BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota senantiasa mengalami perkembangan seiring berjalannya waktu. Pada perkembangannya, kota dapat mengalami perubahan baik dalam segi fungsi maupun spasial. Transformasi yang terjadi tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti jumlah penduduk, adanya infrastruktur, kemajuan teknologi, dan lain-lain. Semakin maju suatu kota, maka semakin banyak penduduk yang ingin tinggal di sana. Hal ini akan berdampak pada semakin terbatasnya ruang di kota karena semakin banyaknya ruang yang digunakan untuk menampung penduduk dan segala kegiatannya yang terus bertambah, terlebih apabila pembangunan kota tidak memperhatikan aspek-aspek keberlanjutan. Saat ini pembangunan berkelanjutan menjadi perhatian dan usaha yang ingin dicapai banyak kota di dunia begitu juga kota-kota di Indonesia. Konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) merupakan konsep yang paling ideal bagi perencanaan kota dan wilayah saat ini. Pembangunan berkelanjutan berprinsip pada pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kebutuhan generasi mendatang (WCED dalam Yunus, 2008). Salah satu bentuk pembangunan yang berkelanjutan adalah dengan penerapan strategi compact city . Compact city merupakan strategi bagi perkembangan kota yang memiliki prinsip menekankan pada kepadatan penduduk yang tinggi sesuai dengan ukuran ideal sebuah kota, semua kegiatan yang terkonsentrasi, transportasi publik yang terintensifikasi, perwujudan dari kesejahteraan sosial-ekonomi warga kota, yang tujuan akhirnya adalah peningkatan taraf dan kualitas hidup kota (Jenks, dkk, 2000). Jenks, dkk (2000) juga menyatakan bahwa di kota-kota yang lebih kompak, jarak perjalanan menjadi berkurang, sehingga emisi bahan bakar berkurang, lahan pedesaan terhindar dari pembangunan, serta peningkatan fasilitas lokal dan daerah setempat menjadi lebih otonom. Walaupun efek dari banyak manfaat yang diklaim adalah bentuk dari compact city tertentu, akan tetapi untuk 1
saat ini, urban compaction adalah arah kebijakan yang sedang banyak diminati (Jenks, dkk dalam Permatasari, dkk, 2013). Compact city dinilai sebagai bentuk perkotaan yang paling berkelanjutan, karena dapat mendorong mobilitas yang berkelanjutan dan paling sesuai dengan prinsip anti-sprawl untuk menanggapi kecenderungan perkembangan kawasan perkotaan yang saat ini mengarah pada ketidakberlanjutan (Permatasari, dkk, 2013). Perkembangan kota saat ini cenderung ekspansif dan menyebar keluar atau ke arah peri urban. Menurut Giyarsih (2001), daerah pinggiran kota atau peri urban adalah daerah pinggiran kota yang berada dalam proses transisi dari daerah perdesaan menjadi perkotaan dan sebagai daerah transisi. Daerah ini berada dalam tekanan kegiatan-kegiatan perkotaan yang meningkat dan berdampak pada perubahan fisikal. Tingginya pemanfaatan ruang kota akan mengakibatkan pencampuran kegiatan dan interaksi yang semakin kuat antara perkotaan dan pedesaan yang pada akhirnya mengkibatkan batas antara kota dan desa menjadi tidak jelas (Kurniadi, 2007). Transformasi spasial di wilayah peri urban secara morfologis akan mengubah bentuk pemanfaatan lahan, karena transformasi secara spasial juga memiliki pengertian berubahnya bentuk penggunaan lahan (Hardati, 2011). Pada umumnya fungsi pertanian dan fungsi ekologi masih menjadi fungsi