BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang membentang dari
Sabang sampai Merauke yang terdiri dari ribuan pulau besar dan kecil yang ada di dalamnya. Indonesia terletak pada daerah yang merupakan pertemuan tiga lempeng tektonik besar di dunia, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Pasifik, dan Lempeng Indo-Australia yang bergerak ke barat dan ke utara dari Eurasia. Keberadaan Indonesia di antara tiga lempeng tektonik tersebut menjadikan Indonesia sebagai daerah tektonik yang sangat labil di dunia dan juga pinggiran benua yang sangat aktif. Selain itu, posisi Indonesia yang berada pada Rangkaian Busur Api Pasifik (The Pacific Ring of Fire) menyebabkan Indonesia memiliki jumlah gempa bumi yang cukup tinggi di dunia (Sunarto et al., 2014). Pusat gempa bumi yang cukup tinggi di Indonesia terjadi di dasar laut, lepas pantai, ataupun dekat dengan pantai yang dapat memicu terjadinya tsunami. Tsunami yang dipicu oleh gempa bumi dapat menghasilkan pergerakan dasar samudra atau longsor yang menyebar ke wilayah kepesisiran dan kemungkinan mengakibatkan kematian (Mardiatno,2008a). Sudah banyak pesisir di Indonesia yang terkena tsunami karena dipicu oleh gempa bumi, salah satunya adalah tsunami yang terjadi di Aceh pada penghujung tahun 2004. Kejadian tsunami Aceh membuka mata dunia maupun masyarakat Indonesia terhadap ancaman tsunami. Tsunami di Aceh diawali dengan terjadinya gempa berkekuatan 9,3 SR yang kemudian disusul dengan terjangan tsunami yang sangat dasyat. Menurut data dari BNPB, tsunami Aceh telah memakan korban jiwa
yang
sangat
besar
yaitu
mencapai
250.000
jiwa
meninggal
(Mardiatno,2008a). Selain itu, tsunami yang menerjang Aceh juga mengakibatkan ribuan rumah dan bangunan rusak, menyebabkan ribuan orang mengungsi, menimbulkan penderitaan yang luar biasa bagi masyarakat Aceh, dan kerugian materi diperkirakan mencapai 4,4 triliun rupiah. Tsunami yang menimpa Aceh
1
tersebut dapat dijadikan pelajaran agar setiap kota yang memiliki pesisir di Indonesia bisa lebih waspada lagi dalam menghadapi ancaman bencana tsunami, sehingga kerugian dan korban yang dihasilkan bisa lebih diminimalisir. Jauh sebelum tahun 2004 juga telah banyak kejadian tsunami di Indonesia, namun tidak terlalu mendapat sorotan dari masyarakat dunia. Salah satunya adalah kejadian bencana tsunami dahsyat pada tahun 1977 di pesisir Nusa Tenggara Barat (NTB). Tsunami menghantam sebagian besar pantai selatan dari deretan Nusa Tenggara yang meliputi Pulau Bali, Lombok, Sumbawa, dan Sumba. Tsunami diawali dengan gempa berkekuatan 7,7 SR. Berdasarkan data dari Pusat Meteorologi dan Geofisika, pusat gempa berada di laut pada posisi 118.6° BT11.8° LS pada kedalaman sekitar 33 kilometer. Goncangan terbesar terjadi di Ai Ketapang Desa Lunyuk Besar, Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Pusat gempa berada di Samudera Hindia sebelah barat Pulau Sumba Nusa Tenggara Timur (NTT) (Nakamura, 1979). Kejadian tsunami di pesisir Nusa Tenggara Barat tersebut menjadi salah satu pelajaran yang berharga bagi masyarakat di provinsi tersebut agar lebih waspada akan ancaman bencana tsunami, mengingat kondisi kawasan tersebut yang rentan dan pernah terkena tsunami. Berdasarkan data dari BNPB tahun 2010, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang terdiri dari 2 pulau yaitu Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa, memiliki indeks risiko bencana tsunami tergolong dalam kategori sedang dan tinggi, yang berarti bahwa secara keseluruhan wilayahnya sangat memiliki risiko untuk terkena ancaman tsunami di sepanjang pesisir pantainya. Pusat pemerintahan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) berada di Pulau Lombok. Beberapa ratus kilometer di sebelah selatan Pulau Lombok terdapat salah satu zona pertemuan lempeng tektonik besar bumi, yang menjadi sumber utama gempa bumi berpotensi tsunami, menghadap bagian selatan dari pulau ini. Lombok juga rentan terhadap tsunami dari Patahan busur belakang (back arc), yang menghadap bagian utara Pulau Lombok. Jenis patahan yang terbentuk pada back arc disebut sesar naik dan memiliki potensi tinggi untuk menghasilkan gempa bumi dan tsunami di daerah pesisir Lombok. Tsunami yang lebih besar di
2
sekitar pulau mungkin akan berdampak besar pada sepanjang garis pantai yang berpenduduk padat. Wilayah Lombok terletak sangat dekat dengan zona tumbukan antara Lempeng Indo-Australia (selatan) dan Lempeng Eurasia (utara). Zona subduksi tersebut merupakan daerah sumber utama untuk tsunami yang mungkin melanda bagian selatan pulau. Tak jauh di lepas pantai utara Lombok, Patahan busur belakang merupakan area sumber tsunami lokal lain (BNPB dan GIZ, 2012). Kerawanan posisi Pulau Lombok tersebut memberikan ancaman tsunami yang besar di seluruh pesisir yang ada di pulau tersebut, terutama untuk Ibu Kota Provinsi yang juga berada di Pulau Lombok yaitu Kota Mataram.
