BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka cakupan Air Susu Ibu (ASI) eksklusif di Indonesia masih tergolong rendah. Berdasarkan Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 hanya 27% bayi umur 4-5 bulan mendapat ASI eksklusif (BPS, 2012). Angka cakupan ASI eksklusif sedikit mengalami kenaikan menjadi 30,2% pada tahun 2013, namun angka tersebut masih jauh dari target nasional sebesar 80% (Banglitbangkes, 2013). Kebijakan terkait pemberian ASI eksklusif di Indonesia telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 450/Menkes/SK/IV/2004 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012. Kebijakan tersebut mengatur berbagai hal terkait pemberian ASI secara eksklusif termasuk upaya strategis peningkatan cakupan ASI eksklusif melalui penerapan 10 Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui (LMKM) di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan. Program 10 LMKM telah dicanangkan oleh World Health Organization (WHO) sejak 1989 dan telah direkomendasikan oleh United Nations Children’s Fund (UNICEF) sebagai gold standard yang efektif meningkatkan pemberian ASI eksklusif. Oleh karena itu rendahnya cakupan ASI eksklusif di Indonesia dapat ditingkatkan dengan penerapan 10 LMKM di seluruh fasilitas kesehatan secara optimal. Keseluruhan langkah dalam 10 LMKM masih belum sepenuhnya dapat dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia. Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 03 1
2 Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 03 Tahun 2010 telah mengatur tentang penerapan 10 LMKM di rumah sakit bersalin atau sarana pelayanan kesehatan lainnya namun masih dijumpai beberapa langkah belum terlaksana dengan baik. Penelitian yang dilakukan oleh Krisnamukti (2013) menunjukkan bahwa masih dijumpai adanya pemberian susu formula, kurangnya pemberian edukasi terkait manfaat dan teknik menyusui yang benar, dan belum dibentuknya Kelompok Pendukung Ibu (KP ibu). Christy (2012) menambahkan bahwa pelaksanaan 10 LMKM belum optimal dikarenakan adanya hambatan dalam penyusunan kebijakan terkait menyusui, kurangnya pemberian informasi pada ibu, kendala dalam Inisiasi Menyusu Dini (IMD), dan belum efektifnya pelaksanaan KP ibu. Pembentukan KP ibu menjadi langkah yang membutuhkan persiapan lebih dibandingkan dengan sembilan langkah lainnya karena penyelenggaraannya di masyarakat yang membutuhkan sumber daya manusia terlatih, fasilitas pendukung, biaya operasional, dan dukungan masyarakat setempat serta pembinaan tenaga kesehatan secara berkala. Walaupun penyelenggaraan KP ibu sedikit rumit, keefektifan KP ibu dalam meningkatkan pemberian ASI eksklusif telah terbukti dalam Cochrane review melalui percobaan ilmiah yang dilakukan di 14 negara dengan melibatkan 29.385 pasang ibu-anak (Britton, dkk, 2007). Keberhasilan KP ibu dalam meningkatkan pemberian ASI eksklusif di beberapa negara menginisiasi Mercy Corps membentuk KP ibu di Indonesia. Menurut Kenzo (2009) Awal pembentukan KP ibu dilakukan di wilayah Jakarta Utara pada tahun 2009 melalui program Healthy Start yang didanai oleh United
3 States Agency for International Development (USAID). Program ini juga dilaksanakan di Kecamatan Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta guna meningkatkan pemberian ASI eksklusif di wilayah tersebut yang mulai mengalami pergeseran pola pemberian ASI ke susu formula paska bencana gempa. Lakhsmi (2012) mengungkapkan pelaksanaan KP ibu di Kabupaten Bantul menunjukkan hasil yang memuaskan dimana terjadi peningkatan pemberian ASI eksklusif secara signifikan. Kesuksesan KP ibu di Kabupaten Bantul selanjutnya direplikasi di empat kecamatan yang mengalami dampak langsung erupsi Merapi di Kabupaten Sleman yakni Pakem, Turi, Cangkringan, dan Ngemplak 1. Angka cakupan ASI eksklusif di empat wilayah tersebut juga mengalami peningkatan semenjak adanya KP ibu pada tahun 2011. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman pada tahun 2014, angka cakupan ASI eksklusif di Kecamatan Pakem sebesar 82,69%, Turi sebesar 80,89%, Cangkringan sebesar 72,13%, dan Ngemplak 1 sebesar 78,28%. Meningkatnya pemberian ASI eksklusif di beberapa daerah yang telah dibentuk KP ibu menunjukkan bahwa KP ibu dapat menjadi upaya yang efektif untuk meningkatkan cakupan ASI eksklusif di Indonesia. Pelaksanaan KP ibu di Kecamatan Pakem berhasil mencapai target nasional dan menjadi capaian tertinggi di antara Kecamatan Turi, Cangkringan, dan Ngemplak 1. Berdasarkan data Puskesmas Pakem, terjadi peningkatan angka cakupan ASI eksklusif semenjak dibentuk KP ibu. Angka cakupan ASI eksklusif pada tahun 2010 sebelum dibentuk KP ibu hanya sebesar 19,5%. Angka ini mengalami peningkatan setelah dibentuk KP ibu menjadi sebesar 65,48% pada