yang utama di wilayah peri urban, dengan demikian keberadaan lahan pertanian produktif maupun lahan yang mendukung fungsi ekologi tersebut akan terancam dengan adanya penjalaran sifat fisik kekotaan. Di wilayah peri urban lah tempat terjadinya konflik antara mempertahankan lahan pertanian untuk sektor kedesaan atau melepaskan lahan pertanian untuk kepentingan perkembangan fisikal baru sektor kekotaan. Kedua hal tersebut adalah bentuk konflik pemanfaatan lahan yang mencolok dan seolah-olah menjadi ajang pertempuran (battle front) antara sektor kedesaan dan sektor kekotaan, dan pada kondisi empirisnya sektor kedesaan lah yang banyak kalah dalam konflik pemanfaatan lahan ini (Yunus, 2008). Dewasa ini banyak ditemukan kecenderungan kota-kota di Indonesia berkembang ke arah luar karena struktur kota yang tidak kompak, hal itu pula yang terjadi di Kota Yogyakarta. Kota Yogyakarta merupakan kota yang memiliki 2
daya tarik yang cukup besar mengingat bahwa kota ini dikenal sebagai Kota Pendidikan, Kota Budaya, Kota Wisata, dan lain-lain. Berkembangnya Kota Yogyakarta membuat wilayah peri urbannya atau kecamatan-kecamatan di sekitarnya ikut terpengaruh. Fenomena transformasi spasial di wilayah peri urban ditunjukkan dengan pertambahan luas permukiman yang dilakukan oleh pengembang dalam jumlah banyak (real estate). Di Amerika, sebanyak 62,4% dari total 93 juta unit rumah berada di daerah peri urban. Hal inipun terjadi di area perkotaan besar khususnya di belahan Asia Timur, pembangunan perumahan skala besar juga mendominasi wilayah peri urbannya. Demikian pula yang terjadi di Indonesia, terutama di kawasan metropolitan seperti Jabodetabek dan Bandung. Saat ini wilayah peri urban Jabodetabek, khususnya di Kabupaten Tangerang menjadi tempat berkembangnya perumahan skala besar dengan total ± 60 developer yang memiliki aset pembangunan perumahan real estate. Di wilayah peri urban Kota Bandung seperti Kecamatan Parongpong, Lembang, Cimenyan, Cilengkrang, Cileunyi, Bojongsoang, Dayeuhkolot, Margahayu dan Margaasih juga menjadi tempat berkembangnya perumahan skala besar. Terdapat 51 pembangunan perumahan formal baru dengan 93 izin lokasi dan luas konversi sebesar 2.382,13 Ha (Septanaya, dkk, 2012). Seiring berjalannya waktu, sektor kedesaan di Wilayah Peri Urban Kota Yogyakarta juga mulai bergeser. Adanya peluberan perkembangan kota ke arah luar tersebut memicu terjadinya transformasi spasial di Wilayah Peri Urban Kota Yogyakarta karena sifat fisik kekotaan yang semakin menyebar kemudian beraglomerasi, dan saat ini dikenal dengan Kawasan Perkotaan Yogyakarta. Berdasarkan Perda Provinsi DI Yogyakarta No. 2 Tahun 2010, wilayah Kawasan Perkotaan Yogyakarta meliputi seluruh bagian Kota Yogyakarta dan sebagian wilayah Kabupaten Bantul, yaitu Kecamatan Kasihan, Sewon, dan Banguntapan serta sebagian wilayah Kabupaten Sleman, yaitu Kecamatan Depok, Ngemplak, Ngaglik, Mlati, Godean dan Gamping. Adanya pusat-pusat kegiatan baru ini akan menarik banyak orang untuk datang dan pada akhirnya semakin meningkatkan kebutuhan akan ruang, dan untuk mencukupi kebutuhan ruang tersebut maka akan 3
