Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Bali tidak hanya dikenal dari sektor pariwisata juga dikenal dari sektor pertanian. Pertanian merupakan kegiatan menanami tanah dengan tanaman yang nantinya menghasilkan sesuatu yang dapat dipanen dan kegiatan pertanian merupakan campur tangan manusia terhadap tumbuhan asli dan daur hidupnya (Sutanto, 2002). Sektor pertanian merupakan sektor yang penting di Indonesia, oleh sebab itu pembangunan yang dilaksanakan di sektor ini diharapkan dapat meningkatkan perekonomian Indonesia. Tujuan pembangunan bidang pertanian selain untuk meningkatkan produksi juga meningkatkan taraf hidup petani, memperluas lapangan kerja di sektor pertanian dalam rangka pemerataan pendapatan, meningkatkan ekspor sekaligus mengurangi impor hasil pertanian, rnendukung pembangunan industri serta memanfaatkan dan memelihara kelestarian sumberdaya alam serta memelihara dan memperbaiki lingkungan hidup. Salak (Salacca edulis L.) termasuk dalam suku palmae (Arecaceae) yang tumbuh berumpun, merupakan tanaman asli Indonesia. Menurut Widji (1999), petani salak umumnya dapat hidup layak dari usahataninya. Hal ini disebabkan oleh : (1) Menanam salak sangat mudah |1
dan tidak perlu perawatan khusus yang rumit, (2) Hama penyakit relatif tidak ada dan (3) Buah salak mempunyai umur yang relatif panjang sehingga dapat memberikan hasil dalam jangka waktu yang lama. ltulah yang mendasari pemerintah untuk menetapkan salak sebagai buah unggulan nasional. Di Bali salak merupakan komoditi unggulan yang ditetapkan secara nasional (Anonim, 1996). Kabupaten Karangasem adalah sentra tanaman salak di Propinsi Bali dan dianggap daerah asal tanaman salak Bali, dan dari daerah ini menyebar ke daerah-daerah lain sehingga saat ini tanaman salak Bali dapat dijumpai hampir diseluruh kabupaten di Bali. Varietas salak Bali cukup banyak, yang didasarkan pada karakter buah (bentuk, aroma, rasa serta warna kulit buah) atau lokasi dimana salak ditanam atau dibudidayakan. Luas Kabupaten Karangasem 83.954 ha terdiri atas delapan wilayah kecamatan dengan ketinggian dari 0 m dpl sampai 3.124 m dpl (puncak Gunung Agung). Adanya Gunung Agung dan Gunung Seraya serta adanya daerah perbukitan menyebabkan wilayah di Kabupaten Karangasem memiliki kondisi geografis yang beragam. Perubahan ketinggian dari wilayah dataran rendah ke dataran tinggi cukup tajam, menjadikan Kabupaten Karangasem banyak memiliki topografi miring. Topografi miring tersebut pada umumnya cocok untuk tanaman salak, karena topografi miring umumnya memiliki drainase yang baik (Anonim,1996). Hal ini dikarenakan zona perakaran tanaman salak relatif dangkal dan akarnya tidak tahan terhadap genangan air dan kekeringan. Perkebunan salak di Kabupaten Karangasem semuanya berada di lahan kering karena pengairan tergantung sepenuhnya pada hujan, sehingga faktor curah hujan dan tekstur tanah mempunyai peranan yang besar terhadap pertumbuhan tanaman salak. Sifat-sifat unggul buah salak saat ini lebih banyak merupakan faktor yang datangnya dari perilaku para konsumen buah salak yaitu yang umumnya mengharapkan buah salak yang buahnya besar-besar, rasanya manis, kulitnya mudah dikupas dan tidak cepat busuk serta tersedia di pasar sepanjang waktu (Bank Indonesia, 2004). Sehingga terus dikembangkan berbagai jenis kultivar salak agar sesuai dengan minat konsumen dan dapat bersaing dengan buah import. Salah satunya yaitu salak gula pasir yang dihasilkan di Kabupaten Karangasem. Kabupaten Karangasem merupakan salah satu Kabupaten yang memproduksi salak terbesar di Provinsi Bali mencapai 25.497 ton per tahunnya (BPS Provinsi Bali, 2012). Terdapat berbagai jenis atau kultivar salak misalnya, salak nenas, salak kelapa, salak injin, salak getih, salak bingin, salak |2