NTB
Gambar 1.1 Setting Tektonik di Wilayah Lombok Region (BNPB dan GIZ, 2012) Kota Mataram merupakan pusat pemerintahan dan segala kegiatan utama Provinsi yang terletak di wilayah pantai. Pesisir Kota Mataram sebagian besar digunakan sebagai pusat kegiatan masyarakat setiap harinya, mulai dari kegiatan pemerintahan, pariwisata, perdagangan, permukiman, pertanian, perikanan dan lain-lain. Dalam Rencana Struktur Ruang Kota Mataram yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Mataram menjelaskan bahwa beberapa wilayah yang berada di sepanjang Pesisir Kota Mataram yaitu Kecamatan Ampenan dan Kecamatan Sekarbela ditetapkan sebagai wilayah permukiman, perdagangan dan jasa, serta pariwisata, pertimbangan ini tidak disertai dengan kerentanan wilayah-wilayah tersebut terhadap ancaman bencana tsunami. Selain 3
itu, pertambahan jumlah penduduk yang sebagian besar lebih memilih untuk mendirikan permukiman ke arah pesisir Kota Mataram menambah resiko yang akan terjadi jika sewaktu-waktu bencana tsunami menghantam pesisir kota tersebut, untuk itu sangat perlu dilakukan penyesuaian penataan ruang pesisir berbasis risiko tsunami di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, yang nantinya diharapkan bisa berguna bagi masyarakat setempat untuk meningkatkan kesiapsiagaan terhadap bencana tsunami. Sehingga mengurangi dampak kerugian dan meminimalisir jumlah korban akibat terjangan tsunami. 1.2
Permasalahan Penelitian Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu provinsi
bagian tengah dari Indonesia yang memiliki pusat kota yaitu Kota Mataram yang berada di kawasan pesisir dengan jumlah penduduk Kota Mataram adalah 419.641 jiwa. Kota Mataram merupakan pusat segala kegiatan inti dari Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mulai dari kegiatan pemerintahan, pendidikan, perdagangan dan jasa, dan merupakan kota pantai yang padat dengan permukiman penduduk. Kondisi Kota Mataram dengan jumlah penduduk yang terus bertambah setiap tahunnya yang disertai pembangunan berbagai infrastruktur yang cenderung mengarah ke pesisir Kota Mataram menyebabkan pentingnya untuk melakukan penataan ruang yang tepat untuk mendukung keamanan penduduk dan segala jenis infrastruktur yang ada di dalamnya, terlebih lagi dengan posisi kota yang berada di pesisir dan rawan terhadap tsunami. Kota Mataram yang berada di sepanjang pesisir dan berada pada daerah yang rawan terhadap tsunami, sehingga diperlukan penataan ruang yang berbasis bencana tsunami di kota tersebut. Penataan ruang pesisir berbasis bencana tsunami sangat dibutuhkan untuk menciptakan suatu kota yang tanggap bencana sehingga bisa meminimalisir kerugian dan korban yang ditimbulkan jika terjadi bencana yang secara tiba-tiba bisa saja menghampiri setiap kota. Letak Kota Mataram yang berada pada salah satu zona pertemuan lempeng tektonik besar bumi, yang
menjadi sumber utama gempa bumi berpotensi
tsunami, bisa dijadikan salah satu acuan untuk lebih tepat lagi dalam pengaturan penataan ruang yang berada di kota tersebut, untuk lebih bisa melakukan 4
