BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) merupakan satu-satunya makanan tunggal paling sempurna bagi bayi hingga berusia 6 bulan. ASI cukup mengandung seluruh zat gizi yang dibutuhkan bayi. Selain itu, secara alamiah ASI dibekali enzim pencerna susu sehingga organ pencernaan bayi mudah mencerna dan menyerap gizi ASI. Kandungan zat gizi ASI yang sempurna membuat bayi tidak akan mengalami kekurangan gizi. Tentu, makanan ibu harus bergizi guna mempertahankan kuantitas dan kualitas ASI (Arif, N, 2009, hal. 25). ASI mempunyai keunggulan yang tidak tergantikan oleh makanan dan minuman apapun. ASI mengandung zat kekebalan yang dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit. ASI mengandung semua zat gizi yang paling tepat dan lengkap dengan komposisi yang sesuai dengan kebutuhan bayi. Pemberian ASI secara eksklusif sebelum 6 bulan juga sangat banyak manfaatnya. Penelitian ilmiah menunjukkan bahwa anakanak yang semasa bayi mendapatkan ASI eksklusif umumnya lebih cerdas dan memiliki daya tahan tubuh yang lebih kuat. Pemberian ASI eksklusif sangat mendukung terbentuknya sumber daya manusia yang berkualitas (Prabantini, 2010, hal 2). Di Brazil Selatan bayi-bayi yang tidak diberi ASI mempunyai kemungkinan meninggal karena mencret 14,2 kali lebih banyak daripada bayi ASI ekskusif. Menurut WHO, setiap tahun terdapat 1-1 ½ juta bayi didunia meninggal karena tidak diberi ASI eksklusif (Roesli, 2000). The
World
Alliance
for
Breasifeding
Action
(WABA)
tahun
2007,
memperkirakan 1 juta bayi dapat diselamatkan setiap tahunnya bila diberikan ASI pada 1 jam pertama kelahiran, kemudian dilanjutkan ASI eksklusif sampai dengan 6 bulan. Berdasarkan SDKI (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia) tahun 2007, hanya 32% bayi di bawah 6 bulan yang mendapatkan ASI eksklusif menurun sebanyak 6 point. Rata-rata bayi Indonesia hanya disusui selama 2 bulan pertama, ini terlihat dari penurunan persentase SDKI 2003 yang sebanyak 64% menjadi 48% pada SDKI 2007. Sebaliknya, sebanyak 65% bayi baru lahir mendapatkan makanan selain ASI selama 3 hari pertama (Roesli, ¶ 1, 2010). Seiring dengan penelitian yang terus berkembang, WHO ( Organisasi Kesehatan Dunia) dan IDAI ( Ikatan Dokter Anak Indonesia) mengeluarkan kode etik yang mengatur agar bayi wajib diberi ASI eksklusif (ASI saja tanpa tambahan apapun, bahkan air putih) sampai umur minimum 6 bulan. Pemerintah Indonesia juga memgeluarkan keputusan baru Menkes sebagai penerapan kode etik WHO. Keputusan tersebut mencatumkan soal pemberian ASI eksklusif (Permenkes no 450/Menkes/SK/2004). Pemerintah mengatur pula makanan pendamping Asi dalam peraturan no 237/1997 perlu ditegaskan bahwa MPASI bukanlah makanan pengganti Asi (Prabantini, 2010, hal. 3-5). Peran serta suami dalam masa kehamilan meningkatkan kesiapan ibu hamil dalam menghadapi proses persalinan, bahkan juga memicu produksi ASI. Keterlibatan suami sejak awal masa kehamilan, mempermudah dan meringankan pasangan dalam menjalani dan mengatasi berbagai perubahan yang terjadi pada tubuhnya. Keikutsertaan suami secara aktif dalam masa kehamilan membantu keberhasilan istri dalam mencukupi kebutuhan ASI untuk si bayi. Hal ini sangat ditentukan oleh seberapa besar peran dan keterlibatan suami dalam masa-masa kehamilannya (Roesli, ¶ 2, 2008). Keberhasilan dalam proses menyusui juga ditentukan oleh peran ayah, peran
