BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karies gigi merupakan salah satu penyakit yang paling sering dialami oleh masyarakat Indonesia. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia menyebutkan bahwa prevalensi karies gigi di Indonesia berkisar antara 85%-99%. Menurut Nurhidayat dkk. (2012) prevalensi karies gigi tersebut cenderung meningkat. Karies gigi penting untuk segera diatasi melihat pada prevalensinya yang tinggi. Karies gigi adalah penyakit pada jaringan keras gigi yang disebabkan karena paparan mikroba ke dalam rongga mulut. Paparan mikroba menyebabkan demineralisasi lokal senyawa inorganik dan kerusakan pada senyawa organik pada gigi. Terdapat empat faktor yang mempengaruhi etiologi karies yaitu mikroorganisme (agen), gigi (inang), substrat (faktor lingkungan), dan waktu (Chandra dkk., 2007). Mikroorganisme yang berperan adalah bakteri asidogenik. Bakteri asidogenik akan menghasilkan asam yang berperan penting dalam demineralisasi enamel dan dentin. Bakteri asidogenik tersebut dapat ditemukan di dalam plak gigi (Cheng dkk., 2012). Plak gigi merupakan biofilm kompleks yang terbentuk pada permukaan gigi yang dilapisi oleh saliva (Okahashi dkk., 2011). Plak gigi merupakan etiologi utama terbentuknya karies gigi (Raner dkk., 2014). Plak gigi diketahui pula sebagai penyebab terjadinya penyakit periodontal dan perubahan pada restorasi gigi (Yamaguchi dkk., 2006). Perkembangan plak bergantung pada adhesi bakteri
1
pada komponen saliva yang melekat pada permukaan gigi. Proses tersebut didominasi oleh genus Streptococci. Streptococcus sanguinis (S. sanguinis) sebagai pembentuk koloni primer pada rongga mulut telah menunjukkan peran penting dalam pembentukan plak (Okahashi dkk., 2011). Streptococcus sanguinis adalah anggota dari grup viridans streptococci. Streptococcus sanguinis disebut pionir pembentukan plak gigi karena merupakan bakteri pertama yang membentuk koloni pada permukaan gigi (Yamaguchi dkk., 2006). Pembentukan plak gigi bergantung pada kemampuan adhesi bakteri pada komponen saliva yang melapisi permukaan gigi (Okahashi dkk., 2011). Adhesi Streptococcus sanguinis pada permukaan gigi terjadi karena adanya komponen hidrofobik pada permukaan dinding sel bakteri (Razak dkk., 2006). Streptococcus sanguinis menghasilkan enzim glucosyltransferase (Sigman, 1992). Adhesi antara bakteri dan permukaan gigi dapat terjadi melalui metabolisme sukrosa oleh glucosyltransferase yang menghasilkan glukan tidak larut air. Glukan akan meningkatkan agregasi bakteri dan akumulasi asam yang akan memicu terjadinya karies (Nostro dkk., 2004). Protein perlekatan turut berperan serta dalam adhesi S. sanguinis. Protein perlekatan yang terdapat pada S. sanguinis berupa pili yaitu Pili A, Pili B, dan Pili C. Pili tersebut melekat pada permukaan gigi dengan membentuk ikatan pada alpha-amylase saliva (Barocchi dan Telford, 2014). Plak terbentuk karena adanya kolonisasi bakteri pada permukaan gigi. Bakteri pionir akan menyediakan reseptor untuk perlekatan dengan bakteri-bakteri lainnya. Gangguan adhesi S. sanguinis pada permukaan gigi akan mengakibatkan terganggunya proses pembentukan plak gigi. Hilangnya kemampuan adhesi
2
