BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Saat ini kota-kota besar di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam bidang industri, sarana transportasi, perluasan daerah pemukiman dan lain sebagainya. Dampak dari perkembangan tersebut antara lain banyaknya permukiman dan sarana kegiatan manusia sehari-hari lainnya yang berdekatan dengan sumber kebisingan seperti : daerah industri, berhadapan langsung dengan jalan raya, bandar udara, rel kereta api dan lain sebagainya. Seiring dengan meningkatnya perkembangan tersebut, membawa dampak negatif bagi kehidupan manusia yang salah satunya adalah kebisingan. Kebisingan merupakan suatu masalah yang berdampak langsung dan mengganggu kegiatan manusia sehari-hari bahkan mengancam tingkat kenyamanan dan kesehatan manusia dalam Rusjadi & Palupi (2011). Bising didefinisikan sebagai bunyi tidak dikehendaki yang merupakan aktivitas alam atau buatan manusia. Suara yang dihasilkan oleh suatu sumber bunyi bagi seseorang atau sebagian orang merupakan suara yang disenangi, namun bagi beberapa orang lainnya justru dianggap sangat mengganggu. Bising yang didengar sehari-hari berasal dari banyak sumber baik dekat maupun jauh. Menurut WHO (1995, dalam Rahmi, 2009), bahaya bising dihubungkan dengan beberapa faktor. Faktor yang pertama adalah intensitas bunyi yang berhubungan dengan pendengaran, yang kedua adalah frekuensi, ketiga adalah durasi lamanya bunyi, dan keempat yaitu sifat bunyi yang mengacu pada distribusi energi bunyi terhadap waktu. Menurut Kryter (1996), tingkat kebisingan di jalan raya dapat mencapai 70-80 dB (decibel), sedangkan di sekitar jalur kereta api mencapai 90 dB dan di sepanjang jalur take off pesawat dapat mencapai 110 dB. Berdasarkan penelitian sebelum-sebelumnya, kebisingan lalu lintas sering diidentifikasi sebagai sumber utama kebisingan. Daerah perkotaan yang dekat dengan jalan yang sibuk biasanya
1
dipilih untuk implementasi awal yang diperlukan untuk menyusun sistem pemetaan kontrol skema kebisingan. Kebisingan bisa mengganggu percakapan sehingga mempengaruhi komunikasi yang sedang berlangsung, selain itu dampak gangguan kebisingan secara signifikan banyak terdapat di daerah dengan populasi yang tinggi, yaitu pengaruh dalam kehidupan sehari-hari mereka seperti tidur, bekerja, belajar, dan gangguan pendengaran bahkan menimbulkan gangguan psikologis seperti kejengkelan, kecemasan dan ketakutan. Bunyi bising di lingkungan kerja perlu dikendalikan karena dapat mengganggu daya kerja, konsentrasi, mengganggu komunikasi dalam pembicaraan, menimbulkan keluhan-keluhan seperti sakit kepala. Kebisingan mengganggu pelaksanaan pekerjaan, ditempat bising konsentrasi akan terganggu, sukar berfikir dan kesiapan mental akan terganggu. Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 51 Tahun 1999, kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Sumber bising merupakan sumber bunyi yang kehadirannya dianggap mengganggu pendengaran baik dari sumber bergerak maupun tidak bergerak. Umumnya sumber kebisingan berasal dari berbagai sumber, antara lain : dari kegiatan industri, perdagangan, pembangunan, alat pembangkit tenaga, alat pengangkut dan kegiatan rumah tangga. Tingkat kebisingan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti banyaknya sumber dan intensitas kebisingan itu sendiri. Pada pengukuran tingkat kebisingan lingkungan, parameter utama untuk mengetahui tingkat kebisingan pada suara yang diakibatkan oleh kendaraan dan aktivitas yang menyebabkan sumber bunyi/bising. Peta adalah gambaran permukaan bumi pada bidang datar dengan skala tertentu melalui suatu sistem proyeksi. Peta bisa disajikan dalam berbagai cara yang berbeda, mulai dari peta konvensional yang tercetak hingga peta digital yang tampil di layar komputer. Istilah peta berasal dari bahasa Yunani mappa yang berarti taplak atau kain penutup meja. Namun secara umum pengertian peta adalah lembaran seluruh atau sebagian permukaan bumi pada bidang datar yang diperkecil dengan menggunakan skala tertentu. Sebuah peta adalah representasi