semakin banyak pula lahan di wilayah peri urban yang harus dialihfungsikan untuk mendukung sektor kekotaan. Perkembangan kota yang menyebar dapat diantisipasi dengan optimalisasi urban compactness. Dengan mengoptimalkan urban compactness, maka dapat mencegah pembangunan di wilayah peri urban karena salah satu prinsip dari compact city adalah dengan pembangunan pada ruang-ruang sisa di kota sehingga pertumbuhan kota yang melebar dapat diminimalisir. Oleh karena itu, urban compactness dapat diperhitungkan dan menjadi tolak ukur terhadap keseimbangan kota dan wilayah peri urbannya. Penelitian
ini
akan
membahas
bagaimana
kecenderungan
urban
compactness Kota Yogyakarta dan akan dilakukan pengamatan bagaimana pengaruh urban compactness tersebut terhadap transformasi spasial yang terjadi di wilayah peri urbannya yaitu kecamatan-kecamatan di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul yang termasuk dalam Kawasan Perkotaan Yogyakarta dengan menggunakan data time series tahun 2003 dan tahun 2013. Penelitian ini menggunakan data time series karena transformasi adalah suatu bentuk perubahan, sehingga untuk mengamatinya perlu menggunakan data dalam jangka waktu tertentu. Pada penelitian ini akan terlihat bagaimana pola kompaksi Kota Yogyakarta dan kecenderungan transformasi spasial di wilayah peri urbannya. Pada penelitian ini akan diamati apakah pada suatu kota yang compact, maka transformasi spasial di wilayah peri urbannya cenderung lebih rendah karena mendapatkan manfaat dari konsep compact city yang diantaranya perlindungan terhadap wilayah peri urban dan strategi perkembangan anti-sprawl. Sebaliknya, apakah pada kota yang kurang compact, transformasi spasial di wilayah peri urbannya cenderung lebih tinggi dan acak karena penyebaran sifat fisik ruang kekotaan menuju wilayah peri urban yang semakin tinggi pula. Penelitian ini sangat penting dilakukan untuk membuktikan adanya pengaruh urban compactness terhadap transformasi spasial di wilayah peri urban. Dengan demikian konsep compact city dapat dijadikan sebagai alternatif strategi perkembangan perkotaan yang berkelanjutan bagi kota-kota besar di Indonesia.
4
Perkembangan Kota Yogyakarta memicu Pertambahan Penduduk memicu Pertambahan Kebutuhan Ruang memicu karena
Perkembangan Spasial Secara Horizontal
Kurang Memperhatikan Aspek Keberlanjutan
mengarah ke Wilayah Peri Urban Kota Yogyakarta
Salah Satu Bentuk Pembangunan Berkelanjutan: Compact city
menyebabkan Transformasi Spasial Wilayah Peri Urban Kota Yogyakarta : 1. Pemanfaatan Lahan 2. Pertambahan luas lahan terbangun 3. Pertambahan jaringan jalan 4. Ketersediaan fasilitas sosial ekonomi
mempengaruhi/ dapat menekan
Urban Compactness
Gambar 1.1. Diagram Latar Belakang Sumber: Penulis (2015)
1.2 Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Dengan menghitung urban compactness Kota Yogyakarta, maka dapat diketahui seberapa tinggi tingkat kekompakan dari Kota Yogyakarta dan bagaimana pengaruh urban compactness tersebut terhadap transformasi spasial yang terjadi di wilayah peri urbannya. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka muncullah pertanyaan penelitian sebagai berikut. 1. Bagaimana kecenderungan urban compactness Kota Yogyakarta? 2. Bagaimana kecenderungan transformasi spasial yang terjadi di Wilayah Peri Urban Kota Yogyakarta khususnya kecamatan-kecamatan di 5
Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul yang termasuk dalam Kawasan Perkotaan Yogyakarta? 3. Bagaimana pengaruh urban compactness terhadap transformasi spasial di Wilayah Peri Urban Kota Yogyakarta?
