BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, perkembangan teknologi yang semakin maju menjadi salah satu faktor yang menyebabkan mudahnya akses dalam menyebarkan informasi. Kemudahan dalam memberikan informasi kepada publik menjadi sarana yang mempercepat penyebaran berbagai hal, salah satunya dalam memasarkan sebuah bisnis. Semakin banyaknya informasi yang disebarkan melalui berbagai media massa yang ada, akan menjadi peluang bagi sebuah bisnis untuk dapat lebih dikenal dan diminati banyak orang. Tak jarang citra seorang figur publik yang sudah dikenal sering kali digunakan dalam bisnis di berbagai tempat, untuk membuat nama bisnis yang ada lebih dikenal dan familiar di banyak orang. Hal ini yang dimanfaatkan oleh banyak figur publik untuk melambungkan nama bisnis yang didirikannya. Citra personal yang telah dikenal, kepopuleran di mata masyarakat, dan mendapatkan perhatian yang lebih dari banyak orang, menjadi peluang besar bagi seorang figur publik untuk membesarkan nama bisnisnya. Hal ini disertai dengan blow up media massa diberbagai media mengenai berbagai hal dan kegiatan seputar “si artis”. Dongkrak mendongkrak nama pun tak jarang terjadi antara pemberitaan yang ada seputar figur publik dengan pemberitaan yang berkaitan dengan bisnis. Hal-hal inilah yang menjadi faktor penyebab banyaknya figur publik yang mendirikan bisnis usaha dengan memanfaatkan kepopuleran citra mereka, diantaranya: Ahmad Dhani dengan bisnisnya Ahmad Dhani School of Rock, VJ Daniel dengan “Damn, I Love Indonesia”, Ussy Sulistiawaty dengan bisnis Ussy House of Moslem, Dissy Parfume & Just Ussy, Syushu yang didirikan oleh Vicky Shu, Hardware by LM oleh Luna Maya, serta berbagai bisnis lainnya. Dari berbagai figur publik dan bisnis yang didirikannya, banyak dari para artis yang telah sukses dengan bisnisnya. Tentunya keberhasilan dari bisnis tersebut tidak terlepas dari citra yang telah melekat pada diri masing-masing artis 1
dengan talenta di dunia hiburan yang sebelumnya sudah membuat nama mereka terkenal di masyarakat. Beberapa artis yang sukses dengan bisnis yang dijalankannya 1, yaitu: 1. Titi Kamal Bisnis sebelumnya yang dijalankannya sebagai investor pasif pada Sushi Miyabi Kalimalang, Depok, dan Tebet; serta Warung Tekko Kemang membuatnya berkeinginan membuat bisnis baru yang dikelolanya sendiri. Selanjutnya, Ia membuat bisnis usaha “Titisari Catering” bersama teman serta kakaknya. Ia menjaga kualitas dan rasa dari nama yang telah terpercaya sehingga mendapatkan kesuksesan di bisnis kulinernya. Setelah bisnis cateringnya berjalan lancar, Titi Kamal merambah ke salon kecantikan dengan nama Kinclong Hair & Spa.2 2.
Cynthia Lamusu Sukses mendirikan bisnis dengan suaminya, Surya Saputra. Bisnis yang digeluti yaitu seputar kuliner dengan nama “Dapur Mama Thia”. Bisnis yang didirikan Cynthia ini menjual masakan Gorontalo yang merupakan daerah asalnya dan masakan Jawa Betawi yang merupakan daerah asal Surya. Bisnis ini didirikan sejak tahun 2011.
3. Sandra Dewi Tahun 2011, artis yang satu ini memulai usahanya dengan membuka bisnis aksesori online yang mendapat respon baik dari masyarakat. Kemudian berangkat dari hal tersebut, Sandra Dewi merambah pada bisnis properti yang menurutnya menjanjikan dengan keuntungan berlipat ganda. 4. Inul Daratista Memulai bisnis karaoke keluarga yang dikelolanya pada tahun 2005. Hingga saat ini sudah tersebar ±100 outlet yang ada di seluruh penjuru di 1
Diunduh dari http://www.aktual.co/urbanitas/184935tak-hanya-cantik-10-artis-ini-juga-suksesdi-dunia-bisnis pada tanggal 20/01/15 pukul 20.01. 2 Diunduh dari http://www.kapanlagi.com/showbiz/selebriti/bisnis-catering-sukses-titi-kamalrambah-salon-kecantikan-34ba6f.html pada tanggal 20/1/2015 pukul 10.15.
2
Indonesia. Dengan cita-citanya yaitu dapat menyebarkan bisnis karaoke waralabanya hingga ke negeri Jepang, Artis perintis bisnis karaoke ini berencana menjajaki bisnis di bidang lain, yaitu kuliner dan garmen. 5. Ahmad Dhani Dengan kepopuleran namanya sebagai salah satu musisi yang terkenal di Indonesia, Ahmad Dhani berhasil mendirikan sebuah sekolah musik yang diberi nama Ahmad Dhani School of Rock. Sekolah musik ini telah tersebar di 14 kota di Indonesia, diantaraya: Yogyakarta, Solo, Semarang, Magelang, Makasar, Palembang, 3 cabang di Surabaya, Sidoarjo, Batam, Cibubur, Jakarta, dan Pontianak. Beberapa contoh kesuksesan para figur publik yang menggunakan citra yang sudah dikenal di masyarakat untuk mendirikan sebuah bisnis usaha, semakin membuat peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh citra seorang figur publik dengan citra merek bisnis yang didirikannya. Fenomena yang ada ini, telah banyak berkembang di masyarakat. Dengan pemberitaan yang gencar mengenai seorang sosok maupun bisnis yang dijalankan dari berbagai media massa, menjadi peluang tersendiri untuk para figur publik mempromosikan bisnis yang dibuatnya sehingga dapat menarik pangsa pasar yang ditargetkan. Bahkan untuk bisnis dengan latar belakang citra figur publik yang tidak memiliki kemampuan dan fokus di bidang yang sesuai dengan bisnis yang dibuatnya, tetap dapat menimbulkan ketertarikan tersendiri di mata masyarakat, sehingga tak jarang bisnis-bisnis yang didirikan mendapat sambutan dan respon yang baik dari masyarakat. Dari berbagai contoh kasus kesuksesan para figur publik yang telah mendirikan bisnis, peneliti tertarik untuk meneliti Inul Daratista dengan bisnisnya yaitu tempat karaoke Inul Vizta. Bisnis karaoke yang sebelumnya dianggap sebagai bisnis yang dekat dengan tempat maksiat, mengalami perubahan citra setelah muncul bisnis karaoke keluarga. Pada tanggal 14 November 1992, Santoso Setyadji dengan bisnis karaokenya “Happy Puppy” merintis dan memomulerkan "Karaoke Putih" (karaoke keluarga) di Indonesia dengan kebijakan yang secara 3
konsisten mengembangkan no hostess (tempat tanpa wanita yang menemani dalam box karaoke / pemandu lagu), no whiskey (tempat tanpa minum-minuman keras), no drug (tempat tanpa obat-obatan) dan no house music (tempat tanpa house music).3 Dengan munculnya bisnis karaoke keluarga, citra bisnis karaoke menjadi jauh dari stigma karaoke sebagai tempat maksiat. Citra pendangdut yang melekat pada sosok Inul Daratista sejak kemunculannya di tahun 2003 dengan “goyang ngebor”-nya yaitu pendangdut yang kontroversial. Dia mendapat tentangan dari raja dangdut Rhoma Irama karena menganggap bahwa goyang ngebor yang telah dipopulerkan oleh Inul ini membawa citra negatif serta dianggap merendahkan musik dangdut karena berbau pornografi. Kemudian Rhoma Irama menggandeng beberapa artis dibawah organisasi PAMMI (Persatuan Artis Musik Melayu Indonesia) untuk menentang peluncuran album pertama Inul yaitu “Goyang Inul”. Hal inilah yang membuat citra Inul Daratista menjadi sosok pendangdut yang kontroversial. Banyak hujatan yang muncul untuk Inul, banyak pula yang memuja, muncul beberapa gerakan setelah kemunculan Inul, yaitu Inulitas, FBI (Fans Berat Inul), dan OPEN (Organisasi Pendukung Inul).4 Di tahun 2005, Inul Daratista mulai mendirikan bisnisnya yaitu Inul Vizta. Sebagai tempat karaoke, Inul Vizta juga memiliki kemungkinan membawa citra negatif dari kebanyakan tempat karaoke yang tidak bertanggungjawab. Hal ini secara langsung maupun tidak juga dapat berpengaruh terhadap bisnis karaoke yang didirikan oleh Inul. Selain itu gencarnya pemberitaan mengenai tempat karaoke Inul Vizta di media massa juga turut memberikan citra yang kurang baik pada Inul Vizta. Pada tahun 2015 saja, sudah terdapat beberapa pemberitaan mengenai tempat karaoke Inul, diantaranya : terancam ditutupnya karaoke Inul Vizta di Tangerang City Mall, Kota Tangerang, Banten karena kedapatan menjual
3
Diunduh dari http://www.beritasatu.com/hiburan/76121-karaoke-keluarga-hilangkan-stigmatempat-maksiat.html pada tanggal 02/01/15 pukul 21.53. 4 Diunduh dari http://rumahkaraoke.com/blog/sejarah-inul-vista pada tanggal 20/01/15 pukul 10.20.
