BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) yang
terakhir
dilaksanakan
pada
tahun
2007,
walaupun
menunjukkan
kecenderungan yang terus menurun (390 kematian/100.000 persalinan pada tahun 1991, menjadi 228 kematian/100.000 persalinan pada tahun 2007), Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih tergolong tinggi. Target dari Millenium Development Goals (MDGs) di Indonesia, pada tahun 2015
angka ini dapat ditekan menjadi 102 kematian/100.000
persalinan. World Health Organisation (WHO) memperkirakan 15 -20% wanita hamil di negara berkembang dan dunia ketiga akan mengalami komplikasi selama kehamilan dan atau persalinan.1 Hipertiroidisme merupakan kelainan endokrin terbanyak dalam kehamilan selain diabetes mellitus.Prevalensinya sekitar 0.05 sampai 0.2%.Penilaian klinisnya mungkin sulit karena banyak gejala dari hipertiroidisme
juga
berhubungan
dengan
kehamilan
normal.
Hipertiroidisme selama kehamilan paling sering disebabkan oleh penyakit Graves.2 Selama awal kehamilan sekresi dari hormon Human Chorionic Gonadotropin (hCG) plasenta mungkin menyebabkan hipertiroidisme subklinis atau nyata. Karena penurunan dari kadar dan bioaktivitas hCG sejalan dengan berjalannya kehamilan, bentuk dari hipertiroidisme ini
biasanya sementara dan terbatas pada 3 – 4 bulan pertama kehamilan. Peningkatankadar hCG terutama nyata pada kehamilan kembar. Jarang hipertiroidisme disebabkan oleh tumor trofoblastik, molahidatidosa, dan koriokarsinoma yang mensekresikan hCG dalam jumlah yang besar.2 Human Chorionic Gonadotropin merupakan heterodimer yang terdiri dari suatu subnit α, umumnya dari hormon glikoprotein (Luteinizing Hormone (LH) / Chorinic Gonadotropin (CG), Folicle Stimulating Hormone (FSH), Thytroid Stimulating Hormone (TSH)), dan suatu subunit β yang homolog dengan β-TSH. Pada kadar yang tinggi, hCG berinteraksi tidak hanya dengan reseptor asalnya, tetapi juga dengan reseptor TSH, suatu reseptor transmembran pasangan protein G dengan homologi yang tinggi dengan reseptor LH/CG.2 Salah satu komplikasi selama kehamilan adalah molahidatidosa yang termasuk
penyakit trofoblas gestasional. Molahidatidosa adalah
suatu kehamilan yang berkembang dengan tidak normal, dimana sebagian atau seluruh vili korialisnya mengalami degenerasi hidropik berupa gelembung, terjadi hipertropi dan hiperplasia sel-sel trofoblas dan villi korionik yang menggembung dan berisi cairan jernih sehingga terlihat seperti susunan buah anggur atau mata ikan. Molahidatidosa merupakan penyakit wanita dalam masa reproduksi antara umur 15 tahun sampai 45 tahun, kejadian molahidatidosa pada setiap negara bervariasi sekitar 0,5 – 8,3 per 1000 kelahiran hidup. Di Indonesia sekitar 10,64 per 1000 kehamilan. Insidensi kehamilan molahidatidosa di Asia Tenggara, Mexico dan Filipina lebih tinggi 8 kali dibandingkan dengan wanita kaukasia di
Amerika Serikat. Insidensi molahidatidosa dengan janin hidup dinyatakan terjadi pada 1/20.000 – 1/100.000 kehamilan.3,4,5 Secara klinis bukti dari hipertiroidisme terdeteksi pada 7% pasien dengan Molahidatidosa Komplit (MHK), tetapi, secara laboratorium lebih sering.6 Hiperfungsi tiroid pada kehamilan molahidatidosa dikaitkan dengan berlebihnya hCG, yang mempunyai aktivitas pemicu tiorid intrinsik dan tirotropin molahidatidosa yang lemah, dimana berbeda dari hCG dengan ukuran molekul yang lebih besar dan aksi dengan durasi yang lebih lama.7 Galton dan rekan (dikutip dari kepustakaan 6) menilai tes fungsi tiroid pada 11 orang pasien dengan kehamilan molahidatidosa sebelum dan sesudah evakuasi. Sebelum evakuasi, semua pasien mengalami peningkatan untuk nilai ambilan I131 tiroid dan tiroksin bebas serum, tes fungsi tiroid kembali normal dengan cepat setelah evakuasi walaupunkadar hCG masih terdeteksi.6 Hipertiroidisme dapat terjadi pada pasien dengan kadar hCG yang sangat tinggi. Beberapa penulis telah mengajukan bahwa hCG adalah pemicu tiroid pada kehamilan molahidatidosa. Kenimer dan rekan (dikutip dari kepustakaan 6) malaporkan bahwa hCG yang dimurnikan mempunyai aktivitas pemicu tiroid intrinsik. Korelasi positif telah dilaporkan pada beberapa penelitian antara kadar hCG serum dan konsentrasi Tiroksin (T4) total serum atau Triiodotironin (T3). Namun, Nagataki dan rekan (dikutip dari kepustakaan 6) menemukan tidak ada hubungan antara kadar hCG serum dan T4 bebas pada 10 pasien dengan kehamilan molahidatidosa. Serupa dengan Amir dan rekan yang menilai tes fungsi