bakteri pionir secara tidak langsung juga menggagalkan kolonisasi sekunder oleh bakteri-bakteri lainnya sehingga pembentukan plak menjadi terhambat (Razak dan Rahim, 2003). Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya hayati yang sering digunakan untuk pengobatan tradisional. Daun salam (Syzygium polyanthum [Wight] Walp.) yang dikenal sebagai bahan masakan, dalam perkembangannya juga digunakan sebagai bahan pengobatan tradisional (Winarto, 2003). Daun salam mengandung senyawa kimia antara lain minyak atsiri (0,17%), sitral, eugenol, tanin, flavonoid, dan metil kavikol. Ekstrak etanol daun salam berfungsi sebagai anti jamur dan anti bakteri (Kurniawati, 2010). Minyak atsiri dapat menghambat bakteri dengan sifat hidrofobisitasnya. Minyak atsiri dapat mengganggu lapisan ganda lipid sehingga menjadi lebih permeabel kemudian akan menimbulkan keluarnya isi sel bakteri ke lingkungan luar. Selain itu, penghambatan bakteri juga dilakukan melalui mekanisme penghambatan aktivasi enzim bakteri (Inna dkk., 2010). Pengolahan tanaman sebagai obat pada umumnya dengan metode ekstrak. Metode ekstrak perlu menggunakan metode yang cukup rumit dan alat-alat yang tidak dimiliki oleh masyarakat umum. Dalam penelitian ini, bahan yang diuji adalah rebusan daun salam. Perebusan jauh lebih mudah untuk dilakukan oleh masyarakat umum karena dapat menggunakan peralatan rumah tangga yang terdapat di rumah. Oleh karena itu, penelitian ini penting dilakukan agar masyarakat lebih mudah menjangkau dan memanfaatkan tanaman tradisional, khususnya daun salam.
3
B. Perumusan Masalah Berdasarkan
latar
belakang
masalah
di
atas
dapat
dirumuskan
permasalahan yaitu: 1. Bagaimana efek rebusan daun salam (Syzygium polyanthum [Wight] Walp.) terhadap kemampuan adhesi Streptococcus sanguinis in vitro? 2. Bagaimana perbandingan efektifitas rebusan daun salam konsentrasi 12,5%; 25%, dan 50% dalam menghambat adhesi S. sanguinis?
C. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai kemampuan anti bakteri daun salam pernah dilakukan oleh beberapa peneliti. Kurniawati (2010) meneliti kemampuan ekstrak etanol daun salam (Syzygium polyanthum [Wight] Walp.) sebagai anti jamur dan anti bakteri. Hasilnya adalah terjadi penurunan jumlah jamur dan bakteri setelah pemberian ekstrak etanol daun salam. Kusuma dkk. (2011) telah menguji aktivitas biologis ekstrak daun salam sebagai anti bakteri. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa ekstrak daun salam memiliki kandungan flavonoid yang berperan sebagai anti bakteri. Penelitian oleh Sumono dan Wulan (2009) telah membuktikan bahwa bahwa terjadi penurunan jumlah koloni Streptococcus sp. oleh pemberian air rebusan daun salam konsentrasi 50%, 75%, dan 100%. Sejauh peneliti ketahui, penelitian mengenai efek rebusan daun salam (Syzygium polyanthum [Wight] Walp.) terhadap kemampuan adhesi S. sanguinis belum pernah dilaporkan.
4
D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek konsentrasi rebusan daun salam (Syzygium polyanthum [Wight] Walp.) terhadap kemampuan adhesi Streptococcus sanguinis in vitro.
E. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan akan didapat dari penelitian ini antara lain: 1. Mengidentifikasi peran rebusan daun salam pada mekanisme adhesi bakteri S. sanguinis. 2. Mengidentifikasi potensi rebusan daun salam untuk dapat dikembangkan sebagai bahan herbal anti plak gigi terkait dengan kemampuannya dalam menghambat
perlekatan
bakteri
S.
sanguinis
sebagai
inisiator
pembentukan plak gigi. 3. Sebagai referensi informasi untuk melakukan penelitian serta eksplorasi lebih terhadap pemanfaatan kandungan daun salam sebagai obat berbahan alami. 4. Sebagai referensi bahan herbal alternatif untuk pencegahan penyakit gigi yang sediaannya dapat secara mudah diproduksi oleh masyarakat awam sehingga lebih aplikatif.
5