ayah sama pentingnya dengan peran ibu. Peran ayah adalah menciptakan situasi yang memungkinkan pemberian ASI berjalan lancar. Selain memberikan makanan yang baik untuk si ibu, ayah dapat mengambil peran sebagai penghubung dalam menyusui dengan membawa bayi pada ibunya. Dengan begitu, bayi tau ayahnya menjadi jembatan bayinya dalam memperoleh makanan. Peran ayah yang lain adalah membantu kelancaran tugastugas ibu, misalnya dalam hal mengganti popok, memberi dukungan ibu saat menyusui dengan memijatnya, dan lain-lain. Jika ibu menyusui, ayah harus memberikan sandang dan pangan. Sekitar 50% keberhasilan menyusui ditentukan oleh ayahnya (Yuliarti, 2010, hal. 27). Dari sebuah survei yang dilakukan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pada tahun 1995 terhadap ibu-ibu se-jabotabek, diperoleh data bahwa alasan pertama berhenti memberikan ASI pada anaknya adalah takut ditinggal suami. Ini semua karena mitos yang salah yaitu menyusui akan mengubah bentuk payudara menjadi jelek (Roesli, 2000). Keberhasilan memberikan ASI eksklusif selain bergantung pada ibu juga sangat bergantung pada suami. Dari pengalaman selama 15 tahun menggeluti masalah ASI dapat dipastikan bahwa ayah merupakan bagian yang vital dalam keberhasilan atau kegagalan menyusui. Masih banyak ayah yang berpendapat salah, para ayah ini berpendapat bahwa menyusui adalah urusan ibu dan bayinya. Mereka menganggap cukup menjadi pengamat yang pasif saja sebenarnya ayah mempunyai peran yang sangat menentukan dalam keberhasilan menyusui karena ayah akan turut menentukan dalam kelancaran refleks pengeluaran ASI (Roesli, 2000). Berdasarkan fenomena tersebut, dimana ibu - ibu yang menyusui bayinya memerlukan dukungan terutama dukungan dari suami, karena dengan dukungan suami
mempengaruhi pemberian ASI dan ibu merasa tidak sendiri dalam menyusui bayinya. Serta berdasarkan informasi yang diperoleh dari Kepala Kelurahan Simalingkar B Kecamatan Medan Tuntungan belum pernah dilakukan penelitian tentang dukungan suami kepada istri dalam pemberian ASI 0-1 Tahun dan ditemui ibu-ibu yang sedang menyusui bayinya sebanyak 61 orang sehingga peneliti tertarik melakukan penelitian tentang dukungan suami kepada istri dalam pemberian ASI 0-1 tahun di Kelurahan Simalingkar B, Kecamatan Medan Tuntungan.
B. Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana dukungan suami kepada istri dalam pemberian ASI 0-1 tahun di Kelurahan Simalingkar B Kecamatan Medan Tuntungan.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui dukungan suami kepada istri dalam pemberian ASI 0 – 1 tahun. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui karakteristik data demografi responden b. Untuk mengidentifikasi dukungan suami kepada istri dalam pemberian ASI 0-1 tahun berdasarkan dukungan instrumental, informasional, emosional, pada harga diri dan kelompok sosial.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Instansi Pendidikan Dapat digunakan sebagai referensi untuk proses pembelajaran di pendidikan kesehatan khususnya tentang dukungan suami dalam pemberian ASI. 2. Bagi petugas kesehatan Hasil penelitian ini sebagai masukan untuk petugas kesehatan khususnya bidan dapat memberikan informasi bagi masyarakat tentang perlunya dukungan suami kepada istri dalam pemberian ASI 3. Peneliti selanjutnya Sebagai masukan dan tambahan informasi bagi peneliti berikutnya yang melakukan penelitian dalam ruang lingkup yang sama.