1.3 Tujuan Penelitian 1. Mengukur
bagaimana
kecenderungan
urban
compactness
Kota
Yogyakarta pada tahun 2003 dan 2013 dilihat dari indikator compact city. 2. Menggambarkan kecenderungan transformasi spasial yang terjadi di Wilayah Peri Urban Kota Yogyakarta khususnya kecamatan-kecamatan di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul yang termasuk dalam Kawasan Perkotaan Yogyakarta pada tahun 2003 - 2013. 3. Membuktikan adanya pengaruh urban compactness terhadap transformasi spasial di Wilayah Peri Urban Kota Yogyakarta.
1.4 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritik Penelitian ini dapat berkontribusi dalam pengembangan ilmu Perencanaan Wilayah dan Kota sehingga dapat dijadikan sebagai referensi dan tinjauan pustaka bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian mengenai urban compactness
khususnya
pengaruh
urban
compactness
terhadap
transformasi spasial di wilayah peri urban. 2. Manfaat Praksis Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam menyusun kebijakan terkait perencanaan pengembangan
Perkotaan Yogyakarta dengan
menggunakan pendekatan dan konsep compact city, sehingga nantinya dapat terwujud Perkotaan Yogyakarta yang berkelanjutan melihat keberhasilan dari kota-kota di negara-negara maju yang telah sukses menerapkam konsep compact city ini.
6
1.5 Batasan Penelitian Batasan penelitian dibutuhkan agar penelitian lebih fokus dan tidak meluas. Adapun lokasi dan fokus pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Lokasi Penelitian Penelitian akan dilakukan di Kota Yogyakarta dan Wilayah Peri Urban Kota Yogyakarta yaitu kecamatan-kecamatan di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul yang termasuk dalam bagian Kawasan Perkotaan Yogyakarta dan berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta, yang meliputi kecamatan: Kasihan, Sewon, Banguntapan, Depok, Ngemplak, Ngaglik, Mlati, Godean dan Gamping.
Gambar 1.2. Peta Wilayah Kawasan Perkotaan Yogyakarta Sumber: Penulis, 2015
2. Waktu Penelitian Data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pada tahun 2003 - 2013. 7
3. Fokus Penelitian Fokus
penelitian
adalah
membuktikan
adanya
pengaruh
urban
compactness Kota Yogyakarta terhadap transformasi spasial yang terjadi di wilayah peri urbannya.
1.6 Keaslian Penelitian Penelitian yang akan dilakukan berjudul “Pengaruh Urban Compactness Terhadap Transformasi Spasial di Wilayah Peri Urban Kota Yogyakarta”. Penelitian ini berfokus pada membuktikan adanya pengaruh urban compactness terhadap transformasi spasial yang terjadi di wilayah peri urbannya. Berdasarkan studi literatur penulis, penelitian-penelitian lain yang membahas kekompakan kota juga pernah dilakukan di Kota Yogyakarta (dengan fokus yang berbeda), Surabaya, Semarang, dan Bandung. Adapun penjelasan dari penelitian-penelitian terkait yang telah dilakukan sebelumnya adalah sebagai berikut.
1. Pengaruh Urban compactness Terhadap Pola Pergerakan Penduduk Kota Yogyakarta (Lanthika Atianta – Skripsi Universitas Gadjah Mada 2014) Penelitian yang dilakukan oleh Atianta (2014) memiliki fokus untuk mengetahui pengaruh urban compactness terhadap pola pergerakan (jarak tempuh pergerakan keluar kecamatan, dan penggunaan moda transportasi) penduduk Kota Yogyakarta. Sedangkan lokus dari penelitian ini berada di Kecamatan Danurejan dan Umbulharjo, Kota Yogyakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deduktif – kuantitatif.