4 tahun 2011, tahun 2012 sebesar 76,4% dan pada tahun 2014 berhasil mencapai 82,69%. Keberhasilan KP ibu dalam meningkatkan pemberian ASI eksklusif sepatutnya dipertahankan namun hasil studi pendahuluan di lapangan justru menunjukkan banyak KP ibu yang tidak berjalan dan tidak aktif. Berdasarkan data Puskesmas Pakem tahun 2012, hanya 13 KP ibu yang aktif dari 22 KP ibu yang telah dibentuk di wilayah Kecamatan Pakem. Hasil survei peneliti di dua desa di Kecamatan Pakem pada bulan Maret 2015 menunjukkan hanya satu dari 10 KP ibu yang masih aktif mengadakan kegiatan rutin. Banyaknya KP ibu yang tidak aktif di Kecamatan Pakem saat ini menunjukkan adanya permasalahan yang menyebabkan KP ibu menjadi tidak aktif. Penelitian Nugroho (2011) menunjukkan sulitnya menentukan jadwal, kurangnya kesadaran anggota KP ibu, dan pendanaan menjadi hambatan yang muncul dalam pelaksanaan KP ibu di Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta. Ketidakhadiran peserta juga menjadi hambatan dalam pelaksanaan program kelompok dukungan sebaya (Orima Research, 2013). Kedua penelitian tersebut menunjukkan permasalahan yang dapat menyebabkan KP ibu menjadi tidak aktif dapat bersumber dari faktor peserta. Peserta KP ibu menjadi salah satu unsur penentu keberhasilan pelaksanaan KP ibu (Cornelia, dkk, 2008). Peserta juga mengetahui segala hal yang terjadi dalam pelaksanaan kegiatan KP ibu sehingga pengalaman peserta saat mengikuti kegiatan KP ibu dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk mengetahui permasalahan yang terjadi di KP ibu di Kecamatan Pakem. Akan tetapi belum ada
5 penelitian yang mengkaji bagaimana pelaksanaan kegiatan KP ibu di Kecamatan Pakem berdasarkan pengalaman peserta saat mengikuti kegiatan KP ibu. Pengalaman peserta perlu digali tidak hanya dari peserta KP ibu yang sudah tidak aktif saja namun pengalaman peserta KP ibu yang masih aktif juga perlu digali agar dapat diketahui permasalahan dan kendala yang muncul dalam pelaksanaan kegiatan KP ibu di Kecamatan Pakem. Saryono dan Anggraeni (2011) mengungkapkan penelitian kualitatif dapat digunakan untuk menyelidiki, menemukan, menggambarkan, menjelaskan dan memahami mengenai suatu masalah dari sudut pandang populasi yang terlibat. Jenis penelitian kualitatif fenomenologi lebih tepat digunakan karena dapat mengidentifikasi hakikat pengalaman manusia tentang suatu fenomena (Creswell, 2013). Pengalaman peserta saat mengikuti kegiatan KP ibu dapat digali lebih dalam dengan penelitian kualitatif fenomenologi. Oleh karenanya peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pada peserta KP ibu untuk mengeksplorasi pengalaman keikutsertaannya dalam kegiatan KP ibu sebagai bahan evaluasi pelaksanaan KP ibu untuk meningkatkan pemberian ASI eksklusif di Kecamatan Pakem melalui penelitian fenomenologi.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan permasalahan yang dipaparkan, maka perumusan masalah penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut: “Bagaimana pengalaman keikutsertaan peserta di kegiatan Kelompok Pendukung Ibu?”.
6
C. Tujuan 1. Tujuan Umum Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengeksplorasi
pengalaman
keikutsertaan peserta dalam Kelompok Pendukung Ibu. 2. Tujuan Khusus Penelitian ini bertujuan untuk mengeksporasi pengalaman peserta selama mengikuti kegiatan di pertemuan Kelompok Pendukung Ibu, berdasarkan pengalaman dari peserta KP ibu yang masih aktif dan KP ibu yang sudah tidak aktif. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan
manfaat
dalam
pengembangan ilmu pengetahuan keperawatan dan menambah wawasan mengenai efektivitas program kelompok pendukung ibu sebagai upaya strategis untuk meningkatkan angka cakupan ASI eksklusif khususnya di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. 2. Manfaat Praktis a. Bagi peneliti. Penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan peneliti mengenai pelaksanaan KP ibu berdasarkan pengalaman pesertanya. Penelitian ini juga dapat menjadi referensi bagi peneliti lain yang tertarik untuk melakukan penelitian mengenai program KP ibu.