tiroid pada 47 pasien dengan MHK dan mengamati tidak ada korelasi yang bermakna antara kadar hCG serum dan nilai indeks T4 atau T3 bebas. Oleh
karena
itu
identitas
dari
faktor
tirotropik
pada
kehamilan
molahidatidosa masih kontroversial.6 Tinggi nya kadar hCG merangsang kelenjar tiroid dengan menekan pelepasan TSH dari kelenjar hipofisis. Konsentrasi hCG serum diatas 200.000 mIU/mL akan menekan TSH (lebih rendah atau sama dengan 0.2 mIU/mL) pada 67% kasus, dan pada kadar diatas 400.000 mIU/mL meningkatkan penekanan pada 100% kasus. Produksi hCG tropoblastik tidak dihambat (negative feedback) dengan peningkatan kadar hormon tiroid.7 Penelitian oleh Walkington dan rekan (2011) menyatakan bahwa terdapat sekitar 7% (14 dari 196) pasien dengan penyakit tropoblas gestasional mempunyai hipertiroid secara biokimia dan 4 dari pasienpasien ini (2%) dengan hipertiroidisme klinis. Kemudian pada 4 pasien ini diberikan kemoterapi dan fungsi tiroid kembali normal sejalan dengan penurunan kadar hCG.8 Menurut Salavatian dan rekan (1994) terdapat korelasi yang kuat antara kadar β-hCG serum yang tinggi dengan T4 dan indeks T4 bebas total serum (p=0.00 dan 0.002) serta T3 dan indeks T3 bebas total serum (p=0.026 dan 0.024). Namun penelitian tersebut menunjukkan korelasi statistik yang lemah antara kadar β-hCG serum yang tinggi dan TSH serum yang rendah (P=0.044).9
Pasien dengan hipertiroidisme yang tidak diobati atau tidak terkontrol dapat berkembang menjadi badai tiroid pada saat induksi anastesi dan evakuasi.Badai tiroid ditandai dengan hipertermia, delirium, koma, fibrilasi atrial dan kolaps kardiovaskular.Sementara sampel darah diperiksa untuk konfirmasi laboratorium, diagnosis badai tiroid harus dibuat secara klinis, dengan demikian pengobatan dapat diberikan dengan tepat. Pemberian agen penghambat β-adrenergik dapat mencegah atau secara cepat mengembalikan komplikasi kardiovaskular dan metabolik dari badai tiroid.6 Badai tiroid terjadi pada 2% sampai 4% wanita hamil dengan hipertiroidisme.10 Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis ingin melakukan penelitian untuk mengetahui tentang korelasi kadar β-hCG serum terhadap kadar TSH, T3 dan T4 pada pasien-pasien molahidatidosa di RSUP. H. Adam Malik dan RSUD dr.Pirngadi Medan.
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka masalah yang akan diteliti adalah apakah terdapat korelasi antara kadar β-hCG serum dengan kadar TSH, T3 dan T4 pada molahidatidosa?
1.3 Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian ini adalah kadarβ-hCG serum mempunyai korelasi terhadap kadar TSH, T3 dan T4 pada molahidatidosa
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisa korelasi kadarβ-hCG serum terhadap kadar TSH, T3 dan T4 pada molahidatidosa.
1.4.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui korelasi kadar β-hCG serum dengan kadar TSH pada molahidatidosa 2. Mengetahui korelasi kadar β-hCG serum dengan kadar T3 pada molahidatidosa 3. Mengetahui korelasi kadar β-hCG serum dengan kadar T4 pada molahidatidosa
1.5 Manfaat Peneltian Dengan dilakukannya penelitian ini maka diharapkan akan menambah pengetahuan tentang korelasi kadar β-hCG serum terhadap kadar TSH, T3 dan T4 serta fungsi tiroid pada pasien-pasien molahidatidosa sehingga dapat melakukan penatalaksanaan pasien molahidatidosa dengan lebih efektif dan efisien.