2. Pengaruh Urban Compaction Terhadap Pola Pergerakan Berkelanjutan di Kota Surabaya (Dhea Permatasari, Agus Dwi Wicaksono, Fauzul Rizal Sutikno – Jurnal Universitas Brawijaya 2012) Penelitian yang dilakukan oleh Permatasari, dkk (2013) memiliki fokus untuk mengetahui tingkat keberlanjutan struktur ruang kota berdasarkan konsep compact city serta pengaruhnya terhadap pola pergerakan berkelanjutan di Kota Surabaya. Sedangkan lokus dari penelitian ini adalah Kota Surabaya itu sendiri. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deduktif – kuantitatif. 8
3. Identifikasi Urban Compactness di Wilayah Metropolitan Semarang (Aristiyono Devri Nuryanto – Skripsi ITB Tahun 2008) Penelitian yang dilakukan Nuryanto (2008) memiliki fokus untuk mengidentifikasi pola spasial urban compactness di Wilayah Metropolitan Semarang berdasarkan indikator compact city dan melakukan analisis keterkaitan urban compactness
dengan transportasi di Wilayah
Metropolitan Semarang. Sedangkan lokus dari penilitian ini adalah Wilayah Metropolitan Semarang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deduktif – kuantitatif. 4. Pola Spasial Urban Compaction di Wilayah Metropolitan Bandung (Ivan Kurniadi – Skripsi Institut Teknologi Bandung 2007) Penelitian yang dilakukan oleh Kurniadi (2007) memiliki fokus untuk mengidentifikasi
pola spasial urban compaction
di
Wilayah
Metropolitan Bandung dan menganalisis struktur dan pola ruang Wilayah Metropolitan Bandung dengan menggunakan indikator compact city. Sedangkan lokus dari penelitian ini adalah Wilayah Metropolitan Bandung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deduktif – kuantitatif. 5. Bentuk dan Pengembangan Kawasan Perkotaan Berkelanjutan: Kajian Potensi Kompaksi di Kawasan Perkotaan Bandung (Iwan Kustiwan – Disertasi Universitas Indonesia 2006) Penelitian yang dilakukan oleh Kustiwan (2006) memiliki fokus untuk
mengidentifikasi
keterkaitan
antara
bentuk
perkotaan
dan
keberlanjutan perkotaan sebagai dasar dalam menentukan arahan struktur dan pola ruang di Kawasan Perkotaan Bandung agar terwujud struktur dan pola ruang kawasan perkotaan yang berkelanjutan. Sedangkan lokus dari penelitian ini adalah Kawasan Perkotaan Bandung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deduktif - kuantitatif. 6. Gejala Urban Sprawl Sebagai Pemicu Densifikasi Permukiman di Daerah Pinggir Kota (Urban Fringe Area) Kasus Pinggiran Kota Yogyakarta (Sri Rum Giyarsih – Jurnal Universitas Gadjah Mada 2001) 9
Penelitian yang dilakukan oleh Giyarsih (2001) memiliki fokus untuk membuktikan bahwa gejala urban sprawl memicu terjadinya densifikasi permukiman di Pinggiran Kota Yogyakarta. Sedangkan lokus dari penelitian ini adalah Kota Yogyakarta dan Daerah Pinggirannya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode deduktif – kuantitatif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penelitian ini belum pernah dilakukan dan memiliki perbedaan dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya baik dalam segi lokus maupun fokus. Dengan melihat adanya perbedaan tersebut, maka penelitian ini relevan untuk dilakukan.
10
Tabel 1.1. Daftar Penelitian Terkait No
Nama (Tahun)
Judul
Fokus Mengetahui pengaruh urban compactness terhadap pola pergerakan (jarak tempuh pergerakan keluar kecamatan, dan penggunaan moda transportasi) penduduk Kota Yogyakarta Mengetahui tingkat keberlanjutan struktur ruang kota berdasarkan konsep compact city serta pengaruhnya terhadap pola pergerakan berkelanjutan di Kota Surabaya Mengidentifikasi pola spasial Urban Compactness di Wilayah Metropolitan Semarang Mengidentifikasi pola spasial urban compaction di Wilayah Metropolitan Bandung Mengidentikasi keterkaitan antara bentuk perkotaan dan keberlanjutan perkotaan sebagai dasar dalam menentukan arahan struktur dan pola ruang di Kawasan Perkotaan
1.