antisipasi yang tepat jika nantinya bencana tsunami tiba-tiba menghantam pesisir kota tersebut. Sebagai wilayah padat penduduk, karena sebagian besar penduduk lebih memilih untuk membangun permukiman ke arah pesisir yang menjadi pusat perekonomian di kota mataram, bencana tsunami akan banyak berdampak pada penduduk, penggunaan lahan dan kegiatan ekonomi di kota tersebut. Penilaian risiko tsunami tentu tidak lepas dari penilaian kerentanan dan kapasitas yang melekat pada elemen-elemen risiko yang ada. Kondisi sosial ekonomi penduduk yang beragam tentu akan mengakibatkan kerentanan yang berbeda pula di setiap kelompok penduduk. Kerugian yang ditimbulkan akibat terjangan tsunami bisa berdampak pada kondisi fisik, sosial, dan ekonomi penduduk yang ada di dalamnya, dan bisa menimbulkan kerugian yang sangat besar bahkan korban jiwa. Untuk meminimalisir dampak yang akan di timbulkan jika terjadi tsunami di Kota Mataram, maka sangat perlu dilakukan suatu penelitian dengan rumusan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana kerentanan fisik,sosial dan ekonomi di pesisir Kota Mataram terhadap ancaman bencana tsunami? 2. Bagaimana kapasitas penduduk di pesisir Kota Mataram terhadap ancaman bencana tsunami? 3. Bagaimana tingkat risiko tsunami di pesisir Kota Mataram? 4. Bagaimana evaluasi Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Mataram terhadap ancaman bencana tsunami? 5. Bagaimana arahan penataan ruang berbasis risiko bencana tsunami di pesisir Kota Mataram? 1.3
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian pada wilayah studi adalah untuk memberikan jawaban
atas rumusan-rumusan masalah diatas, sebagai berikut: 1. Menganalisis kerentanan fisik, sosial, dan ekonomi sebagai komponen dalam penilaian kerentanan terhadap ancaman bencana tsunami di pesisir Kota Mataram.
5
2. Mengkaji kapasitas penduduk di pesisir Kota Mataram terhadap ancaman bencana tsunami. 3. Menganalisis tingkat risiko tsunami di pesisir Kota Mataram. 4. Menganalisis evaluasi Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Mataram terhadap ancaman bencana tsunami 5. Menentukan arahan penataan ruang berbasis risiko bencana tsunami di pesisir Kota Mataram. 1.4
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pemerintah dan
penduduk di Kota Mataram, sehingga bisa menambah ilmu pengetahuan terhadap risiko jika terjadinya bencana tsunami. Penelitian ini juga diharapkan bisa memberikan masukan kepada pemerintah setempat untuk mengoreksi kembali perencanaan tata ruang wilayah Kota Mataram yang masih belum memasukkan risiko bencana tsunami di dalamnya, sehingga bisa lebih meminimalisir dampakdampak yang ditimbulkan jika terjadi tsunami di pesisir Kota Mataram. 1.5
Keaslian Penelitian Penelitian mengenai tsunami sudah banyak dilakukan di kota-kota di
Indonesia. Perlu adanya penjelasan bahwa penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Penelitian tentang tsunami penah dilakukan oleh Mardiatno (2008), dimana dalam penelitiannya dilakukan analisis beberapa model tsunami dan penilaian risiko tsunami dengan penentuan daerah bahaya dan penilaian kerentanan yang hasil akhirnya adalah berupa rancangan mitigasi berdasarkan skenario terburuk. Selain itu pernah dilakukan penelitian oleh Wibowo (2012), dimana dalam penelitiannya melakukan perhitungan kerentanan dan risiko bangunan terhadap bencana tsunami menghasilkan kerentanan individu bangunan, risiko spesifik individu bangunan dan risiko kerugian yang dapat dikurangi. Penelitian ini menggunakan konsep keruangan, khususnya untuk kajian risiko yang berbasis rencana spasial. Proses yang dinilai pada penelitian ini, antara lain kerentanan dan resiko. Dari konsep utama tersebut akan dijabarkan variabel-
6
variabel kerentanan, kapasitas penduduk yang keseluruhan variabel dalam penelitian ini akan dianalisis dalam beberapa tahap. Oleh karena itu, untuk menunjukkan bahwa penelitian ini tidak diduplikasi dari penelitian sebelumnya akan disertai dengan pemaparan penelitian-penelitian sebelumnya. Tabel 1.1 menyajikan beberapa penelitian sebelumnya yang membedakan dengan penelitian ini.
