BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan dimulai pada akhir tahun 2015. MEA terbentuk dari keinginan negara-negara ASEAN untuk mewujudkan kawasan perekonomian yang kuat dan diperhitungkan pada perekonomian
Internasional.
Pembentukan
pasar
tunggal
ini
nantinya
memungkinkan produk dan jasa suatu negara dengan mudah masuk ke negara lain diseluruh Asia Tenggara. Oleh karena itu, tidak bisa dipungkiri implementasi MEA ini akan memberikan dampak terhadap perkembangan industri-industri di Indonesia. Dampak Positif dari MEA adalah akan terciptanya pasar yang lebih luas sehingga produk-produk Indonesia akan lebih mudah untuk masuk ke negaranegara di ASEAN, namun dampak negatifnya akan muncul persaingan pasar yang semakin tinggi yang dapat mengancam keberadaan industri-industri di Indonesia khususnya Usaha Kecil dan Menengah (UKM). UKM merupakan industri yang berperan penting bagi pertumbuhan ekonomi negara karena 99,99% dari total unit usaha Indonesia masih berbentuk UKM dan industri ini mampu menyerap 107,66 juta orang tenaga kerja atau sekitar 97,2 % dari total tenaga kerja Indonesia, sehingga dengan berkembangnya UKM ini maka dapat meningkatkan ekonomi Indonesia. Industri kerajinan kulit merupakan salah satu industri yang berada pada sektor UKM, dimana masyarakat di beberapa daerah menggantungkan mata pencaharian mereka pada industri ini. Berbagai produk kerajinan kulit diproduksi dengan skala industri kecil dan menengah seperti sepatu kulit, tas kulit, jaket kulit, ikat pinggang dan lain lain. Data perkembangan kerajinan kulit industri kerajinan kulit di Indonesia pada Tabel 1.1 menunjukan bahwa industri kerajinan kulit masih mengalami trend penurunan dari tahun 2006 hingga tahun 2010.
1
2
Tabel 1.1 Perkembangan Industri Kerajinan Kulit di Indonesia (Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, 2014) Indikator
2006
2007
2008
2009
2010
Tren
150
129
128
128
-6,33%
694.797.392
714.706.316
768.013.107
702.524.517
659.325.694
-1,21%
15.895
15.11
13.716
12.903
12.184
-6,66%
Jumlah Unit 164
Usaha (Unit) Nilai Produksi (Ribuan Rp.) Jumlah Tenaga Kerja (Orang)
Berbeda dengan perkembangan industri kulit, perkembangan impor olahan kulit dan alas kaki ke Indonesia malah semakin berkembang, dimana jumlah impor produk tersebut semakin naik dalam tiap tahun. Tabel 1.2. menunjukan data kenaikan impor olahan kulit dan alas kaki ke Indonesia dari 2009 hingga 2013, dalam rentang waktu lima tahun impor produk tersebut mengalami trend kenaikan sebesar 32,99%. Tabel 1.2. Data Impor Olahan Kulit dan Alas Kaki ke Indonesia (Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, 2014) Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 Trend (%)
Jumlah (Juta USD) 131,6 244,2 352,6 387,0 434,9 32,99
Kondisi ini menyebabkan industri kulit dan alas kaki di Indonesia akan semakin sulit untuk berkembang karena besarnya persaingan pada sektor tersebut, untuk itu perlu dilakukan berbagai cara agar produk olahan kulit dan alas kaki di Indonesia dapat diterima dan bersaing dengan produk negara lain. Salah satu produk olahan kulit ini adalah sepatu kulit untuk pria atau yang biasa dikenal dengan sepatu pantofel. Sepatu pantofel merupakan sepatu yang biasa digunakan pria untuk acara resmi, namun pada saat ini sepatu pantofel tidak hanya digunakan
3
pada acara formal saja, beberapa orang bahkan menggunakan pantofel untuk acara semi formal. Ada beberapa hal menjadi pertimbangan konsumen dalam membeli suatu produk, salah satunya adalah desain produk. Menurut Creusen dan Schoormans (2005), desain produk yang baik akan mempengaruhi kesuksesan penjualan produk. Selain itu, penampilan suatu produk dapat meningkatkan nilai produk itu sendiri, karena sebagian besar konsumen lebih tertarik untuk membeli produk yang terlihat estetis. Desain merupakan elemen kunci yang digunakan sebagai dasar untuk pemasaran produk baru dimana dapat meningkatkan nilai produk dan nilai kompetitif suatu