4
minuman keras (miras) dan melanggar izin gangguan5, dijebaknya karaoke Inul Vizta dalam kasus miras6 di TangCity Mall, serta kasus-kasus lainnya. Hal ini menarik peneliti karena memiliki problematika tersendiri. Dengan citra Inul Daratista di masyarakat sebagai seorang penyanyi dangdut yang identik dengan konotasi negatif serta terkenal dengan kontroversinya, dapat menciptakan sebuah bisnis karaoke “Inul Vizta” yang dekat dengan kata sukses dan mendapat respon yang baik di masyarakat sehingga tercipta lebih dari 100 outlet di seluruh Indonesia. Bisnis karaoke yang didirikannya juga tak jarang mendapatkan citra negatif dari pemberitaan yang ada di media masa, tetapi hingga saat ini tetap sukses menarik minat masyarakat untuk tetap menggunakan jasanya. Keunikan dari penelitian ini terdapat pada bisnis karaoke yang didirikannya, yaitu Inul Vizta. Bisnis ini merupakan pelopor bisnis karaoke di kalangan artis yang mendapat kesuksesan yang tinggi. Terdapat penelitian sebelumnya yang menjelaskan mengenai gambaran citra diri dan figur publik yaitu Koo, Gi Yong. (2006) “The effect of perceived image fit on brand awareness: 2002 Korea-Japan World Cup”7. Hasil penelitian dari jurnal ini dikemukakan, ketika seseorang menerima informasi baru seputar merek, terdapat banyak informasi yang berhubungan dengan karakteristik brand spokesperson’s cenderung lebih mudah diingat untuk mengingat informasi yang relevan. Temuan penelitian lain yang menerapkan match-up hipotesis dalam rangka untuk menyelidiki efeknya dari keselarasan citra antara celebrity endorsers dan produk yang diiklankan baik dari kesadaran terhadap merek, mendapat hasil yang konsisten dengan hasil riset terkini (e.g. Kamins, 1990; Koernig & Page, 2002; Lynch & Schuler, 1994; Misra & Beatty, 1990).
5
Diunduh dari http://m.news.viva.co.id/news/read/578265-karaoke-inul-vizta-di-tangerangterancam-ditutup pada tanggal 20/01/15 pukul 17.26. 6 Diunduh dari http://www.kapanlagi.com/showbiz/selebriti/tersandung-kasus-miras-karaoke-inuldaratista-sengaja-dijebak-667383.html pada tanggal 20/01/15 pukul 17.33. 7 Koo, Gi Yong, 2006, The Effect of Perceived Image Fit on Brand Awareness: 2002 Korea-Japan World Cup, http://web.a.ebscohost.com/ehost/detail/detail?sid=256f0618-b545-497dafa222e648298af1%40sessionmgr4005&vid=0&hid=4101&bdata=JnNpdGU9ZWhvc3QtbGl2ZQ %3d%3d#db=a9h&AN=23549696, diakses pada tanggal 02/02/15 pukul 12.14.
5
Melalui penelitian di jurnal ini, peneliti dapat melihat hubungan antara penerimaan citra dengan citra merek yang ada. Bagaimana sebuah citra dapat mempengaruhi citra merek yang ada dengan kehadiran celebrity endorser ataupun brand spokesperson, juga terdapat hubungan yang sangat berpengaruh antara citra dari celebrity endorser ataupun brand spokesperson dengan brand awareness. Melalui jurnal diatas mengenai gambaran citra diri dan figur publik, dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang kuat antara citra dari celebrity endorsers ataupun brand spokesperson terhadap citra merek yang nantinya akan berpengaruh terhadap brand awareness. Dalam penelitian ini, terdapat kemungkinan pula bahwa citra yang dimiliki Inul Daratista berpengaruh terhadap citra merek Inul Vizta juga terhadap brand awareness. Dalam penelitian, citra yang diamati dari Inul Daratista sebagai figur publik adalah citra diri. Peneliti melakukan pengukuran citra diri dengan menggunakan elemen-elemen pembentuk personal branding. Seperti yang telah dikatakan oleh Anang, Y.B, “personal branding merupakan langkah sadar seseorang dalam membentuk citra diri”.8 Citra diri Inul Daratista di dalam penelitian ini adalah sebagai penyanyi dangdut yang sukses di dalam bisnis hiburan karaoke. Peneliti melihat citra diri Inul Daratista melalui 8 faktor, yaitu: spesialisasi, kepemimpinan, kepribadian, perbedaan, the law of visibility, kesatuan, keteguhan, nama baik.9 Sedangkan dalam melihat citra merek Inul Vizta, menggunakan faktor-faktor dalam citra merek, diantaranya: atribut, keuntungan, sikap merek, dan kepribadian merek. Berdasarkan permasalahan yang telah disampaikan peneliti pada latar belakang, maka peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian secara lebih mendalam terhadap pengaruh citra figur publik Inul Daratista terhadap citra merek Inul Vizta dengan judul penelitian “Citra Figur Publik dan Bisnisnya: Pengaruh Citra Inul Daratista terhadap Citra Merek Inul Vizta”.
Anang Y.B, Kerja Di Rumah, Emang ‘Napa?, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2009, hlm. 94. 9 Dikutip dari Peter Montoya, The Personal branding Phenomenon, Vaughan Printing, Nashville, 2002. 8
6
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan, rumusan masalah dalam penelitian ini ialah: “Adakah Pengaruh Citra Inul Daratista terhadap Citra Merek Inul Vizta?” 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan: 1. Untuk mengetahui pengaruh citra Inul Daratista terhadap citra merek Inul Vizta. 2. Untuk mengetahui persepsi pelanggan mengenai citra merek Inul Vizta. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Turut memberikan kontribusi terhadap khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang komunikasi terutama mengenai citra figur publik dan citra merek bisnisnya. 2. Dapat
menjadi
referensi
untuk
penelitian
selanjutnya
mengenai
pemanfaatan citra dalam bidang komunikasi. 3. Dapat memberikan masukan mengenai pengaruh citra figur publik terhadap perusahaan yang didirikan menggunakan citra seorang figur publik untuk bisnis sejenis. 1.5 Kerangka Pemikiran Dalam brand management kita mengetahui bahwa salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan sebuah merek adalah nama merek itu sendiri. Dalam pembuatan nama merek, terdapat beberapa kriteria untuk membuat nama merek menjadi bagus, diantaranya: mudah diingat; menimbulkan citra yang positif; tidak menyerang etnis, ras, atau kelompok agama tertentu; menonjol; dan dapat menjadi merek dagang.10 Dalam hal ini peneliti dapat menganalisa bahwa citra menjadi salah satu faktor yang ingin dicapai dan menjadi bagian yang Patricia. F. Nicolino, The Complete Ideal’s Guide: Brand Management, Prenada, Jakarta, 2004, hlm. 106. 10
7
penting dalam komunikasi khususnya brand management. Nama merek menggambarkan image dan perasaan yang menarik bagi konsumen.11 Citra yang ada dapat secara langsung menggambarkan merek itu sendiri. Selain dalam brand management, citra juga menjadi salah satu faktor yang dicapai dalam manajemen komunikasi. Melakukan fungsi manajemen komunikasi, khususnya dalam mencapai citra positif, menciptakan kepercayaan, dan membina hubungan baik dengan stake holder atau audience – nya.12 Citra menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam keilmuan komunikasi, seperti yang dikatakan Rosady Ruslan (2002; 74) “Citra adalah tujuan utama, dan sekaligus sebagai reputasi dan prestasi yang hendak dicapai bagi dunia hubungan masyarakat (kehumasan) atau public relations. Mengetahui pentingnya citra, peneliti tertarik untuk meneliti lebih mendalam mengenai pengaruh citra diri figur publik terhadap citra merek bisnisnya, yang dalam penelitian ini yaitu citra Inul Daratista. Citra diri Inul Daratista yang dimaksudkan oleh peneliti yaitu citra diri Inul Daratista sebagai seorang penyanyi dangdut yang sukses di dalam bisnis hiburan karaoke. “Setiap nama yang saya sebutkan adalah sosok-sosok unik yang gampang dibedakan satu dengan yang lainnya. Itulah citra diri. Seperti itulah personal branding.” “… personal branding dapat diartikan sebagai upaya membangun persepsi publik terhadap figur seseorang. Jadi, personal branding merupakan langkah sadar seseorang dalam membentuk citra diri.” (Anang, Y.B, 2009; 94) Peneliti melihat citra diri Inul Daratista melalui merek pribadi (personal branding), hal ini dikarenakan salah satu pembentuk citra diri yang ada di masingmasing orang tidak dapat terlepas dari personal branding yang dilakukannya. Setelah menelaah citra diri Inul Daratista, peneliti juga akan meneliti mengenai pengaruhnya dengan citra merek Inul Vizta sebagai bisnis dari Inul Daratista. Citra merek yang baik merupakan salah satu aset bagi perusahaan, karena citra merek tersebut mempunyai suatu dampak pada setiap persepsi konsumen, di mana masyarakat akan mempunyai kesan positif terhadap merek
11
Ibid., hlm. 113. Dikutip dari Rosady Ruslan. Manajemen Humas & Komunikasi: Konsepsi dan Aplikasi, cetakan ke-4, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm 84. 12
8
tersebut.13 Dalam penelitian, ini peneliti ingin melihat pengaruh citra diri Inul Daratista terhadap citra merek Inul Vizta. 1.5.1
Citra
Bill Canton dalam Sukatendel (1990) mengatakan bahwa citra adalah “The impression, the feeling, the conception which the public has a company; a concioussly created impression of an object, person or organization.” (citra adalah kesan, perasaan, gambaran, dari publik terhadap perusahaan; kesan yang sengaja diciptakan dari suatu objek, orang, atau organisasi). Pengertian citra itu sendiri abstrak (intangible) dan tidak dapat diukur secara matematis, tetapi wujudnya bisa dirasakan dari hasil penilaian baik atau buruk, seperti penerimaan dan tanggapan baik positif maupun negatif yang khususnya datang dari publik (khalayak sasaran) dan masyarakat luas pada umumnya.14 Biasanya landasan citra itu berakar dari “nilai-nilai kepercayaan” yang konkretnya diberikan secara individual, dan merupakan pandangan atau persepsi, serta terjadinya proses akumulasi dari amanah kepercayaan yang telah diberikan oleh individu-individu tersebut akan mengalami suatu proses cepat atau lambat untuk membentuk suatu opini publik yang lebih luas dan abstrak, yaitu sering dinamakan citra (image).15 Menurut Lawrence L. Steinmentz dalam bukunya Managing Small Bussiness (Sutojo, 2004:1), “Citra adalah pencaran reproduksi jati diri atau bentuk orang perorangan, benda atau perusahaan”. Bagi perusahaan, citra dapat diartikan sebagai persepsi masyarakat terhadap jati diri perusahaan. Alma, Bucari (1992, 32) menyebutkan citra merupakan kesan, impresi, perasaan atau persepsi yang ada pada publik mengenai perusahaan, suatu obyek, orang atau lembaga. Menurut Levitt mengatakan bahwa citra (image) is the impression, feeling, the conception which the public has of a company or organization, a conditionally created of an object, person or organization. Artinya: citra adalah merupakan 13
Tri Asih Hidayati, Pengaruh Citra Merek Terhadap Minat Beli dan Keputusan Pembelian Konsumen, 2013. (jurnal) 14 Ruslan, Op. Cit., hlm. 74. 15 Ibid; hlm. 75.