7
Tabel 1.1 Perbedaan Penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya No 1.
2.
Nama Peneliti Mardiatno, 2008
Subarkah, 2009
Judul Penelitian Tsunami Risk Assessment Using Scenario-Based Approach, Geomorphological Analysis and Geographic Information System, A Case Study in South Coastal Areas of Java Islans-Indonesia
-
-
Tujuan Menganalisis beberapa model tsunami Menilai risiko tsunami dengan penentuan daerah bahaya dan penilaian kerentanan Memformulasikan model mitigasi tsunami berdasarkan skenario terburuk
Spatial Multi Criteria Evaluation For Tsunamis Vulnerability Case Study Of Coastal Area Parangtritis, Indonesia
Memberikan rekomendasi tentang mitigasi tsunami di kawasan pesisir parangtritis menggunakan Spatial Multi Criteria Evaluation (SMCA)
Menganalisis upaya pemerintah dalam pengelolaan informasi risiko tsunami, termasuk di dalamnya melakukan penilaian terhadap kerentanan, kapasitas, risiko, dan manajemen risiko untuk penataan ruang - Melakukan penilaian terhadap kerentanan fisik, sosial, dan ekonomi sebagai komponen dalam penilaian kerentanan total tsunami - Penilaian terhadap kemampuan penanganan pada aspek kesehatan, kesiapan bencana, dan penduduk bekerja sebagai komponen dalam penilaian kemampuan penangana total
3.
Probosiwi, 2012
Manajemen Risiko Tsunami untuk Penataan Ruang di Pesisir Perkotaan Pacitan, Jawa Timur
4.
Zulkarnain, 2012
Evaluasi Multi-Kriteria Keruangan Untuk Penilaian Risiko Total Tsunami di Pacitan
-
-
-
-
Metode Interpretasi Citra Metode Tumpangsusun Pembobotan dan skoring Pengambilan sampel dengan tujuan tertentu Skoring dan pembobotan Wawancara langsung Spatial Multi Criteria Evaluation (SMCA) Analisis Evaluatif FGD Pendekatan Sektoralinstitusional Wawancara langsung Skoring dan pembobotan Tumpang susun Spatial multicriteria evaluation
-
-
-
Hasil Penelitian Peta bentuklahan, bahaya tsunami, risiko tsunami,lokasi shelter dan safety tower Model inundasi tsunami secara hipotetik Rancangan mitigasi berdasarkan skenario terburuk. Peta Kerentanan bangunan fisik Peta kerentanan penduduk Peta risiko tsunami
Menjelaskan, mengevaluasi, sekaligus merumuskan upaya manajemen risiko tsunami untuk penataan ruang di Pacitan
-
-
Peta Kerentanan (indikator fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan) Informasi kerentanan tsunami di Pacitan melalui peta risiko tsunami di Pacitan
8
Lanjutan Tabel 1.1. No
Nama Peneliti
Judul Penelitian
Tujuan tsunami Melakukan analisis evaluasi multikriteria Menghitung kerentanan dan risiko bangunan terhadap bencana tsunami
Metode
Hasil Penelitian
-
5.
6.
Wibowo, 2012
Prassitya, 2013
Analisis Risiko Tsunami Terhadap Bangunan dan Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Transfer Risiko: Studi Kasus di Klurahan Ploso, Pacitan
Manajemen Risiko Tsunami di Pulau-pulau Kecil (Gili Trawangan) Kecamatan Pemenang Kabupaten Lombok Utara
-
-
-
-
-
Penilaian terhadap kerentanan fisik, sosial, dan ekonomi sebagai salah satu komponen dalam perhitungan manajemen risiko Penilaian terhadap pengetahuan kebencanaan dan kesiapsiagaan masyarakat sebagai acuan dalam menghitung kapasitas masyarakat Penilaian risiko bencana tsunami
-
-
Penilaian kerentanan dan risiko bangunan secara kuantitatif Perhitungan penilaian besaran risiko kerugian yang dapat dikurangi jika terdapat mekanisme asuransi bencana Survei Lapangan Wawancara Langsung Penilaian kerentanan dan risiko bangunan secara kuantitatif Skoring dan pembobotan Tumpang susun
-
-
Peta kerentanan individu bangunan Peta risiko spesifik individu bangunan Risiko kerugian yang dapat dikurangi.
Peta kerentanan bangunan Peta kerentanan sosial Peta kerentanan ekonomi Peta kerentanan total risiko tsunami Pete kapasitas masyarakat di gili trawangan dalam menghadapi tsunami
9