produk (Blijlevens et al, 2009). Desain suatu produk berfungsi menyampaikan maksud produk tersebut kepada konsumen.Konsumen dapat menangkap arti dari suatu produk melalui kombinasi tampilan fisik produk, seperti warna, bentuk, dan material yang digunakan (Blijlevens et al, 2009). Oleh karena itu, penting bagi produsen untuk mengetahui bagaimana cara menangkap emosi/keinginan konsumen terhadap produk. Namun konsumen tidak selalu dapat menjelaskan secara eksplisit bagaimana produk yang mereka inginkan. Ulrich dan Eppinger (2001) menyatakan bahwa kesuksesan suatu perusahaan tergantung pada kemampuan untuk mengindentifikasi kebutuhan pelanggan, kemudian menciptakan produk yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Saat ini sudah banyak teknologi yang digunakan untuk membantu desainer dalam menangkap kebutuhan konsumen secara eksplisit dan implisit. Salah satu metode yang digunakan adalah Kansei Engineering. Kansei Engineering adalah suatu metode yang berorientasi kepada konsumen untuk membantu desainer dalam pengembangan produk dengan menangkap dan mengubah subjektifitas perasaan dalam hati konsumen menjadi desain produk (Schutte, 2005). Pada dasarnya menurut Huang (2012) metode Kansei Engineering berkaitan dengan tiga isu penting berikut: 1. Bagaimana menangkap emosi manusia sehingga kebutuhan emosi konsumen dapat diidentifikasi 2. Bagaimana mengidentifikasi hubungan antara produk dan kebutuhan emosi konsumen
4
3. Bagaimana meningkatkan produk sedemikian rupa sehingga kebutuhan emosional konsumen produk baru lebih baik dalam memenuhi kebutuhan konsumen Sebelumnya penelitian mengenai desain sepatu pantofel sudah pernah dilakukan. Tumewu (2014) melakukan pengembangan perancangan eksterior sepatu pantofel melalui pendekatan struktur makna kansei word dengan penentuan atribut desain sepatu oleh desainer. Namun desain sepatu pantofel yang telah dibuat belum mampu memenuhi keinginan konsumen. Pada penelitian tersebut, Tumewu (2014) membuat kelompok desain sepatu yang terdiri dari dua cluster desain. Cluster pertama terdiri dari kansei word “Elegan”, “Dewasa”, “Mewah”, “Tegas”, “Bergaya”, “Bersemangat” dan “Kuat” dan didapatkan enam belas model desain sepatu, cluster kedua terdiri atas kansei word “Klasik”, “Modern”, “Menarik” dan “Gagah” dan diperoleh delapan desain sepatu pantofel. Namun pada saat dilakukan validasi, dari enam belas desain sepatu yang telah dirancang pada cluster pertama, masih ada dua kansei word yaitu kata “dewasa” dan “Kuat” yang belum mampu di terjemahkan, begitu juga dari hasil validasi desain sepatu pada cluster kedua dimana dari delapan desain sepatu, kansei word “Gagah” belum mampu di terjemahkan. Hal itu menunjukan bahwa interpretasi kansei word pada atribut sepatu belum tepat.
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah mengembangkan desain sepatu pantofel berdasarkan preferensi konsumen untuk mendapatkan desain sepatu pantofel yang sesuai dengan keinginan konsumen.
1.3 Batasan permasalahan Untuk lebih menfokuskan penelitian ini maka diambil batasan-batasan permasalahan sebagai berikut: 1. Obyek yang diteliti adalah produk sepatu pantofel yang difokuskan desain eksteriornya
5
2. Subjek pada penelitian ini adalah laki-laki usia 19 tahun keatas 3. Penelitian difokuskan pada sepatu pantofel dengan warna hitam 4. Pengembangan desain disini adalah pengembangan makna atribut desain sepatu pantofel.
1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dilakukan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui keinginan-keinginan konsumen terhadap desain sepatu pantofel. 2. Menentukan atribut desain sepatu pantofel yang paling berkontribusi untuk memenuhi keinginan konsumen.
1.5 Manfaat penelitian Penelitian ini bermanfaat bagi pelaku industri kerajinan kulit sebagai alat penerjemah kesan konsumen ke dalam desain sepatu sehingga dapat membantu para desainer dan produsen untuk membuat desain sesuai dengan keinginan konsumen.