9
sebuah apresiasi, perasaan yang ada pada publik mengenai perusahaan atau lembaga, mengenai suatu objek, orang atau lembaga. Citra ini tidak dapat dicetak seperti mencetak barang di pabrik, tetapi citra ini adalah kesan yang diperoleh sesuai dengan pengetahuan, pemahaman seseorang tentang sesuatu.16 Dari berbagai pengertian diatas mengenai citra, dapat disimpulkan bahwa citra adalah kesan, gambaran, dan perasaan yang sengaja diolah dan diciptakan sehingga memunculkan persepsi terhadap perusahaan yang sesuai dengan yang diinginkan oleh perusahaan melalui pengetahuan dan pengalaman masyarakat. Menurut Frank Jefkins (1992), ada beberapa jenis citra (image) yang dikenal di dunia aktivitas hubungan masyarakat (public relations)17, yaitu: a. Citra cermin (mirror image): citra yang diyakini oleh perusahaan bersangkutan, terutama para pimpinannya yang tidak percaya terhadap kesan orang luar terhadap perusahaan yang dipimpinnya itu tidak selamanya selalu dalam posisi baik. Setelah diadakan studi tentang tanggapan, kesan dan citra di masyarakat ternyata terjadi perbedaan antara yang diharapkan dengan kenyataan citra di lapangan, bisa terjadi justru mencerminkan “citra” negatifnya yang muncul. b. Citra kini (current image): kesan yang baik diperoleh dari orang lain tentang perusahaan/organisasi atau hal yang lain berkaitan dengan produknya.
Kemudian
ada
kemungkinan
berdasarkan
pada
pengalamandan informasi diterima yang kurang baik, sehingga dalam posisi tersebut pihak Humas/ PR akan menghadapi resiko yang sifatnya permusuhan, kecurigaan, prasangka buruk (prejudice), dan hingga
muncul
kesalahpahaman
(misunderstanding)
yang
menyebabkan citra kini yang ditanggapi secara tidak adil atau bahkan kesan yang negatif diperolehnya. c. Citra keinginan (wish image): seperti apa yang ingin dicapai oleh pihak manajemen terhadap lembaga/ perusahaan, atau produk yang ditampilkan tersebut lebih dikenal (good awareness), menyenangkan 16 17
Levitt, The marketing Imagination, London: The free press, 1983, hlm. 55. Ruslan, Op. Cit., hlm. 77-79.
10
dan diterima dengan kesan yang selalu positif diberikan (take and give) oleh publiknya atau masyarakat umum. d. Citra perusahaan (corporate image): yang berkaitan dengan sosok perusahaan sebagai tujuan utamanya, bagaimana menciptakan citra perusahaan (corporate image) yang positif, lebih dikenal serta diterima oleh publiknya, mungkin tentang sejarahnya, kualitas pelayanan prima, keberhasilan dalam bidang marketing, dan hingga berkaitan dengan tanggung jawab sosial (social care) sebagainya. e. Citra serbaneka (multiple image): pelengkap dari citra perusahaan di atas, misalnya bagaimana pihak Humas/PR-nya akan menampilkan pengenalan (awareness) terhadap identitas, atribut logo, brand’s name, seragam (uniform) para front liner, sosok gedung, dekorasi lobby kantor dan penampilan para profesionalnya, kemudian diunifikasikan atau diidentikkan ke dalam suatu citra serbaneka (multiple image) yang diintegrasikan terhadap citra perusahaan (corporate image). f. Citra penampilan (performance image): citra penampilan ini lebih ditujukan kepada subyeknya, bagaimana kinerja atau penampilan diri (performance image) para profesional pada perusahaan bersangkutan, misalnya
dalam
memberikan
berbagai
bentuk
dan
kualitas
pelayanannya, bagaimana pelaksanaan etika menyambut telepon, tamu, dan pelanggan serta publiknya, serba menyenangkan serta memberikan kesan yang selalu baik. 1.5.2
Merek Pribadi ( Personal Brand )
Pengertian brand atau merek menurut Simamora (2001, 149) adalah nama, tanda, istilah, symbol, desain, atau kombinasinya yang ditujukan untuk mengidentifikasikan dan membedakan barang atau layanan suatu penjual dari barang atau layanan penjual lainnya. Menurut McNally, David & Speak, Karl D merek adalah : 18 18
David McNally & Karl D. Speak, Be Your Own Brand, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004, hlm. 2-3.
11
Cara perusahaan mengatakan kepada pelanggannya apa yang diharapkan dari mereka. Segala sesuatunya dapat berubah dengan cepat di dunia usaha, dan pelanggan akan merasa lebih nyaman apabila mereka mengetahui apa yang dapat mereka harapkan.
Jembatan yang tidak asing lagi melalui hal mana para pelaku bisnis dan pelanggannya telah melakukuan transaksi-transaksi yang mengarah kepada hubungan-hubungan jangka panjang dalam waktu yang lama yang saling menguntungkan.
Perwujudan dari hal-hal yang dihargai oleh para pelaku bisnis dan para pelanggannya. Merek merupakan suatu sarana melalui hal mana para pelaku bisnis memperoleh kepercayaan untuk mutu yang diwakili dan diberikannya.
Pengertian merek untuk suatu barang juga dapat digunakan untuk orang, dengan konsep yang disebut dengan merek pribadi (personal branding). Personal branding adalah sesuatu tentang bagaimana mengambil kendali atas penilaian orang lain terhadap anda sebelum ada pertemuan langsung dengan anda.19 Cara anda bertindak berdasarkan nilai-nilai hidup anda akan membedakan anda dari kebanyakan orang lain. Ketika orang mengamati tindakan Anda, mereka akan membuat menilai mengapa tindakan Anda melakukan apa yang tengah anda lakukan. Penilaian tersebut kemudian mejadi persepsi mengenai diri Anda yang tertanam di dalam benak mereka. Semakin khas tindakan yang mereka lihat, akan semakin tegas pula merek anda bagi mereka. Dengan perkataan lain, merek – merek pribadi akan terhubung dan tumbuh menjadi semakin kuat ketika mereka memusatkan perhatian kepada upaya untuk memenuhi kebutuhan orang lain tanpa mengorbankan nilai – nilai yang mendasarinya.20
19
Peter Montoya & Tim Vandehey, The Brand Called You: Make Your Bussiness Stand Out in a Crowded Market Place, McGraw-Hill, USA, 2008. 20 McNally & Speak, Op. Cit, hlm. 24.
12
Delapan konsep utama yang menjadi acuan dalam membangun suatu personal branding seseorang (Peter Montoya, 2002), yaitu: 21 1. Spesialisasi (The Law of Specialization) Spesialisasi adalah pengahlian dl suatu cabang ilmu, pekerjaan, kesenian, dsb.22 Ciri khas dari sebuah personal brand yang hebat adalah ketepatan pada sebuah spesialisasi, terkonsentrasi hanya pada sebuah kekuatan, keahlian atau pencapaian tertentu. Spesialisasi dapat dilakukan pada satu atau beberapa cara, yakni: a. Ability – misalnya sebuah visi yang stratejik dan prinsip-prinsip awal yang baik. Ability adalah kesanggupan/ kecakapan/ kekuatan kita berusaha dengan diri sendiri.23 b. Behavior – misalnya keterampilan dalam memimpin, kedermawanan, atau kemampuan untuk mendengarkan. Behavior adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan.24 c. Lifestyle – misalnya hidup dalam kapal (tidak dirumah seperti kebanyakan orang), melakukan perjalanan jauh dengan sepeda. Lifestyle memiliki pengertian pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia di dalam masyarakat.25 d. Mission – misalnya dengan melihat orang lain melebihi persepsi mereka sendiri. Misi memiliki pengertian yaitu tugas yg dirasakan orang sbg suatu kewajiban untuk melakukannya demi agama, ideologi, patriotisme, dsb.26 e. Product – misalnya futurist yang menciptakan suatu tempat kerja yang menakjubkan. Produk adalah barang atau jasa yg dibuat dan ditambah 21
Dikutip dari Peter Montoya, The Personal branding Phenomenon, VaughanPrinting, Nashville, 2002. 22 Diunduh dari http://kbbi.web.id/spesialisasi pada tanggal 15 Maret 2015 pukul 12.58. 23 Diunduh dari http://kbbi.web.id/mampu pada tanggal 15 Maret 2015 pukul 01.36. 24 Diunduh dari http://kbbi.web.id/perilaku pada tanggal 15 Maret 2015 pukul 10.03. 25 Diunduh dari http://carapedia.com/pengertian_gaya_hidup_menurut_kbbi_info1832.html pada tanggal 15 Maret 2015 pukul 10.13. 26 Diunduh dari http://kbbi.web.id/misi pada tanggal 15 Maret 2015 pukul 10.19.
13
gunanya atau nilainya dl proses produksi dan menjadi hasil akhir dr proses produksi itu.27 f. Profession – niche within niche – misalnya pelatih kepemimpinan yang juga seorang psychotherapist. Profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan, dsb) tertentu.28 g. Service
–misalnya
konsultan
yang
bekerja
sebagai
seorang
nonexecutive director. Layanan adalah perihal atau cara melayani.29 2. Kepemimpinan (The Law of Leadership) Masyarakat membutuhkan sosok pemimpin yang dapat memutuskan sesuatu dalam suasana penuh ketidakpastian dan memberikan suatu arahan yang jelas untuk memenuhi kebutuhan mereka. Menurut Stogdill, kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas kelompok dalam rangka perumusan dan pencapaian tujuan.30 Sebuah personal brand yang dilengkapi dengan kekuasaan dan kredibilitas sehingga mampu memposisikan seseorang sebagi pemimpin yang terbentuk dari kesempurnaan seseorang. 3. Kepribadian (The Law of Personality) Kepribadian adalah pola tingkah laku yang konsisten yang berasal dari (dalam) seorang individu.31 Dari definisi tersebut terdapat beberapa poin yang bisa diungkap dari kepribadian:
Konsisten: terdapat pola yang stabil dari tingkah laku seseorang.