maong, salak nangka, salak gading dan salak gula pasir. Salak di Kabupaten Karangasem banyak tersebar di Kecamatan Selat, Kecamatan Bebandem, dan Kecamatan Rendang. Salah satu kendala atau permasalahan yang sering dikeluhkan petani salak adalah anjloknya harga jual buah salak ketika panen raya. Faktor penyebabnya tentu saja karena produksi buah salak begitu melimpah, sementara permintaan pasar bisa dikatakan tetap sama. Hal sedemikian itu tentu saja menjadi suatu dilema bagi petani salak. Harga salak yang rendah tidak memberikan banyak penghasilan bagi mereka, tapi disisi lain melimpahnya hasil panen salak memaksa mereka menjualnya dengan harga rendah daripada buah salak milik mereka membusuk di pohonnya. Untuk menyikapi hal ini, petani salak bisa saja membuat terobosan baru dengan cara mengolah buah salak menjadi berbagai produk makanan atau minuman yang mempunyai nilai ekonomis lebih tinggi sekaligus memiliki masa simpan (shelf life) yang baik alias tahan lama. Dengan cara ini, petani salak dengan sendirinya juga ikut meningkatkan nilai tambah buah salak itu sendiri. Sebagai contoh, buah salak yang dulunya hanya dimakan sebagai buah segar, dewasa ini sudah dibuat sebagai asinan, rujak, manisan, diawetkan sebagai makanan buah kaleng, madu, sirup, kripik, dodol, agar-agar, kurma, anggur buah, dan minuman energi atau kesehatan. Akan tetapi pemahaman warga tentang cara mengolah bahan makanan dan minuman yang higenis serta kreatif masih minim. Hal ini mengakibatkan kurang menariknya kemasan yang dipasarkan para produsen. Maka dari itu perlu sistem manajemen produksi yang lokal tapi profesional serta pengadaan pelatihan secara kontinyu tentang prosedur produksi yang baik.
1.2 Rumusan Masalah 1.2.1
Bagaimana spesifikasi di Industri Pengolahan Salak ?
1.2.2
Apa tema yang digunakan di Industri Pengolahan Salak ?
1.2.3
Bagaimana konsep perancangan Industri Pengolahan Salak di Karangasem?
|3
1.3 Tujuan
Untuk memberikan landasan konsep dalam merumuskan perancangan yang sesuai dengan kebutuhan terhadap Industri Pengolahan Salak yang memberikan manfaat kepada semua pihak yang membutuhkan, baik dari segi ekonomi maupun rekreasi agro wisata.
1.4 Metode Penelitian Adapun tahap yang digunakan dalam perancangan desain fasilitas Industri Rumah Tangga Berbahan Baku Salak, tahapannya diuraikan sebagai berikut :
1. Tahap perumusan ide awal: muncul ide merancang bangunan fasilitas Industri Rumah Tangga Berbahan Baku Salak di Karangasem yang berbasis prinsip pengelolaan masyarakat setempat.
2. Tahap pematangan ide: (a) melakukan grand tour ke lokasi untuk pemilihan tempat ideal; (b) diskusi dan pengumpulan data lokal dengan petani setempat, terhadap potensi, peluang, kultur, dsb., (c) konsultasi dengan mitra dialog (dosen pembimbing laporan) dan (d) penetapan gagasan desain yang akan dirancang di lokasi tersebut.
3. Tahap pengumpulan data: (a) teknik studi pustaka (data daerah; data statistik resmi dari badan pemerintah dan swasta; hasil penelitian; dan rancangan desain serupa); (b) teknik observasi lapangan (data lokasi dan data tapak); dan (c) teknik wawancara (informan warga setempat, stakeholder, dan pengusaha wisata).
4. Tahap analisis data: (a) tahap penguraian data yang telah diperoleh; dan (b) tahap klasifikasi hasil penguraian data atas kelompok-kelompok data yang saling berkaitan. Produk pada tahap ini: (a) hasil analisis tapak; dan (b) analisis fungsi, civitas, aktivitas, serta kapasitas.
|4
5. Tahap sintesis data: data yang saling berkaitan saling didialogkan untuk menghasilkan: spesifikasi desain (lokasi, luas, fungsi, civitas, aktivitas, dan kapasitas); pemrograman bangunan; tema bangunan; konsep perencanaan; konsep perancangan; dan desain skematik (blok plan).
|5