Lanthika Atianta (2014)
Skripsi UGM
Pengaruh Urban Compactness Terhadap Pola Pergerakan Penduduk Kota Yogyakarta
2.
Dhea Permatasari, Agus Dwi Wicaksono, Fauzul Rizal Sutikno (2013)
Jurnal Universitas Brawijaya
Pengaruh Urban Compaction Terhadap Pola Pergerakan Berkelanjutan di Kota Surabaya
2.
Aristiyono Devri Nuryanto (2008)
Skripsi ITB
4.
Ivan Kurniadi (2007)
Skripsi ITB
5.
Iwan Kustiwan (2006)
Disertasi Universitas Indonesia
Identifikasi Urban Compactness di Wilayah Metropolitan Semarang Pola Spasial Urban Compaction di Wilayah Metropolitan Bandung Bentuk dan Pengembangan Kawasan Perkotaan Berkelanjutan – Kajian Potensi Kompaksi di Kawasan Perkotaan Bandung
bersambung.. . ...
Jenis Penelitian
bersambung...
g
Lokus Kecamatan Danurejan dan Umbulharjo, Kota Yogyakarta
Metode Penelitian Deduktif Kuantitatif
Kota Surabaya
Deduktif – Kuantitatif –
Wilayah Metropolitan Semarang Wilayah Metropolitan Bandung Kawasan Perkotaan Bandung
Deduktif Kuantitatif Deduktif – Kuantitatif Deduktif Kuantitatif
11
...lanjutan 6.
Sri Rum Giyarsih (2001)
Jurnal UGM
Gejala Urban Sprawl Sebagai Pemicu Densifikasi Permukiman di Daerah Pinggir Kota (Urban Fringe Area) Kasus Pinggiran Kota Yogyakarta
Bandung Membuktikan bahwa gejala urban sprawl memicu terjadinya densifikasi permukiman di Pinggiran Kota Yogyakarta
Kota Deduktif – Yogyakarta dan Kuantitatif daerah pinggiran kota
Sumber: Penulis (2015)
12
1.7 Sistematika Penulisan 1. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini penulis menyampaikan latar belakang dari penelitian “Pengaruh Urban Compactness Terhadap Transformasi Spasial di Wilayah Peri Urban Kota Yogyakarta”, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, batasan penelitian (fokus, lokus, dan waktu), manfaat penelitian (teoritik dan praksis), dan penelitian-penelitian terkait yang pernah dilakukan sebelumnya. 2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini penulis menyampaikan teori-teori yang digunakan sebagai landasan dalam penelitian ini beserta kerangka teorinya. Tinjauan pustaka yang dibahas meliputi teori mengenai: kota, compact city, urban compactness, transformasi spasial, wilayah peri urban, serta interaksi kota dan wilayah peri urban. 3. BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini penulis menyampaikan metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deduktif – kuantitatif, variabel penelitian yang akan digunakan untuk analisis, desain penelitian untuk menjawab pertanyaan penelitian, dan tahapan-tahapan pelaksanaan pada penelitian ini. 4. BAB IV DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN Pada bab ini penulis menyampaikan deskripsi wilayah penelitian yaitu meliputi Kota Yogyakarta dan Kawasan Perkotaan Yogyakarta untuk menggambarkan wilayah penelitian baik secara administrasi, fisik, kependudukan, ekonomi, maupun sosial-budaya. 5. BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis menyampaikan hasil dari penelitian dan melakukan pembahasan hasil penelitian tersebut sebagai jawaban dari setiap pertanyaan penelitian yang telah disebutkan sebelumnya.
13
6. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini penulis akan menyampaikan kesimpulan dari hasil dan pembahasan penelitian serta saran bagi pemerintah maupun bagi akademik terkait hasil dari penelitian ini.
14