Berasal dari dalam individu: kepribadian setiap manusia adalah berasal dari dalam diri masing-masing individu dan bersifat unik.32
27
Diunduh dari http://kbbi.web.id/produk pada tanggal 15 Maret 2015 pukul 10.24. Diunduh dari http://kbbi.web.id/profesi pada tanggal 15 Maret 2015 pukul 10.27. 29 Diunduh dari http://kbbi.web.id/layan pada tanggal 15 Maret 2015 pukul 10.29. 30 Dikutip dari Sr Maria Assumpta Rumanti, Dasar-Dasar Publc Relations: Teori dan Praktk, Cetakan ketiga, PT. Grasindo, Jakarta, 2005, hlm. 245. 31 Dikutip dari Hery Wibowo, Fortune Favors The Ready, cetakan pertama, OASE Mata Air Makna, Bandung, 2007, hlm. 96-97. 32 Ibid. 28
14
Sebuah Personal Brand yang hebat harus didasarkan pada sosok kepribadian yang apa adanya, dan hadir dengan segala ketidaksempurnaannya. Konsep
ini
menghapuskan
beberapa
tekanan
yang
ada
pada
konsep
Kepemimpinan (The Law of Leadership), seseorang harus memiliki kepribadian yang baik, namun tidak harus menjadi sempurna. 4. Perbedaan (The Law of Distinctiveness) Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), beda adalah sesuatu yg menjadikan berlainan (tidak sama) antara benda yg satu dan benda yg lain; ketidaksamaan.33 Sebuah personal brand yang efektif perlu ditampilkan dengan cara yang berbeda dengan yang lainnya. Banyak ahli pemasaran membangun suatu merek dengan konsep yang sama dengan kebanyakan merek yang ada di pasar, dengan tujuan untuk menghindari konflik. Namun hal ini justru merupakan suatu kesalahan karena merek-merek mereka akan tetap tidak dikenal diantara sekian banyak merek yang ada di pasar. 5. The Law of Visibility Untuk menjadi sukses, personal brand harus dapat dilihat secara konsisten terus-menerus, sampai personal brand seseorang dikenal. Maka visibility lebih penting dari kemampuan (ability)-nya. Untuk menjadi visible, seseorang perlu mempromosikan dirinya, memasarkan dirinya, menggunakan setiap kesempatan yang ditemui dan memiliki beberapa keberuntungan. 6. Kesatuan (The Law of Unity) Kehidupan pribadi seseorang dibalik personal brand harus sejalan dengan etika moral dan sikap yang telah ditentukan dari merek tersebut. Kehidupan pribadi selayaknya menjadi cermin dari sebuah citra yang ingin ditanamkan dalam personal brand.
33
Diunduh dari http://kbbi.web.id/beda pada tanggal 11 Maret 2015 pukul 16.12.
15
7. Keteguhan (The Law of Persistence) Keteguhan memiliki pengertian kekuatan atau ketetapan.34 Setiap personal brand membutuhkan waktu untuk tumbuh, dan selama proses tersebut berjalan, adalah penting untuk selalu memperhatikan setiap tahapan dan trend. Dapat pula dimodifikasikan dengan iklan atau public relation. Seseorang harus tetap teguh pada personal brand awal yang telah dibentuk, tanpa pernah ragu-ragu dan berniat merubahnya. 8. Nama baik (The Law of Goodwill) Nama baik adalah nama yang membawa pada penilaian yang baik dan berkonotasi positif. Sebuah personal brand akan memberikan hasil yang lebih baik dan bertahan lebih lama, jika seseorang dibelakangnya dipersepsikan dengan cara yang positif. Seseorang tersebut harus diasosiasikan dengan sebuah nilai atau ide yang diakui secara umum positif dan bermanfaat. 1.5.3
Citra Merek
Kaitan antara citra dan merek, lebih kepada sebuah merek membutuhkan citra untuk mengkomunikasikan kepada khalayak mengenai target pasar yang dituju serta mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam merek tersebut. Bagi perusahaan citra dapat diartikan sebagai persepsi masyarakat mengenai perusahaan tersebut. Persepsi yang ada di masyarakat dapat berasal dari pengalaman, apa yang dipikirkan tentang perusahaan tersebut, maupun apa yang masyarakat ketahui tentang perusahaan. Citra merek menjadi pegangan bagi konsumen untuk membuat keputusan dalam memilih merek. Semakin baik citra yang ada di perusahaan dapat memberikan dampak yang baik bagi perusahaan, sebaliknya, semakin buruk citra sebuah perusahaan, dapat memberi dampak yang buruk pula bagi perusahaan tersebut. Salah satu jenis asosiasi yang muncul dalam benak konsumen ketika mengingat suatu merek tertentu dapat dikatakan sebagai brand image (citra merek). Citra merek adalah persepsi dari sebuah merek di benak konsumen, 34
Diunduh dari http://www.deskripsi.com/k/keteguhan pada tanggal 11 Maret 2015 pukul 16.32.
16
sebagai strategi untuk menunjukkan produk berperingkat kelas dunia, inovatif, unik, menyenangkan, insirasional, timeless, simfoni, canggih, berpengalaman, insightful, rewarding, dan sejenisnya.35 Citra merek adalah seperangkat keyakinan konsumen mengenai merek tertentu (Kotler dan Amstrong, 2001:225). 36 Munculnya asosiasi mengenai apapun yang diingat tentang merek tertentu dapat berupa pemikiran atau citra. Menurut Kotler (Simamora, 2004:63), citra merek adalah seperangkat keyakinan, ide, dan kesan yang dimiliki seseorang terhadap suatu merek. Oleh karenanya, tidak heran bahwa sikap dan tindakan seorang konsumen sangat dipengaruhi oleh citra merek tersebut. Sebelum citra merek menjadi sangat melekat di benak konsumen, merek mengalami suatu asosiasi dalam ingatan konsumen. Menurut A. Aaker (1991, 109): “Brand association is anything linked on memory to a brand”.37 Adanya asosiasi merek sangat membantu konsumen untuk mengingat apa yang berhubungan dengan merek tersebut. Menurut Fandy Tjiptone (2005:49), brand image adalah deskripsi tentang asosiasi dan keyakinan konsumen terhadap merek tertentu. Hal ini yang membuat asosiasi sangat berhubungan erat dengan citra merek. Menurut Keller (1993:3) faktor-faktor yang membentuk citra merek adalah: 1. Kekuatan asosiasi merek (strength of brand association) Tergantung pada bagaimana informasi masuk ke dalam ingatan konsumen dan bagaimana informasi tersebut bertahan sebagai bagian dari brand image. 2. Keuntungan asosiasi merek (favourability of brand association) Kesuksesan sebuah proses pemasaran sering tergantung pada proses terciptanya asosiasi merek yang menguntungkan, dimana konsumen dapat percaya pada atribut yang diberikan mereka dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen.
35
Dikutip dari Ali Hasan, Marketing dari Mulut ke Mulut; Word of Mouth Marketing, Media Pressindo, Yogyakarta, 2010, hlm. 232. 36 Kotler, Phillip, dan Gary Amstrong, Prinsip-Prinsip Pemasaran, jilid 2, edisi ke-8, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2001, hlm. 225. 37 David Aaker, Managing Brand Equity; Capitalizing on the Value of Brand Name, Free Press, New York, 1991, hlm. 109.
17
3. Keunikan asosiasi merek (uniqueness of brand association) Suatu merek harus memiliki keunggulan bersaing yang menjadi alasan bagi konsumen untuk memilih merek tertentu. Keunikan asosiasi merek dpat berdasarkan atribut produk, fungsi produk atau citra yang dinikmati konsumen.38 Menurut
Kotler (2002, 134), terdapat
beberapa
indikator yang
mempengaruhi citra merek39, diantaranya: 1. Persepsi konsumen terhadap pengenalan produk. 2. Persepsi konsumen terhadap kualitas produk. 3. Persepsi konsumen terhadap ukuran. 4. Persepsi konsumen terhadap daya tahan. 5. Persepsi konsumen terhadap desain atau model kemasan. 6. Persepsi konsumen terhadap warna produk. 7. Persepsi konsumen terhadap harga. 8. Persepsi konsumen terhadap lokasi. Dengan terbiasanya menggunakan merek tertentu, dapat membuat konsumen memiliki konsistensi citra merek terhadap merek yang disebut dengan kepribadian merek (brand personality). Apabila konsumen menganggap bahwa merek yang ada memiliki ciri yang berbeda sehingga citra tersebut melekat secara terus menerus dan membentuk kesetiaan terhadap merek disebut dengan kesetiaan merek (brand loyality). Menurut Joseph Plummer, citra merek terdiri dari tiga komponen yaitu:40 a. Product Attributes (Atribut Produk): yang merupakan hal-hal yang berkaitan dengan merek tersebut sendiri seperti, kemasan, isi produk, harga, rasa,dll; b. Consumer Benefits (Keuntungan Konsumen): yang merupakan kegunaan produk dari merek tersebut;
38
L.Keller, How to manage brand equity, Gramedia, Jakarta, 1993, hlm.3. Philip Kottler, Manajemen Pemasaran, jilid 2, edisi milenium, Prenhallindo, Jakarta, 2002, hlm.134. 40 Aaker, D. A, Managing Brand Equity: Capitalizing on the value of a brand name, Free Press, New York, 1991, hlm. 139. 39
18
c. Brand Personality (Kepribadian Merek): merupakan asosiasi yang membayangkan mengenai kepribadian sebuah merek apabila merek tersebut seorang manusia. Keller mendefinisikan citra merek sebagai persepsi mengenai sebuah merek sebagaimana direfleksikan oleh asosiasi merek yang terdapat dalam benak konsumen. 41Citra merek terdiri dari komponen-komponen: a. Attributes (Atribut) Merupakan pendefinisian deskriptif tentang fitur-fitur yang ada dalam sebuah produk atau jasa. 1) Product related attributes (atribut produk): Didefinisikan sebagai bahan-bahan yang diperlukan agar fungsi produk yang dicari konsumen dapat bekerja. Berhubungan dengan komposisi fisik atau persyaratan dari suatu jasa yang ditawarkan, dapat berfungsi. 2) Non-product related attributes (atribut non-produk): Merupakan aspek eksternal dari suatu produk yang berhubungan dengan pembelian dan konsumsi suatu produk atau jasa. Terdiri dari: informasi tentang harga, kemasan dan desain produk, orang, peer group atau selebriti yang menggunakan produk atau jasa tersebut, bagaimana dan dimana produk atau jasa itu digunakan. b. Benefits (Keuntungan) Nilai personal yang dikaitkan oleh konsumen pada atribut-atribut produk atau jasa tersebut. 1) Functional benefits: berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dasar seperti kebutuhan fisik dan keamanan atau pemecahan masalah. 2) Experiental benefits: berhubungan dengan perasaan yang muncul dengan menggunakan suatu produk atau jasa. Benefit ini memuaskan kebutuhan bereksperimen seperti kepuasan sensori, pencarian variasi, dan stimulasi kognitif.
