartawan 9. metafor menekankan fakta 10. Pengandaian (Sobur, 2006 : 176)
a.
Sintaksis Sintaksis adalah susunan kata atau frase dalam kalimat. Dalam wacana berita, sintaksis menunjuk pada pengertian susunan dari bagian berita (headline, lead, latar informasi, sumber, penutup) dalam satu kesatuan teks berita secara keseluruhan (Eriyanto, 2009:257). Struktur sintaksis bisa diamati dari bagan berita. Sintaksis berhubungan dengan bagaimana wartawan menyusun peristiwa pernyataan, opini, kutipan,
pengamatan atas peristiwa kedalam bentuk susunan kisah berita (Sobur, 2006:175).
b. Skrip Struktur skrip melihat bagaimana strategi bercerita atau bertutur yang dipakai wartawan dalam mengemas peristiwa. Laporan berita sering disusun sebagai suatu cerita. Hal ini karena dua hal. Pertama, banyak laporan berita yang berusaha menunjukkan hubungan, peristiwa yang ditulis merupakan kelanjutan dari peristiwa
sebelumnya.
Kedua,
berita
umumnya
mempunyai
orientasi
menghubungkan teks yang ditulis dengan lingkungan komunal pembaca. Bentuk umum dari struktur skrip ini adalah 5W + 1H (who, what, when, where, why dan how). Meskipun pola ini tidak selalu dapat dijumpai dalam setiap berita yang ditampilkan, kategori informasi ini yang diharapkan diambil oleh wartawan untuk dilaporkan. Unsur kelengkapan berita ini dapat menjadi penanda framing yang penting (Eriyanto, 2009:260).
c. Tematik Struktur tematik berhubungan dengan cara wartawan mengungkapkan pandangannya atas peristiwa kedalam proposisi, kalimat, atau hubungan antar kalimat yang membentuk teks secara keseluruhan. Struktur ini akan melihat bagaimana pemahaman itu diwujudkan kedalam bentuk yang lebih kecil (Sobur, 2006:176). Dalam menulis berita wartawan mempunyai tema tertentu atau suatu peristiwa. Ada beberapa elemen yang dapat diamati dari perangkat tematik ini. Diantaranya adalah koherensi: pertalian atau jalinan antar kata, proposisi atau
kalimat. Dua buah kalimat atau proposisi yang menggambarkan fakta yang berbeda dapat dihubungkan dengan menggunakan koherensi. Sehingga fakta yang tidak berhubungan sekalipun dapat menjadi berhubungan ketika seseorang menghubungkannya (Eriyanto, 2002:263). d. Retoris Struktur retoris dari wacana berita menggambarkan pilihan gaya atau kata yang dipilih oleh wartawan untuk menekankan arti yang ingin ditonjolkan oleh wartawan. Wartawan menggunakan perangkat retoris untuk membuat citra, meningkatkan kemenonjolan pada sisi tertentu dan meningkatkan gambaran yang diinginkan dari suatu berita. Struktur retoris dari wacana berita juga menunjukkan kecenderungan bahwa apa yang disampaikan tersebut adalah suatu kebenaran (Eriyanto, 2002:264).
F. DEFINISI KONSEPTUAL 1. AREMA Arema merupakan sebuah Tim sepakbola dari kota Malang yang didirikan pada tahun 1987 oleh Purnawirawan Acub Zainal yang pada waktu itu menjabat sebagai Gubernur Papua. Tim berlogo Singa ini mulai tahun 1987 hingga sekarang menggantungkan seluruh biaya kompetisi dari dana sponsor dan hasil tiket supporter serta merchandise. Karena Arema bukan milik pemerintah, dan Sebagai klub professional pertama di
Indonesia, Arema sering kali dijadikan contoh oleh banyak klub baik klub dari super league maupun divisi-divisi dibawahnya. Meskipun dijadikan panutan oleh klub-klub bola Indonesia ,arema masih saja diterpa masalah internal baik financial maupun kisruh pembayaran gaji pemain. Dan yang paling hangat diberitakan saat ini adalah masalah dualisme kepemilikan. 2. MEDIA MASSA Media massa atau Pers adalah suatu istilah yang mulai dipergunakan pada tahun 1920-an untuk mengistilahkan jenis media yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas. Dalam pembicaraan sehari-hari, istilah ini sering disingkat menjadi media. G. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini peneliti menggunakan Analisis Framing untuk mengetahui bagaimana realitas dikonstruksi oleh media. Analisis framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai analisis untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok, atau apa saja) dibingkai oleh media. Disini realitas sosial dimaknai dan dikonstruksi dengan makna tertentu. (Eriyanto, 2002 : 3). 1. Jenis Penelitian Adapun jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dimana data yang terkumpul berbentuk kata-kata, gambar-bambar, dan kalaupun ada angka-angka, sifatnya hanya sebagai penunjang data penelitian. (Chairun Nasirin, 2009 : 14). 2. Obyek Penelitian Obyek penelitian ini adalah pemberitaan tentang Pemberitaan Kisruh Manajemen Organisasi Dan Pemain Klub sepak Bola AREMA Pada Surat Kabar Harian Surya dan Sportivo Radar Malang Edisi Bulan Juli 2011. Tabel I
Objek Penelitian
No
Edisi
Pemberitaan Surya
Pemberitaan Radar malang
1
13 Juli 2011
Sam Ikul Berang
Yayasan Kisruh
2
15 juli 2011
Cari Ketua Yayasan
Sinyal konflik mereda
3
18 juli 2011
Bingung Dana
Rendra berhak diyayasan arema
4
19 juli 2011
Yayasan Makin Kisruh
dua jendral pimpin arema
5
20 juli 2011
Kubu Rendra Meradang
sebulan susunan pengurus
6
25 Juli 2011
Pengurus Belum Jelas
Dua jendral tunggu konflik reda -
7
26 juli 2011
Abriadi didepak
-
8
28 juli 2011
9
29 juli 2011
Rendra Legal
Rendra Legal
10
30 juli 2011
Desak Rendra terbuka
-
Ajak damai Rendra-M.Nur
3. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan: a. Data Primer dengan cara mendokumentasikan berita-berita terkait kisruh manajemen organisasi dan pemain klub sepak bola Arema dalam edisi bulan juli 2011 pada surat kabar harian Surya dan Sportivo Radar. b. Data Sekunder diperoleh dari kepustakaan yang ada baik dari buku, data pendukung dari internet seperti artikel maupun lainnya. 4. Teknik Analisa Data Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan model analisis Framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Analisis ini menjadi pilihan peneliti karena merupakan analisis terlengkap elemenya dalam membedah suatu berita. Data-data yang dikumpulkan dalam penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan elemen sintaksis (cara wartawan menyusun fakta), Skrip (cara wartawan mengisahkn berita), tematik (cara wartawan menulis fakta), dan retoris (cara wartawan menekankan fakta).