7
b. Bagi puskesmas dan dinas kesehatan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan bahan evaluasi bagi puskesmas dan dinas kesehatan setempat mengenai gambaran pelaksanaan KP ibu di Kecamatan Pakem. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam upaya perbaikan dan pengembangan program KP ibu kedepannya. c. Bagi konselor dan motivator menyusui. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi kinerja konselor dan motivator KP ibu. Hasil penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan
gambaran
mengenai
pengalaman peserta KP ibu sehingga konselor dan motivator KP ibu dapat mengupayakan strategi-strategi untuk mengatasi permasalahan yang muncul dan mengembangkan model diskusi yang lebih menarik. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan referensi yang ada, penelitian tentang pengalaman peserta kelompok pendukung ibu di Kabupaten Sleman khususnya di wilayah kerja Puskesmas Pakem belum pernah dilakukan. Beberapa penelitian yang hampir sama dengan penelitian ini adalah: 1. Rahayu (2014) tentang “Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan KP-Ibu oleh Motivator KP-Ibu dalam Mendukung Program ASI Eksklusif di Kota Yogyakarta Tahun 2013”. Penelitian tersebut menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain cross sectional dengan subjek penelitian adalah motivator KP ibu. Hasil penelitiannya menunjukkan terdapat satu kelompok dengan kehadiran peserta <80% yang disebabkan oleh motivator yang kurang
8 aktif dan kurang percaya diri, tidak adanya peraga dan buku pedoman yang terbatas, serta pendampingan berkala yang belum dilakukan. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada variabel penelitian yakni KP ibu, pendekatan kualitatif, dan pengambilan data melalui wawancara mendalam, sedangkan perbedaannya terdapat pada subjek penelitian, lokasi penelitian, dan analisis data penelitian. 2. Hidayati dan Nurhidayati (2013) tentang “The Benefit of A Support Group Mothers in Breastfeeding Mothers Aged 6-24 Months in Purwobinangun Pakem Sleman Village in 2012”. Metode penelitian yang digunakan adalah survei dengan pendekatan waktu retrospektif terhadap 35 ibu. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan hasilnya dianalisis univariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat manfaat KP Ibu pada pelaksanaan IMD, pemberian ASI eksklusif, dan pemberian MP-ASI yang baik sesuai standar. Persamaan dengan penelitian sebelumnya terletak pada pembahasan KP Ibu dan lokasi penelitian, sedangkan perbedaannya terletak pada jenis penelitian, teknik pengambilan data, jumlah responden, dan analisis data. 3. Maryani (2012) tentang “Analisis Kinerja Motivator Menyusui dalam Mengelola KP-Ibu sebagai Upaya Peningkatan Pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta”. Penelitian tersebut merupakan penelitian observasional analitik dengan desain cross sectional. Hasil penelitiannya menunjukkan kinerja motivator masih tergolong kurang dengan faktor motivasi yang mendominasi. Persamaan dengan penelitian sebelumnya terletak pada pembahasan mengenai KP ibu, sedangkan
9 perbedaannya terletak pada jenis penelitian, lokasi penelitian, subjek penelitian, variabel penelitian, dan teknik analisis data menggunakan Chi Square dan regresi logistik. 4. Nugroho (2011) tentang “Peranan Kelompok Pendukung Ibu (KP Ibu) dalam Program Peningkatan Capaian ASI Eksklusif (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Peran KP Ibu dalam Program Peningkatan Capaian ASI Eksklusif di Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta”. Penelitian tersebut merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan teknik pengambilan data menggunakan wawancara dan observasi kepada 11 narasumber. Hasil penelitiannya menunjukkan faktor yang melatarbelakangi rendahnya capaian ASI eksklusif di Kelurahan Semanggi antara lain faktor pengetahuan ibu, pekerjaan, budaya masyarakat, promosi susu formula, dan penolong persalinan. Penelitian ini juga menemukan bahwa KP ibu memiliki peran edukasi dan tempat interaksi anggota untuk dapat sharing pengalaman. Keberadaan KP ibu dapat membangun kepercayaan diri, menumbuhkan sikap positif, dan tidak menghakimi pendapat orang lain. Program KP ibu sangat membantu meningkatkan jumlah capaian ASI eksklusif. Persamaan dengan penelitian sebelumnya terletak pada subyek dan jenis penelitian, sedangkan perbedaannya terdapat pada lokasi penelitian dan topik bahasan penelitian.