41
K. L Keller, Conceptualizing, Measuring, and ManagingConsumer-Based Brand Equity, Journal of Marketing, Vol.57, January, 1993, hlm. 4-7.
19
3) Symbolic benefits: berhubungan dengan kebutuhan akan persetujuan sosial atau ekspresi personal dan self-esteem seseorang. Konsumen akan menghargai nilainilai prestise, eksklusivitas dan gaya fashion dari sebuah merek karena hal-hal ini berhubungan dengan konsep diri mereka. c. Brand Attitude (Sikap merek) Didefinisikan sebagai evaluasi keseluruhan atas suatu merek, apa yang dipercayai oleh konsumen mengenai merek-merek tertentu – sejauh apa konsumen percaya bahwa produk atau jasa tersebut memiliki atribut atau keuntungan tertentu, dan penilaian evaluatif terhadap kepercayaan tersebut – bagaimana baik atau buruknya suatu produk jika memiliki atribut atau keuntungan tersebut. 1.6 Kerangka Konsep Dalam penelitian ini peneliti akan menelaah melalui dua variabel, yaitu variabel citra Inul daratista dan variabel citra merek Inul Vizta. Peneliti melakukan modifikasi dengan adanya penggabungan dan pengurangan dari teori yang ada. Variabel citra Inul Daratista terdiri dari elemen-elemen yang terdapat dalam personal branding, diantaranya: spesialisasi, kepribadian, perbedaan, the law of, visibility, keteguhan, dan nama baik. Elemen kepemimpinan dan kesatuan tidak digunakan dalam penelitian ini karena dirasa kurang sesuai untuk digunakan sebagai salah satu variabel dalam citra Inul Daratista. Hal ini dikarenakan tidak adanya sikap kepemimpinan yang peneliti amati dalam personal branding Inul Daratista, juga tidak adanya kesatuan antara personal branding Inul Daratista dengan kehidupan pribadinya. Di dalam unit spesialisasi sendiri hanya terdapat 3 unit yang digunakan yaitu: ability, behaviour, dan profession. Unit yang lainnya seperti lifestyle, mission, product, dan service tidak digunakan dalam penelitian ini karena tidak sesuai dengan personal branding Inul Daratista. Sedangkan variabel yang ada di citra merek yaitu elemen-elemen pembentuk citra merek, diantaranya: atribut, keuntungan, sikap merek, dan kepribadian merek.
20
Citra Merek Inul Vizta
Citra Diri Inul Daratista
Variabel X
Variabel Y
Personal branding menjadi alat untuk mengukur korelasi antara variabel X dan variabel Y. Citra diri yang ada dalam Inul Daratista diukur melalui elemenelemen yang ada pada personal branding, sehingga dapat diukur dengan membandingkannya dengan variabel Y. Tabel 1: Variabel Penelitian Variabel Citra Inul
Unit
Daratista
Variabel Citra Merek
Unit
Inul Vizta
1. Spesialisasi :
-
Ability
-
Behaviour
-
Profession
1. Atribut:
-
Atribut Produk
-
Atribut
Non-
produk
2. Kepribadian 3. Perbedaan 4. The
Law
of
2. Keuntungan:
-
Visibility
Kentungan Fungsional
5. Keteguhan
-
6. Nama Baik
Keuntungan Eksperiental
-
Keuntungan Simbolik
3. Sikap merek 4. Kepribadian merek
21
1.7 Definisi Operasional 1.7.1. Citra Inul Daratista Citra Inul Daratista merupakan citra yang didapatkan dari persepsi pelanggan Inul Vizta mengenai hal-hal yang berkaitan dengan diri Inul Daratista. Citra Inul Daratista yang dimaksud disini yaitu seorang penyanyi dangdut yang sukses dengan bisnis karaoke yang dimilikinya (Inul Vizta). Peneliti melihat citra Inul Daratista melalui faktor pembentuk personal branding, karena pada dasarnya salah satu indikator yang mempengaruhi citra diri ialah personal branding itu sendiri. Dalam penelitian ini citra Inul Daratista dilihat melalui: spesialisasi, kepribadian, perbedaan, the law of visibility, keteguhan, dan nama baik. 1.7.1.1. Spesialisasi Dalam penelitian ini spesialisasi memiliki pengertian keahlian Inul Daratista pada bidang menyanyi. Dalam spesialisasi, peneliti melihat pada kekuatan, keahlian, dan pencapaian yang telah dicapai oleh Inul Daratista. Aspek yang dilihat melalui beberapa cara dalam mencapai spesialisasi diantaranya: 1.7.1.1.1 Ability (kemampuan) Kesanggupan/ kecakapan/ kekuatan/ pencapaian Inul Daratista berusaha dengan diri sendiri untuk memiliki spesialisasi menjadi penyanyi.
Inul Daratista Memiliki Gerakan yang Lentur Saat Bernyanyi Dangdut Pelanggan mengetahui bahwa gerakan-gerakan Inul Daratista
dalam setiap pertunjukannya sangat lentur.
Lagu-lagu yang Inul Nyanyikan Berirama Dangdut dengan Sentuhan Rock Pelanggan mengetahui bahwa lagu-lagu yang Inul nyanyikan
memiki irama yang memiliki sentuhan rock dan cenderung bernada gembira, berbeda dengan kebanyakan musik dangdut yang berirama melow. 22
Inul Daratista Berhasil Membuktikan Dirinya Sebagai Penyanyi
Profesional dengan Penghargaan-Penghargaan yang Didapatkannya. Pelanggan mengetahui bahwa Inul Daratista mendapat banyak penghargaan sebagai penyanyi dangdut, diantaranya: Lagu Dangdut Paling Ngetop dan Penyanyi Dangdut Paling Ngetop di SCTV Musik Award. 1.7.1.1.2. Behavior Tanggapan atau reaksi maupun keterampilan yang dimiliki Inul Daratista terhadap rangsangan atau lingkungan dalam berusaha menjadi penyanyi professional.
Inul Daratista Memiliki Keterampilan Vocal yang Baik dalam
Bernyanyi Dangdut Pelanggan
mengetahui
keterampilan
Inul
Daratista
dalam
bernyanyi dangdut melalui lagu-lagunya yang telah beredar, diantaranya: “Goyang Inul”, “Kocok-Kocok”, “Buaya Buntung”, dan “Mantan Pacar”.
Inul Daratista Memiliki Keterampilan dalam Berakting yang Memperkuat Citranya Sebagai Artis yang Multitalented. Pelanggan mengetahui keterampilan Inul Daratista dalam berakting
untuk dapat menunjangnya menjadi artis professional hal ini dapat diketahui melalui film yang pernah dibintanginya “Kenapa Harus Inul”.
Inul Daratista Terampil dalam Memanfaatkan Segala Kesempatan Bernyanyi di Berbagai Tempat. Pelanggan
mengetahui
kemampuan
Inul
Daratista
dalam
memanfaatkan segala kesempatan dengan baik, dengan mengambil berbagai event menyanyi di berbagai tempat baik sebelum terkenal maupun sesudah namanya dikenal.
23
1.7.1.1.3
Profession
Bidang
pekerjaan
yang
dilandasi
pendidikan
keahlian/
keterampilan, serta hal-hal yang dapat memperkuat profesi Inul Daratista untuk memiliki spesialisasi menjadi penyanyi.
Inul Daratista Teguh Pendirian Terhadap Karyanya Pelanggan mengetahui dengan banyak pencekalan di awal
kemunculannya di dunia industri musik Indonesia, Inul Daratista tetap teguh terhadap pendiriannya dalam mempertahankan hasil karyanya yaitu goyang ngebor. 1.7.1.2. Kepribadian Dalam penelitian ini kepribadian berarti pola tingkah laku yang konsisten yang berasal dari (dalam) Inul Daratista. Kepribadian dalam penelitian ini dilihat berdasarkan pada sosok Inul Daratista sebagai kepribadian yang apa adanya, dan hadir dengan segala ketidaksempurnaannya. Kepribadian Inul Daratista yang baik maupun kurang, namun tidak harus menjadi sempurna.
Inul Daratista Acuh Tak Acuh Terhadap Pemberitaan Media Massa yang Tidak Terbukti Adanya. Pelanggan
mengetahui
Inul
Daratista
tidak
mempedulikan
pemberitaan di media massa yang berkaitan dengan dirinya bila tidak terbukti adanya.
Inul Daratista Tegar Menerima Berbagai Pemberitaan Mengenai
Dirinya Pelanggan mengetahui bahwa Inul Daratista tegar dalam menerima permasalahan mengenai berbagai pemberitaan yang ada di media masa mengenai dirinya.
24
Inul Daratista Kuat dalam Menerima Kecaman dan Cemooh Publik Pelanggan mengetahui kemampuan Inul Daratista dalam menerima
kecaman dan cemooh publik, hal ini dapat dilihat saat terjadi penentangan oleh Rhoma Irama terhadap ‘Goyang Ngebor’. 1.7.1.3. Perbedaan Dalam penelitian ini perbedaan memiliki arti segala sesuatu yang ada pada Inul Daratista yang tidak sama dengan yang lain. Sebuah Personal Brand Inul Daratista yang ditampilkan dengan cara yang berbeda dengan orang lain.