2
dua dimensi dari suatu ruang tiga dimensi. Ilmu yang mempelajari pembuatan peta disebut kartografi. Banyak peta mempunyai skala, yang menentukan seberapa besar obyek pada peta dalam keadaan yang sebenarnya. Kumpulan dari beberapa peta disebut atlas. Penyajian data dalam bentuk peta pada dasarnya dilakukan dengan mengikuti kaidah-kaidah kartografis yang pada intinya menekankan pada kejelasan informasi tanpa mengabaikan unsur estetika dari peta sebagai sebuah karya seni. Kaidah-kaidah kartografis yang diperlukan dalam pembuatan suatu peta diaplikasikan dalam proses visualisasi data spasial dan penyusunan tata letak (layout) suatu peta. Peta sebagai sumber informasi keruangan (spasial) adalah sangat penting dalam setiap kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan pembangunan, dan pemerintahan. Ini berarti peta memiliki peran strategis dalam perumusan kebijakan pembangunan nasional. Dengan peta berbagai aktivitas pembangunan kewilayahan dapat dipadukan, dievaluasi, dan ditata ulang. Dengan peta pula segala informasi sumberdaya alam dan potensi wilayah dapat dipadukan untuk mendukung proses perencanaan yang matang dan bijaksana. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan citra Quickbird untuk memperoleh variabel-variabel yang mempengaruhi tingkat kebisingan, mengetahui pemanfaatan Sistem Informasi Geografis untuk menghasilkan peta tingkat kebisingan di lingkungan kampus UGM dan memetakan persebaran tingkat kebisingan di lingkungan kampus UGM menggunakan Citra Quickbird. Menurut Lillesand dan Kiefer, Penginderaan Jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi mengenai suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji. Data Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis dapat digunakan untuk pemetaan kebisingan. Data Penginderaan Jauh dalam hal ini cukup untuk mengidentifikasi dan menyadap aspek-aspek yang berpengaruh terhadap tingkat kebisingan serta mampu menyajikan informasi secara keruangan sehingga dapat dijadikan sumber data dalam mengetahui sebaran dan kondisi tingkat kebisingan. Informasi yang
3
dibutuhkan untuk daerah permukiman banyak menggunakan citra resolusi tinggi dalam Adeline (2010). Penggunaan citra Quickbird dalam menyadap informasi kebisingan lingkungan sangat baik karena memiliki resolusi spasial yang tinggi, yaitu 2,44 meter (multispectral) dan 0,61 meter (pankromatik), sehingga data yang diperoleh lebih detail dan jelas. Resolusi spasial tinggi tersebut dapat mengidentifikasi obyek-obyek secara lebih detail, dan dapat dimanfaatkan untuk aplikasi perkotaan, seperti kebisingan. Interpretasi citra Quickbird dilakukan dengan menggunakan 8 unsur interpretasi, yaitu: rona/warna, bentuk, ukuran, tekstur, pola, bayangan, situs, dan asosiasi dalam Adeline (2010). Daerah penelitian yang dibutuhkan adalah daerah perkotaan yang memiliki tingkat kebisingan yang berbeda-beda. Daerah ini biasanya berupa daerah dengan aktivitas manusia yang sangat tinggi sehingga kita dapat mengetahui pola persebaran