Menggunakan “Goyang Ngebor” di Setiap Penampilan Bernyanyinya Pelanggan mengetahui bahwa Inul Daratista memiliki ciri khasnya dalam bernyanyi yaitu selalu menggunakan “Goyang Ngebor” di setiap pelampilan bernyanyinya.
Pengubahan Gaya Penampilan untuk Menunjang Karirnya Pelanggan
mengetahui
bahwa
terdapat
pengubahan
gaya
penampilan Inul Daratista (terutama gaya rambut) dalam berpenampilan untuk menunjang karirnya di dunia hiburan. 1.7.1.4 The Law of Visibility Pengertian the law of visibility dalam penelitian ini lebih kepada kekonsistenan sebuah personal brand Inul Daratista dilihat dari kacamata orang lain. Promosi diri, memasarkan diri, menggunakan setiap kesempatan yang ditemui oleh Inul Daratista dan memiliki beberapa keberuntungan diantaranya.
Banyaknya Pemberitaan di Media Mengenai Inul Daratista Pelanggan mengetahui banyaknya pemberitaan di media massa mengenai hal-hal yang berhubungan dengan Inul Daratista. Untuk awal tahun 2015, sudah terdapat beberapa pemberitaan mengenai Inul Daratista, diantaranya: kasus perselingkuhan Adam Suseno (suami Inul Daratista) dengan Titin, gaya rambut terbaru 2015 Inul Daratista, kasus penyegelan tempat karaoke Inul Vizta, dan berita akan rilisnya album baru. 25
Promosi Tidak Langsung melalui Pemberitaan Bisnisnya yaitu Inul Vizta Pelanggan mengetahui terdapat beberapa pemberitaan mengenai bisnis Inul Vizta yang secara langsung dan tidak langsung mengangkat nama Inul Daratista.
Nama Inul Daratista yang Melekat di Hati Saya karena Bisnisnya yaitu Inul Vizta Pelanggan mengetahui nama Inul yang melekat pada masyarakat di seluruh Indonesia melalui bisnisnya Inul Vizta.
1.7.1.5 Keteguhan Keteguhan diartikan sebagai ketetapan Inul Daratista dari personal brand yang dimilikinya. Konsistensi Inul Daratista pada personal brand awal yang telah dibentuk, tanpa pernah ragu-ragu dan berniat merubahnya.
Terus Menjadi Penyanyi Dangdut Sejak Awal Kemunculannya Pada Tahun 2003. Pelanggan mengetahui bahwa hingga saat ini (2015) Inul Daratista masih menggeluti profesinya sebagai penyanyi dangdut.
Selalu Berupaya Menjadi Penyanyi Dangdut yang Profesional Pelanggan mengetahui Inul Daratista pantang menyerah terus berjuang dari bukan apa-apa hingga sekarang namanya terkenal sebagai penyanyi dangdut papan atas Indonesia.
1.7.1.6 Nama Baik Nama baik dalam penelitian ini diartikan sebagai persepsi positif yang melekat pada Inul Daratista. Inul Daratista diasosiasikan dengan sebuah nilai atau ide yang diakui secara umum positif dan bermanfaat.
Menjadi Trendsetter Goyang Dangdut di Indonesia Pelanggan mengetahui bahwa setelah gerakan “goyang ngebor” Inul Daratista, muncul gerakan-gerakan dangdut lainnya, diantaranya: goyang itik, goyang gergaji, goyang duma, dll. 26
1.7.2 Citra Merek Inul Vizta Identifikasi mengenai citra merek yang ada di perspektif pelanggan tentang perusahaan Inul Vizta. 1.7.2.1 Atribut Merupakan pendefinisian deskriptif tentang fitur-fitur yang ada dalam Inul Vizta. Atribut terdiri dari:
Atribut Produk Diartikan sebagai bahan-bahan yang diperlukan agar fungsi jasa Inul Vizta
yang dicari konsumen dapat bekerja. Berhubungan dengan komposisi fisik atau persyaratan dari suatu jasa yang ditawarkan, agar dapat berfungsi maksimal.
Tempat yang Memberikan Pelayanan yang Maksimal dari Para Pelayannya Pelanggan mengetahui pelayanan yang maksimal pada pelayanpelayan Inul Vizta.
Tempat Karaoke yang Memberikan Rasa Aman Pelanggan mengetahui keamanan yang terjamin saat berkaraoke di Inul Vizta.
Tempat Karaoke yang Dapat Memberikan Hiburan yang Mewah Pelanggan
mengetahui
bahwa
karaoke
Inul
Vizta
dapat
memberikan hiburan yang mewah dengan memberikan pelayanan yang terbaik dari segi fasilitas maupun jasa yang ada.
Kualitas Tempat Karaoke Inul Vizta Pelanggan mengetahui tentang kualitas dari fasilitas tempat karaoke Inul Vizta yang terjamin dengan pelayanan yang memadai.
Inovasi dengan Lagu-Lagu yang Selalu Terbaru Pelanggan mengetahui bahwa lagu-lagu yang ada di tempat karaoke Inul Vizta merupakan lagu-lagu yang selalu terbaru dengan sistem “update” lagu setiap bulannya.
27
Tempat Karaoke yang Memiliki Dekorasi Ruangan yang Eksklusif Pelanggan mengetahui bahwa Inul Vizta memiliki dekorasi ruangan dengan desain yang eksklusif.
Tempat yang Memberikan Rasa Nyaman Pelanggan mengetahui bahwa Inul Vizta dapat memberikan kenyamanan yang maksimal pada saat berkaraoke.
Atribut Non-Produk Merupakan aspek eksternal dari produk Inul Vizta yang berhubungan
dengan pembelian dan konsumsi suatu jasa Inul Vizta. Terdiri dari: informasi tentang harga, kemasan dan desain produk, orang, peer group atau selebriti yang menggunakan jasa Inul Vizta, bagaimana dan dimana jasa Inul Vizta digunakan.
Tempat Karaoke yang Mewah Pelanggan melihat bahwa konsumen Inul Vizta merupakan pelanggan kelas premium.
Banyaknya Pemberitaan Mengenai Inul Vizta Pelanggan memilih Inul Vizta karena banyaknya pemberitaan di media massa mengenai Inul Vizta.
Citra Inul Daratista Sebagai Penyanyi Pelanggan memilih Inul Vizta karena citra Inul Daratista sebagai penyanyi yang sangat melekat kuat di Inul Vizta.
Harga Kelas Premium Pelanggan mengetahui bahwa harga yang ditawarkan di tempat karaoke Inul Vizta bertaraf premium / relative mahal.
Inovasi Lagu Terbaru Pelanggan melihat bahwa konsumen Inul Vizta merupakan pelanggan yang mengikuti perkembangan trend yang ada (update).
Mengutamakan Kenyamanan Pelanggan melihat bahwa konsumen Inul Vizta merupakan pelanggan yang mengutamakan kenyamanan. 28
Tempat yang Identik dengan Figur Publik Pelanggan merasakan bahwa Inul Vizta identik dengan tempat karaoke yang digunakan oleh selebriti karena pemiliknya seorang selebriti.
Tempat Karaoke yang Strategis Pelanggan merasakan bahwa Inul Vizta merupakan tempat karaoke yang memiliki tempat yang strategis dan dekat dengan pusat kota.
1.7.2.2 Keuntungan Merupakan nilai personal yang dikaitkan oleh konsumen pada atributatribut jasa Inul Vizta. Keuntungan terdiri dari: 1.7.2.2.1. Keuntungan Fungsional Merupakan hal yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dasar seperti kebutuhan fisik dan keamanan atau pemecahan masalah pada konsumen Inul Vizta.
Tempat Karaoke yang Dapat Memenuhi Kebutuhan Hiburan Masyarakat Pelanggan merasakan bahwa Inul Vizta dapat memenuhi kebutuhan hiburannya terutama di bidang karaoke.
1.7.2.2.2. Keuntungan Eksperiental Merupakan hal yang berhubungan dengan perasaan yang muncul dengan menggunakan suatu jasa Inul Vizta.
Dapat Memberikan Kepuasan dalam Berkaraoke Pelanggan merasakan bahwa Inul Vizta dapat memberikan kepuasan yang maksimal sebagai tempat karaoke.
1.7.2.2.3. Keuntungan Simbolik Didefinisikan sebagai hal yang berhubungan dengan kebutuhan akan persetujuan sosial atau ekspresi personal dan self-esteem seseorang setelah menggunakan Inul Vizta.
29
Memberikan Prestise Pelanggan merasakan bahwa Inul Vizta dapat memberikan prestise kepada pelanggan yang menggunakan jasanya.
Merasa “Update” karena citra Inul Daratista dibelakangnya Pelanggan merasa menjadi seseorang yang “update” saat berkaraoke di Inul Vizta karena citra Inul Daratista yang selalu mengikuti model yang sedang trend.
1.7.3. Sikap Merek Didefinisikan sebagai evaluasi keseluruhan atas merek Inul Vizta, apa yang dipercayai oleh konsumen mengenai merek Inul Vizta, sejauh apa konsumen percaya bahwa jasa tersebut memiliki atribut atau keuntungan tertentu, dan penilaian evaluatif terhadap kepercayaan tersebut – bagaimana baik atau buruknya suatu jasa jika memiliki atribut atau keuntungan tersebut.
Kepercayaan Pelanggan Atas Merek Inul Vizta yang Eksklusif Pelanggan memiliki rasa percaya bahwa merek Inul Vizta selalu menghadirkan kesan eksklusif di setiap cabangnya.
Kepercayaan Pelanggan Atas Merek Inul Vizta yang Relatif Mahal Pelanggan memiliki rasa percaya atas bahwa merek Inul Vizta memiliki harga yang relatif mahal di setiap cabangnya.
Kepercayaan Pelanggan Atas Merek Inul Vizta yang Identik dengan Figur Publik (Selebriti) Pelanggan memiliki rasa percaya bahwa merek Inul Vizta identik digunakan oleh banyak selebriti karena pemiliknya seorang selebriti.
Kepercayaan Pelanggan Atas Merek Inul Vizta yang Dapat Memberikan Rasa Nyaman Pelanggan memiliki rasa percaya bahwa merek Inul Vizta yang dapat memberikan rasa nyaman kepada pelanggannya.
Kepercayaan Pelanggan Atas Merek Inul Vizta yang Strategis Pelanggan memiliki rasa percaya bahwa merek Inul Vizta yang memiliki tempat yang strategis di setiap cabangnya. 30
Kepercayaan Pelanggan Atas Merek Inul Vizta Memiliki Lagu-Lagu Terbaru Pelanggan memiliki rasa percaya bahwa merek Inul Vizta selalu memiliki lagu-lagu ter-update di setiap cabangnya.
Kepercayaan Pelanggan Atas Merek Inul Vizta yang Dapat Memenuhi Kebutuhan Hiburan Masyarakat Pelanggan memiliki rasa percaya bahwa merek Inul Vizta dapat memenuhi kebutuhan hiburan pelanggan di setiap cabangnya.
Kepercayaan Pelanggan Atas Merek Inul Vizta yang Dapat Memberikan Kepuasan Dalam Berkaraoke Pelanggan memiliki rasa percaya bahwa merek Inul Vizta dapat memberikan kepuasan dalam berkaraoke di setiap cabangnya.
Kepercayaan Pelanggan Atas Merek Inul Vizta yang Dapat Memberikan Prestise Pelanggan memiliki rasa percaya bahwa merek Inul Vizta dapat memberikan prestise kepada pelanggannya.
Lebih Terpercaya dengan Nama Inul Daratista di Dalamnya Pelanggan memiliki rasa percaya kepada Merek Inul Vizta karena ada nama Inul Daratista di dalamnya.
Kepercayaan Pelanggan Atas Merek Inul Vizta yang Dapat Memberikan Rasa “Update” Karena Nama Inul Vizta Dibelakangnya Pelanggan memiliki rasa percaya bahwa merek Inul Vizta dapat memberikan rasa “update” kepada pelanggannya karena pengaruh nama Inul Daratista yang selalu mengikuti model yang sedang trend.
1.7.4. Kepribadian Merek Merupakan asosiasi yang membayangkan mengenai kepribadian sebuah merek Inul Vizta apabila merek Inul Vizta tersebut seorang manusia.
31
Inovasi Update Lagu Pelanggan merasa bahwa inovasi update lagu yang dilakukan merek Inul Vizta sangat sesuai dan sebanding dengan diri pelanggan yang berorientasi pada perkembangan jaman.
Mengutamakan Keluarga dan Teman Dekat Pelanggan merasa bahwa merek Inul Vizta mencerminkan diri pelanggan yang mengutamakan keluarga dan teman dekat.
1.8 HIPOTESIS HI: Terdapat pengaruh yang signifikan antara citra Inul Daratista terhadap citra merek Inul Vizta. HO: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara citra Inul Daratista terhadap citra merek Inul Vizta. 1.9 METODOLOGI PENELITIAN 1.9.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian di dalam penelitian ini adalah penelitian survei dengan pendekatan kuantitatif serta pemaparan data secara deskriptif. Jenis ini dipilih karena dianggap paling tepat untuk mengukur secara umum persepsi citra merek pada responden. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang menggunakan metode kuantitatif untuk menggambarkan fenomena seperti apa adanya fenomena tersebut, bukan adanya fenomena tersebut, bukan bermaksud untuk memanipulasi atau mengontrol.42 Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk pengukuran yang cermat terhadap fenomena sosial tertentu, misalnya perceraian, pengangguran, keadaan gizi, preferensi terhadap politik tertentu dan lain-lain.43 Peneliti pengembangkan konsep dan menghimpun fakta, tetapi tidak melakukan pengujian hipotesa.44 Perspektif dalam penelitian ini adalah positifis, positifis meneliti fakta42
Diunduh dari http://ocw.usu.ac.id/course/download/1270000033-psikologieksperimen/pek_143_slide_jenis-jenis_metode_penelitian.pdf pada tanggal 05/02/15 pukul 15.50. 43 Masri Singarimbun,& Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai, edisi revisi, LP3ES, Yogyakarta, 1987, hlm.4-5. 44 Ibid.
32
fakta dan sebab-sebab melalui metodologi seperti kuesioner, pencatatan barangbarang, dan analisis demografi yang menghasilkan data kuantitatif yang memungkinkan untuk membuktikan hubungan antara variabel secara statistik. Dalam penelitian ini, metode ini dianggap paling sesuai karena peneliti ingin menjelaskan mengenai pengaruh dari citra yang ada pada Inul Daratista terhadap citra merek Inul Vizta. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik survei. Penelitian survei sebenarnya digunakan sebagai suatu teknik untuk menggambarkan karakteristik atas dasar variabel-varibel tertentu dari banyak kasus.45 Seperti yang telah dikemukakan oleh Faisal (2003: 23), yang menyatakan bahwa: “Dengan survei, peneliti hendak menggambarkan karakteristik tertentu dari suatu populasi, apakah berkenaan dengan sikap, tingkah laku, ataukah aspek sosial lainnya; variabel yang ditelaah disejalankan oleh karakteristik yang menjadi fokus perhatian survei tersebut.46 Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik survei dengan pertimbangan-pertimbangan47, yaitu: 1. Penelitian survei dapat digunakan untuk sampel yang besar. 2. Penelitian survei dapat digunakan untuk mendapatkan informasi/data yang tidak dapat diperoleh dari sumber lain. Misalnya: pendapat atau opini, karakteristik, perilaku, penghasilan, selera, dan lain-lain. 3. Dengan kuesioner dapat menghasilkan data/informasi yang beragam dari setiap responden/ individu dengan variabel penelitian yang banyak. Hal ini sangat berarti untuk analisa. 4. Data yang diperoleh dari sampel dapat digeneralisasikan pada populasi. Dari pertimbangan-pertimbangan yang ada diatas, teknik ini sangat cocok untuk penelitian ini. Penelitian ini melihat persepsi citra Inul Daratista yang ada di 45
Dikutip dari Dyah Ratih Sulistyastuti & Erwan Agus Purwanto, Metode Penelitian Kuantitatif: Untuk Administrasi Publik Dan Masalah-Masalah Sosial, edisi pertama, Penerbit Gaya Media, Yogyakarta, 2011, hlm.60. 46 Ibid. 47 Ibid.
33
benak pelanggan Inul Vizta, yang berarti bahwa peneliti akan melihat melalui perspektif banyak orang, dan hal ini dapat dipermudah dengan sampel. Peneliti juga akan mendapatkan data dari beragam perspektif yang ada pada respondenresponden dengan kuesioner-kuesioner yang disebar. 1.9.3 Pengambilan Sampel Purposive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan keperluan penelitian.48 Artinya setiap individu yang diambil dari populasi dipilih dengan sengaja berdasarkan pertimbangan tertentu. Dalam penelitian ini akan dilakukan seleksi responden: L/P, Usia: 15- 55 tahun (teen – adult), pernah menggunakan jasa Inul Vizta minimal 2 kali dan merupakan konsumen Inul Vizta yang ada di cabang Yogyakarta. Hal ini dilakukan untuk menghindari kebiasan dari hasil penelitian, yang dilakukan untuk melihat dari berbagai perspektif yang ada. Usia yang dipilih yaitu 15-55 tahun karena menurut peneliti, usia tersebut merupakan usia yang tergolong paling sering mendapat terpaan media, selain itu menurut hasil wawancara dengan general manager Inul Vizta Yogyakarta, Alit Kurniadi, mengatakan bahwa usia kebanyakan yang berkaraoke di Inul Vizta pada siang hari berumur 15 – 35 tahun, untuk malam hari mayoritas pengunjung adalah 20 – 55 tahun.49 Populasi dalam penelitian ini adalah pelanggan Inul Vizta di seluruh Indonesia. Latar belakang pendidikan dari responden yang dipilih yaitu SMP, SMA, D3, S1, sampai dengan S2. Media massa yang digunakan oleh responden yaitu internet, TV, dan surat kabar. Selain itu, responden yang dicari ialah responden yang menggunakan media massa dalam kesehariannya. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 90 responden. Menurut Gay dan Diehl (1992), jika penelitian bersifat deskriptif, maka sampel minimumnya adalah 10% dari populasi.50 Jumlah keseluruhan pengunjung Inul Vizta yang ada di Yogyakarta setiap minggunya adalah ± 900 pelanggan, maka jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 90 responden. 48
Ibid., hlm. 47 Hasil wawancara dengan general manager Inul Vizta pada tanggal 27/05/15 pukul 21.00. 50 Dikutip dari L. R Gay & P. L Dielh, Research Metods for Business and Management, MacMillan Publishing Company, New York, 1992. 49
34
1.9.4 Metode Pengumpulan Data Kuesioner Metode pengumpulan data yang digunakan adalah penyebaran kuesioner yang diberikan kepada responden yang menjadi sampel. Kuesioner adalah suatu teknik pengumpulan informasi yang memungkinkan analisis mempelajari sikapsikap, keyakinan, perilaku, dan karakteristik beberapa orang utama di dalam organisasi, yang bisa terpengaruh oleh sistem yang diajukan atau sistem yang sudah ada.51 Kuesioner umumnya merupakann pertanyaan yang disusun dalam bentuk kalimat tanya dengan opsi jawaban yang tersedia. Metode pengumpulan data ini dipilih karena kuesioner dapat memberikan keleluasaan kepada responden untuk mengisi jawaban dari pertanyaan yang diajukan, tanpa dipengaruhi oleh peneliti. Selain itu, kuesioner juga memberikan kemudahan kepada peneliti, dimana peneliti dapat lebih mudah menganalisis data yang dikumpulkan, karena pertanyaan yang diajukan kepada setiap responden adalah sama. Jenis kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner tertutup. Kuesioner tertutup adalah pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada responden sudah dalam bentuk pilihan ganda.52 Pertanyaan yang diajukan menggunakan tipe skala Likert. Skala ini mengukur opini atau persepsi responden berdasarkan tingkat persetujuan atau ketidaksetujuan.53 Sampel yang akan diteliti memiliki rentan usia 15 – 55 tahun, dengan jumlah responden 90 responden. Penelitian ini akan dilaksanakan selama kurang lebih 1 bulan. Selama 1 bulan peneliti akan melakukan penelitian di 1 cabang Inul Vizta yang ada di Yogyakarta. Peneliti melakukan penelitian di Yogyakarta, karena Yogyakarta merupakan miniatur dari Indonesia dan berbagai suku bangsa dari seluruh Indonesia berkumpul di Yogyakarta yang notabene sebagai kota pelajar, secara tidak langsung berbagai perspektif dari berbagai suku bangsa ada di Yogyakarta.