tingkat kebisingan tersebut. UGM sebagai salah satu kampus di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan sebagai kampus perguruan tinggi yang memiliki jumlah fakultas terbanyak di seluruh Indonesia. Kampus UGM secara fisik mengalami perkembangan yang relatif pesat dan telah mengalami perkembangan kegiatan akademiknya, yang ditenggarai dengan berkembangnya jurusan dan program studi dari tahun ke tahun. Termasuk pula dalam hal ini jumlah mahasiswanya yang hingga saat ini mencapai sekitar 49.000 mahasiswa. Kampus UGM dengan jumlah fakultas dan mahasiswa yang banyak serta memiliki area yang luas menjadikan kampus UGM sebagai kampus terbesar di Propinsi DIY. Oleh karena itu, kampus UGM dipilih sebagai lokasi penelitian mengenai pemetaan kebisingan ini dari pada kampus-kampus lainnya yang berada di Propinsi DIY. Dilakukannya pemetaan kebisingan ini karena penelitian mengenai pemetaan kebisingan ini masih belum sering dilakukan, khususnya untuk lokasi di lingkungan peguruan tinggi. Kemudian alasan selanjutnya yaitu di lokasi lingkungan kampus UGM secara keseluruhan belum pernah dilakukan penelitian mengenai pemetaan tingkat kebisingan. Perkembangan fisik yang sedemikian pesat juga terkait dengan perkembangan kota dan wilayah perkotaan Yogyakarta, sehingga kampus UGM
4
tidak lagi berkedudukan sebagai kawasan yang berada di pinggiran kota akan tetapi merupakan kawasan yang bersifat urban, dengan segala konsekuensi dan kompleksitas kegiatan dan lingkungan secara fisik. Jalan yang berada di kawasan UGM tidak hanya dilalui mahasiswa, dosen dan karyawannya tetapi banyak di luar kepentingan aktivitas akademik menggunakan jalan tersebut sehingga secara langsung adanya kebisingan di lingkungan UGM tidak terhindarkan. Adapun contoh di luar aktivitas akademis yang melakukan kegiatan di dalam kampus UGM seperti halnya pergi ke bank yang lokasinya berada di kampus UGM, memeriksakan kesehatan di Rumah Sakit Umum Dr. Sardjito. Adanya bus kota yang melewati jalur jalan di kampus UGM juga memberikan dampak adanya kebisingan lalu lintas jalan.
1.2. Rumusan Masalah Kebisingan merupakan fenomena yang sangat erat hubungannya dengan perkotaan. Tingkat kebisingan di lingkungan kampus UGM dimungkinkan cukup variatif dengan adanya berbagai macam aktivitas di UGM. Kurangnya informasi yang menggambarkan tingkat kebisingan di lingkungan kampus UGM yang memungkinkan untuk dijadikan masukan dalam pengambilan kebijakan kampus UGM. Terkait dengan rumusan masalah yang telah dijabarkan di atas, sehingga muncul pertanyaan sebagai berikut : 1. Bagaimana kemampuan citra Quickbird untuk memperoleh variabel-variabel yang mempengaruhi tingkat kebisingan? 2. Bagaimana pemanfaatan Sistem Informasi Geografis untuk menghasilkan peta tingkat kebisingan di lingkungan kampus UGM? 3. Bagaimana persebaran tingkat kebisingan di lingkungan kampus UGM?
1.3. Tujuan 1. Mengetahui kemampuan citra Quickbird untuk memperoleh variabel-variabel yang mempengaruhi tingkat kebisingan.
5
2. Mengetahui pemanfaatan Sistem Informasi Geografis untuk menghasilkan peta tingkat kebisingan lingkungan kampus UGM. 3. Memetakan persebaran tingkat kebisingan di lingkungan kampus UGM menggunakan Citra Quickbird.
1.4. Manfaat Penelitian 1. Sebagai syarat untuk memenuhi derajat Strata Satu Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. 2. Memberi masukan kepada instansi terkait khususnya kampus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tentang sejauh mana tingkat kebisingan dan tingkat kenyamanan lingkungannya.
6