51
Dikutip dari Syofian Siregar, Statistik Parametrik untuk Penelitian Kuantitatif, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2014, hlm. 44. 52 Ibid. 53 Sulistyastuti & Purwanto, Op. Cit, hlm. 63.
35
1.9.5 Teknik analisis data Analisis data pada penelitian berguna untuk melihat dan menyimpulkan hasil dari data yang telah didapatkan dilapangan. Teknik analisis data meliputi tahap pemeriksaan data (editing) dan pengolahan data yang kemudian akan dianalisis dengan menggunakan aplikasi SPSS 19. SPSS adalah aplikasi untuk pengolahan data yang memiliki kemampuan analisis statistik yang cukup tinggi serta sistem manajemen data pada lingkungan grafis dengan menggunakan menumenu deskriptif dan kotak-kotak dialog yang sederhana sehingga mudah untuk dipahami
dalam
pengoperasiannya.
Kemudian
data
dianalisis
dengan
menggunakan analisis regresi sederhana. Analisa regresi adalah studi mengenai ketergantungan satu variabel dependen (terikat) dengan satu atau lebih variabel independen/ bebas, yang bertujuan untuk mengestimasi dan/ atau memprediksi rata-rata populasi atau nilai rata-rata variabel dependen didasarkan nilai variabel independen yang diketahui, (Gujarati, 2003: 16-18).54 Sifat hubungan antar variabel dalam persamaan regresi merupakan hubungan sebab akibat.55 1.9.5.1 Uji Validitas Validitas atau kesahihan menunjukkan sejauh mana alat ukur mampu mengukur apa yang ingin diukur (a valid measure if it succesfully measure the phenomenon).56 Dalam satu penelitian yang baik, yang bersifat deskriptif maupun eksplanatif yang melibatkan variabel/ konsep yang tidak bisa diukur secara langsung, masalah validitas tidak sederhana, di dalamnya juga menyangkut penjabaran konsep dari tingkat teoritis sampai empiris (indikator), namun bagaimana tidak suatu instrumen penelitian harus valid agar hasilnya dipercaya.57 Pengukuran validitas dalam penelitian ini menggunakan validitas konstruk. Konstruk adalah kerangka dari suatu konsep, validitas konstruk adalah validitas yang berkaitan dengan kesanggupan suatu alat ukur dalam mengukur pengertian
54
Sulistyastuti & Purwanto, Op. Cit, hlm 184. Ibid. 56 Siregar, Op. Cit, hlm. 75. 57 Ibid. 55
36
suatu konsep yang diukurnya. 58 Menurut Jack R. Fraenkel, validasi konstruk (penentuan validitas konstruk) merupakan yang terluas cakupannya dibanding dengan validitas lainnya, karena melibatkan banyak prosedur, termasuk validitas isi dan validitas kriteria.59 Validitas isi berkaitan dengan kemampuan suatu instrumen mengukur isi (konsep) yang harus diisi.60 Sedangkan validitas kriteria adalah validitas suatu instrumen dengan membandingkannya dengan instrumen pengukuran
lainnya
yang
sudah
valid
dan
reliabel
dengan
cara
mengkorelasikannya.61 Dalam menguji validitas, terdapat empat langkah, diantaranya 62: 1. Mendefinisikan secara operasional konsep yang akan diukur, 2. Melakukan uji coba skala pengukur tersebut pada sejumlah responden, 3. Mempersiapkan tabel tabulasi jawaban, dan 4. Mengitung korelasi antara masing-masing pernyataan dengan skor total yang menggunakan rumus teknik korelasi ‘product moment’. Peneliti melakukan uji coba skala pengukur kepada 25 responden. 25 responden dirasa mencukupi dalam uji coba ini karena jumlah keseluruhan dari responden sejumlah 90 responden. Di dalam buku ‘Instrumen Penelitian Bidang Sosial’ penulispun hanya menggunakan 20 responden untuk melakukan uji coba validitas.63 Di dalam penelitian ini peneliti menguji validitas pertanyaan dalam kuesioner dengan menggunakan SPSS 19. Melalui SPSS akan ditemukan hasil corrected item-total correlation dari tiap-tiap pernyataan yang kemudian akan dibandingkan dengan R hitung yang didapatkan dari R-tabel. Peneliti menggunakan R dengan tingkat ketelitian 95% dengan rumus n-2. Suatu
58
Ibid., hlm. 77. Ibid. 60 Ibid., hlm. 76. 61 Ibid. 62 Singarimbun dan Effendi, Op. Cit., hlm.132-137. 63 Hadari Nawawi dan Martini Hadari, Instrumen Penelitian Bidang Sosial, cetakan ketiga, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2006, hlm 184. 59
37
instrumen penelitian dikatakan valid, bila koefisien korelasi product moment > rtabel (α ; n-2) n = jumlah sampel.64 1.9.5.2 Uji Reliabilitas Reabilitas atau tingkat ketetapan adalah tingkat kemampuan instrumen penelitian untuk mengumpulkan data secara tetap dari sekelompok individu. 65 Reabilitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten, apabila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat pengukuran yang sama pula.66 Teknik pengukuran reabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik alpha cronbach. Teknik atau rumus ini dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu instrumen penelitian reliabel atau tidak, bila jawaban yang diberikan responden berbentuk skala, seperti 1-3, 1-5, dan 1-7 atau jawaban responden yang menginterprestasikan penilaian sikap.67 Peneliti menggunakan SPSS 19 dalam menguji reabilitas. Kriteria suatu instrumen penelitian dikatakan reliabel dengan menggunakan teknik ini, bila koefisien reliabilitas > 0,6.68 1.9.5.1 Uji Normalitas Peneliti menggunakan uji normalitas sebelum melaksanakan uji regresi. Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah populasi berdestribusi normal atau tidak.69 Bila data berdistribusi normal, maka dapat digunakan uji statistic berjenis parametrik.70 Sedangkan bila data tidak berdistribusi normal, maka digunakan uji statistic nonparametrik.71 Dalam penelitian ini, peneliti melakukan uji normalitas dengan menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov. Metode Kolmogorov-Smirnov prinsip kerjanya membandingkan frekuensi kumulatif
64
Siregar, Op. Cit., hlm. 77. Nawawi dan Hadari, Op. Cit., hlm 190. 66 Siregar, Op. Cit., hlm. 87. 67 Ibid., hlm. 90. 68 Ibid. 69 Ibid., hlm. 153. 70 Ibid. 71 Ibid. 65
38
distribusi teoretik dengan frekuensi kumulatif distribusi empirik (observasi).72 Di dalam uji normalitas dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan aplikasi SPSS 19, kemudian membandingkan nilai sig dari hasil analisis dengan taraf signifikasi α. 1.9.5.2 Uji Linieritas Selain melakukan uji normalitas, uji linieritaspun dilakukan sebelum melakukan uji regresi linier. Tujuan dilakukannya uji linieritas adalah untuk mengetahui apakah variabel tak bebas (Y) dan variabel bebas (X) mempunyai hubungan linear.73 Dalam penelitian ini uji linieritas dianalisis menggunakan SPSS 19. Kemudian dari hasil analisis yang ada dibandingkan nilai sig dari hasil analisis dengan taraf signifikasi α. Uji ini biasanya digunakan sebagai prasyarat dalam penerapan metode regresi linier.74 Selain membandingkan sig, uji ini juga dapat dilakukan dengan membandingkan F hitung dan F tabel. Langkah-langkahnya:75 a. Membuat hipotesis dalam uraian kalimat Ho
: Data kelompok A dengan kelompok B tidak berpola linier.
Ha
: Data kelompok A dengan kelompok B berpola linier.
b. Menentukan resiko kesalahan Pada tahap ini kita menentukan seberapa besar peluang membuat resiko kesalahan dalam mengambil keputusan menolak hipotesis yang besar. Biasanya dilambangkan dengan yang sering disebut dengan istilah taraf signifikasi. c. Kriteria pengujian signifikasi Jika: Fhitung ≤ Ftabel, maka Ho diterima. Jika: Fhitung> Ftabel, maka Ho ditolak. 72
Ibid. Ibid., hlm. 178. 74 Ibid. 75 Ibid, hlm. 178-179. 73
39
1.9.5.3 Teknik Probabilitas Setelah mendapatkan persamaan dari hasil uji regresi linier, selanjutnya peneliti menguji menggunakan teknik probabilitas. Teknik probabilitas digunakan untuk menguji kevalidan persamaan regresi yang ada serta menguji hipotesis yang ada. Analisis dilakukan dengan cara membandingkan nilai sig dari hasil analisis dengan taraf signifikasi α. 1.9.5.4 Uji Regresi Linier Sederhana Analisa regresi adalah studi mengenai ketergantungan satu variabel dependen (terikat) dengan satu atau lebih variabel independen/ bebas, yang bertujuan untuk mengestimasi dan/ atau memprediksi rata-rata populasi atau nilai rata-rata variabel dependen didasarkan nilai variabel independen yang diketahui, (Gujarati, 2003: 16-18).76 Regresi linier sederhana digunakan hanya untuk satu variabel bebas (independent) dan satu variabel tak bebas (dependent).77 Rumus regresi linier sederhana yaitu: Y=a+b.X Keterangan: Y
= variabel terikat
X
= variabel bebas
A dan B = konstanta
76 77
Sulistyastuti & Purwanto, Op. Cit, hlm 184. Siregar, Op. Cit., hlm. 379.
40